Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Perawatan Saluran Akar

Perawatan saluran akar (PSA) merupakan salah satu perawatan yang

dilakukan dengan cara mengambil seluruh jaringan pulpa nekrosis, membentuk

saluran akar gigi untuk mencegah infeksi berulang. Tujuan perawatan saluran akar

(PSA) adalah untuk mempertahankan gigi non-vital dalam lengkung gigi agar

dapat bertahan selama mungkin dalam rongga mulut dengan cara membersihkan

dan mendisinfeksi sistem saluran akar sehingga mengurangi munculnya bakteri

(Nissa dkk., 2013).

Perawatan saluran akar (PSA) terdiri dari tiga tahap utama yaitu: preparasi

biomekanis saluran akar atau pembersihan dan pembentukan (cleaning and

shaping), sterilisasi saluran akar dan obturasi saluran akar. Salah satu tahapan

dalam pembersihan dan pembentukan (cleaning and shaping) yang penting adalah

tahap irigasi saluran akar (Grossman dkk., 1995). Penyebab kegagalan perawatan

saluran akar (PSA) sebagian besar disebabkan oleh tahap irigasi saluran akar yang

kurang baik. Salah satu tujuan tahap tersebut adalah untuk membersihkan saluran

akar dari mikroorganisme patogen yang menyebabkan infeksi berulang pasca

perawatan saluran akar (PSA). Mikroorganisme yang tersisa pada saluran akar

atau yang tumbuh pasca obturasi saluran akar merupakan penyebab utama

kegagalan perawatan saluran akar (PSA) (Mulyawati., 2011).


Dalam perawatan saluran akar ini, salah satu faktor penting terutama

adalah preparasi saluran akar. Sejumlah debris dalam bentuk serpihan dentin,

fragmen pulpa, jaringan nekrotik, mikroorganisme dan cairan irigasi intrakanal

dapat secara tidak sengaja terdorong dari saluran akar ke jaringan periapeks

selama preparasi. Hal ini patut menjadi perhatian, karena ekstrusi elemen-elemen

tersebut dapat memicu respons inflamasi akut, flare-up antar kunjungan, nyeri

paska instrumentasi, dan memperlambat penyembuhan periapeks (Seltzer dan

Naidrof, 1985).
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Perawatan Saluran Akar


Perawatan saluran akar adalah perawatan yang dilakukan dengan

mengangkat jaringan pulpa yang telah terinfeksi dari kamar pulpa dan saluran

akar, kemudian diisi padat oleh bahan pengisi saluran akar agar tidak terjadi

kelainan lebih lanjut atau infeksi ulang. Tujuannya adalah untuk

mempertahankan gigi selama mungkin di dalam rahang, sehingga fungsi dan

bentuk lengkung gigi tetap baik (Aya, 2005).

Perawatan saluran akar dibagi dalam perawatan saluran akar vital,

perawatan saluran akar devital dan perawatan saluran akar non vital.

Perawatan saluran akar meliputi tiga tahapan yaitu preparasi biomekanis

saluran akar, disenfeksi (sterilisasi), dan obsturasi (pengisian saluran akar)

(Luthfi, 2002). Perbedaan utama adalah perawatan sebelum dilakukan

pengambilan jaringan pulpa. Pada perawatan saluran akar vital pengambilan

jaringan pulpa dilakukan setelah gigi di anastesi, sedangkan perawatan

saluran akar devital dilakukan pada penderita yang menolak di anastesi,

penderita yang alergi terhadap anastetikum atau penderita yang menolak di

anastesi ulang. Dalam hal ini dilakukan devitalisasi dengan devitalizing

pastes. Perawatan saluran akar non vital, dengan melakukan pengeluaran

pulpa pada gigi dalam keadaan nekrosis pulpa dan gangren pulpa. Bila gigi

dalam keadaan nekrosis pulpa pengambilan pulpa seluruhnya dilakukan pada

kunjungan pertama. Pada kondisi ganggren pulpa, pengambilan jaringan


pulpa sebagian sampai 1/3 saluran akar dilakukan pada kunjungan pertama

(Hartono, 2000).

B. Anatomi Foramen Apikal


Untuk memahami konsep panjang kerja, diperlukan pemahaman

tentang anatomi. Menurut Kuttler, anantomi daerah apeks dapat berubah

karena usia. Gambar 2.1, menunjukkan konsep apeks gigi (a), apeks pada usia

muda (b) dan perubahan apeks karena terjadi deposisi jaringan keras (c).

Gambar 2.1 Posisi foramen apikal a.konsep apeks gigi. b.apeks pada usia

muda. c.apeks pada usia lebih lanjut

Gambar 2.2 Anatomi apeks akar (diadaptasi dari Kuttler 1955) 1. Apeks, 2.
Foramen apical mayor, 3. Foramen apical minor (konstriksi apical), 4 Jarak
apeks ke foramen apikal mayor, 5. Jarak antara foramen apikal mayor ke
foramen apikal minor (konstriksi apikal).

Secara umum disepakati bahwa ada tiga aspek berbeda pada apeks

yang harus diperhatikan. Gambar 2.2 adalah anatomi apeks akar yang terdiri

dari apeks gigi (1), foramen apikal mayor (2), dan foramen apikal minor (3)

atau yang disebut CDJ (Cemento Dentinal Junction) atau konstriksi apikal.

Foramen apeks tidak selalu terletak pada apeks anatomis gigi. Foramen

saluran akar utama dapat terletak pada salah satu sisi apeks anatomis, kadang-

kadang jaraknya dapat mencapai 3 mm pada 50-98 % akar. . Dummer dkk

(1984) melaporkan bahwa jarak rata-rata apeks ke foramen mayor (Gbr 2.2,

no 4) adalah 0,38 mm dan jarak rata-rata apeks ke konstriksi apikal adalah

0,89 mm. Menurut Kuttler (1955) pusat foramen dapat berdeviasi karena usia
yang disebabkan penebalan sementum apikal. Deviasi itu dapat mencapai

76% dari seluruh sampel, terbanyak pada akar mesial molar RB (96%) dan

terkecil pada kaninus RB (55%).Deviasi juga terjadi lebih sering pada sampel

gigi posterior lebih banyak dibandingkan sampel gigi anterior (masing-

masing 81 % dan 66%). Jarak rata-rata antara foramen mayor dan apeks

anatomis adalah 0,99mm, terbesar pada gigi posterior 1,10 mm dan terkecil

pada gigi anterior sebesar 0,73 mm. Jarak rata-rata terbesar ditemukan pada

gigi premolar (1,38 mm) dan jarak terkecil ditemukan pada gigi insisif RA

(0,54 mm)

Konstriksi apikal, bila ada, merupakan bagian tersempit saluran akar

dengan diameter aliran darah terkecil ke titik ini menghasilkan daerah

perlukaan yang kecil dan kondisi penyembuhan yang optimal. Lokasi

konstriksi apikal bervariasi antara satu akar dengan akar yang lain dan

hubungannya ke CDJ juga bervariasi dan CDJ sangat tidak beraturan dan

dapat lebih tinggi hingga 3 mm pada satu dinding akar, jika dibandingkan

dinding sebelahnya. Radiografik dapat memberikan perkiraan struktur

histologis ini dan meskipun secara klinis memungkinkan, rata-rata digunakan

untuk menentukan letak konstriksi apikal dari apeks anatomis atau apeks

radiografik yang dapat menyebabkan overfiling atau underfiling.

Menggunakan nilai rata-rata penelitian anatomis dan menggunakan

asumsi bahwa CDJ terletak pada konstriksi apikal telah menyebabkan

penentuan panjang kerja adalah 1-2 mm lebih pendek dari apeks anatomis

seperti terlihat di radiograf. Dummer dkk (1984) mengklasifikasikan

konstriksi apikal menjadi empat tipe berbeda dan berspekulasi bahwa dengan
asumsi ini akan menyebabkan preparasi kurang di tipe B dan preparasi

berlebih pada tipe D

Pengukuran yang didasarkan hanya dari panjang akar radiografis

dan bukan dari panjang saluran akan menyebabkan bahan pengisi saluran

akar keluar melebihi foramen apikal dan masuk ke jaringan periapeks. Fakta

ini harus diingat ketika menentukan panjang saluran akar saat melakukan

terapi saluran akar. Radiograf dengan pengetahuan anatomis, sensasi taktil

dan pengamatan yang tajam untuk cairan jaringan darah pada instrument dan

paper point akan membantu memodifikasi jarak.

C. Teknik-teknik Pengukuran Panjang Kerja

1. Sensasi taktil, meskipun berguna pada tangan yang


pengalaman, tetap memiliki keterbatasan. Variasi anatomis
lokasi konstriksi apikal , ukuran, tipe gigi dan usia pasien
membuat pengukuran panjang kerja tidak reliable. Pada
sejumlah kasus, saluran akar, sklerosis atau konstriksi rusak
karena resorpsi inflamasi. Seidberg dkk. (1975) menentukan
bahwa diantara klinisi berpengalaman, hanya 60% yang dapat
menunjukkan lokasi konstriksi apikal dengan sensasi taktil.
Persentasinya meningkat sebesar 75% apabila saluran akar
telah dilakukan preflaring
2. Penentuan panjang kerja dengan radiografik telah digunakan
bertahun-tahun dan telah dijadikan standar penentuan panjang
kerja. Apeks pada radiografik adalah ujung anatomis akar
seperti terlihat pada radiograf. Sedangkan foramen apikal
adalah daerah di saluran akar tempat saluran meninggalkan
permukaan akar, yang berhubungan langsung dengan ligament
periodontal. Saat foramen apikal keluar ke sisi akar sebelah
bukal atau lingual, foramen apikal menjadi sulit untu dilihat
pada radiograf.
3. Inovasi dalam perawatan saluran akar adalah berkembang dan
diproduksinya alat elektronik untuk mendeteksi ujung
terminal saluran akar. Fungsinya berdasrkan fakta bahwa
konduktivitas listrik pada jaringan di sekitar apeks akar lebih
besar daripada konduktivitas dalam sistem saluran akar, apakah
saluran akar itu kering atau terisi cairan nonkonduktif
4. Inovasi lain pengukuran panjang kerja endodontic adalah Cone
Beam Computed Tomography (CBCT). Dari pengukuran,
CBCT memiliki hasil pengukuran sama dengan EAL (koefisien
korelasi Pearson berkisar 0,904 sampai 0,968). Penelitian
prospektif di masa mendatang harus dapat menilai apabila dan
kapan radiografi intraoral untuk mengukur panjang kerja dapat
dihindari ketika CBCT dapat digunakan.

D. Alat Elektronik Pengukur Panjang Kerja


Asumsi fundamental alat elektronik pengukur panjang kerja ialah

bahwa jaringan manusia memiliki karakteristik tertentu yang dapat dibuat

modelnya dengan kombinasi komponen-komponen listrik. Oleh karena itu,


dengan mengukur sifat elektrik (yaitu resistensi, impedansi) yang serupa

sirkuit listrik, sejumlah sifat klinik (seperti posisi file) dapat diambil.

Custer (1918) memperkenalkan alat listrik untuk menentukan

terminal saluran akar yang berdasarkan fakta bahwa konduktivitas listrik

jaringan di sekitar apeks akar lebih besar daripada konduktivitas di dalam

sistem saluran akar, yang berada di daerah koronal terminal saluran akar.

Custer mencatat bahwa perbedaan dalam nilai konduktivitas ini dapat

diketahui lebih mudah apabila saluran akar kering atau hanya terisi sedikit

cairan semikonduktif seperti alkohol. Dengan kata lain, ia menemukan bahwa

resistensi listrik, dekat dengan foramen lebih rendah dari daerah koronal

saluran akar. Karena itu Custer meletakkan posisi ‘foramen’ dengan

memberikan voltase antara ‘alveolus di depan apeks akar’ dan ‘broach di

dalam pulpa’ dan mengukur nilai arus listrik (dengan sebuah milammeter).

Pada percobaan pionirnya, menggunakan teknologi saat itu, sirkuit listrik

Custer memiliki tiga ‘dry cells’: milammeter, elektroda negatif dan elektroda

positif. Ketika sirkuit disambungkan, voltase positif kecil diberikan pada

‘broach’yang kemudian dimasukkan ke dalam ‘pulpa’ dan perlahan

dimasukkan ke dalam. Saat ‘broach’ mencapai foramen, sebagai akibat

peningkatan konduktivitas listrik, arus listrik bertambah dan sebagai

konsekuensi’pergerakan pasti pada jari telunjuk’ ammeter dapat terlihat.

Custer (1918) menyimpulkan bahwa pergerakan ini, yang proporsional

terhadap arus listrik dan juga konduktivitas elektrik, merupakan panduan

yang reliable untuk menunjukkan posisi relatif broach terhadap ‘apical

foramen’.Kemudian, Suzuki (1942)23, 24


pada penelitian eksperimentalnya
pada iontoforesis di gigi anjing menunjukkan bahwa resistensi listrik antara

instrumen saluran akar yang dimasukkan ke dalam saluran dan elektroda yang

dikenakan pada membran mukosa mulut menunjukkan nilai konsisten.

E. Bentuk dan Fungsi dari ProTaper

ProTaper yang digunakan dalam preparasi saluran akar gigi, dibagi atas 2

jenis berdasarkan kegunaannya.

1. File pembentuk atau shaping files

File ini terdiri dari 3 jenis file yang berfungsi sebagai pembentuk

saluran akar.

a. File pertama disebut sebagai Shaper X atau SX yang memiliki

pegangan berwarna emas tanpa adanya cincin identifikasi pada

pegangannya. SX memiliki panjang keseluruhan 19 mm dan

memiliki DO 0,19 mm dan D14 mendekati 1,2 mm. File SX

digunakan untuk membentuk saluran akar yang pendek secara

optimal dan juga membentuk bagian koronal dari saluran yang

panjang. SX merupakan instrumen yang dapat menggantikan

fungsi Gates-glidden drills.

b. File yang kedua disebut dengan shaping file No. 1 atau S1.

Memiliki cincin identifikasi berwarna ungu dengan pegangan

berwarna emas. File S1 memiliki D0 0,17 mm dan D14 sampai 1,2

mm. S1 didesain untuk membentuk bagian 1/3 koronal dari saluran

akar.

c. S2 memiliki cincin identifikasi berwarna putih. File S2 memiliki


D0 0,2 mm dan D14 sampai 1,2 mm. S2 digunakan untuk

membentuk dan melebarkan bagian 1/3 tengah saluran akar.

Instrumen S1 dan S2 juga dapat membentuk 2/3 koronal dari

saluran akar serta melebarkan 1/3 apikal.

2. File akhir atau finishing file

File akhir memiliki 3 jenis yang berbeda, yaitu

a. F1 (cincin indikator berwarna kuning, diameter 0,20 mm, diantara

D0 sampai D3 memiliki taper 7%)

b. F2 (cincin indikator berwarna merah, diameter 0,25 mm, diantara

D0 sampai D3 memiliki taper 8%)

c. F3 (cincin indikator berwarna biru, diameter 0,3 mm, diantara D0

sampai D3 memiliki taper 9%)


BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas
1. Nama : Kustiyah
2. Alamat : Tambaksogra
B. Anamnesa
1. CC : Pasien datang ingin melakukan perawatan gigi belakang kiri rahang

bawahnya yang berlubang besar.


2. PI : Pasien merasakan gigi tersebut ngilu pada saat makan dan minum

dingin, terkadang gigi terasa ngilu spontan terutama pada saat

malam hari
3. PMH : Pasien tidak dicurigai mengalami kelainan sistemik
4. PDH : Pasien satu bulan yang lalu datang kedokter gigi untuk

membersihkan karang gigi dan mencabut giginya yang berlubang

besar.
5. FH : Pasien dan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit sistemik.
6. SH : Ibu rumah tangga dan tinggal di lingkungan yang bersih.
C. Pemeriksaan Obyektif

Gigi 36 terdapat kavitas hingga kedalaman pulpa dibagian oklusalnya.

Vitalitas = positif (+)

Perkusi = negatif (-)

Palpasi = negatif (-)

Mobilitas = negatif (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi periapikal
Gigi 36 terdapat gambaran radiolusen dibagian oklusal hingga kedalaman

pulpa.
E. Rencana Perawatan
Perawatan saluran Akar Ganda
F. Tahapan Perawatan
1. Anestesi ataupun melakukan devitalitasi gigi
2. Access Opening/ Cavity Entrance
a. Menentukan outline form yang merupakan proyeksi ruang pulpa ke

permukaan oklusal gigi posterior. Tujuan gambara outline adalah

menghindari terbuangnya jaringan dentin secara berlebihan waktu

preparasi membuka akses ke ruang pulpa.


b. Dengan menggunakan round bur atap pulpa dibuang dengan gerakan

dari kamar pulpa ke arah luar. Dinding kavitas diratakan dengan

tapered fissure bur sampai berbentuk divergen ke arah oklusal.

Pengambilan jaringan pulpa pada kamar pulpa menggunakan

ekskavator sampai pada batas orifice


c. Pengambilan jaringan pulpa
Eksplorasi yaitu mencari jalan masuk ke saluran akar melalui orifice

dengan menggunakan ekplorer/smooth broach/jarum miller. Ekstirpasi

yaitu pengambilan jaringan pulpa pada saluran akar dengan cara jarum

ekstirpasi/barbed broach dimasukkan sedalam 2/3 panjang saluran

akar kemudian diputar 180⁰ searah jarum jam kemudian ditarik keluar.

Cara ini dapat dilakukan berulang apabila dirasakan jaringan pulpa

belum terambil seluruhnya


d. Pengukuran panjang kerja
Ada beberapa cara pengukuran panjang kerja yaitu menggunakan

radiografi dan elektrik menggunakan alat root canal meter/apex

locater
1) Pengukuran menggunakan foto rontgen metode perbandingan
Mengukur panjang gigi estimasi pada radiografi diagnostik

(radiografi preoperatif) pasien yaitu pada foramen apikal. Panjang

ini dikurangi 1 mm sebagai faktor pengaman karena kemungkinan

terjadi distorsi pada waktu pengambilan radiograf. Ukur instrumen

file yang akan dipakai untuk mengukur panjang kerja sesuai

perbandingan tadi dan diberi stopper. Masukkan instrumen tadi ke

dalam saluran akar hingga stopper terletak pada titik referensinya.

Buat radiograf lagi.

PGS =

P kerja = PGS – 1mm

Keterangan ;
PGS = Panjang Gigi Sebenarnya
PGF = Panjang Gigi Foto pada Foto
PAS = Panjang Alat Sebenarnya
PAF = Panjang Alat pada Foto

1) Pengukuran menggunakan Apex Locator


Apex locator merupakan suatu alat yang digunakan untuk

identifikasi apeks dalam saluran akar, sehingga panjang kerja

dapat ditentukan. Keuntungan antara lain mempersingkat waktu

perawatan, mengurangi dosis radiasi bila dibandingkan dengan


cara radiografi, dilaporkan sebagai alat ukur yang akurat,

memberikan pengukuran ulang yang sama, dapat mendeteksi

adanya perforasi.
Cara kerja =
a) Jenis EAL tipe multi-frekuensi terbaik saat ini
b) Dapat beroperasi dalam saluran akar terisi pus atau jaringan
c) Hindari saluran yang penuh dengan larutan elektrolit, kontak

dengan restorasi logam


d) Error dapat terjadi pada variasi apikal seperti saluran aksesori,

percabangan, kalsifikasi, dan penyumbatan


e) Bila memungkinkan, perkirakan Panjang Kerja dari radiograf

diagnostik/preoperatif
f) File dipilih yang pas dalam saluran
g) File dimasukkan sebagian dalam saluran sebelum ditempelkan

pada penjepit file.


h) Gerakkan file maju mundur (osilasi) pada saat perlahan-lahan

masuk menuju apeks


i) Pada saat file menuju apeks, posisi file terlihat di layar unit

menunjukkan file masih di dalam saluran atau menembus.


j) Ulangi berkali-kali gerakan tersebut untuk membuktikan posisi

dan panjang yang benar. Apabila hasilnya sama, catat sebagai

panjang kerja
k) Penentuan panjang kerja yang ideal merupakan hasil radiograf

dikalibrasikan dengan hasil apex locator. Rontgent preoperatif

tetap digunakan untuk semua perawatan. Apex locator tidak

dapat menentukan lebar, lengkung, dan jumlah saluran akar.


e. Preparasi Saluran Akar
1) Ekplorasi saluran akar dengan K-file no. 8, no. 10, no. 15

sepanjang seberapa bisa masuk file tersebut. Sesudah itu

masukkan shaping file no. 1 (F1) dengan handle identifikasi

berwarna ungu sepanjang seberapa bisa masuk juga.


2) Setelah saluran akar besar dan longgar eksplorasi saluran akar

dengan K-file no. 15 dengan gerakkan naik turun sampai beberapa

mm sepanjang panjang kerja, lakukan dengan gerakkan pasif.

Setelah itu kamar pulpa diisi dengan NaOCl sebagai prosedur awal
3) Kemudian gunakan protaper yang dimulai kembali dari shaping

file no.I (S1) dengan handle identifikasi berwarna ungu. S1

dimasukkan ke dalam saluran akar dan digerakkan perlahan

dengan membuka handle secara lembut searah jarum jam ke apikal

sampai file sedikit tertahan, lalu lepas file dengan memutar handle

file berlawanan jarum jam sampai 45-90 derajat kedalaman K-file.

Pada saluran akar yang lebih sulit, diperlukan lebih dari sekali

rekapitulasi untuk memperbesar 2/3 koronal dari saluran akar, lalu

irigasi.
4) Kemudian shaper X (SX) digunakan untuk menyingkirkan dentin

secara selektif, merelokasi saluran akar dari bahaya perforasi dan

mencapai akses tegak lurus ke radikular. Dengan diperbaiki akses,

kemudian SX dimasukkan dalam saluran akar sampai ada tahanan

ringan, lalu lakukan gerakkan yang sama dengan File S1 dari

apikal ke arah koronal lalu irigasi kembali.


5) Setelah proseur pre-enlargement selesai dengan akses 2/3 koronal

yang baik gunakan K-file no. 10 untuk preparasi saluran akar.

Setelah masukkan S1 untuk mengkonfirmasi panjang kerja.


6) Kemudian gunakan shaping file 2 (S2) dengan handle identifikasi

berwarna putih sampai panjang kerja lalu irigasi kembali


7) Setelah itu saluran akar diisi kembali dengan irigasi lalu

digunakan finishing file no. 1 (S1) dengan handle identifikasi


warna kuning, secara hati-hati dimasukkan sepanjang panjang

kerja, irigasi kembali


8) Periksa ukuran dari foramen apikal menggunakan K-file no. 20

sampai panjang kerja. Jika pas pada panjang kerja maka canal

disiapkan untuk obturasi. F1 merupakan ukuran minimum yang

direkomendasikan. Jika masih longgar gunakan F2 dan F3,

masukkan kembali sampai panjang kerja. Laluperiksa embali

dengan K-file No.25 dan No.30, kemudian irigasi

f. Mencoba Guttap Point


g. Pengisian saluran akar
Dilakukan bila:
1) Tidak ada keluhan
2) Pemeriksaan objektif (perkusi, palpasi) negatif
3) Tidak ada eksudat
4) Tumpatan sementara masih baik

Anda mungkin juga menyukai