Anda di halaman 1dari 34

KOMPILASI OSCE

INDEKS DMF-T

Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal
karies gigi permanen. Karies gigi umumnya disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk,
sehingga terjadilah akumulasi plak yang mengandung berbagai macam bakteri. DMF-T
merupakan singkatan dari Decay Missing Filled-Teeth.
Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada seseorang
atau sekelompok orang. Angka D (decay) adalah gigi yang berlubang karena karies gigi,
angka M (missing) adalah gigi yang dicabut karena karies gigi, angka F(filled) adalah gigi yang
ditambal atau di-tumpat karena karies dan dalam keadaan baik . Nilai DMF-T adalah
penjumlahan D+ F+ T. Indikator utama pengukuran DMF-T menurut WHO adalah pada anak
usia 12 tahun, yang dinyatakan dengan indeks DMF-T yaitu ≤ 3, yang berarti pada usia 12 tahun
jumlah gigi yang berlubang (D), dicabut karena karies gigi (M), dan gigi dengan tumpatan yang
baik (F), tidak lebih atau sama dengan 3 gigi per anak.
Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :
DMF-T = D + M + F
DMF-T rata-rata =
Jumlah D + M + F
Jumlah orang yg diperiksa

Kategori DMF-T menurut WHO :


 0,0 – 1,1 = sangat rendah
 1,2 – 2,6 = rendah
 2,7 – 4,4 = sedang
 4,5 – 6,5 = tinggi
 6,6 > = sangat tinggi
PERAWATAN SALURAN AKAR

PEMBAHASAN
1. Pulpitis irreversible: keradangan pulpa yang disebabkan oleh adanya iritasi dengan atau
tanpa gejala.
Tanda - tanda : - Nyeri spontan
- Karies profunda, perforasi

2. Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi, biasanya disebabkan oleh infeksi bacterial
dalam karies gigi, fraktur gigi, atau kondisi lain yang mengakibtakan pajanan pulpa
terhadap invasi bakteri.
Tanda tanda : - Nyeri spontan
- Profunda
Factor-faktor yang dapat menyebabkan pupitis adalah iritan kimiawi, factor termis, dan
perubahan hiperemik.

3. Gangren pulpa: kematian jaringan pulpa akibat invasi kuman kedalam ruang pulpa (dan
saluran akar)
Tanda - tanda : - Gigi non-Vital
- Terdapat Fistula (rongga anatomis yang berisi pus)
- Karies profunda, perforasi

PERAWATAN SALURAN AKAR


A. Gigi Permanen
1. Preparasi Akses:
 Fase yang paling penting dari aspek teknik perawatan akar.
 Merupakan kunci untuk membuka pintu bagi keberhasilan tahap pembersihan,
pembentukan dan obturasi saluran akarnya.
Tujuan:
 Membuat akses yang lurus.
 Menghemat preparasi jaringan gigi.
 Membuka atap ruang pulpa.
Teknik Akses Preparasi Cavity Entrance
Outline Form Cavity Entrance
 Proyeksi R.Pulpa ke permukaan gigi di bagian cingulum untuk gigi anterior
atau oklusal untuk gigi posterior.
 Tujuan: Untuk membuat akses yang lurus, menghemat preparasi jaringan
gigi, membuka atap R.Pulpa.
Saluran Akar Tunggal
 Preparasi dimulai dengan round bur no 2 atau 4 atau tapered fissure
diamond bur dengan arah tegak lurus pada permukaan enamel
samapimenembus jaringan dentin dan diteruskan sampai atap pulpa
terbukan dengan kedalaman 3mm.
 Setelah itu arah bur diubah menjadi sejajar sumbu gigi sampai menembus
R.Pulpa sehingga ditemukan lubang saluran akar yang terletak pada dasar
R.pulpa yang disebut orifice.
 Gunakan tapered fissure no 2 atau 4 untuk membentuk dinding cavity
entrance divergen ke arah oklusal atau insisal samapi jarum miller dapat
masuk dengan lurus, setelah terasa tembus maka orifice dicari dengan
menggunakan jarum miller.
 Menghilangkan tanduk pulpa menggunakan round diamond bur dengan
gerakan menarik keluar kavitas sehingga cavity entrance terbentuk dengan
baik dan alat preparasi dapat dimasukkan ke dalam saluran akar dengan
bebas.Masukkan jarum ektirpasi, diputar searah jarum jam dan ditarik
keluar, diulang lagi sampai jaringan pulpa dicabut.
Saluran Akar Ganda
 Pembutan cavity entrance menggunakan round bur no1 atau tapered fissure
diamond bur pada tengah fossa di bagian oklusal atau endo access.
 Setelah kedalaman preparasi mencapaidentin, preparasi dilanjutkan
menggunakan fissure diamond bur sampai ditemukan orifice ke 3 saluran
akar.
 Pada gigi berakar ganda, bila atap pulpa belum terbuka maka cari orifice
yang paling besar terlebih dahulu, kemudian atap pulpa diangkat dengan bur
sesuai letak orifice.
 Menghilangkan tanduk pulpa menggunakan round diamond bur dengan
gerakan menarik keluar kavitas, sehingga cavity entrance terbentuk dengan
baik dan alat preparasi dapat dimasukkan ke dalam saluran akar dengan
bebas.
2. Teknik selanjutnya baca di lampiran asistensi

TEKNIK PERAWATAN SALURAN AKAR

Teknik Konvensional:
1. Teknik konvensional yaitu teknik preparasi saluran akar yang dilakukan pada gigi dengan
saluran akar lurus dan akar telah tumbuh sempurna.
2. Preparasi diawali dengan menggunakan reamer nomer 15 dengan putaran ¼- ½ putaran
searah jarum jam
3. Gunakan K-file nomer file terkecil yang pas masuk saluran akar dengan gerakan pull
stroke
4. Preparasi harus dilakukan secara berurutan dari nomor yang terkecil hingga lebih besar
dengan panjang kerja tetap sama untuk mencegah terjadinya step atau ledge atau
terdorongnya jaringan nekrotik ke apical.
5. Selama preparasi setiap penggantian nomor jarum preparasi ke nomor yang lebih besar
harus dilakukan irigasi pada saluran akar. Hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa
jaringan nekrotik maupun serbuk dentin yang terasahirigasi 2 cc NaOCl 5% atau 2,5%
dan 2 cc H2O2 3% diakhiri dengan NaOCl
6. Bila terjadi penyumbatan pada saluran akar maka preparasi diulang dengan menggunakan
jarum preparasi yang lebih kecil dan dilakukan irigasi lain. Bila masih ada penyumbatan
maka saluran akar dapat diberi larutan untuk mengatasi penyumbatan yaitu larutan largal,
EDTA, atau glyde (pilih salah satu).
7. Preparasi saluran akar dianggap selelsai bila bagian dari dentin yang ter infeksi telah
terambil dan saluran akar cukup lebar untuk tahap pengisian saluran akar.

Teknik Step Back (liat lampiran asistensi)


1. Yaitu teknik preparasi saluran akar yang dilakukan pada saluran akar yang bengkok dan
sempit pada 1/3 apikal.
2. Tidak dapat digunakan jarum reamer karena saluran akar bengkok sehingga preparasi
saluran akar harus dengan pull and push motion, dan tidak dapat dengan gerakan
berputar.
3. Dapat menggunakan file tipe K-Flex atau NiTi file yang lebih fleksibel atau lentur.
4. Preparasi saluran akar dengan jarum dimulai dari nomor terkecil:
No. 15 s/d 25 = sesuai panjang kerja
File No. 25 : Master Apical File (MAF)
No. 30 = panjang kerja – 1 mm MAF
No. 35 = panjang kerja – 2 mm MAF
No. 40 = panjang kerja – 3 mm MAF
No. 45 = panjang kerja sama dengan no. 40 dst
5. Setiap pergantian jarum file perlu dilakukan pengontrolan panjang kerja dengan file no.
25, untuk mencegah terjadinya penyumbatan saluran akar karena serbuk dentin yang
terasah.
6. Preparasi selesai bila bagian dentin yang terinfeksi telah terambil dan saluran akar cukup
lebar untuk dilakukan pengisian.

Teknik Balance Force


1. Menggunakan alat preparasi file tipe R- Flex atau NiTi Flex
2. Menggunakan file no. 10 dengan gerakan steam wending, yaitu file diputar searah jarum
jam diikuti gerakan setengah putaran berlawanan jarum jam.
3. Preparasi sampai dengan no. 35 sesuai panjang kerja.
4. Pada 2/3 koronal dilakukan preparasi dengan Gates Glidden Drill (GGD)
- GGD #2 = sepanjang 3 mm dari foramen apical
- GGD #3 = sepanjang GGD #2 – 2 mm
- GGD #4 = sepanjang GGD #3 – 2 mm
- GGD #5 = sepanjang GGD #4 – 2 mm
- GGD #6 = sepanjang GGD #5 – 2 mm
5. Preparasi dilanjutkan dengan file no. 40 s/d no.45
6. Dilakukan irigasi
7. Keuntungan balance force :
 Hasil preparasi dapat mempertahankan bentuk semula
 Mencegah terjadinya ledge dan perforasi
 Mencegah pecahnya dinding saluran akar
 Mencegah terdorongnya kotoran keluar apeks
Teknik Crown Down Presureless
1. Teknik disebut juga dengan teknik step down, merupakan modifikasi dari teknik step
back.
2. Menghasilkan hasil yang serupa yakni seperti corong yang lebar dengan apeks yang kecil
(tirus). Alat gates gilden drill
3. Bermanfaat pada saluran akar yang kecil dan bengkok di molar RA dan RB.
4. Saluran akar sedapat mungkin dibersihkan dengan baik sebelum instrument ditempatkan
di daerah apeks sehingga kemungkinan terjadinya ekstruksi dentin ke jaringan periapeks
dapat dikurangi.
5. Menggunakan instrument nikel-titanium, baik yang genggam maupun digerakkan mesin.

Urutan teknik crwon down : preparasi akses-ektirpasi-preparasi badan saluran akar (coronal
flaring)-pengukuran panjang kerja – preparasi saluran akar- dressing

IRIGASI SALURAN AKAR


1. H2O2 3%
2. Aquadest steril
3. NaOCl

Alat irigasi yang digunakan :


- Spuit 2,5 cc dengan jarum yg dibengkokan dan ujungnya ditumpulkan
- Alat irigasi yang dipakai harus diberi tanda untuk membedakan isi cairan irigasi yang
dipakai
- Alat irigasi disimpan dalam botol tertutup berisi alkohol 70% agar tetap terjaga
sterilisasinya

Cara irigasi :
1. Jarum irigasi dimasukkan kedalam saluran akar. Jarum irigasi yang masuk kedalam
saluran akar tidak boleh terlalu besar sehingga membuntu saluran akar yang akan
mengakibatan cairan irigasi yang disemprotkan tidak mengalir keluar.
2. Bahan irigasi disemprotkan secara perlahan-lahan ke dalam saluran akar
3. Bahan irigasi digunakan secara bergantian. Bahan irigasi yang terakhir disemprotkan ke
dalam saluran akar harus aquadest steril.
4. Menghisap cairan irigasi yang keluar dengan cotton roll atau saliva ejector atau section.
Tidak boleh terkontaminasi dengan saliva.
5. Setelah irigasi, saluran akar dikeringkan dengan menggunakan paper point. Tidak boleh
pakai hembusan udara

Bahan dan Obat-obatan Sterilisasi


Obat-obatan Sterilisasi Perawatan Saluran Akar
 ChKM ( Chlorophenol Kamfer Menthol ) sebagai desinfektan , antibakteri dengan
spectrum luas.
 Cresophene
 Cresatin
 Formokresol
 TKF ( Tri Kresol Formalin )
 Eugenol ( sebagai sedative . digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang dikombinasikan
pada saat dilakukan devitalisasi .

Perbenihan
Prosedur perbenihan
1. Pasien dikontrol lebih dulu:
2. Siapkan papper point (minta di perawat) acotton pellet. Masukkan papper point dan
cotton pellet ke dalam Glassbead sterilisator dan ditutup, nyalakan, biarkan sampai lampu
pada glassbead sterilisator menjadi hijau (Ready). Papper point dan cotton pellet siap
digunakan. Buka alat glassbead sterilisator.
3. Hasil Perbenihan negatif, saluran akar dapat diisi dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut:
4. Tidak ada keluhan pasien
5. Tidak ada gejala klinik
6. Tidak ada eksudat dalam saluran akar (cek dari papper point yang terdapat dalam saluran
akar caranya ulaskan papper point pada glass lab. Bila tidak berbekas, berarti bisa
dilakukan pengisian), papper point diulaskan di glass lab.
7. Tumpatan sementara masih baik
8. Hasil pembenihan positif, maka dilakukan sterilisasi ulang sampai hasil pembenihan
negatif.

Bahan Pengisian Saluran Akar


Gigi Sulung
• Zinc oxide eugenol paste
• Iodoform paste
• Calcium hydroxide

Gigi Permanen
1. Siller berbasis OSE
• Keuntungan : Riwayat keberhasilan berlangsung lama; kualitas positif
mengalahkan aspek negatifnya (mewarnai gigi, waktu pengerasan sangat lambat,
tidak adhesive, larut).
2. Formula Grossman
• Bubuk :
- ZnO (badan semen) 42 bagian
- Resin stabelit (konsistensi dan waktu pengerasan) 27 bagian
- Bismuth subkarbonat 15 bagian
- BaSO4 (keradiopakkan) 15 bagian
- Na-barat 1 bagian

• Cairan : Eugenol
 Masalah yang ada pada formula ini adalah waktu pengerasan sangat lambat, > 2
bulan.
 Plastik
 Epoksi tersedia dalam formula bubuk cairan (AH26).
 Sifat yang dimiliki : antimikroba, adhesi, waktu kerja yang lama, mudah
mengaduknya, dan kerapatan yang sangat baik.
 Kekurangannya : mewarnai gigi, relative tidak larut dalam pelarut, agak sedikit
toksik jika belum mengeras dan agak larut pada cairan mulut.
3. Hidroksida kalsium (CaOH)2
• Siller Ca(OH)2 yang telah diperkenalkan adalah siller yang Ca(OH)2 nya
diinkoporasikan ke dalam basis OSE atau basis plastiknya.
4. Ionomer Kaca
• Material ini memiliki keuntungan bisa beradhesi ke dentin sehingga diharapkan
bisa mencapai kerapatan yang baik di apeks dan korona dan biokompatibel. Tapi,
kekerasan dan ketidaklarutannya menyukarkan perawatan ulang jika diperlukan
dan menyukarkan pembuatan pasak.

SYARAT – SYARAT BAHAN PENGISI SALURAN AKAR


1. Bahan harus dapat dengan mudah dimasukkan ke saluran akar.
2. Harus menutup saluran kea rah lateral dan apical.
3. Harus tidak mengerut setelah dimasukkan.
4. Harus kedap terhadap cairan.
5. Harus bakterisidal atau paling tidak harus menghalangi pertumbuhan bakteri.
6. Harus radiopak.
7. Tidak menodai struktur gigi.
8. Tidak mengiritasi jaringan periapikal atau mempengaruhi struktur gigi.
9. Harus steril atau dapat segera disterilkan dengan cepat sebelum dimasukkan.
10. Bila perlu dapat dikeluarkan dengan mudah dari saluran akar.

PENYEBAB UTAMA KEGAGALAN


1. Hilangnya kerapatan apeks (Apical Seal)
 Sisa iritan di dalam saluran akar
 Perkolasi
2. Hilangnya kerapatan korona (Coronal Seal)
 Iritan dari rongga mulut
 Restorasi
3. Hilangnya kerapatan lateral
4. Panjang obturasi
 Obturasi berlebih
 Restorasi
 Obturasi terlalu pendek
5. Saluran akar lateral
6. Fraktur akar vertical
7. Pembersihan yang tidak memadai
8. Adanya penyakit pulpa
9. Saluran akar yang tidak diobati

Tehnik Pengisian Saluran Akar

A. Teknik single cone (gigi sulung)


Teknik pengisian saluran akar untuk teknik preparasi secara konvension
Tahapan :
 Pencampuran pasta saluran akar petunjuk pabrik
 Pasta diulaskan pada jarum lentulo dan guttap point untuk kemudian dimasukan
kedalam saluran akar yang telah dipreparasi jarum lentulo sesuai panjang kerja
dan diputar berlawanan jarum jam.
 Guttap point ( trial foto disterilkan dengan alcohol 70% dan dikeringkan
 Kering ( diulas dengan pasta ) masuk ke dalam saluran akar.
 Guttap point di potong 1-2mm dibawah orifice dengan ekskavator yang ujungnya
telah di panaskan dengan Bunsen burner hingga membara.
B. Teknik Kondensasi Lateral
Dengan teknik preparasi saluran akar secara step back
Sering digunakan hampir semua keadaan kecuali pada saluran akar yang sangat bengkok
/ abnormal
Tahapan :
 Pencampuran pasta
 Guttap point ( trial foto disterilkan 70% alcohol dan dikeringkan
 Guttap point nomor 25 (MAF) diulasi dengan pasta ke saluran akar sesuai dengan
tanda yang telah dibuat dan ditekan kea rah lateral menggunakan spreader.
 Ke dalam saluran akar diberi guttap tambahan, setiap memasukan guttap di tekan
ke arah lateral sampai saluran akar penuh dan spreader tidak dapat masuk dalam
saluran akar
 Guttap point dipotong 1-2mm dibawah orifice dengan eskavator yang telah
dipanasi
C. Teknik Kondensasi Vertical (Gutta perca panas)
• Untuk pengisian saluran akar dengan teknik step back.
• Menggunakan pluger yang dipanaskan, dilakukan penekanan pada guttap perca yang
telah dilunakan dengan panas kearah vertical dan dengan demikian menyebabkan guttap
perca mengalir dan mengisi seluruh lumen saluran akar
• Tahapan :
 Suatu kerucut guttap perca utama sesuai dengan instrument terakhir yang
digunakan dipaskah pada saluran dengan cara step back
 Dinding saluran dilapisi dengan lapis tipis semen
 Kerucut disemen
 Ujung koronal kerucut dipotong dengan instrument panas
 Pembawa panas segera didorong ke dalam 1/3 koronal guttap perca. Sebagian
terbakar oleh plugel bila diambil dari saluran akar.
 Condenser vertical dengan ukuran yang sesuai dimasukan dan tekanan vertical
dikenakan pada guttap perca yang telah dipanasi untuk mendorong guttap perca
yang menjadi plastis ke arah apikal
 Apikalis panas berganti oleh pembawa panas dan condenser diulangi sampai
guttap perca plastis menutup saluran aksesori besar dan mengisi luman saluran
dalam 3 dimensi – foramen apikal. Bagian sisa saluran diisi dengan potongan
tambahan guttap perca panas.
D. Metode seksional (teknik plugger)
• Dapat digunakan untuk mengisi saluran kea rah apikal dan lateral
• Teknik menggunakan suatu bagian kerucut guttap perca untuk mengisi suatu bagian 1/3
saluran akar / ujung apical
• Tahapan :
 Dinding saluran akar dilapisi semen
 Pluger saluran dimasukan sampai 3-4mm dari apeks dipanaskan dalam sterilitator
garam panas (1011)
 Kerucut guttap perca dipotong beberapa bagian sesuai dengan ukuran saluran
yang telah dipreparasi dengan panjang 3-4mm
 Potong apikal ditempelkan pada pluger yang telah dipanasi, dimasukan ke dalam
saluran pada kedalaman yang sebelumnya telah diukur dan ditekan kea rah
vertical
 Pluger dilepas dengan hati-hati untuk mencegah ke luarnya bagian guttap perca
yang dimasukan
 Dibuat radiograf untuk memeriksa posisi dan kesesuaian bagian yang
dikondensasi
 Bagian berikutnya dimasukan kedalam eukaliptol, dipanaskan tinggi diatas nyala
api dan ditambahkan pada bagian sebelumnya dengan tekanan vertical untuk
memampatkan pengisi
E. Metode kompaksi ~> Mnggunakan panas untuk mengurangi viskositas guttap perca dan
menaikan plastisitasnya
Digunakan untuk pengisi saluran yang lurus
Menggunakan metode step back
F. Metode Inverted cone ~>digunakan terbatas pada gigi dengan saluran kecil, berkelok-
kelok, yang tidak dapat diisi dengan kerucut guttap perca secara lepas
G. Metode Role Gutta perca ~> untuk mengisi saluran kecil bahan tersebut yang bengkok
AMELOBLASTOMA

DEFINISI

Definisi ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman)
adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau bagian luar, pada gigi selama
pengembangan) jauh lebih sering muncul di rahang bawah dari rahang atas. Ini diakui pada tahun
1827 oleh Cusack. Jenis neoplasma odontogenik ditunjuk sebagai adamantinoma pada 1885.
Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke bagian lain dari
tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat menyebabkan kelainan yang parah
dari wajah dan rahang. Selain itu, karena pertumbuhan sel yang abnormal mudah infiltrat dan
menghancurkan jaringan sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan untuk mengobati gangguan
ini

Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel embrional dan terbentuk
dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini biasanya tumbuh dengan lambat,
secara histologis jinak tetapi secara klinis merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering
pada badan atau ramus mandibula dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak
berkapsul.(1,3,4,5)

ETIOLOGI
1. Sisa sel – sel dari organ enamel, baik itu sisa lamina dental, sisa-sisa epitel Mallasez atau
sisa-sisa pembungkus Hertwig yang terkandung dalam ligamen periondontal gigi yang
akan erupsi.
2. Epitelium darikista odontogenik terutam kista dentigerous
3. Gangguan perkembangan organ enamel
4. Sel-sel basal dari epitelium permukaan rahang
5. Epitelium Heterotropik pada bagian-bagian lain dari tubuh, khususnya kelenjar pituitary.
Stankey dan Diehl (1965) yang mengulas 641 kasus ameloblastoma, menemukan
bahwa108 kasus dari tumor-tumor inidihubungkan dengan gigi impaksi dan suatu kista
folikular ( dentigerous).

GAMBARAN KLINIS

Ameloblastoma merupakan tumor yang jinak tetapi merupakan lesi invasif secara lokal,
dimana pertumbuhannya lambat dan dapat dijumpai setelah beberapa tahun sebelum gejala-
gejalanya berkembang. Ameloblastoma dapat terjadi pada usia dimana paling umum terjadi pada
orang-orang yang berusia diantara 20 sampai 50 tahundan hampir dua pertiga pasien berusia
lebih muda dari 40 tahun. Hampir sebagian besar kasus-kasus yang dilaporkan menunjukkan
bahwa ameloblastoma jauh lebih sering dijumpai pada mandibula dibanding pada maksila. Kira-
kira 80% terjadi dimandibula dan kira-kira 75% terlihat di regio molar dan ramus,
Ameloblastoma maksila juga paling umum dijumpai pada regio molar.(3,4,6,7,8,9)
Pada tahap yang sangat awal , riwayat pasien asimtomatis (tanpa gejala). Ameloblastoma
tumbuh secara perlahan selam bertahun-tahun, dan tidak ditemui sampai dilakukan pemeriksaan
radiografi oral secara rutin. Pada tahap awal , tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna
normal. Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat memiliki gambaran berlobul pada radiografi.
Dengan pembesarannya, maka tumor tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan
memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya
pembengkakan yang progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami
perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik.
Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan mengalami ulserasi
akibat penguyahan.
Pada tahap lebih lanjut,kemungkinan ada rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi
tetangga dapat goyang bahkan tanggal.Pembengkakan wajah dan asimetris wajah adalah
penemuan ekstra oral yang penting. Sisi asimetris tergantung pada tulang utama atau tulang-
tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan
saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Terkadang pasien membiarkan ameloblastoma
bertahan selama beberapa tahun tanpa perawatan dan pada kasus-kasus tersebut ekspansi dapat
menimbulkan ulkus namun tipe ulseratif dari pertumbuhan karsinoma yang tidak terjadi. Pada
tahap lanjut, ukurannya bertambah besar dapat menyebabkan gangguan penguyahan dan
penelanan.Perlu menjadi perhatian, bahwa trauma seringkali dihubungkan dengan perkembangan
ameloblastoma. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tumor ini sering kali diawali oleh
pencabutan gigi, kistektomi atau beberapa peristiwa traumatik lainnya. Seperti kasus-kasus
tumor lainnya pencabutan gigi sering mempengaruhi tumor (tumor yang menyebabkan hilangnya
gigi) selain dari penyebabnya sendiri.
Tumor ini pada saat pertama kali adalah padat tetapi kemudian menjadi kista pada
pengeluaran sel-sel stelatenya. Ameloblastoma merupakan tumor jinak tetapi karena sifat
invasinya dan sering kambuh maka tumor ini menjadi tumor yang lebih serius dan ditakutkan
akan potensial komplikasinya jika tidak disingkirkan secara lengkap. Tetapi sudah dinyatakan
bahwa sangat sedikit kasus metastasenya yang telah dilaporkan.(3,6)

GAMBARAN HISTOPATOLOGIS

Beberapa diantaranya memperlihatkan tipe histologis tunggal, yang lainnya dapat


menunjukkan beberapa pola histologis didalam lesi yang sama. Yang umum untuk semua tipe ini
adalah polarisasi sel-sel sekitar dibentuk seperti sarang yang berproliferasi kedalam pola yang
serupa dengan ameloblas dari organ enamel. Secara kasar, ameloblas terdiri dari jaringan kaku
yang berwarna keabu-abuan yang memperlihatkan daerah kistik yang mengandung cairan kuning
yang bening.
Amelobalstoma secar dekat menyerupai organ enamel, walaupun kasus-kasus yang
berbeda dapat dibedakan dari kemiripan mereka untuk tahap-tahap odontogenesisyang berbeda.
Karena pola-pola histologis ameloblastoma sangat bervariasi, maka sejumlah tipe yang berbeda
secara umum dijelaskan :
1. Folikular
Ameloblastoma folikular terdiri dari pulau-pulau epitel dengan dua komponen berbeda.
Bagian sentral dari pulau epitel mengandung suatu jalinan sel-sel yang rumit dan longgar
yang menyerupai stelate retikulum dari organ enamel. Disekeliling sel-sel ini adalah lapisan
sel-sel kolumnar tinggi dan tunggal dengan nukleusnya berpolarisai jauh dari membran
dasar. Degenerasi kistik umumnya terjadi dibagian sentral pulau-pulau epitel, meninggalkan
ruang yang jelas dan dibatasi oleh sel-sel stelate padat. Kelompok sel-sel epitel dipisahkan
oleh sejumlah steoma jaringan fibrosa

2. Pleksiform
Pada ameloblastoma pleksiform, sel-sel tumor yang menyerupai ameloblas tersusun dalam
massa yang tidak teratur atau lebih sering sebagai suatu jaringan dari untaian sel-sel yang
berhubungan. Masing-masing massa atau untaian ini dibatasi oleh lapisan sel-sel kolumnar
dan diantara lapisan ini kemungkinan dijumpai sel-sel yang menyerupai stalate retikulum.
Namun demikian, jaringan yang menyerupai stalate retikulum terlihat kurang menonjolpada
tipe ameloblastoma pleksiform dibanding pada ameloblastoma tipe folikuler dan ketika
dijumpai secara keseluruhan tersusun pada bagian perifer daerah degenerasi kistik.(7,8,9)

3. Akantomatosa
Dalam ameloblastoma akantomatosa, sel-sel yang menempati posisi stalate retikulum
mengalami metaplasia squamous, terkadang dengan pembentukan keratinpada bagian sentral
dari pualu-pulau tumor. Terkadang, epitel pearls atau keratin pearls dapat dijumpai.(9,11)

4 Granular
Pada ameloblastoma sel granular, ada ciri-ciri transformasi sitoplasma, biasanya sel-sel yang
menyerupai stelate retikulum sehingga mengalami bentuk eosinofil, granular yang sangat
kasar. Sel-sel ini sering meluas hingga melibatkan sel-sel kolumnar atau kuboidal periperal.
Penelitian ultrastruktural, seperti yang dilakukan Tandler dan Rossi, menunjukkan bahwa
granul-granul sitoplasmik ini menunjukkan lisosomal dengan komponen-komponen sel yang
tidak dapat dikenali. Hartman telah melaporkan serangkaian kasus ameloblastoma sel
granular dan memperkirakan bahwa tipe sel granular ini terlihat menjadi lesi yang agresif
dan cenderung untuk kambuh kecuali dilakukan bedah yang sesuai pada operasi pertama.

Walaupun pola histologis yang berbeda telah memunculkan berbagai nama-nama untuk
menjelaskan lesi tersebut, namun gambaran klinisnya adalah sama. Ameloblastoma terkadang
perkembangnnya ditemukan didalam dinding kista odontogenik. Tergantung pada tahap
perkembangan tumor, berbagai istilah digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan
seperti intarluminal, mural dan amelobalstoma invasif.

Istilah amelobastoma intraluminal digunakan ketika ameloblastoma berkembang


kedalam lumen dan tidak menganggu dinding kista.
Istilah ameloblastoma mural digunakan ketika amelobalstoma dijumpai didinding kista
dan masih dibatasi oleh dinding-dinding kista. Pada dua situasi tumor ini secara komplit dibatasi
didalam kista, suatu pendekatan bedah yang lebih konversatif sering dilakukan.

Istilah ameloblastoma invasif digunakan ketika tumor tersebut telah meluas keluar
dinding kista dan kedalam tulang yang berbatasan atau kedalam jaringan lunak atau ketika tumor
berkembang dari epitel lain selain dari epitel kista. Suatu prosedur bedah yang lebih radikal
sering disarankan untuk keadaan ini.

GAMBARAN RADIOGRAFI
Pada radiografi ameloblastoma secara klasik digambarkan sebagai suatu lesi yang menyerupai
kistamultilokular pada rahang. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen
yang berbatas jelas yang member lesi suatu bentuk seperti sarang lebah atau gelembung sabun.
Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas yang menunjukkan suatu ruang tunggal. Suatu
ameloblastoma menghasilkan lebih luas resobsiakar gigi yang berkontak dengan lesi.

Ada dua tipe ameloblastoma yang menunjukkan gambaran yang khas secara rontgenografi yaitu:
1. Ameloblastoma monokistik
Terlihat sebagai suatu rongga kista tunggal yang menyerupai kista radikular atau folikular yang
garis luarnya tidak halus, bulat tetapi irregular dan berlobul serta bagian perifernya seringkali
bergerigi. Tipe ini jarang dijumpai.
2. Ameloblastoma multikistik
Tipe ini menghasilakn suatu gambaran yang khas secara rontgenografi. Ada pembentukan kista
multipel yang biasanya berbentuk silinder dan terpisah satu sama lain oleh trabekula tulang.
Kista yang bulat ini bervariasi ukuran serta jumlahnya.

Walaupun berbagai jenis gambaran radiografidari ameloblastoma memungkinkan, namun


kebanyakan memiliki gambaran yang khas dimana sejumlah loculation dijumpai. Jika
ameloblastoma menempati suatu rongga tunggal atau monokistik, maka diagnosa radiografi
menjadi bertambah sulit karena kemiripannya terhadap kista dentigerous danterhadap kista
residual berbatas epitel pada rahang. Pada suatu kista yang berbatas epitel, maka jaringan
tersebut lebih radiopak dibanding cairan tersebut, tetapi pada banyak hal perbedaan tersebut
begitu ringan yang menjadi tidak bernilai diagnostik.

Ameloblastoma secara radiografi menyerupai kista dentigerous telah dilaporkan oleh


Chan(1933), Bailey(1951) dan yang lainnya. Suatu rongga kista pada mandibula dimana
mahkota molar kedua yang tidak erupsi. Bentuk bulat rongga tersebut, batas yang teratur dan
posisinya yang berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi diduga sebagai suatu kista
dentigerous, tetapi pada pemeriksaan mikroskopis, kandungan rongga tersebut terbukti sebagai
ameloblastoma.
Suatu ameloblastoma yang secara radiografi menyerupai kista residual berbatas epitel.
Bentuknya bulat dan memiliki batas yang jelas dan teratur. Suatu kerusakan kecil pada tulang
didekat daerah puncak alveolus memberikan suatu gambaran radiolusen yang dapat
diinterpretasikan dengan baik sebagai kerusakan setelah operasi. Chan (1933) menyebutkan
kemungkinan bahwa suatu ameloblastoma dapat terbentuk dari folikel-folikel yang tidak
sepenuhnya disingkirkan pada saat penyingkiran gigi yang tidak erupsi danmungkin
ameloblastoma pada keadaan ini dibentuk dari sumber tersebut. Dengan meningkatnya ukuran
lesi, maka korteks dilibatkan, dirusak dan jaringan lunak diinvasi. Dalam hal ini, ameloblastoma
berbeda dari lesi fibrous dan fibroosseus yang mengekspansi tetapi cenderung mempertahankan
korteks.

Walaupun pemeriksaan rontgen bernilai penting untuk menentukan perluasan keterlibatannya,


namun ini tidak selalu bernilai diagnostic yang pasti. Lesi-lesi yang kecil sulit untuk
diinterpretasikan, dan pada beberapa kasus harus bergantung pada pemeriksaan patologis yang
seharusnya dibuat pada semua kasus yang dicurigai.

DIAGNOSA
1. Pemeriksaan klinis

 Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor tumbuh secara perlahan
selama bertahun-tahun dan ditemukan pada rontgen foto. Pada tahap berikutnya, tulang
menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak pada
penekanan. Degan pembesarannya, maka tumior tersebut dapat mengekspansi tulang
kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak.
Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan, biasanya pada bagian bukal mandibula dan
dapat mengalami perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada
kista odontogenik. Sisi yang paling sering dikenai adalah sudut mandibula dengan
pertumbuhan yang meluas karamus dan kedalam badan mandibula. Secara ekstra oral
dapat terlihat adanya pembengkakan wajah dan asimetri wajah. Sisi asimetri
tergantungpada tulang-tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa
sakit kecuali ada penekanan pada saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Ukuran
tumor yang bertambah besar dapat menyebabkan gangguan pengunyahan dan penelanan.

2 Pemeriksaan radiologis
 Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas tegas. Tumor ini
juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang berlekuk, suatu gambaran multilokular dan
resobsi akar gigi yang berkontak dengan lesi tanpa pergeseran gigi yang parah dibanding
pada kista. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen yang berbatas
jelas dan member lesi suatu bentuk seperti sarang lebah atau gelembung sabun.
Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas yang menunjukkan suatu ruang tunggal.

3 Pemeriksaan patologi anatomi
 Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya ada suatu cairan mucoid
berwarna kopi atau kekuning-kuningan. Kolesterin jarang dijumpai. Secara makroskopis
ada dua tipe yaitu tipe solid (padat) dan tipe kistik. Tipe yang padat terdiri dari massa
lunak jaringan yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan. Tipe
kistik memiliki lapisan yang lebih tebal seperti jaringan ikat dibanding kista sederhana.
Daerah-daerah kistik biasanya dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous tetapi terkadang
septum tulang juga dapat dijumpai. Mikroskopis terdiri atas jaringan tumor dengan sel-sel
epitel tersusun seperti pagar mengelilingi jaringan stroma yang mengandung sel-sel
stelate retikulum, sebagian menunjukkan degenerasi kistik.
 Diagnosa
Dari pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomi dapat didiagnosa bahwa tumor
tersebut ameloblastoma. Biasanya tidak sulit untuk mendiagnosa pertumbuhan tumor ini
dengan bantuan rontgenogram dan dari data klinis, kelenjar limfe tidak terlibat.

PENATALAKSANAAN
1. Enukleasi

 Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya dari jaringan normal


yang ada disekelilingnya.Lesi unikistik, khususnya yang lebih kecil hanya memerlukan
enukleasi dan seharusnya tidak dirawat secara berlebihan.

2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma seharusnya dieksisi daripada enukleasi.eksisi dalam suatu blok
tulang didalam kontunuitas rahang dianjurkan jika ameloblastoma tersebut kecil.Apabila
perlu dikorbankan mandibula yang cukup besar yang terlibat ameloblastoma dan bila tidak
menimbulkan perforasi mukosa oral, maka suatu eksisi blok kemungkinan dengan cangkok
tulang segera.

3. Osteotomi Periperal
Osteotomi peripheral merupakan suatu prosedur yang mengeksisi tumor yang komplit tetapi
pada waktu yang sama suatu jarak tulang dipertahankan untuk memelihara kontuinuitas
rahang sehingga kelainan bentuk, kecacatan dan kebutuhan untuk pembedahan kosmetik
sekundser dan resorasi prostetik dapat dihindari. Prosedur tersebut didasari pada observasi
yang mana batas inferior kortikal dari badan horizontal, batas posterior dari ramus asenden
dan kondilus tidak secara keseluruhan di invasi oleh proses tumor. Daerah ini tahan dan kuat
karena terdiri dari tulang kortikal yang padat. Regenerasi tulang akan dimulai dari daerah
tersebut meskipun hanya suatu rim tipis dan tulang yang tersisa
4. Reseksi Tumor
Reseksi tumor sendiri dari reseksi total dan reseksi segmental termasuk bemimaksilektomi
dan bemimandibulektomi.Apabila ameloblastoma ditemukan pada pemeriksaan, serta dapat
dijumpai adanya perubahan kembali serta aktifitas lesi yang baru setelah operasi maka pada
kasus tersebut harus direseksi.

5. Kauterisasi
Kauterisasi merupakan pengeringan atau elektrokoagulasi lesi, termasuk sejumlah jaringan
normal disekelilingnya.Kauterisasi tidak umum digunakan sebagai bentuk terapi primer,
namun meru[pakan terapi yang lebih efektif dibandind kuretase.

MACAM-MACAM TEKNIK MENYIKAT GIGI

1. Teknik Horizontal

Menyikat gigi dengan teknik horizontal merupakan gerakan menyikat gigi ke depan ke
belakang dari permukaan bukal dan lingual (Ginanjar, 2006). Letak bulu sikat tegak lurus pada
permukaan labial, bukal, palatinal, lingual, dan oklusal dikenal sebagai scrub brush. Caranya
mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi permukaan kunyah (Ginanjar, 2006). Abrasi
yang disebabkan oleh penyikatan gigi dengan arah horizontal dan dengan penekanan berlebih
adalah bentuk yang paling sering ditemukan .

Gambar 1. Menyikat dengan teknik horizontal

2. Teknik vertical

Menyikat gigi dengan metode teknik vertical merupakan cara yang mudah dilakukan,
sehingga orang-orang yang belum diberi pendidikan bisa menyikat gigi dengan teknik ini (Nio,
B.K., 1987). Arah gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas dan
bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke bukal/labial, sedangkan
untuk permukaan gigi yang menghadap lingual/palatal, gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah
dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan yaitu bila menyikat gigi tidak benar
dapat menimbulkan resesi gusi sehingga akar gigi terlihat (Ginanjar, 2006).
3. Teknik Roll

Menyikat gigi dengan teknik roll merupakan gerakan sederhana, paling dianjurkan,
efisien, dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh
dari permukaan oklusal. Ujung bulu sikat mengarah ke apex. Gerakan perlahan-lahan melalui
permukaan gigi sehingga permukaan bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.
Waktu bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap permukaan email.
Ulangi gerakan ini sampai ±12 kali sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini dapat
menghasilkan pemijatan gusi dan membersihkan sisa makanan di daerah interproksimal
(Ginanjar, 2006). Menyikat gigi dengan roll teknik untuk membersihkan kuman yang menempel
pada gigi. Teknik roll adalah menggerakan sikat seperti berputar (Rubianto, 2006).

4. Teknik Charter‘s

Teknik menyikat gigi ini dilakukan dengan meletakkan bulu sikat menekan pada gigi dengan
arah bulu sikat menghadap permukaan kunyah/oklusal gigi. Arahkan 45º pada daerah leher gigi.
Tekan pada daerah leher gigi dan sela-sela gigi kemudian getarkan minimal 10 kali pada tiap-tiap
area dalam mulut. Gerak berputar dilakukan terlebih dulu untuk membersihkan daerah mahkota
gigi. Metode ini baik untuk membersihkan plak di daerah sela-sela gigi, pada pasien yang
memakaiorthodontic cekat/kawat gigi dan pada pasien dengan gigi tiruan yang permanen (Donna
Pratiwi, 2009)

5. Teknik Bass

Teknik penyikatan ini ditujukan untuk membersihkan daerah leher gingival dan untuk ini,
ujung sikat dipegang sedemikian rupa sehingga bulu sikat terletak 45º terhadap sumbu gigi
geligi. Ujung bulu sikat mengarah ke leher gingival. Sikat kemudian ditekan kearah gingiva dan
digerakkan dengan gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah
leher gingival dan juga terdorong masuk diantara gigi geligi. Teknik ini dapat menimbulkan rasa
sakit bila jaringan terinflamasi dan sensitive. Bila gingival dalam keadaan sehat, teknik bass
merupakan metode penyikatan yang baik, terbukti teknik ini merupakan metode yang paling
efektif untuk membersihkan plak (Depkes, 1991).

6. Teknik Stillman

Teknik ini mengaplikasikan dengan menekan bulu sikat dari arah gusi ke gigi secara
berulang-ulang. Setelah sampai di permukaan kunyah, bulu sikat digerakkan memutar. Bulu sikat
diletakkan pada area batas gusi dan gigi sambil membentuk sudut 45º dengan sumbu tegak gigi
seperti pada metode bass (Donna Pratiwi, 2009).

7. Teknik Fone’s / Teknik Sirkuler


Metode gerakkan sikat secara horizontal sementara gigi ditahan pada posisi menggigit
atau oklusi. Gerakan dilakukan memutar dan mengenai seluruh permukaan gigi atas dan bawah
(Donna Pratiwi, 2009).

8. Teknik Fisiologis

Teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu sikat yang lunak. Metode ini
didasarkan pada anggapan bahwa penyikatan gigi menyerupai jalannya makanan, yaitu dari
mahkota kearah gusi. Letak bulu sikat tegak lurus pada permukaan gigi, sedangkan tangkai sikat
gigi dipegang horizontal (Be Kie Nio., 1987).

9. Teknik Kombinasi

Teknik ini menggabungkan teknik menyikat gigi horizontal (kiri-kanan), vertical (atas-
bawah) dan sirkular (memutar), (Rini, 2007). Setelah itu dilakukan penyikatan pada lidah di
seluruh permukaannya, terutama bagian atas lidah. Gerakan pada lidah tidak ditentukan, namun
umumnya adalah dari pangkal belakanglidah sampai ujung lidah (Donna Pratiwi, 2009).

CARA MENGHITUNG DOSIS UNTUK ANAK-ANAK :


1. Berdasarkan umur
a. Rumus young (untuk anak <8 tahun)

b. Rumus dilling (untuk anak Besar-sama dengan 8 tahun)

c. Rumus Fried (untuk bayi)

n : umur dalam bulan

2. Berdasarkan berat badan

Perhitungan dosis berdasarkan berat badan sebenarnya lebih tepat karna sesuai dengan
kondisi pasien ketimbang umur yang terkadang tidak sesuai dengan berat badan, bila
memungkinkan hitung dosis melalui berat badan
Rumus Thermich

n : berat badan dalam kilogram


PERSISTENSI (gigi dempet)
Persistensi adalah suatu keadaan gigi susu/kecil yang tidak tanggal walaupun gigi
permanent/dewasa sebagai gantinya sudah mulai tumbuh. Keadaan ini sering dijumpai pada anak
usia 6 – 12 tahun. Persistensi pada gig susu/kecil tidak mempunyai penyebab tunggal tetapi
merupakan gangguan yang disebabkan oleh multi faktor, yaitu :
1. gangguan nutrisi
2. Arah tumbuhnya gigi dewasa tidak searah dengan arah tumbuhnya gigi susu yang akan
digantikannya.
3. Ketidakcukupan tempat bagi gigi yang akan tumbuh untuk menggantikan gigi susu.
Dengan demikian gigi susu mengarah kepada tempat yang kosong

PROLONG RETENSI.

Gigi susu tidak “copot” saat waktunya copot. Padahal di bawahnya udah ada gigi permanen yang
udah siap keluar. Karena tempat “nongol”nya masih dipake sama si gigi susu, si gigi permanen
ini jadi nongol di tempat lain, bisa di atasnya, ato sebelahnya. Nah ini nih yang bikin gigi jadi
“tumpang tindih/berjejal”.
Oral Habits

Mouth Breathing
Mouth breathing (bernafas dari mulut) telah menjadi salah satu faktor etiologi terjadinya
maloklusi. Mode pernapasan mempengaruhi bentuk rahang, lidah dan dapat juga mempengaruhi kepala.
Karenanya, bernafas dari mulut dapat menyebabkan berubahnya postur rahang dan lidah yang berlanjut
ke maloklusi. Kebanyakan orang normal melakukan mouth breathing ketika mereka melakukan kegiatan
fisik seperti ketika berolahraga atau ketika melakukan aktivitas yang berat.

Klasifikasi Orang yang Bernafas dari Mulut


Orang yang bernafas dari mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu:
a. Obstruktif.
Adanya hambatan sebagian atau keseluruhan pada nasal dapat menyebabkan orang untuk
bernafas melalui mulut. Berikut ini merupakan beberapa penyebab terjadinya hambatan pada
nasal :
· Nasal septum yang menyimpang.
· Nasal polyp.
· Inflamasi kronis pada mukosa nasal.
· Tumor jinak lokalisata.
· Reaksi alergi dari mukosa nasal.
· Adenoid yang menghambat.
· Pembesaran congenital dari nasal turbinates.
b. Habitual.
Orang yang bernafas dari mulut karena kebiasaan adalah orang yang tetap bernafas melalui mulut
ketika hambatan pada nasalnya telah dihilangkan. Karenanya, bernafas dari mulut menjadi
kebiasaan yang dilakukan secara tidak sadar.
c. Anatomi.
Orang yang bernafas dari mulut karena anatomi adalah orang yang morfologi bibirnya tidak dapat
menutup sepenuhnya, contohnya adalah pasien yang memiliki bibir atas yang pendek.

Dampak Mouth Breathing


1. Maloklusi Klas II divisi 1. Anak yang bernafas melalui mulut memiliki bibir pendek sehingga
diperlukan usaha otot yang besar untuk mendapatkan penutupan bibir, maka diperoleh penutupan
lidah-bibir bawah dan ini terdapat hubungan Klas II divisi 1. Akibat dorongan lidah ketika pasien
mencoba membasahi bibir yang kering mengakibatkan mahkota insicivus terdorong ke labial.
2. Anterior open bite. Tanimoto dkk. menyatakan bahwa mouth breathing dapat mengakibatkanopen
bite dengan susunan gigi maksila yang sempit. Penutupan bibir pada anak yang bernafas melalui
mulut yaitu penutupan lidah-bibir bawah, di mana ujung lidah berada pada incisal insicivus
mandibula yang mencegah erupsi lebih lanjut dan menghalangi perkembangan vertical dari segmen
insicivus tersebut. Hal ini yang menyebabkan anterior open bite pada anak yang bernafas melalui
mulut.
3. Maksila yang sempit dengan palatum tinggi. Perubahan pola pernapasan dapat mengubah
ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi dan mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi.
Lidah tergantung di antara lengkung maksila dan mandibula menyebabkan konstriksi segmen bukal
sehingga menyebabkan bentuk v maksila dan palatum yang tinggi. Hal ini dikarenakan kurangnya
stimulasi muskulus yang normal dari lidah dan tekanan yang meningkat pada kaninus dan area molar
pertama akibat tegangnya muskulus orbicularis oris dan bucinator, segmen bukal maksila tidak
berkembang dan memberikan bentuk v pada maksila dan palatum yang tinggi dan pasien biasanya
mengalami cross bite posterior.
Nail Biting

Menggigit kuku tidak menyebabkan maloklusi besar, namun menyebabkan ketidakteraturan minor
dari gigi seperti rotasi, aus pada incisal edge, dan crowding.

Dampak dari Nail Biting


Menggigit kuku dapat menyebabkan dampak seperti berikut”
1. Rotasi gigi.
2. Atrisi pada ujung incisal gigi.
3. Protrusi incisivus maksila.

Lip Sucking dan Lip Biting


Lip biting dan lip sucking terkadang terjadi setelah pemberhentian paksa thumb atau finger
sucking. Menggigit bibir paling sering melibatkan bibir bawah yang diletakkan ke dalam dan di berikan
tekanan pada permukaan lingual dari anterior maksila.
Kebiasaan ini dapat dicegah menggunakan lip bumpers yang tidak hanya mencegah bibir digigit
tapi juga mengubah inklinasi aksial dari gigi anterior yang dikarenakan perilaku tak terkendali dari lidah.

Dampak dari Lip Sucking Lip dan Biting.


Pasien yang memiliki kebiasaan menggigit atau menghisap bibir dapat menunjukkan tampilan seperti
berikut:
1. Anterior atas yang proklinasi dan anterior bawah yang retroklinasi.
2. Bibir bawah yang hipertrofi dan besar.
3. Bibir pecah-pecah.

OKLUSI

Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang
terjadi selama pergerakan mandibula dan terakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada
kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental sistem1.

Pertumbuhan dan Perkembangan gigi –geligi susu


Seluruh gigi geligi susu akan lengkap erupsi pada anak berumur lebih kurang 2,5 tahun. Pada
periode ini lengkung gigi pada umumnya berbentuk oval dengan gigitan dalam ( Deep bite ) pada
overbite dan overjet dan dijumpai adanya “ generalized interdental spacing ( celah –celah
diantara gigi- geligi ). Hal ini terjadi karena adanya pertumbuhan tulang rahang kearah
transversal untuk mempersiapkan tempat gigi –gigi permanen yang kan tumbuh celah yang
terdapat dimenssial cainus atas dan disebelah distal caninus bawah disebut “primate space “ .
Primate space ini diperlukan pada “ early mesial shift “.
Adanya celah –celah ini memberi kemungkinan gigi-gigi permanen yang akan erupsi
mempunyai cukup tempat, sebaiknya bila tidak ada memberi indikasi kemungkinan terjadi gigi
berjejal ( crowding ).

Hubungan molar kedua dalam arah sagital dapat :


1. Berakhir pada satu garis terminal ( flush terminal plane ), yang merupakan garis vertikal
disebelah distal molar kedua.
2. Molar kedua mandibula letaknya lebih kedistal dari molar kedua maksila (distal step ).
3. Molar kedua mandibula lebih kearah mesial molar kedua maksila ( mesial step )

Perkembangan Oklusi gigi- geligi permanen. Foster ( 1982 ) membagi dalam tiga tahap
perkembangan :
1. Tahap erupsi molar pertama dan incisivi permanen.
Terjadi penggantian gigi inncisivi dan penambahan molar pertama permanen . Pada umur
6,5 tahun ketika incisivus sentral atas erupsi akan terlihat space pada garis median prosesus
alveolaris sehingga dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai suatu keadaan frenulum
yang abnormal, keadaan ini disebut dengan istilah “ Ugly duckling stage “.
Kadang –kadang incisiv permanen terlihat crowding pada saat erupsi dan incisive lateral
berhimpitan ( overlap ) dengan gigi caninus susu. Keadaan ini bisa diatasi bila terdapat
leeway space. Leeway space adalah perbedaan ruangan antara lebar mesiodistal gigi caninus,
molar pertama dan kedua susu dengan caninus premolar pertama dan kedua permanen.
Hubungan distal molar kedua susu atas dan bawah mempengaruhi hubungan molar
pertama permanen, molar pertama permanen penting peranannya pada tinggi vertikal rahang
selama periode penggantian gigi susu menjadi gigi permanen . Pada umur 8 tahun incisivi dan
molar pertama permanen telah erupsi. Apabila incivisi atas lebih dulu erupsi dari yang bawah,
dapat menyebabkan terjadinya gigitan dalam ( deep overbite ). Dengan adanya pertumbuhan
gigitan dalam yang terjadi dapat terkoreksi dengan occlusal adjustment yang terjadi
kemudian.

2. Tahap erupsi caninus, premolar dan molar kedua.


Pada tahap ini bila molar susu bawah sudah diganti oleh premolar permanen, sedangkan
molar susu atas belum, maka akan terdapat penambahan besar overbite dan bila sebaiknya
maka kontak gigi terlihat edge.

3. Tahap erupsi molar ketiga.


Penyesuaian oklusi ( occusal adjustment )
Menurut Salzmann ( 1966 ) terdapat 3 mekanisme yang berbeda pada penyesuaian
oklusi normal gigi susu keperiode gigi bercampur sampai tercapai stabilisasi pada periode gigi
permanen :
 Jika bidang vertikal dari permukaan distal molar kedua susu atas terletak distal molar
kedua susu bawah maka molar prtama permanen akan menempati sesuai dengan oklusi
pada gigi susu.
 Jika terdapat primate space dan bidang vertikal molar kedua susu segaris, maka terjadi
oklusi normal pada molar pertama permanen, karena adanya pergeseran molar susu
kemesial sehingga ruangan tersebut tertutup.
 Jika bidang vertikal sama dan molar pertama permanen hubungannya cusp, maka oklusi
normal terjadi karena adanya pergeseran kemesial yang terjadi kemudian setelah molar
kedua susu tanggal.
 Periode diantara periode gigi susu dan gigi –gigi permanen disebut periode gigi-gigi
bercampur. Menurut Moyers ( 1974 ) adalah merupakan periode dimana gigi susu dan
permanen berada bersama-sama didalam mulut .
Gigi- geligi tetap yang adan dibagi atas dua kelompok :
· Successional Teeth, gigi permanen yang menggantikan gigi susu.
· Accesssional Teeth, gigi tetap yang erupsi diposterior dari gigi susu.
Dua aspek penting pada periode gigi – geligi bercampur adalah :
· Penggunaan dental arch perimeter.
· Penyesuaian perubahan oklusi yang terjadi selama pergantian gigi.2,3

Kunci Oklusi Normal Andrew


Oklusi adalah hubungan kontak gigi maksila dan mandibula ketika dalam posisi
tertutup penuh. Ketika oklusi berada dalam posisi sentrik yakni posisi ketika rahang tertutup dan
otot-otot mengunyah berkontraksi, tiap gii disatu lengkung rahang beroklusi dengan dua gigi
dirahang yang berlawanan kecuali untuk insisivus sentral rahang atas dan M3 rahang atas. Ketika
gigi hilang dalam waktu yang lama, biasanya gigi tetangganya akan berusaha mengisi ruang
edentulous. Dengan demikian kehilangan salah satu gigi mengganggu hubungan gigi berkontak
dengan lengkung rahang yang berlawanan, hal ini bisa menyebabkan perubahan oklusi seluruh
gigi.
Ketika gigi beroklusi normal disentrik oklusi, lengkung gigi maksila secara natural
overhang ke lengkung gigi mandibula difasial yang disebut Overjet ( artinya overlap secara
horizontal ). Apabila insisivus rahang atas overlap secara vertikal terhadap insisivus rahang
bawah dikatakan Overbite.
Pada gigi desidui oklusi yang normal berupa adanya flush terminal plane, space anterior,
primate space, hubungan oklusi kelas I ( gigi molar dan caninus ), rahang oval. Gigi desidui
mulai erupsi ketika berumur 6 bulan dan akan lengkap ketika berumur 3 tahun. Gigi desidui
mempunyai alignment dan oklusi yang normal segera setelah berumur 2 tahun, dengan akar-akar
gigi terbentuk seluruhnya ketika berumur 3 tahun.
Oklusi normal pada gigi-gigi susu ketika berumur 3 tahun adalah :4
1. Permukaan mesial pada insisivus sentral atas dan bawah berada pada satu garis
median.
2. Gigi insisivus sentral rahang atas beroklusi dengan insisivus sentral rahang
bawah dan sepertiga mesial dari insisivus lateral rahang bawah.
3. Gigi anterior bawah berkontak dengan gigi anterior atas pada bagian palatal
diatas perbatasan edge insisal.
4. Insisivus lateral atas beroklusi dengan bagian dua per tiga distal dari insisivus
lateral bawah, dan slope mesial dari gigi caninus bawah.
5. Gigi caninus atas beroklusi dengan slope distal gigi caninus bawah dan bagian
sepertiga mesial gigi molar pertama bawah.
6. Gigi molar pertama atas beroklusi dengan duapertiga distal gigi molar pertama
bawah dan bagian mesial gigi molar kedua bawah.
7. Bagian distal gigi molar kedua atas beroklusi dengan permukaan distal molar
kedua bawah.
Sedangkan oklusi normal pada gigi masa bercampur adalah leeway space (ketika gigi
caninus dan molar diganti dengan gigi caninus dan premolar permanen), hubungan oklusi kelas I
( gigi caninus ketika molar pertama erupsi ), dan ketika erupsi gigi insisivus sentral permanen.
KLASIFIKASI MALOKLUSI

Klasifikasi Angle.
Edward Angle memperkenalkan sistem klasifikasi maloklusi ini pada tahun 1899.
Klasifikasi Angle ini masih digunakan dikarenakan kemudahan dalam penggunaannya.
Menurut Angle, kunci oklusi terletak pada molar permanen pertama maksila. Berdasarkan
hubungan antara molar permanen pertama maksila dan mandibula, Angle mengklasifikasikan
maloklusi ke dalam tiga klas, yaitu :
1. Klas I
 Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan adanya hubungan normal
antar-lengkung rahang. Cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila
beroklusi pada groove buccal dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat
menunjukkan ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan
sebagainya. Maloklusi lain yang sering dikategorikan ke dalam Klas I adalah
bimaxilary protusion dimana pasien menunjukkan hubungan molar Klas I yang normal
namun gigi-geligi baik pada rahang atas maupun rahang bawah terletak lebih ke depan
terhadap profil muka.
2. Klas II
Klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan molar dimana
cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal
molar permanen pertama mandibula.
 Klas II, divisi 1.
Klas II divisi 1 dikarakteristikkan dengan proklinasi insisiv maksila dengan hasil
meningkatnya overjet. Overbite yang dalam dapat terjadi pada region anterior.
Tampilan karakteristik dari maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang abnormal.
 Klas II, divisi 2.
Seperti pada maloklusi divisi 1, divisi 2 juga menunjukkan hubungan molar Klas II.
Tampilan klasik dari maloklusi ini adalah adanya insisiv sentral maksila yang
berinklinasi ke lingual sehingga insisiv lateral yang lebih ke labial daripada insisiv
sentral. Pasien menunjukkan overbite yang dalam pada anterior.
3. Klas III
Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar Klas III dengan cusp mesio-buccal dari
molar permanen pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama dan molar
kedua mandibula.
True Class III
Maloklusi ini merupakan maloklusi skeletal Klas III yang dikarenakan genetic yang
dapat disebabkan karena :
• Mandibula yang sangat besar.
• Mandibula yang terletak lebih ke depan.
• Maksila yang lebih kecil daripada normal.
• Maksila yang retroposisi.
• Kombinasi penyebab diatas.
Pseudo Class III
Tipe maloklusi ini dihasilkan dengan pergerakan ke depan dari mandibula ketika
rahang menutup, karenya maloklusi ini juga disebut dengan maloklusi ‘habitual’ Klas III.
Beberapa penyebab terjadinya maloklusi Klas III adalah :
• Adanya premature kontak yang menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
• Ketika terjadi kehilangan gigi desidui posterior dini, anak cenderung menggerakkan
mandibula ke depan untuk mendapatkan kontak pada region anterior.
Klas III, subdivisi
Merupakan kondisi yang dikarakteristikkan dengan hubungan molar Klas III pada satu sisi
dan hubungan molar Klas I di sisi lain.

Modifikasi Dewey dari Klasifikasi Angle.


Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Dewey membagi Klas
I Angle ke dalam lima tipe, dan Klas III Angle ke dalam 3 tipe.
1. Modifikasi Dewey Klas I.
 Tipe 1 : maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang crowded.
 Tipe 2 : maloklusi Klas I dengan insisiv maksila yang protrusif.
 Tipe 3 : maloklusi Klas I dengan anterior crossbite.
 Tipe 4 : maloklusi Klas I dengan posterior crossbite.
Tipe 5 : maloklusi Klas I dengan molar permanen telah bergerak ke mesial.
2. Modifikasi Dewey Klas III.
 Tipe 1 : maloklusi Klas III, dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat secara
terpisah terlihat normal. Namun, ketika rahang beroklusi pasien menunjukkan insisiv
yang edge to edge, yang kemudian menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
 Tipe 2 : maloklusi Klas III, dengan insisiv mandibula crowded dan memiliki lingual
relation terhadap insisiv maksila.
 Tipe 3 : maloklusi Klas III, dengan insisiv maksila crowded dan crossbite dengan gigi
anterior mandibula.
Modifikasi Lischer dari Klasifikasi Angle.
Lischer memberikan istilah neutrocclusion, distocclusion, dan mesiocclusion pada Klas I,
Klas II, dan Klas III Angle. Sebagai tambahan, Lischer juga memberikan beberapa istilah lain,
yaitu :
 Neutrocclusion : sama dengan maloklusi Klas I Angle.
 Distocclusion : sama dengan maloklusi Klas II Angle.
 Mesiocclusion : sama dengan maloklusi Klas III Angle.
 Buccocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke buccal.
 Linguocclusion : sekelompok gigi atau satu gigi yang terletak lebih ke lingual.
 Supraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi diatas batas normal.
 Infraocclusion : ketika satu gigi atau sekelompok gigi erupsi dibawah batas normal.
 Mesioversion : lebih ke mesial daripada posisi normal.
 Distoversion : lebih ke distal daripada posisi normal.
 Transversion : transposisi dari dua gigi.
 Axiversion : inklinasi aksial yang abnormal dari sebuah gigi.
 Torsiversion : rotasi gigi pada sumbu panjang.

Klasifikasi Bennet.
Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya.
1. Klas I : posisi abnormal satu gigi atau lebih dikarenakan faktor lokal.
2. Klas II : formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang dikarenakan defek
perkembangan pada tulang.
3. Klas III : hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan bawah, dan antar kedua
rahang dengan kontur facial dan berhubungan dengan formasi abnorla dari kedua
rahang.6

MACAM-MACAM BENTUK PROFIL WAJAH

Menurut Graber (1972) dikenal tiga tipe profil muka yaitu :6


1. Cembung (convex) : Dua garis membentuk sudut cekung terhadap jaringan. Jenis profil
ini terjadi sebagai akbat maksila prognati atau mandibula retrognati seperti yang terlihat
dalam maloklusi kelas II ,divisi I.
2. - Lurus (straight ) : Dua garis membentuk garis lurus.
3. Cekung (concave) : Dua garis membentuk sudut cembung terhadap jaringan. Tipe ini
dikaitkan dengan mandibula prognati atau maksila retrognati seperti dalam kelas III
maloklusi.
Berdasarkan bentuknya, tipe wajah pada manusia dibagi menjadi tiga, yaitu:7

a. Dolichofacial (leptoprosopic)

Bentuk kepala dolichocephalic yang panjang dan oval membuat pertumbuhan wajah
menjadi sempit, panjang, dan protrusif. Tipe wajah ini disebut dengan leptoprosopic.
Pada leptoprosopic, tulang hidung cenderung tinggi dan hidung terlihat lebih protrusif.
Karena sangat protrusif, kadang-kadang hidung menjadi bengkok bahkan turun. Sudut lekukan
dan turunnya hidung akan meningkat bila panjang hidung meningkat. Jadi, konveksivitas hidung
lebih tinggi pada orang yang memiliki hidung panjang. Oleh karena bagian hidung dari tipe
wajah leptoprosopic lebih protusif, glabela dan lingkaran tulang orbital bagian atas menjadi lebih
sangat menonjol sedangkan tulang pipi menjadi terlihat kurang menonjol. Selain itu mata juga
terlihat cekung.

Tipe Wajah Leptocrospic


Tipe wajah juga mempengaruhi bentuk lengkung rahang. Bentuk wajah yang sempit dan
panjang akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang panjang, sempit, dan dalam.
Selain itu, mandibula dan bibir bawah cenderung menjadi retrusif sehingga profil wajah menjadi
cembung. Tipe wajah ini sering dikaitkan dengan maloklusi kelas I.
b. Brachifacial (euryprosopic)
Bentuk kepala brachicephalic yang bulat dan luas membuat pertumbuhan wajah menjadi
lebih lebar dan agak protrusif. Tipe wajah ini disebut dengan euryprosopic.
Pada euryprosopic, hidung cenderung pendek dan ujung hidung sering naik sehingga lubang
hidung sering terlihat. Tulang pipi yang lebih lebar, datar, dan kurang protusif membuat
konfigurasi tulang pipi terlihat jelas berbentuk persegi. Bola mata juga lebih besar dan menonjol
karena kavitas orbital yang dangkal. Karakter wajah seperti ini membuat
tipeeuryprosopic terlihat lebih menonjol dari pada leptoprosopic.

Tipe wajah euryprosopic


Tipe wajah euryprosopic memiliki lengkung maksila dan palatum yang luas dan pendek.
Selain itu, mandibula dan dagu cenderung lebih protrusif sehingga profil wajah menjadi lurus
atau bahkan cekung. Tipe wajah ini sering dikaitkan dengan maloklusi kelas II divisi I.

c. Mesofacial (Mesoprosopic)
Bentuk kepala mesocephalic merupakan bentuk kepala yang oval. Tipe wajah yang
dihasilkan berukuran sedang sehingga bentuk hidung, dahi, tulang pipi, bola mata, dan lengkung
rahang juga berukuran menengah. Tipe wajah ini sering dikaitkan dengan kelas II divisi II
maloklusi.

Tipe wajah mesoprosopic


Cara Mengukur Profil Wajah
Untuk menganalisis tipe wajah, ada beberapa titik yang harus ditentukan terlebih dahulu. Titik-
titik tersebut adalah :8
a. Na (Soft tissue nasion) atau jaringan lunak hidung, yaitu titik tengah dari pangkal hidung
pada sutura nasofrontal, yang merupakan aspek paling cekung.
b. Zy (zygomaticum), yaitu titik paling pinggir pada setiap lengkung zygomaticum.
c. SN (subnasal), yaitu titik paling bawah dari hidung.
d. Me (soft tissue menton), yaitu titik paling bawah dari dagu.
e. Sto (stomion), yaitu titik pertemuan bibir atas dan bibir bawah dengan garis tengah wajah.
f. B (soft tissue B point), yaitu bagian paling cekung dari jaringan lunak dagu pada garis
tengah.

Titik-titik yang diperlukan dalam pengukuran tipe waja

Titik-titik yang diperlukan dalam pengukuran tipe wajah

Morfologi bentuk wajah pertama sekali diperkenalkan oleh Martin dan Saller pada tahun 1957
dengan cara mengukur facial index.

Nilai indeks :
• Hypereuryprosopic : X - 78,9
• Euryprosopic : 79,0 - 83,0
• Mesoprosopic : 84,0 - 87,9
• Leptoprosopic : 88,0 - 92,9
• Hyperleptoprosopic : 93,0 - X
Pengukuran Tipe Wajah dengan Menggunakan Foto Lateral
Pengukuran tipe wajah dengan menggunakan foto lateral dapat dilakukan dengan
rumuschin-face height index. Chin-face height index merupakan penentuan tipe wajah dengan
mengukur tinggi dagu kemudian membaginya dengan tinggi wajah. Setelah itu hasilnya dikali
dengan 100. Garis-garis yang akan diukur dapat dilihat pada gambar.
Chin-face Height Index = tinggi dagu (B’-Me) / tinggi wajah (Na-Me) x 100
Hasil perhitungan chin-face height index, disesuaikan dengan ketentuan berikut:
• tipe wajah euryprosopic
♀ = 23.5 ± 2
♂ = 22 ± 2
• tipe wajah mesoprosopic
♀ = 25,5 ± 2
♂ = 25 ± 2
• tipe wajah leptoprosopic
♀ = 27,5 ± 2
♂ = 27 ± 2

Pengukuran Chin-face height index


Radiologi Orthodontik
Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang
menggunakan energy pengion dan bentukenergy lainnya (non pengion) dalam bidang diagnostik,
imajing dan terapi.9

Teknik radiografi intra oral


adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secarara diografidan filmnya ditempatkan di
dalam mulut pasien.Untuk mendapatkan gambaran lengkap ronggamulut yang terdiri dari 32
gigi diperlukan kurang lebih 14 sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi intra oral yaitu:
pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal.
1. Teknik Rontgen Periapikal
- Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang
pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang
digunakan untuk memperoleh foto periapikalyaitu teknik parallel dan bisektris, yang
sering digunakan di RSGM adalah teknik bisektris.
2. Teknik Bite Wing
Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah daer
ah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukan gigi
yang berdekatandan puncak tulang alveolar.
Teknik pemotretannya yaitu pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi
film didalam mulut.
3. Teknik Rontgen Oklusal
Teknik ini digunakan untuk melihat area
yang luas baik pada rahang atas maupun rahangbawah dalam satu film.
Film yang digunakan adalah fillm oklusal.
Teknik pemotretannya yaitupasien diinstruksikan untuk mengoklusikan atau menggi
git bagian dari film tersebut.10

SEFALOMETRI
~> analisis dan pengukuran yang dibuat pada cephalogram.

Macam-macam sefalometri :
 Lateral yaitu menyediakan tampilan lateral.
 Frontal yaitu menyediakan tampilan antero-posterior.

Kegunaan Sefalometri
o Membantu menegakkan diagnosis → dapat mempelajari struktur skeletal, dental, dan
jaringan lunak dari regio kraniofasial.
o Membantu klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental, dan membantu menentukan tipe
fasial dari pasien.
o Membantu menentukan rencana perawatan.
o Membantu evaluasi hasil dari perawatan.
o Membantu memprediksi perubahan yang berhubungan dengan pertumbuhan untuk
tindakan perawatan bedah.
o Dapat menjadi alat bantu dalam penelitian yang berhubungan dengan regio kraniofasial.

Teknik Pemeriksaan Sefalometri


Standarisasi membutuhkan alat headholder (chepahalostat) dan tube x-ray yang
diletakkan 60 inch dari midsagital plane subjek dan jarak dari midsagital plane pasien ke film ±
7,5 inchi.
Pasien diletakkan dalam cephalostat, artinya bagian lateral disesuaikan dengan telinga
pasien dan secara vertikal disesuaikan dengan nasal. Bagian nasalnya berperan saat operator
menggerakkan kepala pasian supaya Frankfort Horizontal Planenya paralel dengan lantai.
a. Lateral Head Film
Pasien diposisikan supaya bagian kiri pasien 8-10 inchi dari film, supaya membuat
distorsi semakin kecil. Film harus diletakkan sedekat mungkin dengan pasien untuk
meminimalisir efek pembesaran, memperbagus resolusi, dan memenuhi standarisasi teknik.
b. Frontal (Postero-antero)
Pasien dihadapkan dengan film. Setelah kepala pasien diposisikan sehingga sinar x-
ray melewati kepala ke tengah, film digerakkan hingga menyentuh hidung pasien. Karena
radiasi dibutuhkan lebih banyak untuk mendapatkan gambaran ini, maka harus lebih banyak
radiasinya dibandingkan yang lateral.

Titik Landmark
Titik Referensi dalam sefalometri (Landmark).11
· Titik jaringan keras
No. Landmak Pengertian
1 Sella turcica (S/sella) Titik tengah dari fossa hipofiseal. Merupakan
area ovoid dari tulang spenoid yang mengandung
kelenjar pituitari
2 Nasion (N) Sambungan eksternal dari sutura frontonasal di
bidang median. Apabila sutura tidak terlihat, titik
berada di cekungan terdalam os nasal dan os
frontal.
3 Orbitale (O) Titik paling inferior dari batas ekternal orbita.
4 Condylion (Cd) Titik paling superior dari kepala artikular
kondilus
5 Anterior nasal spine (ANS) Proyeksi paling anterior pada maksila di bidang
median
6 Titik A (Subspinale/A) Titik terdalam kurvatur anterior maksila antara
ANS dan alveolar crest
7 Titik B (submentale/B) Titik paling posterior pada kurva terluar prosesus
alveolaris mandibula antara alveolar crest dan
dagu
8 Pogonion (Pg) Titik paling anterior pada simfisis mandibula di
mid sagital
9 Menton (M) Titik paling inferior dari simfisis mandibula
10 Gnation (Gn) Titik yang dibentuk dari perpotongan bidang
fasial (N-Pg) dan bidang mandibula (Go-Me)
11 Gonion (Go) Titik yang dibentuk dari perpotongan margin
posterior ramus mandibula dan bidang mandibula
dan diproyeksikan ke Nasion sebagai tangen
garis
12 Artikulare (Ar) Titik perpotongan margin ramus dan margin
terluar basis kranii
13 Porion (Po) Titik paling superior dari meatus akustikus
eksternus atau aspek superior dari metal ring
sefalostat
14 Basion (Ba) Titik paling inferior posterior dari tulang
oksipitalyang berhubungan dengan margin
anterior foramen magnum
15 Posterior nasal spine (PNS) Ujung posterior dari spina dan tulang palatina

Landmark jaringan keras

· Titik pada jaringan lunak


No Titik jaringan lunak Pengertian
Glabella (G) Titik paling prominent di
1. midsagital plane pada dahi
Pronasal (Pr) Titik paling prominent dari
2. ujung hidung
Labrale superius (Ls) Ttiik paling median di
3. margin teratas bibir atas
Labrale inferius (Li) Titik paling median di
4. margin teratas bibir bawah
Soft tissue pogonion Titik paling prominent
5. (Pog) pada kontur jaringan lunak
dagu.

Landmark jaringan lunak

Anda mungkin juga menyukai