Anda di halaman 1dari 18

Rencana Perawatan

3.4.2.1 Dental Health Education


Dental health education adalah suatu proses belajar yang ditujukan kepada individu dan
kelompok masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi-tingginya. Suatu
usaha atau aktivitas yang mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku sedemikian rupa
sehingga baik untuk kesehatan gigi dan mulut pribadi maupun masyarakat. Proses perubahan
tingkah laku menekankan pada pendidikan dengan menggunakan pendekatan persuasif dan
sugestif. Pendekatan persuasif dan sugestif dalam proses penyuluhan kesehatan gigi
merupakan salah satu alternatif untuk mencapai hasil yang memuaskan (Harris, 1997).
a. Pendekatan Sugestif
1) Pemberian penjelasan tidak secara logis, cenderung memberi penekanan dan
arahan melalui perasaan dan emosi dengan cara membujuk orang lain secara
langsung/tidak langsung dengan suatu ide atau kepercayaan yang
meyakinkan
2) Penyuluhan secara sugestif relatif cepat, sangat berhasil pada masyarakat
yang pendidikan dan ekonominya kurang baik
b. Pendekatan Persuasif
1) Rancangan komunikasi yang berkaitan dengan pendidikan pada manusia
untuk mempengaruhi orang lain dengan memodifikasi kepercayaan, nilai-
nilai atau perilaku secara fakta dan logika
2) Menunjukkan suatu fakta, menguraikan sebab akibat, menunjukkan
konsekwensi suatu masalah, menjelaskan mengapa harus melakukan
perubahan perilaku yang berkaitan dengan topik masalah dengan peninjauan
dari berbagai segi pandang (Harris, 1997).
3.4.2 Fissure Sealent
Pit dan fissure sealant adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya karies pada permukaan
oklusal gigi yang rentan terhadap karies yaitu dengan melapisi atau memasukkan resin kedalam pit
dan fissure gigi. Fissure sealant adalah suatu komponen dari bahan tumpatan komposit resin yang
mengandung polimer organik yang berfungsi membantu memberikan retensi untuk penutupan pada
permukaan email didaerah pit dan fissure. Bahan-bahan sealant yang digunakan dalam bidang
kedokteran gigi terdiri dari 2 jenis yaitu bahan Glass Ionomer Cement dan resin Bis GMA. Glass
ionomer cement mengandung gelas aluminosilikat dan asam poliakrilat yang merupakan bahan yang
adhesif terhadap email dan dentin. Pengetsaan email tidak diperlukan, namun debris harus dibersihkan
dari permukaan gigi dengan menggunakan bahan kondisioner asam poliakrilat yang ada dalam
kemasannya. Penggunaan asam poliakrilat ini sebagai kondisioner dapat menjamin bersihnya
permukaan gigi dari debris sehingga akan diperoleh ikatan yang baik. Kandungan fluor yang terdapat
pada glass ionomer cement ini akan menimbulkan efek kariostatik. Contoh dari bahan glass ionomer
cement ialah ASPA, GIC Tipe II dan ketac silver (Anusavice, 2003).
3.4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Fissure Sealent
A. Indikasi
1. Adanya fissure oklusal yang dalam pada gigi molar dan premolar yang bebas karies
2. Pada gigi dengan permukaan yang utuh dimana permukaan kontralateral dari gigi telah
mengalami karies atau direstorasi, oleh karena gigi pada posisi yang berlawanan dalam
rongga mulut biasanya cenderung mengalami karies yang sama
3. Pasien tidak mampu memelihara kebersihan rongga mulutnya, misalanya pada anak-anak
cacat
4. Adanya garis coklat tipis pada fissure tanpa adanya kerusakan-kerusakan dan perubahan-
perubahan yang tampak pada dinding fissure
B. Kontraindikasi
1. Adanya restorasi pada permukaan gigi, terbentuknya bagian oklusal oleh karies dan adanaya
karies pada permukaan lain gigi pada gigi yang sama
2. Pada kasus rampan karies dan adanya lesi interproksimal
3. Pasien yang tidak kooperatif
4. Fissure yang dangkal dimana kemungkinan besar karies tidak terjadi (Baum, 1997).
3.4.5 Restorasi gigi sulung
Anatomi gigi molar sulung dengan ciri ciri fisur pada permukaan oklusal dan kontak
proksimal yang datar dan lebar menyebabkan kemungkinan terkena karies lebih besar. Gigi molar
sulung penting dan perlu direstorasi karena untuk fungsi pengunyahan dan juga sebagai space
maintainer gigi penggantinya (Rock & Andlaw,1992).
Restorasi Kelas I
Restorasi klas I terdiri dari :
1. Klas I tersembunyi
2. Klas I dalam
1. Kavitas Klas I tersembunyi
Pada pemeriksaan berkala seorang anak usia 2 tahun, sering dijumpai karies tersembunyi di
fosa sentral gigi molar satu dengan dikelilingi jaringan gigi yang sehat. Kasus demikian memerlukan
suatu perawatan restorasi minimal.
Preparasi kavitas dibuat dengan bur round kecil untuk membuka karies dan memperluas tepi
kavitas hanya di daerah yang karies dan harus dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Restorasi
dapat dilakukan dengan alloy silver amalgam, semen ionomer kaca gigi posterior atau resin
modified glass ionomer yang bersifat menghentikan proses karies atau merupakan tumpatan
sementara untuk mencegah kerusakan lebih lanjut sampai perjanjian berikutnya. Bila anak bersifat
koperatif, maka dianjurkan untuk melakukan preventive resinrestorasi dengan dentin-bonding agent
(Rock & Andlaw,1992).
2. Klas I dalam
Klas I dalam pada gigi sulung dan gigi tetap muda dapat direstorasi dengan alloy silver, semen
ionomer kaca gigi posterior atau resin-modified glas ionomer. Bila direncanakan melakukan restorasi
alloy silver amalgam maka pada tahap awal preparasi adalah memperluas kavitas klas I sesuai dengan
prinsip GV Black yakni membuang dinding email yang mengganggu. Memperluas kavitas meliputi
seluruh grooves dan defek di oklusal. Dentin lunak dibersihkan dengan bur round kecepatan rendah
atau ekskavasi dengan ekskavator sendok ukuran besar. Bila jaringan gigi yang terkenakaries sangat
luas, dinding kavitas dibuat sejajar dan dasar kavitas yang mendekati pulpa dilapisi bahan proteksi
yang bersifat biokompatibel dan berfungsi sebagai proteksi pulpa terhadap perubahan suhu(Rock &
Andlaw,1992).
Bila direstorasi dengan resin komposit, semen ionomer kaca gigi posterior, atau resin-modified
glass ionomer, pit dan fisur yang bebas karies diberi penutup pit dan fisur sebagai pencegahan karies
(Rock & Andlaw,1992).
RESTORASI KLAS II
Karies proksimal pada anak diindikasikan sebagai karies yang aktif, sehingga harus segera
direncanakan suatu tindakan pencegahan dan restorasi. Klas II dibedakan yakni (Rock &
Andlaw,1992) :
1. Lesi kecil
2. Lesi besar yang meluas mencapai dentin
1. Klas II lesi kecil
Lesi proksimal yang sangat kecil masih mungkin direstorasi secara kimia dengan terapi fluor topikal
oleh dokter gigi bersamaan dengan pemberian fluor di rumah.Bila perawatan ini yang dipilih, maka
pasien diinstruksikan untuk meningkatkan diet dan oral hygiene.Pada beberapa kasus keadaan ini
dapat merangsang remineralisasi atau menghentikan karies.Orang tua dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan gigi anak secara berkala.Bila orang tua dan pasien tidak dapat mengikuti prosedur
tersebut di atas maka perlu dilakukan pembuatan bitewing foto guna tindakan lebih lanjut sebelum lesi
berkembang progresif menjadi kavitas yang lebih besar.Mengikuti perkembangan bahan tumpatan
dengan sistem ikatan dan khususnya bahan tumpatan yang melepaskan fluor, maka terjadi perubahan
di dalam mendesain preparasi kavitas.Preparasi klas II kecil yang dikelilingi oleh jaringan gigi sehat,
dilakukan dengan membuat permukaan kecil dari bagian garis tepi lesi atau permukaan fasial. Tujuan
pembukaan kavitas untuk memudahkan pembuangan jaringan karies dan dianjurkan dengan alat bur
kecil, atau dikikis dengan air-abrasion dari arah lateral atau dilakukan penjajakan saat awal
pembukaan. Keberhasilan setelah 3 tahun menggunakan restorasi dengan tehnik tersebut dan bahan
tumpat semen ionomer kaca telah dilaporkan (Rock & Andlaw,1992).
2. Lesi besar yang meluas mencapai dentin.
Pada awal preparasi klas II yang meluas mencapai dentin dengan bahan tumpatan amalgam atau resin
komposit secara umum dilakukan pembukaan garis tepi atau membebaskan kontak proksimal. Hal ini
harus dilakukan dengan hati hati agar tidak melukai permukaan proksimal dari gigi tetangga.
Kemudian dilanjutkan dengan membentuk sudut yang tepat antara dinding aksial, bukal dan lingual
dari boks proksimal. Dinding bukal dan lingual divergen ke arah servikal mengikuti kontur gigi.
Retensi dovetail dibuat di oklusal meliputi pit dan fisur, sudut antara bidang aksial dan pulpa dibevel
dan digroove. Seluruh jaringan karies harus dibuang dan sebelum ditumpat dengan amalgam atau
resin komposit pada
dasar kavitas dilapisi oleh liner atau basis antara (Rock & Andlaw,1992).
Restorasi Klas III
Lesi akibat karies terdapat pada permukaan proksimal pada gigi anterior sulung sering
dijumpai di daerah kontak dan hal ini menunjukkan keadaan karies yang aktif.Anak dengan lesi
tersebut memerlukan suatu tindakan pencegahan yang efektif.Bila setelah pembuangan jaringan karies
tampak kedalaman karies belum mengenai dentin dan tidak melibatkan bagian insisal, maka dapat
ditumpat dengan teknik restorasi klas III konvensional. Bahan tumpatan yang dipilih adalahbahan
tumpatan sewarna dengan sistem ikatan (Rock & Andlaw,1992).
Preparasi konvensional klas III (Rock & Andlaw,1992):
1. Membuka tepi ridge proksimal untuk memudahkan pembersihan jaringan karies.
2. Membuat retensi berupa lock di fasial dan lingual serta membevel seluruh tepi permukaan kavitas
guna meningkatkan ikatan setelah pengetsaan.
Preparasi modifikasi klas III gigi sulung :
1. Membuat retensi berupa lock di fasial. Bahan tumpat sewarna RIC/SIK
2. Untuk preparasi klas III distal gigi kaninus sulung, dibuat boks proksimal ke arah gingiva, retensi
dovetail dapat labial atau fasial, bahan tumpat yang digunakan amalgam atau resin komposit.
Restorasi Klas IV
Lesi proksimal gigi anterior yang mengenai tepi insisal termasuk klasifikasi klas IV, dapat mengenai
satu atau dua permukaan proksimal.Pada restorasi ini selain mengembalikan titik kontak juga
memperbaiki sudut insisal sehingga diperlukan suatu matriks khusus. Mc Convill dan Tonn membuat
restorasi klas IV dengan alat bantuband stainless steel. Sebelum dilakukan pembuangan jaringan
karies, dipilih band dan disesuaikan dengan ukuran gigi. Kemudian jaringan karies dibuang dan band
disemenkan dengan semen ionomer kaca, dan sisa semen ionomer kaca dibersihkan.Teknik band
stainless steel popular sebelum masa perkembangan bahan restorasi sewarna dengan bahan ikatan.
Meskipun demikian sampai saat ini teknik tersebut masih dianjurkan untuk anak usia sangat muda (<2
tahun) dengan orang tua kooperatif. Teknik restorasi klas IV satu permukaan proksimal dengan lock
di labial sama dengan teknik restorasi klas III, perbedaannya preparasi klas IV melibatkan tepi insisal
(Rock & Andlaw,1992).
Preparasi klas III
Sedangkan teknik restorasi klas IV pada dua permukaan proksimal merupakan modifikasi klas IV satu
permukaan proksimal yakni memperpanjang lock dari permukaan mesial ke distal mengikuti kontur
servikal dan pemilihan matrik yaitu menggunakan mahkota seluloid. Pada klas IV modifikasi bila
diperlukan dilakukan pengambilan tepi insisal 1-2 mm. Kemudian dilanjutkan dengan pengetsaan
permukaan email serta pemberian bonding agent. Restorasi klas IV modifikasi selain menggunakan
restorasi mahkota resin direk juga mahkota stainless steel dengan jendela, restorasi mahkota
polikarbonat dan restorasi mahkota akrilik. Selain untuk merestorasi klas IV modifikasi, macam
restorasi tersebut juga digunakan untuk kasus fraktur mahkota dan kelainan struktur email dan warna
gigi akibat gangguan tumbuh kembang (Rock & Andlaw,1992).
Restorasi Klas V
Lesi yang terdapat di daerah sepertiga servikal gigi anterior atau posterior. Pada anak sering
dijumpai pada gigi sulung akibat minum susu botol atau asi saat menjelang tidur sampai tertidur.
Disebut sebagai nursing bottle caries atau nursing caries (Rock & Andlaw, 1992).
Preparasi kavitas klas V gigi sulung dibuat melengkung sesuai garis servikal dengan kedalaman 1-2
mm. Retensi berupa undercut sepanjang tepi kavitas. Preparasi memerlukan ketelitian terutama
di daerah tepi gingiva agar tidak melukai jaringan gingiva.Bila jaringan karies lunak,
pembersihan dilakukan dengan ekskavator tajam. Bahan tumpat yang digunakan semen
ionomer kaca mengingat keunggulan bahan tersebut yakni mampu berikatan dengan jaringan
gigi tanpa pengetsaan, sehingga preparasi seminimal mungkin dan melepaskan fluor mencegah
terjadinya sekunder karies (Rock & Andlaw, 1992).

3.4 Topikal aplikasi Fluor


3.5.1 Topikal Aplikasi Flour
Tindakan pencegahan primer adalah suatu bentuk prosedur pencegahan yang dilakukan
sebelum gejala klinik dari suatu penyakit timbul, dengan kata lain pencegahan sebelum terjadinya
penyakit. Tindakan pencegahan primer ini meliputi:
a. Modifikasi kebiasaan anak
b. Pendidikan kesehatan gigi
c. Kebersihan mulut
d. Diet dan konsumsi gula
e. Perlindungan terhadap gigi. Perlindungan terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara, yaitu
sealent dan penggunaan fluor dan khlorheksidin.
Tindakan pencegahan primer adalah pemberian suplemen fluor. Fluor bisa diberikan dalam
bentuk air minum, cairan tetes, tablet, obat kumur, dan pasta gigi. Bisa juga diberikan di tempat
praktek dokter berupa larutan/gel yang diaplikasikan pada gigi, yang disebut topikal fluoridasi.
Suplemen fluor yang masuk ke dalam tubuh, seperti tablet, disebut sistemik. Fluor ini berguna untuk
benih-benih gigi yang akan tumbuh nanti. Sementara yang diaplikasikan pada gigi, berguna pada saat
itu juga. Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16 tahun. Umur 2
minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun
sebanyak 1 mg (Andlaw, 1992).

3.5.2 Manfaat Fluorida


1. Pra Erupsi
a. Selama pembentukan gigi, fluorida melindungi enamel dari pengurangan sejumlah matriks
yang dibentuk
b. Pembentukan enamel yang lebih baik dengan kristal yang lebih resisten terhadap asam
c. Pemberian yang optimal, kristal lebih besar, kandungan karbonat lebih rendah kelarutan
terhadap asam berkurang
d. Pengurangan jumlah & ukuran daerah yang menyebabkan akumulasi makanan dan plak
2. Pasca Erupsi
a. Fluoroapatit menurunkan kelarutan enamel dalam asam
b. Fluoroapatit lebih padat dan membentuk kristal sedang daerah permukaan yang bereaksi
dengan asam lebih sedikit
c. Pembentukan kalsium fluorida pada permukaan kristal (lapisan pelindung karena sedikit larut
dalam asam)
d. Fluoride menggantikan ion karbonat dalam struktur apatit. Kristal apatit dengan karbonat
rendah lebih stabil dan kurang larut dibanding karbonat tinggi
e. Adanya fluoride dalam saliva meningkatkan remineralisasi, sehingga merangsang
perbaikan/penghentian lesi karies awal
f. Fluoride menghambat banyak sistem enzim. Hambatan terhadap enzim yg terlibat dalam
pembentukan asam serta pengangkutan dan penyimpanan glukosa dalam streptokokus oral
dan juga membatasi penyediaan bahan cadangan untuk pembuatan asam dalam sintesa
polisakarida (Andlaw, 1992).

3.5.3 Pemberian Flour Secara Sistemik dan Topikal


A. Pemberian Fluor Secara Sistemik
Fluoride sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan dan ikut
membentuk struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan perlindungan topikal karena fluoride
ada di dalam air liur yang terus membasahi gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum
dan melalui pemberian makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap.
Terdapat 3 cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu:
1. Fluoridasi air minum
Telah dibuktikan apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu daerah/kota tertentu
dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor
dalam air minum ini jumlahnya bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain dapat mencegah
karies, fluor juga mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu dengan adanya pada mottled enamel
gigi-gigi kelihatan kecoklat-coklatan, berbintik-bintik permukaannya dan bila fluor yang masuk dalam
tubuh terlalu banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali. Konsentrasi optimum fluorida yang
dianjurkan dalam air minum adalah 0,71,2 ppm. Fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 40
50% pada gigi susu (Angela, 2005).
2. Pemberian fluor melalui makanan
Kadang-kadang makanan yang kita makan sudah mengandung fluor yang cukup tinggi,
hingga dengan makanan itu saja sudah mencegah terjadinya karies gigi. Jadi harus diperhatikan
bahwa sumber yang ada sehari-hari seperti di rumah, contohnya di dalam air mineral, minuman ringan
dan makanan sudah cukup mengandung fluoride. Karena itu makanan fluoride harus diberikan dengan
hati-hati. Makanan tambahan fluoride hanya dianjurkan untuk mereka (terutama anak-anak) yang
tinggal di daerah yang sumber airnya rendah fluor atau tidak difluoridasi. Fluoride dapat berbahaya
jika dikonsumsi secara berlebihan. Apabila pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin,
maka tidak akan mencapai sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi, contohnya adalah
fluorosis
3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan
Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu dikombinasikan dengan vitamin-
vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet fluor disarankan pada anak yang
beresiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2
mg NaF, yang akan menghasilkan fluor sebesar 1 mg per hari). Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi
berumur 2 minggu hingga anak 16 tahun. Umur 2 minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg,
2-3 tahun diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg (Angela, 2005).
B. Penggunaan Fluor Secara Topikal
Tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies, fluor bekerja dengan cara
menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan
hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan
asam. Reaksi kimia: Ca10(PO4)6(OH)2+F Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan enamel yang lebih
tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi.
Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal hidroksiapatit dengan cara penempatan mineral
anorganik pada permukaan gigi yang telah kehilangan mineral tersebut (Kidd dan Bechal, 1991).
Demineralisasi adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yang terutama disusun oleh
mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis
(pH 5) oleh bakteri yang menghasilkan asam. Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah
dilakukan sejak lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan
mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam mempertahankan
permukaan gigi dari proses karies. Penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah erupsi,
dilakukan dengan beberapa cara: topikal aplikasi yang mengandung fluor, kumur-kumur dengan
larutan yang mengandung fluor dan menyikat gigi dengan pasta yang mengandung fluor (Kidd and
Bechal, 1991).
1. Topikal Aplikasi
Yang dimaksud dengan topikal aplikasi fluor adalah pengolesan langsung fluor pada enamel.
Setelah gigi dioleskan fluor lalu dibiarkan kering selama 5 menit, dan selama 1 jam tidak boleh
makan, minum atau berkumur. Sediaan fluor dibuat dalam berbagai bentuk yaitu NaF, SnF, APF yang
memakainya diulaskan pada permukaan gigi dan pemberian varnish fluor. NaF digunakan pertama
kali sebagai bahan pencegah karies. NaF merupakan salah satu yang sering digunakan karena dapat
disimpan untuk waktu yang agak lama, memiliki rasa yang cukup baik, tidak mewarnai gigi serta
tidak mengiritasi gingiva. Senyawa ini dianjurkan penggunaannnya dengan konsentrasi 2%,
dilarutkan dalam bentuk bubuk 0,2 gram dengan air destilasi 10 ml. Sekarang SnF jarang digunakan
karena menimbulkan banyak kesukaran, misalnya rasa tidak enak sebagai suatu zat astringent dan
kecenderungannya mengubah warna gigi karena beraksinya ion Sn dengan sulfida dari makanan, serta
mengiritasi gingiva. SnF juga akan segera dihidrolisa sehingga harus selalu memakai sediaan yang
masih baru. Konsentrasi senyawa ini yang dianjurkan adalah 8%. Konsentrasi ini diperoleh dengan
melarutkan bubuk SnF2 0,8 gramdengan air destilasi 10 ml. Larutan ini sedikit asam dengan pH 2,4-
2,8.APF lebih sering digunakan karena memiliki sifat yang stabil, tersedia dalam bermacam-macam
rasa, tidak menyebabkan pewarnaan pada gigi dan tidak mengiritasi gingiva. Bahan ini tersedia dalam
bentuk larutan atau gel siap pakai, merupakan bahan topikal aplikasi yang banyak di pasaran dan
dijual bebas. APF dalam bentuk gel sering mempunyai tambahan rasa seperti rasa jeruk, anggur dan
jeruk nipis (Kidd and Bechal, 1991).
Pemberian varnish fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet fluor
dan obat kumur tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan karies. Pemberian
varnish fluor diberikan setiap 4 atau 6 bulan sekali pada anak yang mempunyai resiko karies tinggi.
Salah satu varnish fluor adalah duraphat (colgate oral care) merupakan larutan alkohol varnis alami
yang berisi 50 mg NaF/ml (2,5 % sampai kira-kira 25.000 ppm fluor). Varnish dilakukan pada anak-
anak umur 6 tahun ke atas karena anak dibawah umur 6 tahun belum dapat menelan ludah dengan
baik sehingga dikhawatirkan varnish dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel (Kidd
and Bechal, 1991).
2. Pasta gigi fluor
Penyikatan gigi 2 kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor terbukti
dapat menurunkan karies. Akan tetapi pemakaiannya pada anak pra sekolah harus diawasi karena
pada umunya mereka masih belum mampu berkumur dengan baik sehingga sebagian pasta giginya
bisa tertelan. Kebanyakan pasta gigi yang kini terdapat di pasaran mengandung kira-kira 1 mg F/g (1
gram setara dengan 12 mm pasta gigi pada sikat gigi)
3. Obat kumur dengan fluor
Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies sebanyak 20-50%. Penggunaan
obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi atau selama terjadi kenaikan karies.
Berkumur fluor diindikasikan untuk anak yang berumur diatas 6 tahun karena telah mampu berkumur
dengan baik dan orang dewasa yang mudah terserang karies, serta bagi pasien-pasien yang memakai
alat ortho (Kidd and Bechal, 1991).
2.1.9 Indikasi dan Kontraindikasi Penggunaan Fluor
A. Indikasi
1. Pasien anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang sampai tinggi
2. Gigi dengan permukaan akar yang terbuka
3. Gigi yang sensitive
4. Anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit untuk membersihkan gigi
5. Pasien yang sedang dalam perawatan orthodontic
B. Kontraindikasi
1. Pasien anak dengan resiko karies rendah
2. Pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum berfluor
3. Ada kavitas besar yang terbuka (Donley, 2003).

3.5 Perawatan Penyakit Jaringan Keras Gigi


Pulpitis Reversible
Perawatan terbaik untuk pulpitis reversibel adalah dengan pencegahan. Perawatan periodik
untuk mencegah perkembangan karies, penumpatan awal jika kavitas meluas, desensitasi leher gigi
dimana terdapat resesi gingiva, penggunaan pernis kavitas atau semen dasar sebelum penumpatan,
dan perhatian pada preparasi kavitas dan pemolesan dianjurkan untuk mencegah pulpitis reversibel.
Bila dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulus noksius biasanya sudah cukup. Begitu gejala
telah reda, gigi harus dites vitalitasnya, untuk memaastikan tidak terjadi nekrosis. Bila rasa sakit tetap
ada walaupun telah dilakukan perawatan yang tepat, inflamasi pulpa hendaklah dianggap sebagai
ireversibel, yang perawatannya adalah ekstirpasi (Grossman, 1995).
Pulpitis Irreversible
Perawatan terdiri dari pengambilan seluruh pulpa, atau pulpektomi dan penumpatan suatu
medikamen intrakanal sebagai desinfektan atau obtuden (meringankan rasa sakit) seperti misalnya
kresatin, eugenol atau formokresol. Pada gigi posterior, dimana waktu merupakan suatu faktor,
pengambilan pulpa koronal atau pulpotomi dan penempatan formokresol atau dresing (dressing) yang
serupa di atas pulpa radikular harus dilakukan sebagai suatu prosedur darurat. Pengambilan secara
bedah harus dipertimbangkan bila gigi tidak dapat direstorasi (Grossman, 1995).
Perawatan Endodontik
Perawatan Endodontik adalah perawatan atau tindakan pencegahan yang dilakukan untuk
mempertahankan gigi vital, gigi yang hampir mati, dan gigi non-vital dalam keadaan berfungsi
dalam lengkung gigi. Perawatan Endodontik dibagi menjadi beberapa macam yaitu :

1. Pulpektomi
Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan
korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami
kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang
luas. Meskipun perawatan ini memakan waktu yang lama dan lebih sukar daripada pulp
capping atau pulpotomi namun lebih disukai karena hasil perawatannya dapat diprediksi
dengan baik. Jika seluruh jaringan pulpa dan kotoran diangkat serta saluran akar diisi dengan
baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula.
Indikasi:
1. Gigi dengan infeksi yang melewati ruang kamar pulpa, baik pada gigi vital,
nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.
2. Saluran akar dapat dimasuki instrument.
3. nan jaringan periapeks dalam gambaran radiografis kurang dari sepertiga apikal.
4. Ruang pulpa kering
5. Pendarahan berlebihan pada pemotongan pulpa (pulpotomi) tidak berhasil
6. Sakit spontan tanpa stimulasi Keterlibatan tulang interradikular tanpa kehilangan
tulang penyangga
7. Tanda-tanda/gejala terus menerus setelah perawatan pulpotomi Pembengkakan
bagian bukal

Kontra Indikasi
1. Keterlibatan periapikal atau mobilitas ekstensif
2. Resorbsi akar ekstensif atau > 1/2 akar
3. Resorbsi internal meluas menyebabkan perforasi bifurkasi
4. Kesehatan buruk dan harapan hidup pendek
5. Ancaman keterlibatan gigi tetap yang sedang berkembang karena infeksi
6. Tingkah laku pasien yang tidak dapat dikendalikan dan di rumah sakit tidak
mungkin dilakukan

a. Pulpektomi Vital
Pulpektomi vital sering dilakukan pada gigi dengan karies yang telah meluas ke arah
pulpa, atau gigi yang mengalami fraktur (Tarigan, 2006).
Teknik :
Diagnosis (foto roentgen I).
Anestesi Lokal.
Isolasi (absolut).
Preparasi kavitas dengan bur bulat, 3% perdarahan dihentikan dengan H2O2.
Pembersihan biomekanis dengan jarum ekstirpasi, bur gates, reamer, file, dan
lain-lain.
Menentukan panjang kerja, foto jarum (foto roentgen II), endometer lanjutan
biomekanikal.
Irigasi H2O2 3% + Ultrasonik NaOCl 5%, keringkan dengan paper point.
Pengisian saluran akar bergantung pada restorasi akhir (foto roentgen III).
Tambalan sementara Zn(PO)4 atau oksida seng eugenol.
Tambalan tetap.

b. Pulpektomi Devital
Pulpektomi devital sering dilakukan pada gigi pasien yang tidak tahan terhadap
anestesi, juga sering dilakukan untuk gigi sulung (Tarigan, 2006).
Teknik :
Diagnosis (foto roentgen I).
Isolasi (relatif/absolut).
Preparasi kavitas, keringkan.
Peletakan bahan devitalisasi (Toxavit).
Tambalan sementara, semen oksida seng eugenol atau semen Zn(PO)4
R/Analgetik.
Ekstirpasi pulpa, preparasi saluran akar, irigasi NaOCl 5%, H2O2 3%, foto
jarum, endometer (foto roentgen II), ultrasonik.
Keringkan, peletakan kapas steril, tambalan sementara.
Pengisian saluran akar dengan pasta tubli seal + gutap semen.
Tambalan tetap.

c. Pulpektomi Nonvital
Pulpektomi nonvital dilakukan pada gigi yang didiagnosis gangren pulpa atau
nekrosis (Tarigan, 2006).
Teknik :
Diagnosis (foto roentgen I).
Isolasi (relatif/absolut).
Trepanasi preparasi kavitas, preparasi saluran akar secara manual dan
ultrasonik.
Irigasi H2O2 3%, NaOCl 5%, keringkan dengan saluran akar dengan paper
point.
Peletakan bahan desinfektan, septomixine dan lain-lain.
Tambalan sementara semen Zn(PO)4, R/ Antibiotik, R/ Analgesik (hanya jika
sakit).
Pengisian saluran akar dengan gutaperca + pasta tubli seal (foto roentgen III).
Tambalan tetap

2. Pulpotomi
Pulpotomi adalah pengambilan pulpa mahkota secara bedah. Pulpotomi bertujuan
untuk mempertahankan vitalitas pulpa radikuler dan membebaskan rasa sakit pada pasien
dengan pulpalgia akut. Ketika melakukan pulpotomi, hanya daerah terinfeksi dan terinflamasi
yang diambil, sedangkan jaringan pulpa vital yang tidak terinfeksi di dalam saluran akar
ditinggalkan. Berdasarkan bahan dressing yang digunakan, pulpotomi diklasifikasikan
menjadi pulpotomi kalsium hidroksida, dan pulpotomi formokresol (Tarigan, 2006).

Indikasi Pulpotomi
1. Lesi karies besar dengan kehilangan substansi marginal ridge satu pertiga atau lebih.
2. Gigi bebas dari pulpitis akar, ini terdiri dari:
a. Riwayat rasa sakit spontan yang berimplikasi pada pulpitis irreversible yang meluas ke
jaringan akar.
b. Pendarahan yang ekstensif dan persisten yang berimplikasi pada peradangan jaringan akar.
3. Masih ada dua pertiga panjang akar dari gigi sulung.
4. Tidak ada abses atau fistula.
5. Tidak ada inter-radikular bone loss.
6. Tidak ada resorpsi internal dari ruang pulpa atau saluran pulpa (Duggal dkk., 2002).

Kontraindikasi Pulpotomi
1. Gigi yang tidak dapat direstorasi
2. Keterlibatan bifurkasi atau trifurkasi atau adanya abses
3. Kurang dari dua pertigapanjang akar yang tersisa
4. Gigi permanen pengganti sudah erupsi (Duggal dkk., 2002).
a. Pulpotomi Kalsium Hidroksida
Kalsium hidroksida digunakan karena kemampuannya membentuk jembatan dentin
dan memelihara vitalitas sisa pulpa (Tarigan, 2006).
Teknik :
Gigi dianestesi lokal.
Pasang isolator karet.
Medan operasi didisinfeksi dengan antiseptik yang cocok.
Gunakan bur steril untuk membuka kamar pulpa dan mengambil seluruh atap
kamar pulpa.
Kendalikan pendarahan dengan kapas gulung steril basah.
Ambil bagian korona pulpa dengan ekskavator sendok.
Kamar pulpa diirigasi dengan larutan anestetik.
Kamar pulpa dikeringkan dengan kapas.
Aplikasikan Ca(OH)2 pada pulpa yang telah diamputasi.
Di atasnya diaplikasikan suatu base semen.
Restorasi permanen diletakkan di atas base.
Lepas isolator karet, cek oklusi.

b. Pulpotomi Formokresol
Formokresol merupakan bahan yang mendisinfeksi dan memfiksasi jaringan pulpa
(Tarigan, 2006).
Formokresol merupakansalah satu obat pilihan dalam perawatan pulpa gigi sulung
dengan karies atau trauma.Obat ini diperkenalkan oleh Buckley pada tahun 1905 dan
sejak saat itu telah digunakan sebagai obat untuk perawatan pulpa dengan tingkat
keberhasilan yang tinggi (Riyanti, 2005).
Beberapa tahun ini penggunaan formokresol sebagai pengganti kalsium hidroksida
untuk perawatan pulpotomi pada gigi sulung semakin meningkat. Bahan aktif
dariformokresol yaitu 19% formaldehid, 35% trikresol ditambah 15% gliserin dan air.
Trikresol merupakan bahan aktif yang kuat dengan waktu kerja pendek dan sebagai
bahan antiseptic untuk membunuh mikroorganisme pada pulpa gigi yang mengalami
infeksi atau inflamasi sedangkan formaldehid berpotensi untuk memfiksasi jaringan
(Riyanti, 2005).
Sweet mempelopori penggunaan formokresol untuk perawatan pulpotomi. Awalnya
perawatan pulpotomi dengan formokresol ini dilakukan sebanyak empat kali kunjungan
namun saat ini perawatan pulpotomi dengan formokresol dapat dilakukan untuk satu kali
kunjungan (Riyanti, 2005).
Beberapa studi telah dilakukan untuk membandingkan formokresol dengan
kalsiumhidroksida dan hasilnya memperlihatkan bahwa perawatan pulpotomi dengan
formokresolpada gigi sulung menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih baik daripada
penggunaan kalsium hidroksida. Formokresol tidak membentuk jembatan dentin tetapi
akan membentuksuatu zona fiksasi dengan kedalaman yang bervariasi yang berkontak
dengan jaringan vital (Riyanti, 2005).
Zona ini bebas dari bakteri dan dapat berfungsi sebagai pencegah terhadap infiltrasi
mikroba. Keuntungan formokresol pada perawatan pulpa gigi sulung yang terkena karies
yaitu formokresol akan merembes melalui pulpa dan bergabung dengan protein seluler
untuk menguatkan jaringan. Penelitian-penelitian secara histologis dan histokimia
menunjukkan bahwa pulpa yang terdekat dengan kamar pulpa menjadi terfiksasi lebih
kearah apikal sehingga jaringan yang lebih apikal dapat tetap vital. Jaringan pulpa yang
terfiksasi kemudian dapat diganti oleh jaringan granulasi vital (Riyanti, 2005).

Perawatan pulpotomi formokresol hanya dianjurkan untuk gigi sulung saja,


diindikasikan untuk gigi sulung yang pulpanya masih vital, gigi sulung yang pulpanya
terbuka karena karies atau trauma pada waktu prosedur perawatan (Riyanti, 2005).
Teknik :
Lakukan anestesi gigi.
Ambil atap kamar pulpa.
Kuret dan ambil jaringan pulpa mahkota sampai orifis saluran.
Irigasi dan bersihkan kamar pulpa dengan larutan anestesi local untuk
menaikkan hemostasis.
Letakkan gulungan kapas yang dibasahi dengan formokresol diatas punting
pulpa, dan tutup jalan masuk kavitas dengan Cavit.
Berikan analgesik bila diperlukan.
Minta pasien untuk kembali dalam beberap hari mendatang untuk
menyelesaikan perawatan endodontik.

3. Pulp Capping
Tujuan Pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan
melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan vitalitasnya. Dengan
demikian terbukanya jaringan pulpa dapat terhindari. Bahan yang biasa digunakan untuk pulp
capping adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang pembentukkan dentin sekunder
secara efektif dibandingkan bahan lain. Jenis pulp capping ada 2 yaitu (Tarigan, 2006) :
a. Indirect Pulp Capping
Dilakukan bila pulpa belum terbuka, tapi atap pulpa sudah sangat tipis sekali, yaitu
pada karies profunda. Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi
kavitas dengan bor bundar kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar pulpa,
hilangkan dentin lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa. Basis pelindung
pulpa yang biasanya dipakai adalah Zinc Okside Eugenol atau dapat juga dipakai kalsium
hidroksida yang diletakkan didasar kavitas. Apabila pulpa tidak lagi mendapat iritasi dari
lesi karis diharapkan jaringan pulpa akan berekasi secara fisiologis terhadap lapisan
pelindung dengan membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan
pulpa harus vital dan bebas dari inflamasi. Biasanya atap kamar pulpa akan terbuka saat
dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini terjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan
direct pulp capping atau tindakan yang lebih radikal lagi yaitu amputasi pulpa
(Pulpotomi) (Tarigan, 2006).
Perawatan ini dapat dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda yang
kariesnya telah luas dan sangat dekat dengan pulpa. Tujuannya adalah untuk membuang
lesi dan melindungi pulpanya sehingga jaringan pulpa dapat melaksanakan perbaikannya
sendiri dengan membuat dentin sekunder. Dengan demikian terbukanya jaringan pulpa
dapat terhindarkan (Lenoita dkk., 2008).
Indikasi
Lesi dalam dan tanpa gejala yang secara radiografik sangat dekat ke
pulpa tetapi tidak mengenai pulpa.
Pulpa masih vital.
Bisa dilakukan pada gigi sulung dan atau gigi permanen muda (Lenoita
dkk., 2008).

Kontra Indikasi
Nyeri spontan nyeri pada malam hari.
Pembengkakan, Fistula, Peka terhadap perkusi,
Gigi goyang secara patologik.
Resorpsi akar eksterna, Resorpsi akar interna.
Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
Kalsifikasi jaringan pulpa (Lenoita dkk., 2008).

b. Direct Pulp Capping


Direct Pulp Capping juga digunakan dalam contoh di mana ada pembusukan yang
mendalam mendekati pulpa tapi tidak ada gejala infeksi. Direct Pulp Capping
menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung ke jaringan pulpa. Daerah yang
terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva, kalsium hidroksida dapat diletakkan di
dekat pulpa dan selapis semen Zinc Okside Eugenol dapat diletakkan di atas seluruh
lapisan pulpa dan biarkan mengeras untuk menghindari tekanan pada daerah perforasi bila
gigi direstorasi. Pulpa diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akan lebih baik
jika membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa disekitar daerah
terbuka harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan (Tarigan, 2006).
Perawatan ini dapat dilakukan terhadap gigi yang pulpanya terbuka karena karies
atau trauma tetapi kecil dan diyakini keadaan jaringan di sekitar tempat terbuka itu tidak
dalam keadaan patologis. Dengan demikian pulpa dapat tetap sehat dan bahkan mampu
melakukan upaya perbaikan sebagai respons terhadap medikamen yang dipakai dalam
perawatan pulp capping (Lenoita dkk., 2008).
Indikasi
Gigi sulung dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis dengan besar
tidak lebih dari 1mm persegi dan di kelilingi oleh dentin bersih serta
tidak ada gejala.
Gigi permanen dengan pulpa terbuka karena sebab mekanis atau karena
karies dan lebarnya tidak lebih dari 1 mm persegi dan tidak ada gejala.
Pulpa masih vital.
Hanya berhasil pada pasien di bawah usia 30 tahun, misalnya pulpa
terpotong oleh bur pada waktu preparasi kavitas dan tidak terdapat invasi
bakteri maupun kontaminasi saliva (Lenoita dkk., 2008).

Kontraindikasi
Nyeri spontan nyeri pada malam hari.
Pembengkakan.
Fistula.
Peka terhadap perkusi.
Gigi goyang secara patologik.
Resorpsi akar eksterna.
Resorpsi akar interna.
Radiolusensi di periapeks atau di antara akar.
Kalsifikasi jaringan pulpa.
Terbukanya pulpa secara mekanis dan instrumen yang dipakai telah
memasuki jaringan pulpa.
Perdarahan yang banyak sekali pada tempat terbukanya pulpa.
Terdapat pus atau eksudat pada tempat terbukanya pulpa (Lenoita dkk.,
2008).

Nekrosis Pulpa
Perawatan nekrosis pulpa adalah dengan melakukan preparasi dan obturasi saluran akar.
Obturasi saluran akar adalah memasukkan suatu bahan pengisi pengganti ke dalam ruangan yang
sebelumya ditempati oleh jaringan pulpa, guna mencegah infeksi berulang melalui sirkulasi atau
melalui suatu retak pada mahkota gigi (Grossman, 1995). Bahan pengisi yang biasa digunakan terdiri
dari bahan padat seperti gutta percha, dan Ag-Point, serta bahan semi padat atau pasta seperti semen
grossman, tubli seal kerr, semen wachs, sealapex (semen kalsium hidroksida), ah 26 (resin epoksi),
diaket (resin polivinil/poliketon) (Subiwahjudi, 2010).

3.6 Obturasi
Tahapan pengisian saluran akar adalah tahapan yang dilakukan setelah preparasi saluran akar.
Pengisian saluran akar merupakan tindakan kunci prinsip perawatan triad endodontik (preparasi,
sterilisasi, pengisian saluran akar). Dengan pengisian hermetis (kedap dan rapat) ini kuman tidak
dapat hidup dalam saluran akar, hal ini dikarenakan hubungan saluran akar dengan jaringan periapeks
herpetis. Kesembuhan jaringan periapeks dengan kuman yang masih tersisa di dalam saluran akar
(Pribadi, 2012).
Sebelum pengisian saluran akar, dilakukan preparasi saluran akar. Preparasi saluran akar
biomekanikal dalam perawatan endodonti bertujuan untuk membersihkan dan membentuk saluran
dalam mempersiapkan pengisian yang hermetis dengan bahan dan teknik pengisian yang sesuai. Bila
preparasi saluran akar tidak dilakukan, maka perawatan endodontik akan gagal. Oleh karena itu,
preparasi saluran akar biomekanikal harus dilakukan sebaik mungkin, sesuai dengan bentuk saluran
akar (Harty, 1992). Saluran akar harus dikeringkan setelah irigasi yang terakhir, terutama sebelum
pengisian saluran akar. Cairan dapat diaspirasi dengan meletakkan ujung spuit pada dinding saluran
akar. pengeringan menyeluruh dapat dilakukan dengan menggunakan paper point yang tediri dari
berbagai macam ukuran. Secara klinis perlu disadari bahwa paper point bekerja seperti kertas
penyerap dan harus diberi waktu dalam saluran akar agar dapat bekerja efektif. Paper point dapat
dipegang dengan pinset dan diukur sesuai dengan panjang kerja sehingga ujungnya tidak terdorong
secara tidak sengaja melalui foramen apikal. Paper point dimasukkan secara perlahan sehingga
mengurangi terdorongnya cairan irigasi ke dalam jaringan apikal. Kecelakaan seperti ini dapat
menyebabkan pasien merasa sakit pada terapi endodontik (Harty, 1992).
Syarat untuk melakukan pengisian saluran akar:
Tidak ada keluhan penderita
Tidak ada gejala klinik
Tidak ada eksudat yang berlebihan (saluran akar kering)
Tumpatan sementara baik
Hasil perbenihan negatif (Subiwahjudi, 2011).

Tujuannya pengisian saluran akar untuk menutup jalan masuk antara jaringan periodonsium
dan saluran akar agar tidak terjadi infeksi ulang terutama dari daerah apikal. Selain itu agar saluran
akar tidak menjadi, tempat kuman berkembang biak, sumber infeksi, penyebab sakit hiperbarik yang
disebut barodontolgia/ aerodontalgia, dengan saluran akar yang tertutup rapat/ hermetik akan
menyebabkan, mikroflora tidak dapat tumbuh, mencegah terjadinya penyakit hiperbarik, merangsang
penyembuhan jaringan sekitar akar gigi (Pribadi, 2012).
Bahan pengisi saluran akar yang digunakan harus menutup seluruh sistem saluran akar
terutama di daerah apikal yang banyak terdapat saluran akar tambahan. Bahan pengisi saluran akar
utama biasanya bahan padat atau semi padat (pasta atau bentuk yang dilunakkan). Bahan ini terdiri
dari atas inti yang dapat mengisi saluran akar dan dapat disertai dengan semen saluran akar. Akan
tetapi semen saluran akar mutlak digunakan untuk sebagian besar bahan pengisi. Bahan pengisi
dimasukkan ke dalam saluran akar dalam berbagai bentuk dan teknik pengisian untuk mendapatkan
pengisian saluran akar yang kedap cairan (Pribadi, 2012).

Syarat bahan pengisi saluran akar


Mudah dimasukkan ke dalam saluran akar
Dapat menutup saluran akar dengan rapat ke arah lateral dan apikal
Tidak mengerut setelah dimasukkan ke dalam saluran akar
Tahan kelembaban/ tidak larut dalam cairan tubuh
Bersifat barterisid/ menghambat pertumbuhan bakteri
Bersifat radiografik
Tidak menyebabkan perubahan warna pada gigi
Tidak mengiritasi jaringan periapikal
Mudah dikeluarkan dari dalam saluran akar bila diperlukan (Pribadi, 2012).

Bahan Pengisi Saluran Akar


Bahan pengisi saluran akar utama biasanya bahan padat atau semi padat (pasta atau bentuk padat
yang dilunakkan) dan disertai dengan semen saluran akar (sealer) (Subiwahjudi, 2011).
A. Bahan Padat
1. Gutta-percha / gutta-point
Kandungan utama merupakan bahan anorganik 75 % yaitu oksida seng, bahan
organik 20 % yaitu gutta-percha dan tambahan wax, resin atau garam -garam metal,
memberikan sifat plastis, bahan tambahan 5% yaitu bahan pengikat, opaker, dan
pewarna. Berbentuk kon ada tipe standar dengan ukuran (#15 - #40, #45 - #80),
maupun bentuk kon tipe konvensional dimana ukurannya berbeda antara ujung kon
maupun badannya, misalkan ukurannya fine medium, ujungnya runcing, badannya
medium (Subiwahjudi, 2011).
Keuntungan :
Bersifat plastis
Larut dalam kloroform / ekaliptol.
Dapat beradaptasi dengan baik terhadap dinding saluran akar
Manipulasinya sederhana
Dapat dikeluarkan dari saluran akar bila diperlukan
Toksisitasnya rendah (Subiwahjudi, 2011).

Kekurangan
Sulit untuk saluran akar yang sempit dan bengkok
Penyimpanan yang tidak baik / terlalu lama akan mudah patah
(Subiwahjudi, 2011).

B. Bahan Semi Padat / Pasta


Biasanya merupakan bahan campuran yang akan mem adat setelah dimasukkan ke dalam
saluran akar. Dapat sebagai bahan pengisi utama maupun sebagai semen (Subiwahjudi,
2011).
Contoh :Semen Grossman, Tubli seal Kerr, Semen Wachs, Sealapex (semen kalsium
hidroksida), AH 26 (resin epoksi), Diaket (resin polivinil/poliketon)
(Subiwahjudi, 2011).

Syarat :
Memberikan hasil penutupan yang baik bila mengeras
Adaptasi yang baik terhadap dinding saluran akar maupun bahan pengisi utama
Radiopak
Tidak menyebabkan perubahan warna
Stabil
Mudah dicampur dan dimasukkan ke dalam saluran akar
Mudah dikeluarkan
Tidak mudah larut dalam cairan jaringan
Bakterisidal
Tidak iritasi, Lambat pengerasannya (Subiwahjudi, 2011).

Teknik pengisian saluran akar.


Pada dasarnya, semua cara menggunakan ciri fisis gutta-percha yang disebut sebagai sifat
plastisitas atau aliran. Plastisitas berhubungan terbalik dengan viskositas dan dapat di
definisikan sebagai kemampuan untuk berubah bentuk dan mengalir menjauhi kekuatan yang
diarahkan pada masanya. Tiap teknik didesain untuk memaksa bahan pengisi gutta-percha
mengalir ke dalam saluran akar, menekan dindingnya mengisi saluran berluku-liku halus,
menutup berbagai fenomena yang menuju ke periodonsium dan akhirnya ditekan menjadi
suatu bahan pengisi yang padat (Pribadi, 2012).
a) Teknik single cone
Teknik ini dilakukan dengan memasukkan kon gutta point tunggal ke dalam
saluran akar dengan ukuran sesuai dengan diameter preparasinya. Untuk
menambah adaptasi gutta point dan kerapatannya terhadap dinding saluran akar
ditambahkan semen saluran akar (sealer) (Pribadi, 2012).
b) Teknik kondensasi
Teknik ini dilakukan dengan memasukkan guttap point ke dalam saluran akar,
kemudian dilakukan kondensasi atau penekanan kearah lateral maupun kearah
vertikal. Indikasi teknik ini jika bentuk saluran akarnya oval atau tidak teratur
(Pribadi, 2012).
a. Teknik kondensasi lateral
Menggunakan kerucut utama (master cone) yang dipaskan pada saluran yang
telah dipreparasi. Master cone dimasukkan ke dalam saluran akar pada
panjang kerja yang telah ditetapkan. Harus pas sekali dan terasa sulit jika
ditarik (Tug-back). X-ray foto dibuat untuk menentukan penyesuaian (fit)
diapikal dan lateral master cone. Kerucut gutta-percha disesuaikan, jika
menonjol keluar melalui foramen apikal, ujungnya dapat dipotong sehingga
kerucut yang dimasukkan kembali pas (Tug-back) dan dapat menutup saluran
apikal 1 mm kurang dari pertemuan pulpo periapikal saluran akar jika
master cone telah terletak tepat dalam saluran akar, maka master cone
dikeluarkan terlebih dahulu (sebaga trial). Kemudian saluran akar di
keringkan dan dinding-dinding saluran akar dilapisi dengan selapis tipis pasta
saluran akar. Separuh apikal master cone dilapisi dengan sealer dengan hati-
hati ditempatkan kembali ke dalam saluran. Sebuah spreader dimasukkan
disisi master cone dan ditekan ke arah apikal pada gutta percha tambahkan,
tindakan ini dilakukan dengan meletakkan gutta percha tambahan (sekunder
lateral) sejajar dengan spreader dan segera memasukkannya ke dalam lubang
yang tercipta setelah spreader dikeluarkan. Pelapisan sealer tidak diperlukan
untuk kerucut-kerucut sekunder. Proses ini diulangi sampai seluruh saluran
terisi dan padat. Setelah ketepatan pengisian diperiksa dengan x-ray foto,
kelebihan gutta percha dipotong dengan instrument panas, kemudian ditumpat
sementara (Pribadi, 2012).

b. Teknik kondensasi vertikal (gutta percha panas)


Teknik ini diperkenalkan dengan tujuan untuk mengisi saluran akar baik
lateral maupun saluran aksesori yang tentunya tidak ketinggalan saluran akar
utama. Metode ini digunakan pada teknik preparasi step-back, menggunakan
pluger yang dipanaskan, dilakukan penekanan pada gutta percha yang telah
dilunakkan dengan panas ke arah vertikal sehingga gutta percha mengalir dan
mengisi seluruh lumen saluran akar. Dasar teknik kondensasi vertikal adalah:
1) bentuk saluran akar harus meruncing seperti corong secara kontinyu dari
orifis hingga apeks. 2) Hasil preparasi yang dicapai harus sesuai dengan
bentuk asli saluran akar. 3) Bentuk foramen apikal tidak boleh diubah
(mengalami transformasi). 4) Foramen apikal harus kecil agar kelebihan gutta
percha tidak terdorong melalui foramen saat kondensasi vertikal. Adapun
langkah-langkah kondensasi vertikal sebagai berikut (Pribadi, 2012):
Master cone dipaskan terlebih dahulu sesuai dengan instrumentasi
terakhir
Dinding saluran akar dilapisi dengan sealer
Gutta percha diberi sealer
Ujung koronal master cone dipotong dengan instrument panas
Pluger dipanasi hingga merah dan segera didorong ke dalam sepertiga
koronal gutta percha. Sebagian gutta percha koronal terbakar oleh pluger
bila diambil dari aluran
Sebuah kondensasi vertikal dengan ukuran yang sesuai dimasukkan dan
tekanan vertikal dikenakan pada gutta-percha yang telah dipanasi untuk
mendorongnya ke arah apikal
Aplikasi panas berganti-ganti oleh pluger dan kondensasi diulangi
sampai gutta percha plastis menutup saluran aksesoris dan saluran akar
besar hingga ke apek

Menurut Goodman dkk., bahwa temperatur regional maksimum yang mengenai gutta
percha selama metode kondensasi vertikal adalah 800 C dan temperatur pada daerah
apikal 40-420 C. Keuntungan teknik ini adalah penutupan saluran akar bagus sekali,
ke arah apikal dan lateral. Kerugian teknik ini adalah memerlukan waktu yang lama,
ada resiko fraktur vertikal akar akibat kekuatan yang tidak semestinya, dan kadang
pengisian yang berlebih dengan gutta percha dan sealer tidak dapat dikeluarkan
kembali dari jaringan apikal (Pribadi, 2012).
c) Teknik kloropercha / eucapercha
Teknik ini dilakukan dengan melunakkan ujung guttap point utama dengan kloroform
atau eucalyptol dan dimasukkan ke dalam saluran akar hingga guttap point akan
berubah bentuk sesuai dengan saluran akarnya terutama daerah apikal. Kon
dikeluarkan lagi untuk menguapkan bahan pelarutnya. Setelah saluran akar diulasi
semen guttap point dimasukkan ke dalam saluran akar dan ditekan hingga seluruh
saluran akar terisi sempurna (Pribadi, 2012).
d) Teknik Termokompaksi
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan alat McSpadden Compactor atau Engine
Plugger yaitu alat yang mirip file tipe H (Hedstrom). Akibat putaran dan gesekan
dengan dinding saluran akar mampu melunakkan guttap point dan mendorong ke
arah apikal (Pribadi, 2012).
e) Teknik termoplastis
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan alat Ultrafil atau Obtura, yaitu alat yang
bentuknya mirip pistol dan mampu melunakkan guttap point serta mendorong ke
dalam sakuran akar ke arah apikal (Pribadi, 2012).

2. Ag-point (Kerucut perak)


Merupakan bahan pengisi yang padat
Indikasi
Saluran akar gigi dewasa
Saluran akar yang sempit
Saluran akar bengkok
Diameter harus bulat (Subiwahjudi, 2011).
Kontra-indikasi
Gigi belum tumbuh sempurna
Saluran akar lebar
Diameter saluran akar oval / tak teratur
Bila akan dilakukan apeks-reseksi (Subiwahjudi, 2011).
Kebaikan
Dapat digunakan pada saluran akar yang sempit dan bengkok
Radiopak, bakteiostatik
Mudah disterilkan : termis / kimia (Subiwahjudi, 2011).
Kekurangan
Adaptasi dengan dinding saluran akar kurang baik
Korosi, menyebabkan low grade pain
Apikal seal kurang baik
Sulit dikeluarkan bila diperlukan (Subiwahjudi, 2011).

A. Pasta Saluran Akar


Siller atau pasta saluran akar, sebagai bahan perekat guttap point pada dinding saluran akar,
agar kedap terhadap cairan maupun udara. Siller ini harus dapat menyatu dengan jaringan gigi
dan tidak merangsang jaringan apeks. Siller yang mnengandung resin dapat mengeras
sehingga kebocoran periapeks dapat dicegah. Konsistensi bentuk cair seperti dempul. Dua
metode yang populer untuk memasukkan ke dalam saluran akar adalah dengan metode
penyuntikan dan penggunaan jarum lentulo. Metode penyuntikan dilakukan dengan semprit
dan jarum khusus. Pasta dicampur dan dimasukkan ke dalam tabung, tangkai yang disekrup
dipasang dan diputar sehingga pasta keluar melalui jarum khusus. Jarum dimasukkan sejauh
mungkin ke dalam saluran akar. Pasta disuntikkan sambil jarum ditarik perlahan-lahan.
Metode dapat dilakukan dengan cara menggunakan lentulo. Jenis bahan yang dipakai
misalnya oksida seng adan egenol yang dicampur membentuk campuran murni (tanpa aditif)
yang kental. Jenis lain adalah formula campuran dengan aditif. Misalnya : AD seal,
endomethason, AH plus. Konsep pemakaian pasta saluran akar bersama-sama bahan utama
adalah untuk mendapatkan pengisian yang hermetis dan apeksifikasiannya dapat setipis
mungkin (Pribadi, 2012).

Cara peletakkan pasta saluran akar :


Teknik sederhana yang efektif adalah mengoleskan pasta saluran akar pada cone gutta-
percha
Dapat juga dikombinasikan dengan pengulasan pasta pada dinding saluran akar dengan
menggunakan jarum lentulo yang digeserkan sepanjang panjang kerjanya (Pribadi,
2012).

Syarat Pasta saluran akar


memberikan penutupan yang sangat baik bila mengeras
menghasilkan cukup adhesi diantara dinding-dinding saluran akar dan bahan pengisi
bersifat radiopak dan tidak menodai
secara dimensional stabil dan mudah dicampurkan dan dimasukkan ke dalam saluran
akar
mudah dikeluarkan jika perlu
tidak dapat dilarutkan dalam cairan jaringan
bersifat bakterisidal dan tidak mengiritasi jaringan periapikal
lambat mengeras waktu kerja cukup lama (Pribadi, 2012).

Macam-macam pasta saluran akar


a. Zink Okside Eugenol
Salah satu jenis dari material berbentuk pasta adalah Oksida Seng dan eugenol
(ZnOEu). Oksida seng dapat dicampur dengan eugenol membentuk campuran murni (tanpa
aditif) yang kental. Formula lain berupa campuran oksida seng eugenol (OSE) dengan
berbagai aditif. Tipe yang umum dikenal adalah N2 atau RC2B (Noname, 2011).
Pasta ZnOE adalah bahan yang paling sering dipakai sebagai bahan pengisi saluran
akar pada gigi sulung. Penelitian klinis pada hewan dan manusia menunjukkan keberhasilan
penggunaan pasta ZnOE sebagai bahan pengisi saluran akar berkisar antara 65-95%. Untuk
meningkatkan angka keberhasilan tersebut, ZnOE dikombinasikan dengan bahan yang
berbeda seperti formokresol, formaldehyde, paraformaldehide, dan cresol yang sudah diuji
coba, tetapi penambahan bahan-bahan ini belum bisa meningkatkan kualitas bahan tersebut
maupun membuat bahan-bahan tersebut lebih dapat teresorpsi dibandingkan ZnOE tunggal.
Selebihnya, penggunaan phenolic tidak disarankan karena kealamiannya yang meragukan.
Phenolic telah terbukti sitotoksik, mutagenic dan berpotensi karsinogenik (Noname, 2011).
b. Kalsium-hidroksida
Kompoun ini juga telah digunakan sebagai medikamen intrasaluran. Studi singkat
pada gigi-gigi kucing oleh Stevens dan Grossman menemukan kalsium hidroksida kalsium
hidroksida tidak seefektif klorofenol berkamfer. Pengaruh antiseptiknya mungkin
berhubungan dengan pH-nya yang tinggi dan pengaruh melumerkan jaringan pulpa nekrotik.
Tronsad dkk., menunjukkan bahwa kalsium hidroksida mennyebabkan kenaikan signifikan
pH dentin sirkumpulpa bila kompoun diletakkan pada saluran akar. Pasta kalsium hidroksida
paling banyak digunakan sebagai suatu medikamen intrasaluran bila ada penundaan yang
terlalu lama antar kunjungan karna bahan ini tetap manjur selama berada didalam saluran
akar. Bystrom. Dalam suatu studi klinis terhadap lebih dari 100 gigi dengan kerusakan
periapikal, melaporkan bahwa kalsium hidroksida adalah disinfektan intrasaluran yang
efektif. (Grosman, et al. 1995).
Calcium Hydroxide adalah obat yang digunakan secara luas dalam kedokteran gigi,
pada gigi permanen digunakan untuk pup capping dan apeksifikasi tetapi penggunaannya
untuk pulpotomi pada gigi sulung dibatasi dikarenakan adanya resiko resorpsi internal.
Penggunaan calcium hydroxide sebagai bahan pengisi saluran akar pada gigi sulung hanya
dilaporkan oleh sedikit peneliti. Suatu penelitian yang diprakarsai oleh Mani dkk, menyatakan
bahwa resorpsi calcium hydroxide lebih cepat daripada resorpsi fisiologis akar dan bahan
tersebut tampak sudah kosong dari saluran sebelum resorpsi fisiologis akar gigi sulung
(Noname, 2011).

Kegagalan pengisian saluran akar


Kegagalan menempatkan master gutta percha sesuai panjang kerja
Penyebab
Serpihan dentin pada 1/3 apikal, irigasi kurang
Kesalahan pemilihan teknik preparasi
Penggunaan alat preparasi yang kurang tepat ledging
Hasil preparasi S.A. kurang halus
Ukuran bahan pengisi (master cone) terlalu besar (Pribadi, 2012).
Cara mengatasi
Pemilihan teknik preparasi yang tepat
Pemilihan alat preparasi yang tepat
Selama preparasi dilakukan rekapitulasi dan irigasi saluran akar (Pribadi, 2012).

Mastercone patah pada waktu trial gutta point, untuk itu dapat dilakukan pencegahan :
Penyimpanan gutta point di lemari es
Dilakukan test dengan ditarik/ direnggangkan
Gutta percha yang rapuh dilenturkan kembali (proses rejuvenation)
Suhu 600 celcius selama 60 detik dan direndam dalam air es

3.7 Pencegahan Penyakit Jaringan Keras Gigi


Menjaga kebersihan mulut merupakan cara terbaik untuk mencegah cara terbaik untuk mencegah
terjadinya penyakit-penyakit dalam mulut seperti kariesgigi. Penyakit tersebut merupakan penyakit
yang paling sering ditemukan didalam mulut dimana penyebab utama penyakit tersebut adalah
plaque.Beberapa cara pencegahan karies gigi adalah :
1. Modifikasi Kebiasaan Anak
Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai
kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan
karies.
2. Dental Health Education (DHE)
Pendidikan kesehatan gigi mengenai kebersihan mulut, diet dan konsumsi gula dan kunjungan
berkala ke dokter gigi lebih ditekankan pada anak yang beresiko karies tinggi. Pemberian informasi
ini sebaiknya bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus kepada ibu dan anak. Pendidikan
kesehatan gigi ibu dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di praktek
dokter gigi.
3. Plaque Control
Plaque Control merupakan cara menghilangkan plaque dan mencegah akumulasinya.
Tindakan tersebut merupakan tingkatan utama dalam mencegah terjadinya karies dan radang gusi.
Menurut Wirayuni (2003), ada beberapa hal yang perludi perhatikan dalam pelaksanaan Plaque
Control, antara lain :
a. Scalling
Scalling yaitu tindakan membersihakan karang gigi pada semua permukaan gigi dan
pemolesan terhadap semua permukaan gigi.
b. Penggunaan dental floss (benang gigi)
Dental floss ada yang berlilin ada pula yang tidak terbuat dari nilon.Floss ini digunakan untuk
menghilangkan Plaque dan memoles daerah interproximal (celah diantara dua gigi), serta
membersihkan sisa makanan yang tertinggal dibawah titik kontak.
c. Diet
Diet merupakan makanan yang dikonsumsi setiap hari dalam jumlah dan jangka waktu
tertentu. Hendaknya dihindari makanan yang mengandung karbohidrat seperti gula, permen, demikian
pula makanan yang lengket hendaknya dihindari. Adapun yang disarankan oleh Plaque control adalah
makanan yang banyak mengandung serat dan air. Jenis makanan ini memiliki efek self cleansing yang
baik serta vitamin yang terkandung di dalamnya memberikan daya tahan pada jaringan penyangga
gigi.
d. Kontrol Secara Periodik
Kontrol dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mengetahui kelainan dan penyakit gigi dan
mulut secara dini.
e. Fluoridasi
Fluor adalah suatu bahan mineral yang digunakan oleh manusia sebagai bahan yang dapat
membuat lapisan email tahan terhadap asam. Menurut YKGI (1999), penggunaan fluor ada dua
macam yaitu secara sistemik dan local. Secara sistemik data dilakukan melalui air minum
mengandung kadar fluor yang cukup, sehingga fluor dapat diserap oleh tubuh. Secara local dapat
dilakukan dengan ditetes/dioleskan pada gigi, kumur-kumur dengan larutan fluor dan diletakkan pada
gigi dengan menggunakan sendok cetak.
f. Menyikat Gigi
Menyikat gigi adalah cara yang dikenal umum oleh masyarakat untuk menjaga kebersihan
gigi dan mulut dengan maksud agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut. Menurut Manson dan
Elley (1993), sikat gigi harusnya dilakukan dengan cara yang sistemik supaya tidak ada gigi yang
terlampaui, yaitu mulai dari posterior ke anterior dan berakhir padabagian posterior sisi lainnya.
Beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam menyikat gigi yang baik, antara lain :
1. Sikat Gigi
Sikat gigi yang baik adalah sikat gigi yang memiliki ciri-ciri, seperti: bulu-bulu sikat lunak
dan tumpul, sehingga tidak melukai jaringan lunak dalam mulut. Ukuran sikat gigi yang dperkirakan
dapat menjangkau seluruh permukaan gigi atau disesuaikan dengan ukuran mulut. Dalam memilih
sikat gigi yang harus diperhatikan adalah kondisi bulu sikat.Pilihlah bulu sikat yang terbuat dari nilon
karena sifatnya yang elastis.
2. Pasta gigi
Pasta gigi yang baik adalah pasta gigi yang mengandung fluor, karena fluor akan bereaksi
dengan email gigi dan membuat email lebih tahan terhadap serangan asam. Pasta gigi yang
mengandung fluor apabila digunakan secara teratur akan dapat mencegah kerusakan gigi. Pasta gigi
yang sudah mengandung fluoride ternyata sudah terbukti dapat meningkatkan absorbsi ion fluor pada
permukaan gigi yang akan menghambat kolonisasi bakteri dari permukaan gigi. Beberapa pasta gigi
juga mengandung bahan-bahan kimia seperti formaldehid atau strongsiumclorida, yang dapat
membantu mengurangi sensitivitas dari akar gigi yang terbuka akibat resesi gingiva.
3. Waktu menyikat gigi
Waktu menyikat gigi yang paling tepat adalah pagi setelah sarapan dan malam sebelum
tidur.Waktu tidur produksi air liur berkurang sehingga menimbulkan suasana asam di mulut. Sisa-sisa
makanan pada gigi jika tidak dibersihkan, maka mulut semakin asam dan bakteri akan tumbuh subur
membuat lubang pada gigi. Sifat asam ini bias dicegah dengan sikat gigi.
4. Perlindungan terhadap gigi
Perlindungan terhadap gigi dapat dilakukan dengan cara, yaitu silen dan penggunaan fluor
dan khloreksidin. Silent harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang beresiko karies tinggi.
Pripritas tertinggi diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6-8 tahun. Bahan silen yang
digunakan dapat berupa resin maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang telah
erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada gigi yang belum tumbuh sempurna
sehingga silen ini merupakan pilihan yang tepat sebagai silen sementara sebelum digunakannya silen
resin.

Anda mungkin juga menyukai