Anda di halaman 1dari 10

BIDANG ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

RESUME LAPORAN KASUS


“Restorasi Gigi Anak Klas I & V”

Oleh:
Abiyyu Widya Pratama, S.KG
G4B020046

Dosen Pembimbing:
drg. Rizki Amalia Hidayah, M.PH

Komponen
Pembelajaran Resume Diskusi
Daring

Nilai

Tanda Tangan
drg. Rizki Amalia Hidayah, M.PH drg. Rizki Amalia Hidayah, M.PH
DPJP

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
2022
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Karies
Karies adalah suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang meliputi email, dentin
dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada
jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta
penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan dapat menimbulkan rasa nyeri (Fejerskov
dan Kidd, 2008).
Gigi sulung merupakan gigi yang paling mudah terserang karies. Hal ini disebabkan
oleh morfologi gigi anak yang memiliki ketebalan email yang sangat tipis dibandingkan
gigi permanen dewasa, juga diperparah akibat kebiasaan anak anak dalam
mengkonsumsi makanan-minuman manis dan lengket sehingga proses demineralisasi
berlangsung lebih lama dibandingkan remineralisasi (Wala, dkk, 2014). Mekanisme
terjadinya karies dimulai dengan adanya substrat dan mikroorganime (Streptococcus
mutans yang merupakan flora normal rongga mulut berubah menjadi patogen
oportunistik). Mikroorganisme ini terakumulasi di permukaan gigi dalam bentuk plak
dan akan mengubah substrat menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam hasil proses
fermentasi tersebut dapat mengakibatkan demineralisasi, yaitu larutnya jaringan keras
gigi. Apabila proses demineralisasi ini berlangsung terlalu lama, maka sejumlah mineral
pembentuk jaringan keras gigi akan hilang dan membentuk lubang pada permukaan gigi.
(Fejerskov, 2008; Shafer, 2012). Kondisi karies yang semakin parah pada gigi sulung
lama kelamaan akan mengakibatkan kerusakan sampai menuju pulpa, untuk mencegah
kerusakan semakin lanjut dilakukan beberapa perawatan untuk mengatasi karies pada
gigi sulung (Baum, dkk, 1997).
Salah satu penanggulangan kondisi karies pada gigi diantaranya dengan perawatan
restorasi yaitu dengan membuang jaringan karies dan menggantikan jaringan yang hilang
dengan bahan tumpatan. Salah satu bahan restorasi yaitu glass ionomer cement (GIC)
(Nicholson, 2002). Restorasi gigi sulung dengan bahan GIC ditujukan untuk
mengembalikan fungsi gigi sulung baik secara estetis maupun secara fungsional untuk
mengunyah. Bahan restorasi berfungsi untuk menggantikan struktur gigi yang rusak.
Pada kasus karies gigi sulung, bahan restorasi yang sering digunakan yaitu bahan glass
ionomer cement (GIC) (Cohn, 2011).
B. Klasifikasi Karies Gigi
1. Karies gigi diklasifikan menurut lokasi terjadinya dengan tingkat kedalaman
karies.Klasifikasi berdasarkan tingkat kedalamannya yaitu:
a. Karies superfisial: Karies yang terjadi hanya mengenai permukaan email
saja, belum mengenai permukaan dentin.
b. Karies media: Karies yang sudah mengenai permukaan dentin tetapi tidak
melebihi setengah ketebalan dentin.
c. Karies profunda: Karies yang sudah melewati setengah dari ketebalan
dentin bahkan sudah meluas hingga ke pulpa.
2. Klasifikasi karies gigi yang masih banyak digunakan sampai saat ini menurut
G.V. Black yaitu berdasarkan lokasi terjadinya yaitu:
a. Kelas I: Karies yang terdapat pada permukaan pit dan fissure gigi.
b. Kelas II: Karies yang terdapat pada gigi posterior yang meliputi
permukaan mesial, distal, maupun oklusal.
c. Kelas III: Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi
mesial atau distal gigi tanpa melibatkan permukaan insisal.
d. Kelas IV: Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi
mesial atau distal gigi yang melibatkan permukaan insisal.
e. Kelas V: Karies yang terdapat pada permukaan labial, bukal, atau lingual
gigi dan dapat terjadi pada gigi anterior maupun posterior.
f. Kelas VI: Karies yang terdapat pada permukaan insisal gigi insisivus
ataupun pada tonjol bukal gigi posterior.
3. Klasifikasi karies dari G.J. Mount mengklasifikasikan karies gigi ke dalam
tiga kelompok yaitu:
a. Berdasarkan tempat dan ukuran karies sebagai berikut:
1) Site 1: Defek pada pit, fisur dan email pada permukaan oklusal gigi
posterior atau permukaan halus lainnya
2) Site 2: Area proksimal email gigi.
3) Site 3: Bagian sepertiga servikal email, atau jika terjadi resesi, bagian
akar yang tampak tersebut.
b. Berdasarkan ukuran besarnya suatu kavitas karies adalah sebagai berikut:
1) Size 0: Merupakan lesi awal demineralisasi. Perawatannya dengan
mengeliminasi penyebab dan tidak memerlukan perawatan lanjutan.
2) Size 1: Kavitas pada permukaan yang minimal, tidak melibatkan dentin.
Perawatan dengan remineralisasi, dan dapat digunakan bahan restorasi
untuk mencegah akumulasi plak lanjutan.
3) Size 2: Adanya keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi kavitas
dimana gigi tersebut masih kuat untuk mendukung restorasi.
4) Size 3: Lesi yang lebih besar dimana cusp atau tepi insisal terbelah.
Perawatan dengan preparasi kavitas yang besar sehingga restorasi dapat
menyediakan dukungan yang cukup untuk struktur gigi yang tersisa.
5) Size 4: Karies yang luas dengan kehilangan struktur gigi yang sangan
besar (seperti kehilangan satu cusp).
4. Klasifikasi karies berdasarkan keparahannya menurut ICDAS (International
Caries Detection and Assessment System) yaitu sebagai berikut:
a. D0: gigi yang sehat.
b. D1: perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat
dengan cara mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi putih
di gigi tersebut.
c. D2: perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi
putih pada gigi, walau gigi masih dalam keadaan basah.
d. D3: kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin (karies email).
e. D4: terdapat bayangan dentin (tidak ada kavitas pada dentin). Karies pada
tahap ini sudah menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan email
(dentino-enamel junction).
f. D5: kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (karies
sudah mencapai dentin).
g. D6: karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa).
5. Klasifikasi lainnya mengenai karies menurut WHO yaitu:
a. D1: Karies pada email di permukaan gigi yang utuh, belum terbentuk
lubang
b. D2: Karies minimal pada dentin
c. D3: Karies pada email dan dentin
d. D4: Karies mencapai pulpa (Tarigan, 2014).
C. Anatomi gigi desidui
Mahkota yang lebih pendek. Tanduk pulpa mesial lebih memanjang kearah
oklusal daripada gigi permanen, oleh karena itu resiko resiko terjadinya paparan yang
tidak disengaja pada saat preparasi lebih tinggi
1. Akar desidui divergen
2. Lapisan enamel dan dentin lebih tipis.
3. Area kontak yang luas dan datar.
4. Mesiodistal lebih lebar dibandingkan serviko-oklusal.
5. Cenderung lebih terang. (Rao, 2012).
D. Preparasi
Preparasi didefinisikan sebagai perubahan mekanis gigi yang rusak, cedera, aau
sakit umtuk menerima bahan restorative terbaik yang dapat mengembalikan kesehatan
gigi termasuk estetikanya sehingga Kembali menjadi bentuk dan fungsi yang normal.
Prinsip preparasi diantaranya:
1. Semua karies harus dihilangkan dan pulpa harus terlindungi secara adekuat.
2. Sebisa mungkin margin harus dipertahankan pada posisinya.
3. Bentuk kavitas harus sedemikian rupa sehingga restorasi tidak bergerak dan gigi
ataupun restorasi dapat menahan beban kunyah.
4. Bahan restorative yang digunakan harus estetik dan fungsional. (Rao, 2012).
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan preparasi diantaranya:
1. Bahan restorasi.
2. Arah enamel rods.
3. Dukungan enamel rods.
4. Lokasi margin.
5. Tingkat kehalusan yang diinginkan. (Rao, 2012).
E. Bahan restorasi
Pemilihan bahan restorasi harus dipertimbangkan dan harus dipertimbangkan
bahan yang memiliki sifat fluor release dan dapat diresorbsi. Bahan yang biasa
digunakan pada restorasi anak diantaranya:
1. Glass Ionomer Cement (GIC)
GIC muncul pertama kali dipasaran pada akhir 1970 dan sudah dimodifikasi
untuk meningkatkan sifatnya. Bahan GIC saat ini sudah sangat berkembang dan
memiliki kelebihan melebihi resin komposit. Terbuat dari bahan glas dengan
tinggi fluoride, GIC tidak hanya melepas fluor yang berkelanjutan dalam waktu
lama, tetapi juga bertindak sebagai reservoir fluoride yang dapat diisi ulang,
sehingga mampu melindungi permukaan yang berdekatan dengan perkembangan
karies.
GIC melekat pada enamel dan dentin tanpa perlu etsa asam, tidak mengalami
penyusutan polimerisasi, dan sekali setting, serta secara dimensional stabil dalam
kndisi kelembaban tinggi seperti pada mulut. Seperti halnya resin komposit,
penting untuk GIC diletakan pada permukaan yang kering. GIC terlihat stabil
namun menunjukkan hasil yang kurang baik apabila digunakan untuk bahan
restoratif proksimal dalam kurung waktu lebih dari 12-24 bulan (Welbury, 2018).
Beberapa tipe GIC diantaranya:
a. Tipe I: lutting
b. Tipe II: bahan restoratif yaitu
c. Tipe II 1: estetik restoratif
d. Tipe II 2: reinforced restoratif
e. Tipe III: lining atau basis. (Rao, 2012)
2. Amalgam
Amalgam sudah digunakan sebagai bahan restorasi selama lebih dari 150
tahun dan meskipun tidak memiliki warna yang sama dengan gigi dan masih
diperdebatkan tentang keamanannya, amalgam masih banyak digunakan.
Amalgam relative mudah digunakan, toleran terhadap kesalahan operator, dan
lebih baik digunakan secara ekonomis untuk restorasi gigi posterior. Restorasi
amalgam telah terbukti memiliki umur Panjang untuk dijadikan bahan restorasi
gigi permanen bila ditempatkan pada kondisi yang benar (Welbury, 2018).
3. Resin Komposit
Resin komposit telah muncul dipasaran pada akhir 1970 dan sudah
dikembangkan untuk meningkatkan sifat mekanisnya sejak saat itu.
Pengembangan dari etsa asam pada saat bahan ini diperkenalkan telah
menunjukkan resin komposit memiliki fungsi yang baik untuk melekatkan bagian
marginal. Resin komposit diaplikasikan pada permukaan yang kering. Kelebihan
resin komposit diantaranya kestabilannya di air dan merupakan bahan terbaik
karena memiliki filler anorganik yang maksimum dan penyerapan air yang
rendah, namun akan memburuk seiring berjalannya waktu (Welbury, 2018).
4. Stainless Steel Crown (SSC)
Bahan ini diperkenalkan pada tahun 1950 dan mendapatkan penerimaan yang
luas di Amerika Utara. Restorasi SSC memerlukan keahlian khusus. Meskipun
lebih mudah daripada restorasi intrakoronal lain, dianjurkan untuk molar pertama
desidui yang dapat diganti dengan mahkota tuang dikemudian hari.
5. Polycarbonat Crown (PCC)
PCC diindikasikan untuk gigi anterior desidui atau provisionis restorasi karena
memiliki estetik yang baik. PCC memiliki kandungan bahan resin polikarbonat
dan microglass fibers. Bahan ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap
benturan.
F. Diagnosis
Mengidentifikasi karies pada gigi desidui merupakan hal yang sangat penting
untuk menghindari kerusakan gigi. Cukup sulit untuk menilai kesehatan gigi anak
karena biasanya anak-anak tidak mampu mendeskripsikan rasa sakitnya secara tepat.
Oleh karena itu pemeriksaan karies pada anak harus lebih detail, selain pemeriksaan
kedalam kavitas pemeriksaan penunjang seperti radiografi sangat berguna untuk
melakukan perawatan yang sesuai.
BAB II
LAPORAN DAN TATALAKSANA KASUS
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun diantar ibunya ke RSGM untuk
memeriksakan gigi depannya yang kehitaman. Pasien mengeluh malu dengan kondisi
gigi anaknya yang terlihat kehitaman. Pasien menyangkal adanya rasa nyeri pada gigi
tersebut. Pasien sudah pernah ke RSGM sebelumnya untuk dilakukan menambal gigi
belakang bawah. Hasil pemeriksaan intra oral terlihat area kehitaman pada permukaan
servikolabial gigi 62, kedalaman dentin, sondasi (-) nyeri, perkusi (-), palpasi (-),
mobilitas (-), tes vitalitas dengan CE (+). Terlihat pula gigi 65 yang mengalami
kehitaman pada permukaan oklusal dengan kedalaman dentin, sondasi (-) nyeri, perkusi
(-), palpasi (-), mobilitas (-), tes vitalitas dengan CE (+).
A. Pemeriksaan Subjektif
1. CC : Pasien perempuan berusia 5 tahun mengeluhkan gigi depannya yang
kehitaman dan pasien merasa malu dengan keadaan tersebut
2. PI : Pasien tidak mengeluhkan rasa nyeri pada giginya
3. PMH : Tidak memiliki riwayat medis
4. PDH : Pernah ke RSGM untuk melakukan penambalan gigi belakang
bawah
5. FH : Tidak memiliki riwayat terkait keluarga
6. SH : Tidak memiliki riwayat terkait sosial
B. Pemeriksaan objektif
1. Pemeriksaan ekstraoral
Tidak ada keterangan
2. Pemeriksaan intraoral
a. Terlihat adanya area kehitaman karies pada daerah servikolabial gigi
62 sedalam dentin, pemeriksaan sondasi, palpasi, perkusi negatif dan
pemeriksaan vitalitas menggunakan CE positif
b. Terlihat adanya karies pada bagian oklusal gigi 65 sedalam dentin
pemeriksaan sondasi, perkusi palpasi negatif dan pemeriksaan
vitalitas menggunakan CE hasil positif
C. Assesment
Pulpitis Reversible (K04.1)
D. Planning
Restorasi GIC klas I & V GV Black pada gigi 62 dan 65
E. Tatalaksana kasus
1. Anamnesa.
2. Komunikasikan pada wali pasien mengenai diagnosa, rencana perawatan
serta memberikan informed consent.
3. Persiapan alat dan bahan
a. Alat
Diagnostic set, microbrush, lowspeed, brush, APD (masker, handscoon,
nurse cap, gown), slabber, gelas kumur, glass plate, paper pad, spatula
GIC, plastic filliing instrument, rotary brush.
b. Bahan
GIC tipe II, cotton roll, dentin conditioner, varnish.
4. Preparasi gigi dengan intervensi minimal.
5. Isolasi menggunakan cotton roll.
6. Aplikasikan dentin conditioner pada kavitas gigi 62 & 65 yang telah
dipreparasi menggunakan microbrush dan diamkan selama 15 detik,
kemudian bilas bersih.
7. Manipulasi GIC dengan mencampurkan powder:liquid 1 : 1 dan mengaduk
hingga homogen selama kurang lebih 25-30 detik.
8. Aplikasikan GIC pada kavitas menggunakan plastic filling instrument.
9. Lakukan pengecekan oklusi dan pastikan tidak ada yang mengganjal.
10. Aplikasikan varnish pada GIC yang sudah diaplikasikan.
11. Edukasi dan instruksikan pasien untuk tidak makan selama kurang lebih 1
hingga 2 jam, tetap menjaga oral hygiene, dan kontrol 1 minggu kemudian
untuk dilakukan polishing.
DAFTAR PUSTAKA

Baum ,L., Philips, R.W., Lund, M.R. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Edisi ke 3.
Jakarta: EGC.

Cohn, C. 2011. New Glass ionomer system and application in Children. Oral Health Journal.

Fejerskov, O., Kidd, E. 2008. Dental caries: the disease and its clinical managemen tsecond
edition. Singapore : Markono Print Media Pte Ltd.

Nicholson, J. W. 2002. Glass Ionomer Cements in Pediatric Dentistry: Revuew of Literature.


Pediatric Dentistry. 4(5): 425-429.

Rao, A., 2012. Principles and Practice of Pedodontics (3rd edition). Jaypee Brothers Medical
Publisher. New Delhi.

Shafer, W. G., Hine, M. K., Levy, B. M. 2012. Textbook of Oral Pathology. India: Elsevier,
pp. 434.

Tarigan, R. 2014. Karies Gigi. Jakarta: EGC.

Wala, H. C., Wicaksono, D. A., Tambunan, E. 2014. Gambaran status karies gigi anak usia
1112 tahun pada keluarga pemegang jamkesmas di kelurahan Tumatangtang I
kecamatan Tomohon Selatan. Jurnal e-Gigi. 2(1):3

Welbury, R., Duggal, M. S., Hosey, M. T., 2018. Pediatric Dentistry (5th Edition). Oxford
University Press, UK.

Anda mungkin juga menyukai