Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawatan Saluran Akar


2.1.1 Definisi Perawatan Saluran Akar
Perawatan saluran akar adalah perawatan yang dilakukan dengan
mengangkat jaringan pulpa yang telah terinfeksi dari kamar pulpa dan saluran
akar, kemudian diis ipadat oleh bahan pengisi saluran akar agar tidak terjadi
kelainan lebih lanjut atau infeksi ulang. Tujuannya adalah untuk mempertahankan
gigi selama mungkin di dalam rahang, sehingga fungsi dan bentuk lengkung gigi
tetap baik (Aya, 2005).
Perawatan saluran akar dibagi dalam perawatan saluran akar vital, perawatan
saluran akar devital dan perawatan saluran akar non vital. Perawatan saluran
akar meliputi tiga tahapan yaitu preparasi biomekanis saluran akar, disenfeksi
(sterilisasi), dan obsturasi (pengisian saluran akar) (Luthfi, 2002). Perbedaan
utama adalah perawatan sebelum dilakukan pengambilan jaringan pulpa. Pada
perawatan saluran akar vital pengambilan jaringan pulpa dilakukan setelah
gigi di anastesi, sedangkan perawatan saluran akar devital dilakukan pada
penderita yang menolak di anastesi, penderita yang alergi terhadap
anastetikum atau penderita yang menolak di anastesi ulang. Dalam hal ini
dilakukan devitalisasi dengan devitalizing pastes. Perawatan saluran akar non
vital, dengan melakukan pengeluaran pulpa pada gigi dalam keadaan nekrosis
pulpa dan gangren pulpa. Bila gigi dalam keadaan nekrosis pulpa
pengambilan pulpa seluruhnya dilakukan pada kunjungan pertama. Pada kondisi
ganggren pulpa, pengambilan jaringan pulpa sebagian sampai 1/3 saluran
akar dilakukan pada kunjungan pertama kemudian diberi obat creosote atau
ChKM dan di tutup dengan tumpatan sementara (Hartono, 2000).

2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Perawatan Saluran Akar


A. Indikasi Perawatan Saluran Akar adalah :
1. Karies yang luas.
2. Email yang tidak di dukung oleh dentin.
3. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi
vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.
4. Saluran akar yang dapat dimasukkan instrumen.
5. Kelainan jaringan periapeks pada gambaran radiografi kurang dari
sepertiga apeks.
6. Mahkota gigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik
(untuk pilar restorasi jembatan).
7. Gigi tidak goyang dan periodonsium normal.
8. Foto rontgen menunjukan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal,
tidak ada granuloma pada gigi sulung.
9. Kondisi pasien baik
10. Pasien ingin giginya di pertahankan dan bersedia untuk memelihara
kesehatan gigi dan mulutnya.
11. Keadaan ekonomi pasien memungkinkan.
B. Kontraindikasi dari perawatan saluran akar adalah :
1. Bila dijumpai kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih
dari sepertiga panjang akar.Kasus seperti ini merupakan luar biasa, karena
dalam pengamatan dikatakan bahwa makin besar jumlah kerusakan tulang
yang rusak, makin kecil kemungkinan untuk diperbaiki.
2. Bila saluran akar gigi tanpa pulpa dengan daerah radiolusen terhalang oleh
akar berkurva/bengkok, akar berliku-liku, dentin sekunder, kanal yang
mengapur atau sebagian mengapur, gigi malposisi, atau suatu instrumen
yang patah.
3. Bila apeks akar mengalami fraktur.

2.1.3 Teknik Preparasi Perawatan Saluran Akar


Adapun macam-macam teknik preparasi saluran akar menurut Tarigan (1994);
Grossman, et.al,(1995); Igle dan Backland,(1994); Sumadi,(2003), yaitu:
A. Teknik Konvensional
Indikasi dari teknik konvensional adalah teknik preparasi saluran akar
yang lurusdan telah tumbuh sempurna.Teknik ini dilakukan dengan ketentuan
bahwa preparasi lebih mengikuti garis lurus dengan menggunakan alat yang
kecil lalu yang besar secara berurutan dengan panjang kerja tetap sama untuk
mencegah terjadinya step atau terdorongnya jaringan nekrotik ke apikal.
Preparasi saluran akar dapat menggunakan file tipe K-flex dengan
gerakan diputar dan ditarik sedangkan reamer hanya dipakai seperempat
sampai setengah putaran dalam satu gerakan preparasi.Pada reamer dan file
dibuatkan stopper untuk pembatas sebagai patokan panjang kerja.Selama
preparasi setiap pergantian nomor jarum harus dilakukan irigasi dengan
H2O2 3% dan aquadest steril pada saluran akar yang bertujuan untuk
membersihkan sisa jaringan nekrotik maupun serbuk dentin yang terasah.
Bila terjadi penyumbatan preparasi dapat diulang dengan menggunakan
jarum yang lebih kecil dan dapat diberi larutan untuk mengatasi penyumbatan
berupa larutan largal, EDTA atau glyde. Preparasi saluran akar dianggap
selesai bila bagian dari dentin yang terinfeksi telah terambil dan saluran akar
cukup lebar untuk tahap pengisian saluran akar(Sumadi, 2003).
B. Teknik Step-Back
Indikasi teknik ini biasanya saluran akar yang tumbuh lengkap, bengkok,
dan sempit pada 1/3 apikal. Preparasi dengan teknik step-back dapat
memberikan kemudahan dalam preparasi saluran akar serta mendapatkan
hasil yang baik. Pada saat preparasi saluran akar dapat dilakukan gerakan pull
and push motion dengan menggunakan file tipe K-flex atau NiTi file yang
lebih fleksibel atau lentur.
Tahap pertama dalam mempreparasi saluran akar dengan menggunakan
jarum dari yang terkecil no. 15 sampai ke no. 25 sesuai panjang kerja pada
daerah sepertiga apikal, lalu dilanjutkan pada daerah dua pertiga koronal
dengan diameter alat semakin besar serta panjang kerja semakin pendek.
Setiap pergantian jarum perlu dilakukan pengontrolan panjang kerja dengan
fileno. 25 sebagai Master Apical File (MAF) dengan panjang kerja dikurangi
1 mm untuk jarum no.30, 2 mm untuk jarum no. 35 dan seterusnya serta
untuk mencegah terjadinya penyumbatan saluran akar karena serbuk dentin
yang terasah (Sumadi,2003).
C. Teknik Crown-Down Pressureless
Teknik ini hampir sama dengan teknikstep-back, yaitu saluran akar
tumbuh lengkap dan bengkok. Preparasi pada teknik ini dapat menggunakan
instrument nikel-titanium yang bermanfaat pada saluran akar yang kecil dan
bengkok pada gigi molar rahang atas dan rahang bawah sehingga
kemungkinan terjadinya ekstruksi dentin kejaringan periapikal dapat
dikurangi. Selain itu teknik tersebut juga akan mencegah terjadinya kesulitan
berkaitan dengan biokompabilitas penutupan pada apikal yang mengalami
penyempitan(Sumadi,2003).
D. Teknik Balanced Forces
Indikasi dari teknik ini dimana saluran akar bengkok dan sudah tumbuh
sempurna. Pada teknik ini preparasi dapat menggunakan file tipe R-Flex atau
NiTi Flex no. 10 dengan gerakan steam wending, yaitu file diputar searah
jarum jam kemudian diikuti gerakan setengah putaran berlawanan arah jarum
jam. Dilakukan dari arah servikal sampai ke apikal dengan menggunakan file
dengan penampang berbentuk segitiga dengan ujung file ditumpulkan dan
dibuat paraboliktanpa cutting edge sehingga tidak terjadi transportasi.
Selanjutnya saluran akar dilebarkan dengan file no.25 secara berurutan
sampai dengan file no. 35 sesuai panjang kerja. Pada 2/3 koronal dilakukan
preparasi dengan Gates Glidden Drill (GGD) dan setiap pergantian jarum
dapat dilakukan irigasi untuk mencegah terjadinya perforasi dan pecahnya
dinding saluran akar (Grossman,et.al,1995).

2.1.4 Teknik Pengisian Saluran Akar


Macam teknik pengisian saluran akar yang dilakukan pada model kerja yaitu:
1. Teknik single cone
a) Dinding saluran akar diulas dengan pasta saluran kar (misal seng
oksida ChKM) dengan jarum lenlulo
b) Guttap-point diulasi pula dengan pasta dan dimasukkan ke dalam
saluran akar sampai dengan batas panjang kerja yang teiah ditandai
dengan ball-point
c) Guttap-point dipotong 1-2 mm dibawah dasar ruang pulpa dengan
ekskavator yang telah dipanaskan dengan api spiritus (ekskavator
dicoba dulu dan dipilih hingga dapat masuk ke ruang pulpa)
d) Kemudian dasar ruang pulpa diberi basis semen seng fosfat lalu
ditutup kapas dan tumpatan sementara menggunakan fletcher.
e) Setiap tindakan harus dintujukkan instruktor (Pribadi, 2012).

2. Teknik kondensasi
Teknik ini dilakukan dengan memasukkan guttap point ke dalam
saluran akar, kemudian dilakukan kondensasi atau penekanan kearah
lateral maupun kearah vertikal. Indikasi teknik ini jika bentuk saluran
akarnya oval atau tidak teratur (Pribadi, 2012).
a) Teknik kondensasi lateral
Menggunakan kerucut utama (master cone) yang dipaskan pada
saluran yang telah dipreparasi. Master cone dimasukkan ke dalam
saluran akar pada panjang kerja yang telah ditetapkan. Harus pas
sekali dan terasa sulit jika ditarik (Tug-back). X-ray foto dibuat
untuk menentukan penyesuaian (fit) diapikal dan lateral master
cone. Kerucut gutta-percha disesuaikan, jika menonjol keluar
melalui foramen apikal, ujungnya dapat dipotong sehingga kerucut
yang dimasukkan kembali pas (Tug-back) dan dapat menutup
saluran apikal ± 1 mm kurang dari pertemuan pulpo periapikal
saluran akar jika master cone telah terletak tepat dalam saluran
akar, maka master cone dikeluarkan terlebih dahulu (sebaga trial).
Kemudian saluran akar di keringkan dan dinding-dinding saluran
akar dilapisi dengan selapis tipis pasta saluran akar. Separuh apikal
master cone dilapisi dengan sealer dengan hati-hati ditempatkan
kembali ke dalam saluran. Sebuah spreader dimasukkan disisi
master cone dan ditekan ke arah apikal pada gutta percha
tambahkan, tindakan ini dilakukan dengan meletakkan gutta percha
tambahan (sekunder lateral) sejajar dengan spreader dan segera
memasukkannya ke dalam lubang yang tercipta setelah spreader
dikeluarkan. Pelapisan sealer tidak diperlukan untuk kerucut-
kerucut sekunder. Proses ini diulangi sampai seluruh saluran terisi
dan padat. Setelah ketepatan pengisian diperiksa dengan x-ray foto,
kelebihan gutta percha dipotong dengan instrument panas,
kemudian ditumpat sementara (Pribadi, 2012).
b) Teknik kondensasi vertikal (gutta percha panas)
Teknik ini diperkenalkan dengan tujuan untuk mengisi saluran akar
baik lateral maupun saluran aksesori yang tentunya tidak
ketinggalan saluran akar utama. Metode ini digunakan pada teknik
preparasi step-back, menggunakan pluger yang dipanaskan,
dilakukan penekanan pada gutta percha yang telah dilunakkan
dengan panas ke arah vertikal sehingga gutta percha mengalir dan
mengisi seluruh lumen saluran akar. Dasar teknik kondensasi
vertikal adalah: 1) bentuk saluran akar harus meruncing seperti
corong secara kontinyu dari orifis hingga apeks. 2) Hasil preparasi
yang dicapai harus sesuai dengan bentuk asli saluran akar. 3)
Bentuk foramen apikal tidak boleh diubah (mengalami
transformasi). 4) Foramen apikal harus kecil agar kelebihan gutta
percha tidak terdorong melalui foramen saat kondensasi vertikal.
Adapun langkah-langkah kondensasi vertikal sebagai berikut
(Pribadi, 2012):
 Master cone dipaskan terlebih dahulu sesuai dengan
instrumentasi terakhir
 Dinding saluran akar dilapisi dengan sealer
 Gutta percha diberi sealer
 Ujung koronal master cone dipotong dengan instrument
panas
 Pluger dipanasi hingga merah dan segera didorong ke dalam
sepertiga koronal gutta percha. Sebagian gutta percha
koronal terbakar oleh pluger bila diambil dari aluran
 Sebuah kondensasi vertikal dengan ukuran yang sesuai
dimasukkan dan tekanan vertikal dikenakan pada gutta-
percha yang telah dipanasi untuk mendorongnya ke arah
apikal
 Aplikasi panas berganti-ganti oleh pluger dan kondensasi
diulangi sampai gutta percha plastis menutup saluran
aksesoris dan saluran akar besar hingga ke apek
2. Teknik kloropercha / eucapercha
Teknik ini dilakukan dengan melunakkan ujung guttap point utama dengan
kloroform atau eucalyptol dan dimasukkan ke dalam saluran akar hingga
guttap point akan berubah bentuk sesuai dengan saluran akarnya terutama
daerah apikal. Kon dikeluarkan lagi untuk menguapkan bahan pelarutnya.
Setelah saluran akar diulasi semen guttap point dimasukkan ke dalam
saluran akar dan ditekan hingga seluruh saluran akar terisi sempurna
(Pribadi, 2012).
3. Teknik Termokompaksi
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan alat McSpadden Compactor
atau Engine Plugger yaitu alat yang mirip file tipe H (Hedstrom). Akibat
putaran dan gesekan dengan dinding saluran akar mampu melunakkan
guttap point dan mendorong ke arah apikal (Pribadi, 2012).
4. Teknik termoplastis
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan alat Ultrafil atau Obtura, yaitu
alat yang bentuknya mirip pistol dan mampu melunakkan guttap point
serta mendorong ke dalam sakuran akar ke arah apikal (Pribadi, 2012).

2.1.5 Bahan-Bahan Pengisi Saluran Akar


Bahan pengisi saluran akar utama biasanya bahan padat atau semi padat (pasta
atau bentuk padat yang dilunakkan) dan disertai dengan semen saluran akar
(sealer) (Subiwahjudi, 2011).
Syarat bahan pengisi saluran akar
 Mudah dimasukkan ke dalam saluran akar
 Dapat menutup saluran akar dengan rapat ke arah lateral dan apikal
 Tidak mengerut setelah dimasukkan ke dalam saluran akar
 Tahan kelembaban/ tidak larut dalam cairan tubuh
 Bersifat barterisid/ menghambat pertumbuhan bakteri
 Bersifat radiografik
 Tidak menyebabkan perubahan warna pada gigi
 Tidak mengiritasi jaringan periapikal
Mudah dikeluarkan dari dalam saluran akar bila diperlukan (Pribadi, 2012).
A. Bahan Padat
1. Gutta-percha / gutta-point
Kandungan utama merupakan bahan anorganik 75 % yaitu oksida
seng, bahan organik 20 % yaitu gutta-percha dan tambahan wax,
resin atau garam -garam metal, memberikan sifat plastis, bahan
tambahan 5% yaitu bahan pengikat, opaker, dan pewarna.
Berbentuk kon ada tipe standar dengan ukuran (#15 - #40, #45 -
#80), maupun bentuk kon tipe konvensional dimana ukurannya
berbeda antara ujung kon maupun badannya, misalkan ukurannya
fine medium, ujungnya runcing, badannya medium (Subiwahjudi,
2011).
Keuntungan :
 Bersifat plastis
 Larut dalam kloroform / ekaliptol.
 Dapat beradaptasi dengan baik terhadap dinding saluran akar
 Manipulasinya sederhana
 Dapat dikeluarkan dari saluran akar bila diperlukan
 Toksisitasnya rendah (Subiwahjudi, 2011).
Kekurangan
 Sulit untuk saluran akar yang sempit dan bengkok
 Penyimpanan yang tidak baik / terlalu lama akan mudah
patah (Subiwahjudi, 2011).

2. Ag-point (Kerucut perak)


Merupakan bahan pengisi yang padat
Indikasi
 Saluran akar gigi dewasa
 Saluran akar yang sempit
 Saluran akar bengkok
 Diameter harus bulat (Subiwahjudi, 2011).

Kontra-indikasi
 Gigi belum tumbuh sempurna
 Saluran akar lebar
 Diameter saluran akar oval / tak teratur
 Bila akan dilakukan apeks-reseksi (Subiwahjudi, 2011).

Kebaikan
 Dapat digunakan pada saluran akar yang sempit dan
bengkok
 Radiopak, bakteiostatik
 Mudah disterilkan : termis / kimia (Subiwahjudi, 2011).
Kekurangan
 Adaptasi dengan dinding saluran akar kurang baik
 Korosi, menyebabkan “low grade pain”
 Apikal seal kurang baik
 Sulit dikeluarkan bila diperlukan (Subiwahjudi, 2011).

B. Bahan Semi Padat / Pasta


Biasanya merupakan bahan campuran yang akan mem adat setelah
dimasukkan ke dalam saluran akar. Dapat sebagai bahan pengisi utama
maupun sebagai semen (Subiwahjudi, 2011).
Contoh : Semen Grossman, Tubli seal Kerr, Semen Wachs, Sealapex
(semen kalsium hidroksida), AH 26 (resin epoksi), Diaket (resin
polivinil/poliketon) (Subiwahjudi, 2011).

Macam-macam pasta saluran akar


a. Zink Okside Eugenol
Salah satu jenis dari material berbentuk pasta adalah Oksida Seng
dan eugenol (ZnOEu). Oksida seng dapat dicampur dengan
eugenol membentuk campuran murni (tanpa aditif) yang kental.
Formula lain berupa campuran oksida seng eugenol (OSE) dengan
berbagai aditif. Tipe yang umum dikenal adalah N2 atau RC2B
(Anonim, 2011).
Pasta ZnOE adalah bahan yang paling sering dipakai sebagai bahan
pengisi saluran akar pada gigi sulung. Penelitian klinis pada
hewan dan manusia menunjukkan keberhasilan penggunaan pasta
ZnOE sebagai bahan pengisi saluran akar berkisar antara 65-95%.
Untuk meningkatkan angka keberhasilan tersebut, ZnOE
dikombinasikan dengan bahan yang berbeda seperti formokresol,
formaldehyde, paraformaldehide, dan cresol yang sudah diuji coba,
tetapi penambahan bahan-bahan ini belum bisa meningkatkan
kualitas bahan tersebut maupun membuat bahan-bahan tersebut
lebih dapat teresorpsi dibandingkan ZnOE tunggal. Selebihnya,
penggunaan phenolic tidak disarankan karena kealamiannya yang
meragukan. Phenolic telah terbukti sitotoksik, mutagenic dan
berpotensi karsinogenik (Anonim, 2011).
b. Kalsium-hidroksida
Calcium Hydroxide adalah obat yang digunakan secara luas dalam
kedokteran gigi, pada gigi permanen digunakan untuk pulp capping
dan apeksifikasi tetapi penggunaannya untuk pulpotomi pada gigi
sulung dibatasi dikarenakan adanya resiko resorpsi internal.
Penggunaan calcium hydroxide sebagai bahan pengisi saluran akar
pada gigi sulung hanya dilaporkan oleh sedikit peneliti. Suatu
penelitian yang diprakarsai oleh Mani dkk, menyatakan bahwa
resorpsi calcium hydroxide lebih cepat daripada resorpsi fisiologis
akar dan bahan tersebut tampak sudah kosong dari saluran sebelum
resorpsi fisiologis akar gigi sulung (Anonim, 2011).

2.1.5 Jenis Kegagalan Perawatan


A. Resorpsi Internal
Resorpsi internal merupakan proses destruktif yang umumnya diyakini
disebabkan oleh aktivitas osteoklas, dan prosesnya dapat lambat atau cepat.
Kadang terjadi penyembuhan sekunder pada daerah dentin yang mengalami
resorpsi (McDonald dkk., 2000).
Karena akar gigi sulung mengalami resorpsi fisiologis, vaskularisasi di daerah
apikal meningkat, dan terdapat aktivitas osteoklas di bawah ini. Hal ini merupakan
faktor presdiposisi terjadinya resorpsi internal pada gigi, bila bahan iritan seperti
bahan pelindung pulpa diletakkan pada pulpa.
B. Abses Alveolar
Abses alveolar kadang-kadang terjadi beberapa bulan setelah perawatan pulpa.
Gigi biasanya tidak memberikan gejala atau keluhan, dan pasien tidak menyadari
adanya infeksi yang timbul pada tulang di sekitar apeks atau di daerah bifurkasi
akar. Fistula terbuka, yang menunjukkan infeksi kronis mungkin terjadi disini.
Gigi Sulung dengan abses alveolar harus dicabut. Gigi permanen yang dirawat
dengan pelindung pulpa atau pulpotomi dan kemudian menunjukkan adanya
nekrosis pulpa dan infeksi periapikal dapat dipertimbangkan untuk dirawat
endodontik.
C. Eksfoliasi Dini Atau Persistensi Gigi Sulung
Kecenderungan gigi sulung yang telah berhasil dirawat pulpotomi atau
pulpektomi, mengalami persistensi melebihi waktu eksfoliasi yang normal.
Keadaan ini kurang menguntungkan karena mengganggu erupsi normal gigi
permanen pengganti dan memberikan pengaruh yang merugikan bagi
perkembangan oklusi.
Observasi berkala dalam waktu dekat pada gigi yang telah dirawat pulpanya
diperlukan untuk menangani masalah perkembangan seperti itu.
Penanggulangannya biasanya cukup dengan pencabutan gigi sulung tersebut.
Menurut Starkey, fenomena eksfoliasi fisiologis yang terlambat ini disebabkan
karena banyaknya semen yang terdapat di dalam ruang pulpa. Walaupun semen
dapat diresorpsi, resorpsinya berjalan lambat, bila terdapat dalam jumlah yang
besar. (McDonald dkk., 2000)
2.2 Mahkota Pasak
2.2.1 Definisi Mahkota Pasak
Pasak adalah bagian restorasi yang direkatkan dengan semen ke dalam
saluran akar dan berfungsi sebagai retensi utama, dapat menjadi satu kesatuan
atau dijadikan satu dengan inti (Allan dan Foreman, 1994). Faktor-faktor yang
mempengaruhi retensi pasak antara lain adalah panjang, diameter, preparasi,
bentuk dan tekstur permukaan pasak, serta luting agent atau bahan perekat
(Paramitha, 2014).
Mahkota pasak dapat didefinisikan sebagai restorasi pengganti gigi yang
terdiri dari inti berpasak yang direkatkan dengan suatu mahkota. Dengan demikian
restorasi ini merupakan restorasi dengan konstruksi dua unit yaitu inti yang
berpasak dan mahkota yang nantinya disemenkan pada inti (Weine dan Franklin,
2004).
Restorasi dengan dua unit ini memiliki keuntungan diantaranya :
 Jika mahkota berubah warna setelah pemakaian beberapa tahun, maka
mahkota jaket akan mudah diganti tanpa harus melepas ataupun merusak
pasak inti.
 Adaptasi pinggiran mahkota terhadap permukaan akar dan posisi mahkota
terhadap gigi sebelahnya dan gigi-gigi lawan tidak tergantung pada fit pasak
dengan saluran akar
 Restorasi ini dapat digunakan untuk merubah posisi mahkota (Weine dan
Franklin, 2004).
Restorasi ini dilakukan pada gigi yang telah mengalami perawatan
endodontik baik pada gigi anterior maupun posterior. Beberapa hal yang menjadi
pertimbangan mengapa gigi yang telah dirawat endodontik memerlukan suatu
pasak, antara lain (Weine dan Franklin, 2004).;
- Gigi yang telah dirawat endodontik menjadi non vital dan sehat, tetapi
jaringan non vital yang tersisa memiliki kelembaban yang lebih rendah
daripada gigi vital, sehingga gigi menjadi rapuh.
- Pada gigi yang telah mengalami perawatan endodontik kontinuitas jaringan
telah terputus akibat dari pembuangan jaringan sehingga mahkota menjadi
rapuh apabila hanya dilakukan dengan pembuatan mahkota jaket saja.
- Suplai nutrisi pada gigi post endodontik otomatis terputus sehingga gigi
menjadi rapuh.
- Gigi mengalami kehilangan banyak mahkota akibat dari karies.
Pada perawatan endodontik, seluruh jaringan yang ada pada ruang pulpa
dan saluran akar dibuang. Dan diganti dengan bahan / obat pengisi saluran akar.
Bahan pengisi ini tidak cukup kuat untuk menahan tekanan yang datang dari gigi
lawan pada proses pengunyahan. Untuk itu diperlukan kekuatan dalam ruang
pulpa dan saluran akar yang sama dengan kekuatan yang datang dari luar sehingga
tidak terjadi fraktur karena gigi dapat menahan tekanan. Sebuah penelitian
menunjukkan terdapat perbedaan kekuatan resistensi pada gigi yang telah dirawat
endodontik dan dibuatkan pasak dengan gigi yang telah dirawat endodontik tetapi
tidak dibuatkan pasak dimana gigi yang dibuatkan pasak inti lebih bisa bertahan
terhadap fraktur dibandingkan gigi yang tidak dibuatkan pasak inti (Weine dan
Franklin, 2004).
Sebagai pengganti jaringan yang hilang tadi maka dibuatlah suatu inti
(core) yang terbuat dari logam atau bahan lain. Inti atau core ini satu kesatuan
dengan suatu pasak atau dowel yang masuk ke dalam saluran akar gigi yang telah
dipreparasi, oleh karena itu restorasi ini sering juga dinamakan sebagai restorasi
interradikuler (Weine dan Franklin, 2004).

2.2.2 Tujuan Pembuatan Mahkota Pasak


Pembuatan restorasi gigi setelah perawatan endodontik merupakan
kelanjutan dari rangkaian perawatan endodontik yang telah dilakukan, untuk
mengembalikan fungsi fisiologis dan fungsi estetik gigi dan merupakan tahap
akhir dalam keberhasilan perawatan endodontik. Pada beberapa kasus gigi
anterior setelah perawatan endodontic dengan kerusakan yang cukup luas
membutuhkan penggunaan mahkota penuh dengan pasak inti karena
pertimbangan resistensi restorasi dan estetik. Meskipun demikian, pasak tidak
dapat menguatkan gigi yang telah dirawat endodontik, karena fungsi utama pasak
adalah sebagai retensi inti, bila jaringan gigi yang tersisa tidak dapat mendukung
restorasi korona (Weine dan Franklin, 2004).

2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Mahkota Pasak


A. Indikasi
Restorasi ini dapat dibuat pada mahkota gigi post perawatan endodontik
yang mengalami kerusakan tetapi tidak dapat direstorasi dengan inlay, resin
akrilik, mahkota ¾. Selain itu dapat dilakukan untuk memperbaiki posisi gigi pada
perawatan orthodonti atau untuk abutmen bridge (Weine dan Franklin, 2004).
Indikasi mahkota pasak (Rhamdani, 2010) :
1. Gigi vital/ non vital
2. Sudah tidak bisa ditambal lagi
3. Karies yang meluas sampai menghilangkan cusp gigi
4. Jaringan periodontal sehat
5. Tidak ada riwayat alergi pada bahan mahkota pasak
6. Gigi antagonisnya masih bagus sehingga tidak menjadi iritasi pada bagian
mukosa palatal.
7. Retensi pada gigi yang akan diberi mahkota masih baik dalam artian masih
mampu menerima beban mahkota pasak itu sendiri
8. Akar gigi masih bagus.

B. Kontra Indikasi
Restorasi mahkota pasak tidak dapat dilakukan pada kasus close bite /
cervikal bite, akar gigi yang terlalu pendek atau tipis, kesehatan umum yang
buruk, kesehatan mulut (oral hygiene) yang buruk dan juga bad oral habit (Weine
dan Franklin, 2004). Menurut Rhamadani (2010), Kontraindikasi mahkota pasak
adalah :
1. Karies pada gigi masih belum meluas masih tergolong pit dan fissure
2. Jaringan pendukung tidak memungkinkan adanya mahkota karena adanya
periodontitis kronis
3. Tidak adanya gigi antagonis sehingga menyebabkan mukosa palatal iritasi
4. Gigi yang akan dibuatkan mahkota masih vital artinya tidak sampai perforasi.
5. Kondisi gigi pada lengkung rahang tidak crowded.

2.2.4 Jenis Pasak


A. Berdasarkan Cara Pembuatan
Pasak dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu prefabricated dan
custom made (Paramitha, 2014):
1. Pasak Prefabricated
Pasak prefabricated dapat diklasifikasikan menjadi aktif dan pasif. Pasak
aktif atau screw type secara mekanik berikatan dengan dinding saluran akar dan
memiliki retensi yang baik, namun selama penempatan dan pengunyahan akan
menimbulkan tekanan pada saluran akar. Pasak pasif atau cemented tidak
berikatan dengan dinding saluran akar dan lebih tidak retentif dibandingkan pasak
aktif, namun tekanan yang dihasilkan selama penempatan dan pengunyahan juga
lebih minimal. Pilihan bahan untuk pasak prefabricated adalah alloy, stainless
steel, titanium, gold plated brass, porselen, I fiber reinforced polymer. Pasak
metal seringkali menyebabkan terjadinya bayangan abu-abu (grey zone) pada
daerah servikal gingival dan dalam penggunaannya masih diperlukan pembuangan
daerah undercut untuk adaptasi pasak.
Keuntungan penggunaan pasak fiber adalah non galvanis, tidak rentan
korosi, dan mencegah risiko kebocoran mikro. Pasak fiber memiliki sifat fisik,
modulus elastisitas, compressive strength, dan koefisien ekspansi termal yang
hampir sama dengan dentin. Kemampuan menyerap dan menyalurkan gaya sama
dengan gigi, sehingga mencegah fraktur pada akar. Nilai estetik lebih baik
dibandingkan dengan pasak logam, tidak ada risiko korosi dan diskolorasi.
Keuntungan lain dari pasak fiber adalah dapat dikerjakan dengan sekali
kunjungan. Pasak fiber dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis dari komposit.
Beberapa tipe fiber diantaranya adalah glass, karbon, KevlarTM, VectranTM, dan
polyethylene. Pasak fiber digunakan pada konsep yang tengah berkembang saat
ini, yaitu konsep monoblok. Monoblok merupakan konsep menggunakan bahan
adhesif sebagai keseluruhan restorasi pada gigi setelah perawatan endodontik.
Sealer, bahan pengisi adhesif, sistem pasak adhesif yaitu dengan menggunakan
pasak fiber, dan inti atau restorasi dari bahan adhesif. Semen yang digunakan
merupakan resin dual cure (Paramitha, 2014).
Konsep ini dapat memberi perlindungan yang lebih pada gigi yang telah
dirawat endodontik dan dapat memperkuat akar gigi. Hal ini dikarenakan
keseluruhan bahan yang digunakan homogen secara mekanis dengan dentin pada
akar. Hasil penelitian yang dilakukan Sonya (2007), didapatkan kekuatan retensi
pasak fiber yang disemen dengan semen resin lebih besar dibandingkan dengan
pasak fiber yang disemen dengan semen glass ionomer. Baru-baru ini telah
banyak dilaporkan bahwa sistem semen resin adhesif menghasilkan retensi yang
paling baik untuk desain pasak fiber maupun metal (Paramitha, 2014).
2. Pasak Custom made
Bahan pilihan untuk pasak custom made adalah alloy dan porselen. Mahkota
pasak custom made dan inti logam emas sudah digunakan dalam beberapa dekade
sebagai restorasi setelah perawatan endodontik. Alloy logam lain juga dapat
digunakan sebagai bahan pasak, namun tingkat kekerasannya dapat menyebabkan
fraktur akar, sehingga klinisi lebih memilih pasak dan inti emas sebagai restorasi
gigi anterior. Kelemahan bahan alloy emas adalah nilai estetiknya yang rendah,
sehingga sekarang tengah berkembang penggunaan restorasi all porcelain dan
metal porselen (Paramitha, 2014).
Custom made diindikasikan untuk gigi dengan akar tunggal terutama pada
gigi dengan sisa mahkota yang minimal, karena pada kondisi yang demikian
pasak yang digunakan harus mampu menahan terjadinya rotasi pada saat
penempatan dan pengunyahan (Paramitha, 2014).

B. Berdasarkan Bentuk Pasak


Menurut Morgano (2001), macam-macam pasak yaitu:
1. Tapered, smooth-sided, disemen ke dalam saluran akar yang telah
dipreparasi dengan ukuran yang disesuaikan dengan reamer endodontik.
2. Parallel-sided disemen ke dalam saluran akar yang berbentuk silinder.
3. Tappered self-threading screw, dengan ulir yang melibatkan dinding dentin
untuk memperoleh retensi.
4. Parallel-sided threaded diinsersikan kedalam saluran akar yang dibuat
berulir (pretapped)
5. Parallel-sided, tapered apical ends, disemen ke dalam saluran akar yang
sesuai.
Gambar 1. Desain pasak buatan pabrik. A. Tapered, smooth-sided B. Paralel-
sided C. Tappered self-threading screw D. Parallel-sided threded E. Parallel-
sided, tapered apical ends

C. Berdasarkan Bahan yang Digunakan


Menurut Morgano (2001), bahan pasak dibedakan atas dua jenis, yaitu
logam dan non logam:
1) Bahan pasak jenis logam
Bahan ini seringkali menyebabkan terjadinya bayangan abu-abu (grey
zone) pada daerah servikal gingival dan dalam penggunaannya masih
diperlukan pembuangan daerah undercut untuk adaptasi pasak Bahan pasak
logam seperti logam (Morgano, 2001):
1. Alloy emas
2. Alloy titanium
3. Stainless steel
4. Nikel kromium
2) Pasak non logam
Bahan pasak yang termasuk non logam adalah logam (Morgano, 2001):
1. Keramik
2. Fiber reinforce
3. Fiber carbon
4. Fiber quartz matrix
5. Fiber glass

2.2.6 Prosedur Pembuatan Pasak


A. Tahap Preparasi :
1. Preparasi bagian mahkota:
a. Dilakukan preparasi tonggak seperti pada prinsip preparasi tonggak
mahkota jaket, hanya saja disesuaikan dengan sisa jaringan gigi yang
tertinggal.
b. Tumpatan sementara pada mahkota diambil, kemudian dipreparasi intra
korona harus diingat tidak ada undercut.
c. Cavosurface dibuat contrabevel supaya hubungan tepi antara inti dan
gigi baik (Baum, 1997).

2. Preparasi bagian saluran akar:


Pengambilan guta perca dapat dilakukan dengan cara:
a. Konvensional
Dengan instrumen putar, putaran rendah menggunakan bur
drill bentuk bulat dengan diameter lebih kecil danpada diameter
orifice (1 - 1,2 mm).
b. Dengan instrumen tangan
Yaitu dengan root canal plugger yang dipanaskan untuk
mengambil guta perca sepanjang pasak yang dikehendaki.
c. Kombinasi.
Pengambilan guta perca dengan plugger kemudian dilanjutkan
dengan gates glidden drill dan peeso reamer sepanjang pasak yang
dikehendaki (Baum, 1997).
 Retensi Mahkota Pasak :
1. Panjang pasak : retensi meningkat dengan bertambahnya panjang
pasak,retensi maksimal didapatkan dengan menyisakan 3-5 mm bahan
pengisi dibagian apikal.
2. Semakin kecil diameter pasak semakin rendah retensinya,tapi semakin
besar diameter semakin besar resiko terjadi fraktur
3. Kesejajaran (Taper/Paralel)
Taper yaitu bentuk ke arah kerucut, dibuat demikian karena kalau
berbentuk kerucut maka tekanan ke dinding proksimal menyebabkan
akar terbelah.
4. Diameter : kurang lebih 1/3 diameter akar dalam arah mesio-distal.
Bila terlalu kecil mudah lepas, patah dan berputar.

 Resistensi mahkota pasak:


Bentuk resistensi
Resistensi merupakan kemampuan pasak dan gigi untuk menahan
tekanan lateral dan rotasi.
faktor yang mempengaruhi resistensi :
• Panjang pasak
• Kekakuan dan kekerasan
• Anti rotasi
• Ferrule

 Rotational resistensi
preparasi geometri pasak mencegah terjadinya perubahan posisi
pada waktu berfungsi. Untuk mencegah perubahan posisi pasak pada
waktu berfungsi dibuat groove pada saluran akar dan dapat juga dibuat pin
tambahan pada saluran akar

B. Pembuatan model inti pasak :


1. Inlay wax dipanaskan, ditekan sehingga berbentuk kerucut, dalam
keadaan lunak dimassukkan ke dalam preparasi pasak yang telah
dibasahi dengan akuades dan dipadatkan dengan sonde yang
dipanaskan sampai memenuhi seluruh preparasi pasak.
2. Kemudian malam coba diambil untuk mengetahul apakah malam
sudah sesual dengan preparasi, juga untuk mengetahui apakah masih
ada undercut.
3. Bagian Inti dibentuk sesuai tonggak mahkota jaket, setelah itu
sprue dipasang dan kawat yang dipanasi terlebih dahulu. Arah sprue
diusahakan sejajar arah gigi. Sprue tadi diberi tanda cara
membengkokkan supaya mengetahui bagian labial dan Iingualnya.
4. Setelah model malam baik, maka model tersebut ditanam dalam
moffel dan dicor dengan logam (Baum, 1997).
 Pengepasan Inti Pasak :
a. Inti pasak coba dimasukkan ke dalam preparasi saluran akar.
Kemudian diperiksa retensinya apakah sudah baik.
b. Hubungan tepi inti dengan sisa mahkota diperiksa, apakah sudah
baik.
c. Seteah pas dilakukan pencetakkan untuk mahkotanya.
a. Pembuatan mahkota persis seperti membuat mahkota jaket
Catatan :
tidak boleh untuk menggigit dengan satu tekanan hanya pada daerah
mahkota saja karena akan terjadi gerakan mengungkit fraktur akar gigi.

C. Pembuatan mahkota sementara :


a. pilih mahkota akrilik yang sudah jadi dengan ukuran,bentuk dan warna
yang sesuai dengan gigi aslinya dan dicobakan untuk mengecek
ketepatan kontaknya di daerah gingival.
b. setelah selesai coba suatu endopost atau file terakhir untuk preparasi
guna ruang pasaknya. Ujung korona dipotong sehingga ada bagian yang
dapat masuk ke dalam mahkota buatan. Jika digunakan endopost harus
ditakik untuk membuat undercut dan terjadi ikatan mekanis dengan
akrilik.
c. sediakan adukan akrilik yang cepat mengeras, dimasukkan kedalam
mahkota buatan dan tekan ke dalam pasak dan gigi ditekan dengan
tekanan ringan.
d. pada waktu akrilik dalam proses setting, buang kelebihan akrilik selagi
lunak dengan sonde.
e. jika telah setting, lepaskan mahkota dan pasaknya secara bersama-sama,
dibentuk dan mahkota dipoles
f. coba mahkota dan pasak ke dalam gigi dan sesuaikan dengan oklusi
gigi antagonisnnya
g. pasang mahkota sementara dengan semen sementara (Baum, 1997).

D. Pemasangan Mahkota Pasak :


Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat uji coba pemasangan atau try in
mahkota pasak antara lain :
a. estetik
warna dari post crown harus sesuai dengan gigi asli yang ada dalam
rongga mulut. Bentuk dan ukuran harus disesuaikan dengan anatomi gigi
b. oklusi
tidak boleh terjadi prematur kontak yang akan mengakibatkan trauma
oklusi. Untuk mengetahuinya digunakan kertas artikulasi, adanya teraan
yang lebih tebal menunjukkan terjadinya traumatik oklusi.
c. adaptasi
Terutama keakuratan atau kerapatan pinggiran servikal antara tepi
mahkota jaket dengan bagian servikal gigi asli. Pada bagian pundak,
pinggiran mahkota tidak boleh menekan gusi (overhang), karena
kelebihan mahkota dapat menjadi tempat tertimbunnya plak yang akan
mengakibatkan peradangan gusi
d. kedudukan
Mahkota tidak boleh labioversi ataupun palatoversi, disesuaikan dengan
kedudukannya terhadap gigi lain yang ada dalam rongga mulut
e. daerah titik kontak (Baum, 1997).

E. Penyemenan post crown:


Semen yang akan digunakan harus disesuaikan dengan bahan crown. Semen-
semen yang mengandung eugenol (zinc oxide eugenol cement) tidak cocok untuk
menyemen mahkota yang terbuat dari bahan akrilik, karena akan bereaksi dengan
bahan akrilik dimana akrilik akan berubah warna menjadi lunak dan
permukaannya menjadi retak-retak (crazing). Semen jenis komposit memiliki sifat
mekanis yang lebih baik (Baum, 1997).
Semen jenis polikarboksilat memiliki sifat adhesi terhadap dentin dan glasir
lebih baik daripada semen zinc-phospat dimana semen zinc-phospat lebih mudah
larut dalam cairan mulut. Mahkota diisi penuh dengan adukan semen dan sebagian
diulaskan merata pada sekeliling preparasi post untuk mencegah terkurungnya
gelembung udara pada sudut pundak. Setelah mahkota masuk dengan seksama
pada tempatnya, operator harus mempertahankan kedudukannya sampai semen
mengeras. Kemudian sisa-sisa semen dibersihkan (Baum, 1997).

 Instruksi pada penderita :


a. Jangan makan atau mengunyah dengan crown baru selama 24 jam
setelah pemasangan. Perekat permanent yang di pakai waktu pemasangan
memerlukan waktu untuk mengeras dengan sempurna. Gunakan sisi yang lain
untuk menguyah pada waktu makan.
b. Pastikan anda bersihkan crown dan gusi di sekelilingnya dengan teliti.
Sikat dan gunakan benang gigi setiap hari.
c. Untuk pemasangan bridge, Anda perlu menggunakan benang gigi yang
tebal untuk membersihkan dibawah bridge.
d. Apabila anda merasakan iritasi pada gusi di sekitar crown, kumur
secara perlahan dengan air garam hangat.
e. Jika diperlukan, setelah prosedur pemasangan crown / bridge anda bisa
mengkonsumsi obat pereda sakit seperti advil atau tylenol
f. Gigi ada yang di rawat akan terasa sedikit sensitif karena trauma yang
telah terjadi sewaktu prosedur (Baum, 1997).

2.2.6 Keuntungan dan Kerugian Beberapa Jenis Mahkota Pasak


Kerugian Sistem Pasak Cor
Dengan sistem ini cukup sulit untuk mencapai pasak yang berdinding sejajar,
sehingga retensi akan berkurang. Sistem ini memerlukan waktu perawatan dan
prosedur laboratorium yang lebih lama dan membutuhkan lebih dari satu kali
kunjungan untuk menyelesaikan pembuatan pasak.
Keuntungan Sistem Pin Dan Pasak (Pin And Post Systems)
Tersedianya berbagai ukuran dari sistem pin ini memungkinkan sistem ini
digunakan pada gigi anterior dan posterior. Sistem ini menghasilkan retensi yang
baik akibat adanya pin - pin tambahan bersama dengan pasak berdinding sejajar
bergurat-gurat. Pasak yang menggunakan sistem ini mempunyai saluran vertical /
vent untuk mengalirkan tekanan hidrostatik yang terjadi pada saat penyemenan.
Kerugian Sistem Pin Dan Pasak
Agar sistem ini efektif, gigi harus mempunyai ketebalan struktur sisa yang cukup
untuk insersi pin tambahan. Sistem ini juga memerlukan pembuangan struktur
koronal gigi yang ada. Seperti pada setiap sistem pasak cor, terdapat kemungkinan
ketidaktepatan yang disebabkan oleh prosedur pengecoran.
Keuntungan Sistem Pasak Berulir (Threaded Post Systems)
Sistem ini mempunyai retensi yang baik, terutama pada akar pendek. Besarnya
retensi pada sistem ini berhubungan dengan elastisitas dentin dan semen.
Elastisitas dentin diperlukan pada waktu insersi pertama dari pasak dan pasak
berulir tersebut disekrupkan ke dalam akar setelah dilapisi dengan suatu lapisan
semen tipis. Sistem ini memerlukan hanya satu kali kunjungan untuk penempatan
pasak dan inti.
Kerugian Sistem Pasak Berulir
Dikarenakan akar ditekan untuk menerima pasak berulir, suatu jalinan garis-garis
tajam spiral yang terbentuk akan meningkatkan potensi fraktur akar apabila gigi
terkena stres. Sistem ini memerlukan pemilihan ukuran pasak yang hati-hati
dalam hubungannya dengan ukuran akar. Pasak harus dipasang dengan tekanan
minimal untuk mencegah fraktur gigi dan sulit digunakan pada gigi posterior.
Kelemahan lain pada sistem ini adalah tidak ada vent untuk mengalirkan tekanan
hidrostatik yang terjadi pada saat penyemenan.

Anda mungkin juga menyukai