INDEKS DMF-T
Indeks DMF-T adalah indeks untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut dalam hal
karies gigi permanen. Karies gigi umumnya disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk,
sehingga terjadilah akumulasi plak yang mengandung berbagai macam bakteri. DMF-T
merupakan singkatan dari Decay Missing Filled-Teeth.
Nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada seseorang
atau sekelompok orang. Angka D (decay) adalah gigi yang berlubang karena karies gigi,
angka M (missing) adalah gigi yang dicabut karena karies gigi, angka F(filled) adalah gigi yang
ditambal atau di-tumpat karena karies dan dalam keadaan baik . Nilai DMF-T adalah
penjumlahan D+ F+ T. Indikator utama pengukuran DMF-T menurut WHO adalah pada anak
usia 12 tahun, yang dinyatakan dengan indeks DMF-T yaitu ≤ 3, yang berarti pada usia 12 tahun
jumlah gigi yang berlubang (D), dicabut karena karies gigi (M), dan gigi dengan tumpatan yang
baik (F), tidak lebih atau sama dengan 3 gigi per anak.
Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :
DMF-T = D + M + F
DMF-T rata-rata =
Jumlah D + M + F
Jumlah orang yg diperiksa
PEMBAHASAN
1. Pulpitis irreversible: keradangan pulpa yang disebabkan oleh adanya iritasi dengan atau
tanpa gejala.
Tanda - tanda : - Nyeri spontan
- Karies profunda, perforasi
2. Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi, biasanya disebabkan oleh infeksi bacterial
dalam karies gigi, fraktur gigi, atau kondisi lain yang mengakibtakan pajanan pulpa
terhadap invasi bakteri.
Tanda tanda : - Nyeri spontan
- Profunda
Factor-faktor yang dapat menyebabkan pupitis adalah iritan kimiawi, factor termis, dan
perubahan hiperemik.
3. Gangren pulpa: kematian jaringan pulpa akibat invasi kuman kedalam ruang pulpa (dan
saluran akar)
Tanda - tanda : - Gigi non-Vital
- Terdapat Fistula (rongga anatomis yang berisi pus)
- Karies profunda, perforasi
Teknik Konvensional:
1. Teknik konvensional yaitu teknik preparasi saluran akar yang dilakukan pada gigi dengan
saluran akar lurus dan akar telah tumbuh sempurna.
2. Preparasi diawali dengan menggunakan reamer nomer 15 dengan putaran ¼- ½ putaran
searah jarum jam
3. Gunakan K-file nomer file terkecil yang pas masuk saluran akar dengan gerakan pull
stroke
4. Preparasi harus dilakukan secara berurutan dari nomor yang terkecil hingga lebih besar
dengan panjang kerja tetap sama untuk mencegah terjadinya step atau ledge atau
terdorongnya jaringan nekrotik ke apical.
5. Selama preparasi setiap penggantian nomor jarum preparasi ke nomor yang lebih besar
harus dilakukan irigasi pada saluran akar. Hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa
jaringan nekrotik maupun serbuk dentin yang terasahirigasi 2 cc NaOCl 5% atau 2,5%
dan 2 cc H2O2 3% diakhiri dengan NaOCl
6. Bila terjadi penyumbatan pada saluran akar maka preparasi diulang dengan menggunakan
jarum preparasi yang lebih kecil dan dilakukan irigasi lain. Bila masih ada penyumbatan
maka saluran akar dapat diberi larutan untuk mengatasi penyumbatan yaitu larutan largal,
EDTA, atau glyde (pilih salah satu).
7. Preparasi saluran akar dianggap selelsai bila bagian dari dentin yang ter infeksi telah
terambil dan saluran akar cukup lebar untuk tahap pengisian saluran akar.
Urutan teknik crwon down : preparasi akses-ektirpasi-preparasi badan saluran akar (coronal
flaring)-pengukuran panjang kerja – preparasi saluran akar- dressing
Cara irigasi :
1. Jarum irigasi dimasukkan kedalam saluran akar. Jarum irigasi yang masuk kedalam
saluran akar tidak boleh terlalu besar sehingga membuntu saluran akar yang akan
mengakibatan cairan irigasi yang disemprotkan tidak mengalir keluar.
2. Bahan irigasi disemprotkan secara perlahan-lahan ke dalam saluran akar
3. Bahan irigasi digunakan secara bergantian. Bahan irigasi yang terakhir disemprotkan ke
dalam saluran akar harus aquadest steril.
4. Menghisap cairan irigasi yang keluar dengan cotton roll atau saliva ejector atau section.
Tidak boleh terkontaminasi dengan saliva.
5. Setelah irigasi, saluran akar dikeringkan dengan menggunakan paper point. Tidak boleh
pakai hembusan udara
Perbenihan
Prosedur perbenihan
1. Pasien dikontrol lebih dulu:
2. Siapkan papper point (minta di perawat) acotton pellet. Masukkan papper point dan
cotton pellet ke dalam Glassbead sterilisator dan ditutup, nyalakan, biarkan sampai lampu
pada glassbead sterilisator menjadi hijau (Ready). Papper point dan cotton pellet siap
digunakan. Buka alat glassbead sterilisator.
3. Hasil Perbenihan negatif, saluran akar dapat diisi dengan memperhatikan ketentuan
sebagai berikut:
4. Tidak ada keluhan pasien
5. Tidak ada gejala klinik
6. Tidak ada eksudat dalam saluran akar (cek dari papper point yang terdapat dalam saluran
akar caranya ulaskan papper point pada glass lab. Bila tidak berbekas, berarti bisa
dilakukan pengisian), papper point diulaskan di glass lab.
7. Tumpatan sementara masih baik
8. Hasil pembenihan positif, maka dilakukan sterilisasi ulang sampai hasil pembenihan
negatif.
Gigi Permanen
1. Siller berbasis OSE
• Keuntungan : Riwayat keberhasilan berlangsung lama; kualitas positif
mengalahkan aspek negatifnya (mewarnai gigi, waktu pengerasan sangat lambat,
tidak adhesive, larut).
2. Formula Grossman
• Bubuk :
- ZnO (badan semen) 42 bagian
- Resin stabelit (konsistensi dan waktu pengerasan) 27 bagian
- Bismuth subkarbonat 15 bagian
- BaSO4 (keradiopakkan) 15 bagian
- Na-barat 1 bagian
• Cairan : Eugenol
Masalah yang ada pada formula ini adalah waktu pengerasan sangat lambat, > 2
bulan.
Plastik
Epoksi tersedia dalam formula bubuk cairan (AH26).
Sifat yang dimiliki : antimikroba, adhesi, waktu kerja yang lama, mudah
mengaduknya, dan kerapatan yang sangat baik.
Kekurangannya : mewarnai gigi, relative tidak larut dalam pelarut, agak sedikit
toksik jika belum mengeras dan agak larut pada cairan mulut.
3. Hidroksida kalsium (CaOH)2
• Siller Ca(OH)2 yang telah diperkenalkan adalah siller yang Ca(OH)2 nya
diinkoporasikan ke dalam basis OSE atau basis plastiknya.
4. Ionomer Kaca
• Material ini memiliki keuntungan bisa beradhesi ke dentin sehingga diharapkan
bisa mencapai kerapatan yang baik di apeks dan korona dan biokompatibel. Tapi,
kekerasan dan ketidaklarutannya menyukarkan perawatan ulang jika diperlukan
dan menyukarkan pembuatan pasak.
DEFINISI
Definisi ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman)
adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau bagian luar, pada gigi selama
pengembangan) jauh lebih sering muncul di rahang bawah dari rahang atas. Ini diakui pada tahun
1827 oleh Cusack. Jenis neoplasma odontogenik ditunjuk sebagai adamantinoma pada 1885.
Tumor ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke bagian lain dari
tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat menyebabkan kelainan yang parah
dari wajah dan rahang. Selain itu, karena pertumbuhan sel yang abnormal mudah infiltrat dan
menghancurkan jaringan sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan untuk mengobati gangguan
ini
Jadi Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel embrional dan terbentuk
dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini biasanya tumbuh dengan lambat,
secara histologis jinak tetapi secara klinis merupakan neoplasma malignan, terjadi lebih sering
pada badan atau ramus mandibula dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak
berkapsul.(1,3,4,5)
ETIOLOGI
1. Sisa sel – sel dari organ enamel, baik itu sisa lamina dental, sisa-sisa epitel Mallasez atau
sisa-sisa pembungkus Hertwig yang terkandung dalam ligamen periondontal gigi yang
akan erupsi.
2. Epitelium darikista odontogenik terutam kista dentigerous
3. Gangguan perkembangan organ enamel
4. Sel-sel basal dari epitelium permukaan rahang
5. Epitelium Heterotropik pada bagian-bagian lain dari tubuh, khususnya kelenjar pituitary.
Stankey dan Diehl (1965) yang mengulas 641 kasus ameloblastoma, menemukan
bahwa108 kasus dari tumor-tumor inidihubungkan dengan gigi impaksi dan suatu kista
folikular ( dentigerous).
GAMBARAN KLINIS
Ameloblastoma merupakan tumor yang jinak tetapi merupakan lesi invasif secara lokal,
dimana pertumbuhannya lambat dan dapat dijumpai setelah beberapa tahun sebelum gejala-
gejalanya berkembang. Ameloblastoma dapat terjadi pada usia dimana paling umum terjadi pada
orang-orang yang berusia diantara 20 sampai 50 tahundan hampir dua pertiga pasien berusia
lebih muda dari 40 tahun. Hampir sebagian besar kasus-kasus yang dilaporkan menunjukkan
bahwa ameloblastoma jauh lebih sering dijumpai pada mandibula dibanding pada maksila. Kira-
kira 80% terjadi dimandibula dan kira-kira 75% terlihat di regio molar dan ramus,
Ameloblastoma maksila juga paling umum dijumpai pada regio molar.(3,4,6,7,8,9)
Pada tahap yang sangat awal , riwayat pasien asimtomatis (tanpa gejala). Ameloblastoma
tumbuh secara perlahan selam bertahun-tahun, dan tidak ditemui sampai dilakukan pemeriksaan
radiografi oral secara rutin. Pada tahap awal , tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna
normal. Pada tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan dan dapat memiliki gambaran berlobul pada radiografi.
Dengan pembesarannya, maka tumor tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan
memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya
pembengkakan yang progresif, biasanya pada bagian bukal mandibula, juga dapat mengalami
perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista odontogenik.
Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat menjadi memar dan mengalami ulserasi
akibat penguyahan.
Pada tahap lebih lanjut,kemungkinan ada rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi
tetangga dapat goyang bahkan tanggal.Pembengkakan wajah dan asimetris wajah adalah
penemuan ekstra oral yang penting. Sisi asimetris tergantung pada tulang utama atau tulang-
tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan
saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Terkadang pasien membiarkan ameloblastoma
bertahan selama beberapa tahun tanpa perawatan dan pada kasus-kasus tersebut ekspansi dapat
menimbulkan ulkus namun tipe ulseratif dari pertumbuhan karsinoma yang tidak terjadi. Pada
tahap lanjut, ukurannya bertambah besar dapat menyebabkan gangguan penguyahan dan
penelanan.Perlu menjadi perhatian, bahwa trauma seringkali dihubungkan dengan perkembangan
ameloblastoma. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tumor ini sering kali diawali oleh
pencabutan gigi, kistektomi atau beberapa peristiwa traumatik lainnya. Seperti kasus-kasus
tumor lainnya pencabutan gigi sering mempengaruhi tumor (tumor yang menyebabkan hilangnya
gigi) selain dari penyebabnya sendiri.
Tumor ini pada saat pertama kali adalah padat tetapi kemudian menjadi kista pada
pengeluaran sel-sel stelatenya. Ameloblastoma merupakan tumor jinak tetapi karena sifat
invasinya dan sering kambuh maka tumor ini menjadi tumor yang lebih serius dan ditakutkan
akan potensial komplikasinya jika tidak disingkirkan secara lengkap. Tetapi sudah dinyatakan
bahwa sangat sedikit kasus metastasenya yang telah dilaporkan.(3,6)
GAMBARAN HISTOPATOLOGIS
2. Pleksiform
Pada ameloblastoma pleksiform, sel-sel tumor yang menyerupai ameloblas tersusun dalam
massa yang tidak teratur atau lebih sering sebagai suatu jaringan dari untaian sel-sel yang
berhubungan. Masing-masing massa atau untaian ini dibatasi oleh lapisan sel-sel kolumnar
dan diantara lapisan ini kemungkinan dijumpai sel-sel yang menyerupai stalate retikulum.
Namun demikian, jaringan yang menyerupai stalate retikulum terlihat kurang menonjolpada
tipe ameloblastoma pleksiform dibanding pada ameloblastoma tipe folikuler dan ketika
dijumpai secara keseluruhan tersusun pada bagian perifer daerah degenerasi kistik.(7,8,9)
3. Akantomatosa
Dalam ameloblastoma akantomatosa, sel-sel yang menempati posisi stalate retikulum
mengalami metaplasia squamous, terkadang dengan pembentukan keratinpada bagian sentral
dari pualu-pulau tumor. Terkadang, epitel pearls atau keratin pearls dapat dijumpai.(9,11)
4 Granular
Pada ameloblastoma sel granular, ada ciri-ciri transformasi sitoplasma, biasanya sel-sel yang
menyerupai stelate retikulum sehingga mengalami bentuk eosinofil, granular yang sangat
kasar. Sel-sel ini sering meluas hingga melibatkan sel-sel kolumnar atau kuboidal periperal.
Penelitian ultrastruktural, seperti yang dilakukan Tandler dan Rossi, menunjukkan bahwa
granul-granul sitoplasmik ini menunjukkan lisosomal dengan komponen-komponen sel yang
tidak dapat dikenali. Hartman telah melaporkan serangkaian kasus ameloblastoma sel
granular dan memperkirakan bahwa tipe sel granular ini terlihat menjadi lesi yang agresif
dan cenderung untuk kambuh kecuali dilakukan bedah yang sesuai pada operasi pertama.
Walaupun pola histologis yang berbeda telah memunculkan berbagai nama-nama untuk
menjelaskan lesi tersebut, namun gambaran klinisnya adalah sama. Ameloblastoma terkadang
perkembangnnya ditemukan didalam dinding kista odontogenik. Tergantung pada tahap
perkembangan tumor, berbagai istilah digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan
seperti intarluminal, mural dan amelobalstoma invasif.
Istilah ameloblastoma invasif digunakan ketika tumor tersebut telah meluas keluar
dinding kista dan kedalam tulang yang berbatasan atau kedalam jaringan lunak atau ketika tumor
berkembang dari epitel lain selain dari epitel kista. Suatu prosedur bedah yang lebih radikal
sering disarankan untuk keadaan ini.
GAMBARAN RADIOGRAFI
Pada radiografi ameloblastoma secara klasik digambarkan sebagai suatu lesi yang menyerupai
kistamultilokular pada rahang. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen
yang berbatas jelas yang member lesi suatu bentuk seperti sarang lebah atau gelembung sabun.
Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas yang menunjukkan suatu ruang tunggal. Suatu
ameloblastoma menghasilkan lebih luas resobsiakar gigi yang berkontak dengan lesi.
Ada dua tipe ameloblastoma yang menunjukkan gambaran yang khas secara rontgenografi yaitu:
1. Ameloblastoma monokistik
Terlihat sebagai suatu rongga kista tunggal yang menyerupai kista radikular atau folikular yang
garis luarnya tidak halus, bulat tetapi irregular dan berlobul serta bagian perifernya seringkali
bergerigi. Tipe ini jarang dijumpai.
2. Ameloblastoma multikistik
Tipe ini menghasilakn suatu gambaran yang khas secara rontgenografi. Ada pembentukan kista
multipel yang biasanya berbentuk silinder dan terpisah satu sama lain oleh trabekula tulang.
Kista yang bulat ini bervariasi ukuran serta jumlahnya.
DIAGNOSA
1. Pemeriksaan klinis
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor tumbuh secara perlahan
selama bertahun-tahun dan ditemukan pada rontgen foto. Pada tahap berikutnya, tulang
menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak pada
penekanan. Degan pembesarannya, maka tumior tersebut dapat mengekspansi tulang
kortikal yang luas dan memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak.
Pasien jadi menyadari adanya pembengkakan, biasanya pada bagian bukal mandibula dan
dapat mengalami perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada
kista odontogenik. Sisi yang paling sering dikenai adalah sudut mandibula dengan
pertumbuhan yang meluas karamus dan kedalam badan mandibula. Secara ekstra oral
dapat terlihat adanya pembengkakan wajah dan asimetri wajah. Sisi asimetri
tergantungpada tulang-tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa
sakit kecuali ada penekanan pada saraf atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Ukuran
tumor yang bertambah besar dapat menyebabkan gangguan pengunyahan dan penelanan.
2 Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas tegas. Tumor ini
juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang berlekuk, suatu gambaran multilokular dan
resobsi akar gigi yang berkontak dengan lesi tanpa pergeseran gigi yang parah dibanding
pada kista. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai daerah radiolusen yang berbatas
jelas dan member lesi suatu bentuk seperti sarang lebah atau gelembung sabun.
Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas yang menunjukkan suatu ruang tunggal.
3 Pemeriksaan patologi anatomi
Kandungan tumor ini dapat keras atau lunak, tetapi biasanya ada suatu cairan mucoid
berwarna kopi atau kekuning-kuningan. Kolesterin jarang dijumpai. Secara makroskopis
ada dua tipe yaitu tipe solid (padat) dan tipe kistik. Tipe yang padat terdiri dari massa
lunak jaringan yang berwarna putih keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan. Tipe
kistik memiliki lapisan yang lebih tebal seperti jaringan ikat dibanding kista sederhana.
Daerah-daerah kistik biasanya dipisahkan oleh stroma jaringan fibrous tetapi terkadang
septum tulang juga dapat dijumpai. Mikroskopis terdiri atas jaringan tumor dengan sel-sel
epitel tersusun seperti pagar mengelilingi jaringan stroma yang mengandung sel-sel
stelate retikulum, sebagian menunjukkan degenerasi kistik.
Diagnosa
Dari pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomi dapat didiagnosa bahwa tumor
tersebut ameloblastoma. Biasanya tidak sulit untuk mendiagnosa pertumbuhan tumor ini
dengan bantuan rontgenogram dan dari data klinis, kelenjar limfe tidak terlibat.
PENATALAKSANAAN
1. Enukleasi
2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma seharusnya dieksisi daripada enukleasi.eksisi dalam suatu blok
tulang didalam kontunuitas rahang dianjurkan jika ameloblastoma tersebut kecil.Apabila
perlu dikorbankan mandibula yang cukup besar yang terlibat ameloblastoma dan bila tidak
menimbulkan perforasi mukosa oral, maka suatu eksisi blok kemungkinan dengan cangkok
tulang segera.
3. Osteotomi Periperal
Osteotomi peripheral merupakan suatu prosedur yang mengeksisi tumor yang komplit tetapi
pada waktu yang sama suatu jarak tulang dipertahankan untuk memelihara kontuinuitas
rahang sehingga kelainan bentuk, kecacatan dan kebutuhan untuk pembedahan kosmetik
sekundser dan resorasi prostetik dapat dihindari. Prosedur tersebut didasari pada observasi
yang mana batas inferior kortikal dari badan horizontal, batas posterior dari ramus asenden
dan kondilus tidak secara keseluruhan di invasi oleh proses tumor. Daerah ini tahan dan kuat
karena terdiri dari tulang kortikal yang padat. Regenerasi tulang akan dimulai dari daerah
tersebut meskipun hanya suatu rim tipis dan tulang yang tersisa
4. Reseksi Tumor
Reseksi tumor sendiri dari reseksi total dan reseksi segmental termasuk bemimaksilektomi
dan bemimandibulektomi.Apabila ameloblastoma ditemukan pada pemeriksaan, serta dapat
dijumpai adanya perubahan kembali serta aktifitas lesi yang baru setelah operasi maka pada
kasus tersebut harus direseksi.
5. Kauterisasi
Kauterisasi merupakan pengeringan atau elektrokoagulasi lesi, termasuk sejumlah jaringan
normal disekelilingnya.Kauterisasi tidak umum digunakan sebagai bentuk terapi primer,
namun meru[pakan terapi yang lebih efektif dibandind kuretase.
1. Teknik Horizontal
Menyikat gigi dengan teknik horizontal merupakan gerakan menyikat gigi ke depan ke
belakang dari permukaan bukal dan lingual (Ginanjar, 2006). Letak bulu sikat tegak lurus pada
permukaan labial, bukal, palatinal, lingual, dan oklusal dikenal sebagai scrub brush. Caranya
mudah dilakukan dan sesuai dengan bentuk anatomi permukaan kunyah (Ginanjar, 2006). Abrasi
yang disebabkan oleh penyikatan gigi dengan arah horizontal dan dengan penekanan berlebih
adalah bentuk yang paling sering ditemukan .
2. Teknik vertical
Menyikat gigi dengan metode teknik vertical merupakan cara yang mudah dilakukan,
sehingga orang-orang yang belum diberi pendidikan bisa menyikat gigi dengan teknik ini (Nio,
B.K., 1987). Arah gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam keadaan rahang atas dan
bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi yang menghadap ke bukal/labial, sedangkan
untuk permukaan gigi yang menghadap lingual/palatal, gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah
dalam keadaan mulut terbuka. Cara ini terdapat kekurangan yaitu bila menyikat gigi tidak benar
dapat menimbulkan resesi gusi sehingga akar gigi terlihat (Ginanjar, 2006).
3. Teknik Roll
Menyikat gigi dengan teknik roll merupakan gerakan sederhana, paling dianjurkan,
efisien, dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat ditempatkan pada permukaan gusi, jauh
dari permukaan oklusal. Ujung bulu sikat mengarah ke apex. Gerakan perlahan-lahan melalui
permukaan gigi sehingga permukaan bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.
Waktu bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap permukaan email.
Ulangi gerakan ini sampai ±12 kali sehingga tidak ada yang terlewat. Cara ini dapat
menghasilkan pemijatan gusi dan membersihkan sisa makanan di daerah interproksimal
(Ginanjar, 2006). Menyikat gigi dengan roll teknik untuk membersihkan kuman yang menempel
pada gigi. Teknik roll adalah menggerakan sikat seperti berputar (Rubianto, 2006).
4. Teknik Charter‘s
Teknik menyikat gigi ini dilakukan dengan meletakkan bulu sikat menekan pada gigi dengan
arah bulu sikat menghadap permukaan kunyah/oklusal gigi. Arahkan 45º pada daerah leher gigi.
Tekan pada daerah leher gigi dan sela-sela gigi kemudian getarkan minimal 10 kali pada tiap-tiap
area dalam mulut. Gerak berputar dilakukan terlebih dulu untuk membersihkan daerah mahkota
gigi. Metode ini baik untuk membersihkan plak di daerah sela-sela gigi, pada pasien yang
memakaiorthodontic cekat/kawat gigi dan pada pasien dengan gigi tiruan yang permanen (Donna
Pratiwi, 2009)
5. Teknik Bass
Teknik penyikatan ini ditujukan untuk membersihkan daerah leher gingival dan untuk ini,
ujung sikat dipegang sedemikian rupa sehingga bulu sikat terletak 45º terhadap sumbu gigi
geligi. Ujung bulu sikat mengarah ke leher gingival. Sikat kemudian ditekan kearah gingiva dan
digerakkan dengan gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah
leher gingival dan juga terdorong masuk diantara gigi geligi. Teknik ini dapat menimbulkan rasa
sakit bila jaringan terinflamasi dan sensitive. Bila gingival dalam keadaan sehat, teknik bass
merupakan metode penyikatan yang baik, terbukti teknik ini merupakan metode yang paling
efektif untuk membersihkan plak (Depkes, 1991).
6. Teknik Stillman
Teknik ini mengaplikasikan dengan menekan bulu sikat dari arah gusi ke gigi secara
berulang-ulang. Setelah sampai di permukaan kunyah, bulu sikat digerakkan memutar. Bulu sikat
diletakkan pada area batas gusi dan gigi sambil membentuk sudut 45º dengan sumbu tegak gigi
seperti pada metode bass (Donna Pratiwi, 2009).
8. Teknik Fisiologis
Teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu sikat yang lunak. Metode ini
didasarkan pada anggapan bahwa penyikatan gigi menyerupai jalannya makanan, yaitu dari
mahkota kearah gusi. Letak bulu sikat tegak lurus pada permukaan gigi, sedangkan tangkai sikat
gigi dipegang horizontal (Be Kie Nio., 1987).
9. Teknik Kombinasi
Teknik ini menggabungkan teknik menyikat gigi horizontal (kiri-kanan), vertical (atas-
bawah) dan sirkular (memutar), (Rini, 2007). Setelah itu dilakukan penyikatan pada lidah di
seluruh permukaannya, terutama bagian atas lidah. Gerakan pada lidah tidak ditentukan, namun
umumnya adalah dari pangkal belakanglidah sampai ujung lidah (Donna Pratiwi, 2009).
Perhitungan dosis berdasarkan berat badan sebenarnya lebih tepat karna sesuai dengan
kondisi pasien ketimbang umur yang terkadang tidak sesuai dengan berat badan, bila
memungkinkan hitung dosis melalui berat badan
Rumus Thermich
PROLONG RETENSI.
Gigi susu tidak “copot” saat waktunya copot. Padahal di bawahnya udah ada gigi permanen yang
udah siap keluar. Karena tempat “nongol”nya masih dipake sama si gigi susu, si gigi permanen
ini jadi nongol di tempat lain, bisa di atasnya, ato sebelahnya. Nah ini nih yang bikin gigi jadi
“tumpang tindih/berjejal”.
Oral Habits
Mouth Breathing
Mouth breathing (bernafas dari mulut) telah menjadi salah satu faktor etiologi terjadinya
maloklusi. Mode pernapasan mempengaruhi bentuk rahang, lidah dan dapat juga mempengaruhi kepala.
Karenanya, bernafas dari mulut dapat menyebabkan berubahnya postur rahang dan lidah yang berlanjut
ke maloklusi. Kebanyakan orang normal melakukan mouth breathing ketika mereka melakukan kegiatan
fisik seperti ketika berolahraga atau ketika melakukan aktivitas yang berat.
Menggigit kuku tidak menyebabkan maloklusi besar, namun menyebabkan ketidakteraturan minor
dari gigi seperti rotasi, aus pada incisal edge, dan crowding.
OKLUSI
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang
terjadi selama pergerakan mandibula dan terakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada
kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental sistem1.
Perkembangan Oklusi gigi- geligi permanen. Foster ( 1982 ) membagi dalam tiga tahap
perkembangan :
1. Tahap erupsi molar pertama dan incisivi permanen.
Terjadi penggantian gigi inncisivi dan penambahan molar pertama permanen . Pada umur
6,5 tahun ketika incisivus sentral atas erupsi akan terlihat space pada garis median prosesus
alveolaris sehingga dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai suatu keadaan frenulum
yang abnormal, keadaan ini disebut dengan istilah “ Ugly duckling stage “.
Kadang –kadang incisiv permanen terlihat crowding pada saat erupsi dan incisive lateral
berhimpitan ( overlap ) dengan gigi caninus susu. Keadaan ini bisa diatasi bila terdapat
leeway space. Leeway space adalah perbedaan ruangan antara lebar mesiodistal gigi caninus,
molar pertama dan kedua susu dengan caninus premolar pertama dan kedua permanen.
Hubungan distal molar kedua susu atas dan bawah mempengaruhi hubungan molar
pertama permanen, molar pertama permanen penting peranannya pada tinggi vertikal rahang
selama periode penggantian gigi susu menjadi gigi permanen . Pada umur 8 tahun incisivi dan
molar pertama permanen telah erupsi. Apabila incivisi atas lebih dulu erupsi dari yang bawah,
dapat menyebabkan terjadinya gigitan dalam ( deep overbite ). Dengan adanya pertumbuhan
gigitan dalam yang terjadi dapat terkoreksi dengan occlusal adjustment yang terjadi
kemudian.
Klasifikasi Angle.
Edward Angle memperkenalkan sistem klasifikasi maloklusi ini pada tahun 1899.
Klasifikasi Angle ini masih digunakan dikarenakan kemudahan dalam penggunaannya.
Menurut Angle, kunci oklusi terletak pada molar permanen pertama maksila. Berdasarkan
hubungan antara molar permanen pertama maksila dan mandibula, Angle mengklasifikasikan
maloklusi ke dalam tiga klas, yaitu :
1. Klas I
Klas I maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan adanya hubungan normal
antar-lengkung rahang. Cusp mesio-buccal dari molar permanen pertama maksila
beroklusi pada groove buccal dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat
menunjukkan ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan
sebagainya. Maloklusi lain yang sering dikategorikan ke dalam Klas I adalah
bimaxilary protusion dimana pasien menunjukkan hubungan molar Klas I yang normal
namun gigi-geligi baik pada rahang atas maupun rahang bawah terletak lebih ke depan
terhadap profil muka.
2. Klas II
Klas II maloklusi menurut Angle dikarakteristikkan dengan hubungan molar dimana
cusp disto-buccal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove buccal
molar permanen pertama mandibula.
Klas II, divisi 1.
Klas II divisi 1 dikarakteristikkan dengan proklinasi insisiv maksila dengan hasil
meningkatnya overjet. Overbite yang dalam dapat terjadi pada region anterior.
Tampilan karakteristik dari maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang abnormal.
Klas II, divisi 2.
Seperti pada maloklusi divisi 1, divisi 2 juga menunjukkan hubungan molar Klas II.
Tampilan klasik dari maloklusi ini adalah adanya insisiv sentral maksila yang
berinklinasi ke lingual sehingga insisiv lateral yang lebih ke labial daripada insisiv
sentral. Pasien menunjukkan overbite yang dalam pada anterior.
3. Klas III
Maloklusi ini menunjukkan hubungan molar Klas III dengan cusp mesio-buccal dari
molar permanen pertama maksila beroklusi pada interdental antara molar pertama dan molar
kedua mandibula.
True Class III
Maloklusi ini merupakan maloklusi skeletal Klas III yang dikarenakan genetic yang
dapat disebabkan karena :
• Mandibula yang sangat besar.
• Mandibula yang terletak lebih ke depan.
• Maksila yang lebih kecil daripada normal.
• Maksila yang retroposisi.
• Kombinasi penyebab diatas.
Pseudo Class III
Tipe maloklusi ini dihasilkan dengan pergerakan ke depan dari mandibula ketika
rahang menutup, karenya maloklusi ini juga disebut dengan maloklusi ‘habitual’ Klas III.
Beberapa penyebab terjadinya maloklusi Klas III adalah :
• Adanya premature kontak yang menyebabkan mandibula bergerak ke depan.
• Ketika terjadi kehilangan gigi desidui posterior dini, anak cenderung menggerakkan
mandibula ke depan untuk mendapatkan kontak pada region anterior.
Klas III, subdivisi
Merupakan kondisi yang dikarakteristikkan dengan hubungan molar Klas III pada satu sisi
dan hubungan molar Klas I di sisi lain.
Klasifikasi Bennet.
Norman Bennet mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan etiologinya.
1. Klas I : posisi abnormal satu gigi atau lebih dikarenakan faktor lokal.
2. Klas II : formasi abnormal baik satu maupun kedua rahang dikarenakan defek
perkembangan pada tulang.
3. Klas III : hubungan abnormal antara lengkung rahang atas dan bawah, dan antar kedua
rahang dengan kontur facial dan berhubungan dengan formasi abnorla dari kedua
rahang.6
a. Dolichofacial (leptoprosopic)
Bentuk kepala dolichocephalic yang panjang dan oval membuat pertumbuhan wajah
menjadi sempit, panjang, dan protrusif. Tipe wajah ini disebut dengan leptoprosopic.
Pada leptoprosopic, tulang hidung cenderung tinggi dan hidung terlihat lebih protrusif.
Karena sangat protrusif, kadang-kadang hidung menjadi bengkok bahkan turun. Sudut lekukan
dan turunnya hidung akan meningkat bila panjang hidung meningkat. Jadi, konveksivitas hidung
lebih tinggi pada orang yang memiliki hidung panjang. Oleh karena bagian hidung dari tipe
wajah leptoprosopic lebih protusif, glabela dan lingkaran tulang orbital bagian atas menjadi lebih
sangat menonjol sedangkan tulang pipi menjadi terlihat kurang menonjol. Selain itu mata juga
terlihat cekung.
c. Mesofacial (Mesoprosopic)
Bentuk kepala mesocephalic merupakan bentuk kepala yang oval. Tipe wajah yang
dihasilkan berukuran sedang sehingga bentuk hidung, dahi, tulang pipi, bola mata, dan lengkung
rahang juga berukuran menengah. Tipe wajah ini sering dikaitkan dengan kelas II divisi II
maloklusi.
Morfologi bentuk wajah pertama sekali diperkenalkan oleh Martin dan Saller pada tahun 1957
dengan cara mengukur facial index.
Nilai indeks :
• Hypereuryprosopic : X - 78,9
• Euryprosopic : 79,0 - 83,0
• Mesoprosopic : 84,0 - 87,9
• Leptoprosopic : 88,0 - 92,9
• Hyperleptoprosopic : 93,0 - X
Pengukuran Tipe Wajah dengan Menggunakan Foto Lateral
Pengukuran tipe wajah dengan menggunakan foto lateral dapat dilakukan dengan
rumuschin-face height index. Chin-face height index merupakan penentuan tipe wajah dengan
mengukur tinggi dagu kemudian membaginya dengan tinggi wajah. Setelah itu hasilnya dikali
dengan 100. Garis-garis yang akan diukur dapat dilihat pada gambar.
Chin-face Height Index = tinggi dagu (B’-Me) / tinggi wajah (Na-Me) x 100
Hasil perhitungan chin-face height index, disesuaikan dengan ketentuan berikut:
• tipe wajah euryprosopic
♀ = 23.5 ± 2
♂ = 22 ± 2
• tipe wajah mesoprosopic
♀ = 25,5 ± 2
♂ = 25 ± 2
• tipe wajah leptoprosopic
♀ = 27,5 ± 2
♂ = 27 ± 2
SEFALOMETRI
~> analisis dan pengukuran yang dibuat pada cephalogram.
Macam-macam sefalometri :
Lateral yaitu menyediakan tampilan lateral.
Frontal yaitu menyediakan tampilan antero-posterior.
Kegunaan Sefalometri
o Membantu menegakkan diagnosis → dapat mempelajari struktur skeletal, dental, dan
jaringan lunak dari regio kraniofasial.
o Membantu klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental, dan membantu menentukan tipe
fasial dari pasien.
o Membantu menentukan rencana perawatan.
o Membantu evaluasi hasil dari perawatan.
o Membantu memprediksi perubahan yang berhubungan dengan pertumbuhan untuk
tindakan perawatan bedah.
o Dapat menjadi alat bantu dalam penelitian yang berhubungan dengan regio kraniofasial.
Titik Landmark
Titik Referensi dalam sefalometri (Landmark).11
· Titik jaringan keras
No. Landmak Pengertian
1 Sella turcica (S/sella) Titik tengah dari fossa hipofiseal. Merupakan
area ovoid dari tulang spenoid yang mengandung
kelenjar pituitari
2 Nasion (N) Sambungan eksternal dari sutura frontonasal di
bidang median. Apabila sutura tidak terlihat, titik
berada di cekungan terdalam os nasal dan os
frontal.
3 Orbitale (O) Titik paling inferior dari batas ekternal orbita.
4 Condylion (Cd) Titik paling superior dari kepala artikular
kondilus
5 Anterior nasal spine (ANS) Proyeksi paling anterior pada maksila di bidang
median
6 Titik A (Subspinale/A) Titik terdalam kurvatur anterior maksila antara
ANS dan alveolar crest
7 Titik B (submentale/B) Titik paling posterior pada kurva terluar prosesus
alveolaris mandibula antara alveolar crest dan
dagu
8 Pogonion (Pg) Titik paling anterior pada simfisis mandibula di
mid sagital
9 Menton (M) Titik paling inferior dari simfisis mandibula
10 Gnation (Gn) Titik yang dibentuk dari perpotongan bidang
fasial (N-Pg) dan bidang mandibula (Go-Me)
11 Gonion (Go) Titik yang dibentuk dari perpotongan margin
posterior ramus mandibula dan bidang mandibula
dan diproyeksikan ke Nasion sebagai tangen
garis
12 Artikulare (Ar) Titik perpotongan margin ramus dan margin
terluar basis kranii
13 Porion (Po) Titik paling superior dari meatus akustikus
eksternus atau aspek superior dari metal ring
sefalostat
14 Basion (Ba) Titik paling inferior posterior dari tulang
oksipitalyang berhubungan dengan margin
anterior foramen magnum
15 Posterior nasal spine (PNS) Ujung posterior dari spina dan tulang palatina