Anda di halaman 1dari 21

TELAAH KASUS

PIT AND FISSURE SEALAN

Oleh :
Tatha Febilla K
2041412038

Pembimbing :
drg. Aria Fransiska MDSc

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
Nama Operator : Tatha Febilla K
Nomor BP : 2041412038
Nama Preseptor : drg. Aria Fransiska MDSc
Tanda Tangan :

A. DATA PASIEN
Nama : TFK
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 11 tahun
Alamat : Jati Baru
No. Rekam Medik : -
Elemen Gigi : 14, 25 dan 44

B. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama (Chief Complain)
Pasien datang untuk pemeriksaan gigi rutin.
2. Perjalanan Penyakit (Present Illnes)
Dari hasil pemeriksaan ditemukan pit dan fissure yang dalam pada gigi P1
kanan atas, P2 kiri atas dan P1 kanan bawah.
3. Riwayat Kesehatan Gigi (Past Dental History)
Pasien pernah ke dokter gigi bersama ibunya untuk cabut gigi geraham
pertama sulung. Pasien menyikat gigi 2 kali sehari (pagi setelah makan dan
malam sebelum tidur). Pasien tidak memiliki kebiasaan buruk seperti,
mengunyah satu sisi, bruxism, bernafas melalui mulut dll. Pasien tidak
memiliki keluhan di rongga mulutnya.
4. Riwayat Kesehatan Umum (Past Medical History)
Pasien tidak dicurigai menderita penyakit sistemik. Pasien tidak pernah
dirawat di rumah sakit. Tidak memiliki riwayat ataupun sedang
mengonsumsi obat-obatan jangka panjang. Tidak memiliki riwayat alergi
makanan dan obat.
5. Riwayat Keluarga (Family History)
Ayah, ibu, dan keluarga sedarah pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sistemik.
6. Riwayat Sosial (Social History)
Pasien seorang siswa kelas VI SD, pasien tinggal bersama dengan kedua
orangtua. Pasien makan 2 kali sehari, konsumsi buah dan sayur cukup,
minum ±8 gelas perhari, dan tidur 8-9 jam per hari.

C. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Elemen Gigi : 14,25, dan 44
Sondasi :-
Perkusi :-
Palpasi :-
Termal :-
Adanya pit dan fissure yang dalam

Gambaran klinis gigi

D. DIAGNOSIS
Pulpa normal dengan pit dan fissure yang dalam pada gigi 14,25, dan 44
E. RENCANA PERAWATAN
Pit fissure sealant gigi 14,25, dan 44
F. PROGNOSIS
Baik
G. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
 Diagnostic Set
 Brush
 Microbrush
 Light cure
 Bur Poles Komposit / White stone bur
2. BAHAN
 Pumice
 Cotton Roll
 Etching Agent
 Flowable Resin
 Articulating Paper

H. PROSEDUR PEKERJAAN
1) Bersihkan seluruh permukaan gigi yang akan dilakukan pit fissure
sealant menggunakan sonde dan brush dengan bahan pumice dan air.
Tujuannya untuk menghilangkan plak dan yang akan menghambat proses
etsa.
2) Bersihkan permukaan gigi dan sisa pumice dengan water syring dan
syring.
3) Isolasi gigi agar tidak terkontaminasi saliva dengan cotton roll.

4) Aplikasikan etsa pada enamel, etsa dilakukan selama 1 menit. Perluas


daerah etsa sampai keujung cusp atau radius 3-4 mm sekitar pit.

5) Cuci dan keringkan permukaan enamel. Pasien tidak boleh berkumur dan
isolasi gigi dari mukosa dan saliva. Kontaminasi saliva akan
melemahkan ikatan resin.
6) Keringkan permukaan yang dietsa dengan syring selama 30 detik.
7) Aplikasikan bonding agent, kemudian lightcure selama 20 detik.

8) Aplikasikan bahan fissure sealant pada salah satu fisur dan biarkan
mengalir ke seluruh fisur. Bahan sealant menutupi sampai radius 3-4 mm
dari fisur.
9) Lightcure selama 20 detik.

10) Periksa dengan ujung sonde di atas permukaan resin untuk memastikan
apakah seluruh fisur sudah tertutup resin.

11) Cek oklusi menggunakan articulating paper.


12) Kemudian polishing.
13) DHE kepada orang tua pasien :
 Memberikan petunjuk kepada orang tua dan pasien bagaimana cara
menyikat gigi yang tepat dan teratur
 Meningkatkan kebersihan rongga mulut dan melakukan control rutin
ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali
 Control diet dengan cara mengurangi konsumsi makanan kariogenik

TINJAUAN PUSTAKA

A. Karies Gigi
Karies merupakan kehilangan ion mineral kronis yang berlanjut pada
email, mahkota, maupun permukaan akar yang disebabkan oleh flora bacterial
dan produk-produknya. Kehilangan mineral dini hanya dapat terlihat secara
mikroskopis namun seringkali pada email terlihat sebagai white spot (bercak
putih) atau pada akar berupa perlunakan sementum. Kegagalan untuk
mengkompensasi kehilangan mineral tersebut akan menimbulkan kavitas yang
dapat berlanjut terus hingga menyebabkan kerusakan ireversibel pada pulpa.

Ada empat faktor utama penyebab karies yaitu mikroorganisme, gigi dan
saliva, substrat serta waktu.
 Mikroorganisme
Mikroorganisme menempel di gigi bersama dengan plak atau
debris. Plak gigi adalah media lunak non mineral yang menempel
erat di gigi. Plak terdiri dari mikroorganisme (70%) dan bahan
antar sel (30%). Menurut Kessel dalam Tarigan (1990),
mikroorganisme yang ada sangkut pautnya dengan kerusakan gigi
adalah Lactobacillus, Streptococcus dan Bacillus acidophilus.
 Gigi dan saliva
Menurut Kidd dan Bechal (1992), plak yang mengandung bakteri
merupakan awal bagi terbentuknya gigi berlubang. Kawasan gigi
yang memudahkan pelekatan plak sangat memungkinkan terkena
gigi berlubang tersebut adalah:
a. Pit dan fissure pada permukaan oklusal molar dan premolar, pit
bucal molar dan pit palatal incisive.
b. Permukaan halus di daerah approximal sedikit di bawah titik
kontak.
c. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit diatas tepi
gingiva.
d. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tempat
melekatnya plak pada pasien dengan resesi gingival karena
penyakit periodontal
e. Tepi tumpatan, terutama yang kurang.
f. Permukaan gigi yang berdekatan dengan GTJ
 Substrat
Menurut Newburn dalam Suwelo (1992), substrat adalah campuran
makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang
menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap
gigi berlubang secara lokal di dalam mulut. Makanan pokok
manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat yang
dikandung oleh beberapa jenis makanan merupakan yang
mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai
pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak
akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu, dan untuk
kembali ke pH normal sekitar tujuh dibutuhkan waktu 30-60 menit.
Sukrosa merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka
sukrosa merupakan penyebab gigi berlubang yang utama.
 Waktu
Menurut Newburn dalam Suwelo (1992), waktu merupakan
kecepatan terbentuknya gigi berlubang serta lama dan frekuensi
substrat menempel di permukaan gigi. Gigi berlubang merupakan
penyakit kronis, dan kerusakan berjalan dalam periode bulan atau
tahun.
Struktur anatomis gigi juga berperan penting dalam pembentukan karies.
Permukaan gigi yang rentan karies adalah permukaan yang mudah mengalami
retensi plak dan sulit dibersihkan. Salah satu daerah gigi tersebut yaitu pit dan
fisur permukaan oklusal gigi posterior.

Klasifikasi Bentuk pit dan Fisur


Nango (1960) membagi menjadi empat bentuk fisur berdasarkan bentuk
alfabetnya, yakni:
 Tipe V dan tipe U: dangkal, lebar, dan self cleansing baik serta resisten
terhadap karies.
 Tipe I: sempit, dalam, berbentuk seperti leher botol, dan sangat rentan
karies.
 Tipe IK: juga rentan terhadap karies.

Gambar 1. (A) tipe V (B) tipe U (C) tipe I (D) tipe IK.

Masalah penyakit karies yang sering ditemukan, disebabkan oleh


kurangnya keinginan masyarakat untuk memeriksakan giginya secara berkala
ke dokter gigi agar dapat dilakukan tindakan preventif terhadap penyakit
karies. Salah satu tindakan preventif penyakit karies yaitu melakukan aplikasi
pit and fissure sealent pada gigi posterior yang masih bebas karies.
B. Pit Fissure Sealant
Pit dan fisur memungkinkan permukaan gigi lebih rentan terhadap karies
karena pit dan fisur ini memudahkan retensi partikel makanan, plak dan tidak
mudah untuk dibersihkan. Bakteri plak memproduksi asam yang selanjutnya
mengakibatkan demineralisasi gigi.
Fissure sealant merupakan bahan yang diletakkan pada pit dan fisura gigi
yang bertujuan untuk mencegah proses karies gigi. Bentuk pit dan fisur
beragam, akan tetapi bentuk umumnya adalah sempit, melipat dan tidak teratur.
Bakteri dan sisa makanan menumpuk di daerah tersebut. Saliva dan alat
pembersih mekanis sulit menjangkaunya. Dengan diberikannya bahan penutup
pit dan fisura pada awal erupsi gigi, diharapkan dapat mencegah bakteri sisa
makanan berada dalam pit dan fisura.
Fissure sealant merupakan salah satu bahan kedokteran gigi untuk
pencegahan karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass
ionomer cement dan ditempatkan pada pit dan fissure gigi. Bahan sealant
adalah zat yang dapat menembus ke microporosite enamel dengan bantuan etsa
asam. Setelah polimerisasi, sealant membentuk lapisan yang menutupi celah
pit dan fissure sebagai penghalang mekanis yang melindungi gigi dari
akumulasi plak.

Gambar 2. Pit and fissure sealant before and after


Tujuan utama diberikannya sealant adalah agar terjadinya penetrasi
bahan ke dalam pit dan fisura serta berpolimerisai dan menutup daerah tersebut
dari bakteri dan debris. Bahan sealant ideal mempunyai kemampuan retensi
yang tahan lama, kelarutan terhadap cairan mulut rendah, biokompatibel
dengan jaringan rongga mulut, dan mudah diaplikasikan.

Indikasi Pit Fissure Sealant


 Gigi molar desidui dan molar serta premolar permanen yang baru erupsi
dengan pit dan fisur yang dalam.
 Fisur terdapat demineralisasi minimal dan belum terdapat area yang
melunak pada dasar fisur.
 Gigi yang dipilih untuk aplikasi sealant erupsi kurang dari 4 tahun yang
lalu.
 Terdapat permukaan oklusal yang utuh di mana permukaan gigi
kontralateral mengalami karies atau restorasi, hal ini karena gigi pada sisi
berlawanan dari mulut biasanya sama-sama rentan terhadap karies.
 Seluruh gigi molar permanen pada anak dengan risiko karies sedang hingga
tinggi. Premolar juga harus dilakukan sealant pada anak dengan risiko
karies tinggi.
 Hanya pit dan fisur yang dalam dan retentif pada anak dengan risiko karies
rendah.
 Gigi posterior desidui pada anak dengan risiko karies tinggi.

Kontraindikasi Pit Fissure Sealant


 Fisur yang lebar dan self cleansing baik
 Terdapat tanda klinis maupun radiografis adanya karies interproksimal
ataupun oklusal pada gigi yang sama yang memerlukan perawatan dan
restorasi.
 Pit dan fisur gigi sudah pernah dilakukan restorasi.
 Gigi erupsi hanya sebagian dan tidak memungkinkan isolasi dari
kontaminasi saliva.
 Pasien tidak kooperatif untuk dilakukan isolasi selama prosedur tindakan.

Bahan Sealant
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) dan American Dental
Association (ADA) dalam laporannya mengungkapkan bahwa Anusavice et
al mengklasifikasikan bahan sealant menjadi empat, yaitu
a. Resin-based sealant
Sealant berbahan dasar resin biasanya berupa monomer urethane
dimethacrylate (UDMA) atau bisphenol A-glycidyl methacrylate (bis-
GMA) yang dipolimerisasi baik oleh aktivator dan inisiator kimia atau
cahaya dengan panjang gelombang dan intensitas tertentu. Sealant ini
biasanya resin yang bersifat unfilled, tidak berwarna, atau transparan
atau dapat berupa resin filled, opak, sewarna gigi, atau putih.
Prosedur pengaplikasian dimulai dengan profilaksis pit dan fisur,
pengetsaan asam dan isolasi sampai sealant dipasang dan
disembuhkan. Literatur menyarankan teknik tambahan, seperti
penggunaan bonding, daripada preparasi enamel secara mekanis.
Setelah selesai, retensi harus diperiksa dengan probe setelah
polimerisasi untuk menilai apakah sealant tersebut efektif.
b. Glass ionomer (GI) sealant
Glass ionomer sealant adalah sealant yang dikembangkan dan
digunakan karena sifatnya yang dapat melepas fluor, yang berasal dari
reaksi asam basa antara bubuk kaca fluoraluminosilikat dan larutan
asam poliakrilat berbasis air.
Masalah utama dengan penggunaan GIC sebagai bahan sealant adalah
kerapuhan material saat digunakan pada bagian tipis di atas permukaan
oklusal. Namun, telah dibuktikan bahwa meskipun tingkat retensi
sangat rendah, kejadian karies di bawah sealant GIC rendah, dalam
jangka panjang mirip dengan retensi sealant berbasis resin.
c. Polyacid-modified resin sealant
Sealant resin yang dimodifikasi dengan polyacid, atau juga disebut
sebagai kompomer ini menggabungkan bahan berbasis resin yang
ditemukan dalam sealant berbasis resin tradisional dengan sifat
pelepasan dan adhesi fluor dari sealant GI. Bahan ini tidak
mengandung air, bersifat hidrofobik dan dapat dipolimerisasi setelah
mengaplikasikan bonding, dan melepaskan fluorida, meskipun dalam
jumlah yang jauh lebih kecil.
d. Resin-modified GI sealant
Sealant ini pada dasarnya adalah sealant GI dengan komponen resin.
Resin digabungkan dengan GI untuk meningkatkan karakteristik fisik
material. Jenis sealant ini memiliki sifat pelepasan fluor yang sama
dengan GI, tetapi memiliki waktu kerja yang lebih lama dan
sensitivitas air yang lebih rendah daripada sealant GI tradisional.
Sealant ini mengalami setting melalui reaksi asam basa dan sebagian
melalui reaksi polimerisasi foto-kimia.

Teknik Pengaplikasian Pit Fissure Sealant


1. Isolasi
Kontrol kelembaban adalah aspek terpenting dari penempatan PFS, oleh
karena itu isolasi adekuat menggunakan rubber dam lebih disukai. Akibat
isolasi yang tidak memadai, porositas email yang terbentuk selama
pengetsaan dapat diisi oleh cairan apa pun yang menghalangi tag resin,
sehingga mengurangi retensi material. Ada kasus dimana isolasi adekuat
tidak memungkinkan, atau tidak praktis, seperti dalam kasus gigi yang baru
erupsi. Dalam kasus seperti itu, isolasi dapat dicapai dengan cotton roll dan
pelindung isolasi, dan penggunaan suction.
2. Pengetsaan
 Paling sering digunakan: 37% asam fosfat (gel)
 Gel dioleskan baik secara langsung dengan tip aplikasi khusus atau
dengan microbrush
 Aplikasi pada semua pit dan fisur yang rentan dan diperluas hingga
lereng cusp
 Etsa selama 15 detik untuk gigi geraham permanen, 15 hingga 30 detik
untuk gigi sulung.
 Jika semen ionomer kaca digunakan, etsa tidak diperlukan, dan
kondisioner permukaan dapat digunakan
 Bilas bersih dengan semprotan air-udara
 Keringkan gigi dengan udara terkompresi yang tidak terkontaminasi
hingga tampak buram putih dingin
 Jika isolasi cotton roll telah digunakan, ganti cotton roll
 Jika penampilan ini tidak terlihat, ulangi etsa asam
 Jika permukaan terkontaminasi, pengetsaan ulang harus dilakukan
3. Penempatan Sealant dan Curing
 Aplikasikan sealant, biarkan mengalir ke pit fisur dan retakan
 Pada gigi mandibula, aplikasikan sealant dari aspek distal, biarkan
mengalir ke mesial
 Pada gigi rahang atas, aplikasikan sealant dari aspek mesial, biarkan
mengalir ke distal
 Gunakan brush dan ratakan bahan sealant ke arah lereng puncak cusp
 Pastikan tidak ada gelembung udara yang terperangkap
 Light cure selama 10-20 detik, ujung light cure berjarak 3-5 mm dari
permukaan sealant
 Seka permukaan dengan cotton pellet basah sehingga lapisan resin
non-polimerisasi yang terhambat udara hilang dan kegagalan langkah
ini meninggalkan rasa yang tidak menyenangkan di mulut pasien
4. Evaluasi
 Periksa keadaan permukaan sealant secara visual dan juga
menggunakan sonde
 Periksa oklusi menggunakan articulating paper
 Instruksikan untuk rutin kontrol karena 5-10% sealant butuh diperbaiki
ataupun dilakukan ulang
5. Kontrol
Permukaan sealant harus dipantau secara klinis dan radiografi secara
teratur. Radiografi bitewing direkomendasikan untuk penilaian radiografi.
Dalam kasus sealant yang cacat, dokter gigi harus menerapkannya kembali
untuk menjaga integritas marginal.

Pemilihan Usia dan Gigi untuk Aplikasi Sealant


 Usia 3-4 tahun: gigi molar desidui
 Usia 6-7 tahun: gigi molar pertama permanen
 Usia 11-13 tahun: gigi molar pertama dan kedua juga seluruh premolar
permanen.

Pemilihan gigi untuk dilakukan pit fissure sealant oleh dokter gigi
harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti usia, kebersihan rongga
mulut, morfologi gigi, status erupsi, penilaian risiko karies, pola diet,
asupan fluor, dan riwayat karies gigi individu serta keluarganya.

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Sealant


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
sealant, diantaranya :
1. Etsa
Etsa merupakan bagian dari asam fosfat, yang tersedia dalam
bentuk cairan dan gel. Secara historis, prosedur sealant klinis
melibatkan waktu etsa 60 detik dan waktu pembilasan setidaknya 10
detik. Namun, beberapa penelitian telah menunjukkan kekuatan ikatan
yang serupa untuk gigi permanen dan sulung dengan waktu etsa yang
lebih rendah yaitu 15-30 detik. Rekomendasi biasa untuk pembilasan
adalah 20-30 detik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa waktu
pembilasan yang lebih singkat menghasilkan kekuatan ikatan enamel
yang serupa dengan yang dengan waktu pembilasan 20 detik. Oleh
karena itu, waktu pembilasan yang tepat mungkin tidak sepenting
memastikan bahwa pembilasan cukup menyeluruh untuk
menghilangkan semua lapisan etsa dari permukaan.
Berbagai bentuk etsa (yaitu, gel atau cairan) telah terbukti memiliki
kinerja yang sama dalam hal penetrasi, kekuatan ikatan, dan retensi
klinis. Di sisi lain, berbagai jenis etsa tidak memberikan hasil yang
serupa. Sistem self-etching menghasilkan kekuatan ikatan yang jauh
lebih rendah daripada sistem etsa terpisah dan menunjukkan tingkat
retensi yang jauh lebih rendah dalam uji klinis. Bahkan produsen sistem
self-etching merekomendasikan penggunaan etsa terpisah pada enamel
yang belum dipotong. Oleh karena itu, menggunakan sistem self-etching
tanpa menyertakan langkah etsa terpisah tidak disarankan.
2. Agen Pengering dan Waktu
Mengingat sifat hidrofobik resin, bahan pengering seperti alkohol
atau aseton telah direkomendasikan sebagai perawatan yang mungkin
dilakukan setelah langkah pengetsaan dan sebelum penempatan sealant.
Namun, studi laboratorium menunjukkan bahwa penggunaan agen
pengering tidak mengurangi kebocoran mikro atau meningkatkan
penetrasi sealant. Lebih lanjut, satu investigasi klinis menunjukkan tidak
ada peningkatan yang signifikan pada tingkat retensi dengan penggunaan
agen pengering. Tidak ada waktu pengeringan yang direkomendasikan.
Sebaliknya, hasil spesifik harus diperoleh. Permukaan oklusal harus
tampak seperti kapur atau buram. Jika hasil ini tidak diperoleh setelah
pengeringan menyeluruh, gigi harus dietsa ulang.
3. Curing
Tidak banyak literatur yang diterbitkan baik yang menegaskan atau
menantang waktu pengeringan yang direkomendasikan untuk sealant.
Sebagian besar pabrikan merekomendasikan waktu pemaparan 20 detik.
Namun, harus mempertimbangkan jenis lampu yang digunakan, karena
tidak semua bisa mengasilkan hasil yang baik. Sebuah studi baru-baru
ini menemukan bahwa 20 detik pencahayaan dengan lampu Quartz
Tungsten Halogen (QTH) konvensional tidak cukup untuk
mengeraskan sealant berbasis resin ke kedalaman yang memadai secara
klinis. Meskipun penulis tidak membuat rekomendasi untuk waktu
pengerasan yang ideal, paparan selama 40 detik dengan ujung sumber
cahaya yang ditempatkan langsung di atas sealant (jarak 0 mm)
menghasilkan tingkat kesembuhan tertinggi.
Selain memastikan penyembuhan yang memadai, seorang praktisi
mungkin dapat meningkatkan retensi sealant dengan menunda
polimerisasi selama beberapa detik setelah aplikasi sealant, dengan
asumsi isolasi yang cermat dapat dipertahankan. Sebuah studi oleh
Chosack dan Eidelman menemukan bahwa sealant yang lebih lama
dibiarkan tetap berada di permukaan oklusal sebelum polimerisasi (20
detik versus 5 atau 10 detik), semakin banyak bahan sealant yang
menembus ke dalam mikroporositas, menciptakan tag resin yang lebih
panjang, yang sangat penting untuk retensi mikromekanis.
4. Isolasi
Sealant berbahan dasar resin sensitif terhadap kelembapan.
Kontaminasi saliva secara signifikan menurunkan kekuatan ikatan
karena mencegah pembentukan ikatan resin, yang mengubah retensi
mekanis, dengan demikian menghasilkan penurunan retensi. Terkadang,
praktisi yang mengaplikasikan sealant akan melihat bahwa sejumlah
kecil saliva yang merembes ke gigi dari lidah atau gulungan kapas, dan
praktisi secara keliru percaya bahwa jika dia membilas dan
mengeringkan gigi dengan baik, retensi sealant tidak akan terpengaruh.
Namun, bahkan paparan saliva yang minimal menghasilkan
pembentukan lapisan permukaan yang tidak dapat sepenuhnya dibilas.
Langkah etsa asam menciptakan mikroporositas di enamel, dan jika
saliva menyentuh gigi, porositas ini tersumbat sehingga sealant tidak
dapat membentuk resin tag untuk mengikat secara mikromekanis ke
gigi. Mencapai isolasi yang memadai merupakan langkah penting untuk
keberhasilan sealant dan dianggap sebagai konsep kunci dalam prosedur
klinis. Tinjauan sistematis terbaru menunjukkan bahwa retensi
meningkat ketika isolasi dengan rubber dam digunakan. Namun,
mengingat ketidaknyamanan yang dapat dikaitkan dengan penempatan
rubber dam pada jaringan non-anestesi, isolasi rubber dam tidak wajib
selama operator dapat mempertahankan lapangan kering dengan teknik
alternatif.
5. Waktu Penempatan Sealant
Waktu penempatan berkorelasi dengan retensi keseluruhan
sealant, karena penelitian telah menunjukkan bahwa erupsi sebagian gigi
memerlukan perbaikan atau penggantian lebih sering daripada gigi
erupsi penuh. Dennison dkk, menyimpulkan bahwa ketika operkulum
gingiva meluas ke distal pinggiran gigi, lebih dari 50% gigi harus di
sealant kembali karena kehilangan sealant dalam waktu 36 bulan.
Ketika operkulum berada pada tingkat tepi pinggiran, kebutuhan sealant
turun menjadi 26%. Kecuali untuk anak-anak berisiko tinggi,
penempatan sealant harus ditunda sampai jaringan gingiva berada pada
atau di bawah tepi marginal. Untuk gigi yang erupsi sebagian, yang
berisiko tinggi mengalami karies, praktik terbaik adalah
mengaplikasikan sealant dan memperbaiki atau mengganti seperlunya.
Sealant dalam skenario ini dapat berupa sealant ionomer kaca jika
praktisi memiliki kesulitan mencapai isolasi yang memadai. Tidak
hanya erupsi gigi yang harus dipertimbangkan saat memutuskan kapan
akan mengaplikasikan sealant, tetapi tingkat kerjasama anak juga harus
dipertimbangkan. Anak harus mampu mentolerir metode isolasi dan
lamanya prosedur untuk memasang sealant yang berhasil. Jika anak
tidak dapat atau tidak mau bekerjasama untuk prosedur ini, pemasangan
sealant harus ditunda sampai tingkat kerjasama memadai.
6. Penggunaan Bonding Agent
Penggunaan bonding agent yakni sebagai lapisan perantara antara
gigi dan sealant. Ia mempertimbangkan sifat hidrofobik dari bahan
resin, karena bahan tersebut tidak tahan terhadap kontaminasi
kelembapan sekecil apapun, dan bahan pengikat dentin yang baru
dikembangkan, yang bersifat hidrofilik sehingga dapat menginfiltrasi
dentin yang basah. Dalam uji klinis selama 21 tahun, ia menemukan
peningkatan tingkat retensi dari sealant yang diaplikasikan
menggunakan bonding agent sebagai lapisan perantara di bawah sealant.
Pada awal 1990-an, Feigal dan rekannya memperluas ide ini untuk
memeriksa kekuatan ikatan ke enamel yang terkontaminasi saliva.
Kekuatan ikatan sealant adalah setara terlepas dari apakah bonding
agent ditempatkan pada enamel yang terkontaminasi atau pada enamel
yang bersih dan enamel yang di etsa. Selain itu, mereka menemukan
bahwa kekuatan ikatan secara signifikan lebih besar ketika bonding
agent digunakan dengan sealant daripada menempatkan sealant sendiri
pada enamel yang bersih. Sejak saat itu, beberapa penelitian telah
mendokumentasikan keuntungan dari menghubungkan bonding agent
dengan resin sealant untuk meningkatkan retensi. Banyak penelitian
telah menemukan penurunan kebocoran mikro dan peningkatan penetrasi
bahan sealant ke dalam fisur dengan tambahan bonding agent. Tidak
hanya gigi permanen yang mendapat manfaat dari tambahan bonding
agent, tetapi penelitian juga menunjukkan keuntungan untuk gigi sulung;
mereka menunjukkan hasil laboratorium yang serupa dengan gigi
permanen, dengan kekuatan ikatan yang meningkat dan kebocoran mikro
yang berkurang saat bonding agent digunakan.
Keuntungan lain dari penggunaan bonding agent adalah untuk gigi
molar permanen yang terhipomineralisasi, yang seringkali menjadi
tantangan ketika prosedur kedokteran gigi adhesif diperlukan. Gigi-gigi
ini seringkali memiliki kerusakan enamel dan berisiko lebih tinggi
untuk akhirnya membutuhkan perawatan restoratif dibandingkan dengan
gigi lainnya. Oleh karena itu, gigi-gigi ini adalah kandidat yang sangat
baik untuk upaya pencegahan. Sebuah penelitian terbaru meneliti
penambahan bonding agent dengan aplikasi sealant pada gigi yang
hipomineralisasi dan ditemukan peningkatan yang substansial
memastikan retensi sealant dibandingkan dengan etsa asam saja.
Meskipun data tampaknya mendukung penggunaan bonding agent
di bawah sealant, beberapa penelitian menemukan langkah ini tidak
diperlukan. Studi ini menyoroti pentingnya teknik penempatan sealant
yang tepat, karena isolasi yang teliti dan penempatan yang tepat
meniadakan kebutuhan untuk langkah tambahan ini. Kerugian lain untuk
menggunakan bonding agent adalah peningkatan waktu kunjungan dan
peningkatan biaya prosedur sealant. Oleh karena itu, dalam rekomendasi
berbasis bukti untuk sealant, Beauchamp dkk, menyarankan bahwa
bonding agent dapat digunakan ketika "menurut pendapat dari dokter
gigi, bonding agent akan meningkatkan retensi sealant dalam situasi
klinis."
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Pediatric Dentistry and American Dental Association.


(2016). Evidence-based Clinical Practice Guideline for the Use of Pit-and-
Fissure Sealants. Pediatric Dentistry, 18(5):263-279.
2. Badrinatheswar, G. V. (2010). Pedodontics Practice and Management. India:
Jaypee.
3. Combo, S., Ferrazzano F., G., Beretta, M., & Paglia, L. (2018). Dental caries
prevention: a review on the use of dental sealants. Italian Journal of Dental
Medicine, 3(4): 81-86.

4. Garg, A., & Garg, N. (2013). Textbook of Operative Dentistry. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers.
5. Naaman, R., El-Housseiny, A. A., & Alamoudi, N. (2017). The Use of Pit and
Fissure Sealants—A Literature Review. Dentistry Journal, 5(34):1-19.
6. Sreedevi A, Brizuela M, Mohamed S. Pit and Fissure Sealants. [Updated 2020
Oct 3]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448116/
7. Simonsen RJ, Neal RC. (2011) A Review of the clinical application and
performace of pit and fissure sealants. Australian Dent J. 56: 45-58
8. Veiga, N.J. et al., 2014. Fissure Sealants : A Review of their Importance in
Preventive Dentistry. OHDM, 13, p.989.

Anda mungkin juga menyukai