Anda di halaman 1dari 12

Perawatan Endodontik Regeneratif Dengan Perforasi Resorpsi Akar Internal:

Laporan Kasus

Abstrak

Tujuan: Untuk mempresentasikan prosedur perawatan endodontik regeneratif dari

kasus perforasi resorpsi akar internal serta temuan klinis dan radiografinya setelah dua

tahun.

Ringkasan: Seorang pasien wanita berusia 14 tahun mengeluh nyeri dengan skala

sedang terkait dengan gigi seri lateral rahang kiri atasnya. Setelah pemeriksaan

radiografi, lesi perforasi resorpsi internal di sepertiga tengah gigi 22 terdeteksi. Dibawah

anestesi lokal dan isolator karet, rongga akses disiapkan dan saluran akar dibentuk

menggunakan K-file di bawah irigasi berlebihan dengan NaOCl 1%, EDTA 17% dan air

suling. Pada akhir pertemuan pertama dan kedua, pasta kalsium hidroksida (CH)

ditempatkan di saluran akar menggunakan lentulo. Setelah tiga bulan, pasta CH

dibersihkan menggunakan larutan NaOCl 1% dan EDTA 17% dan perdarahan di

saluran akar dijajaki dengan menempatkan K-file ukuran 20 ke dalam jaringan

periapikal. Mineral trioksida agregat kemudian ditempatkan di atas bekuan darah.

Rongga akses dipulihkan menggunakan semen ionomer kaca dan resin komposit.

Setelah dua tahun, gigi tersebut asimtomatik dan pemeriksaan radiografi menunjukkan

pembentukan jaringan keras di daerah resorpsi berlubang dan remodeling permukaan

akar.

Poin pembelajaran utama


Prosedur perawatan endodontik regeneratif adalah pendekatan alternatif untuk
mengobati lesi resorpsi akar internal yang berlubang.
Kalsium hidroksida efektif sebagai mediakamen intrakanal dalam prosedur perawatan
endodontik regeneratif.

Pendahuluan

Resorpsi akar internal (IRR) didefinisikan sebagai kerusakan resorptif dari aspek

internal akar yang disebabkan oleh aktivitas odontoklastik yang utamanya terkait

dengan pulpitis kronis dan trauma. Iritasi mikroba berkelanjutan, pulpotomi, retakan,

prosedur transplantasi, perawatan ortodontik dan bahkan infeksi virus dianggap sebagai

faktor etiologi lainnya (Brady & Lewis 1984, Solomon et al.1986, Walton & Leonard

1986, Haapasalo & Endal 2006, Patel et al. 2010). Osteoprotegerin, receptor activator

of nuclear factor kappa-B ligand (RANKL), receptor activator of nuclear factor kappa-B

(RANK) dan macrophage colony-stimulating factor (MCSF) merupakan komponen

penting untuk kaskade inflamasi dalam jaringan pulpa yang memicu diferensiasi sel

induk menjadi odontoklas atau makrofag untuk mengembangkan resorpsi dentin (Rani

& MacDougall et al. 2000, Belibasakiset al. 2013). Namun mekanisme imunohistokimia

yang tepat dari proses resorpsi tidak dipahami sepenuhnya (Nilsson et al. 2013).

Diagnosis IRR tergantung pada lokalisasi dan tingkat keparahan daerah

resorptif. Karena sifatnya yang asimptomatik, IRR awalnya sebagian besar terdeteksi

secara kebetulan pada waktu investigasi radiografi rutin (Calışkan & Türkün 1997).

Namun, gejala klinis (nyeri, pembengkakan, saluran sinus, perubahan warna gigi) baru

diketahuhi pada stadium lanjut (Haapasalo & Endal 2006). Selain itu, ketika IRR terletak

secara koronal, bercak merah muda yang biasa dikenal dengan “pink spot” yang

berhubungan dengan jaringan ikat yang termaskularisasi dan mengandung osteoklas


sering diamati (Mummery 1920, Silveiraet al. 2009). Namun dalam beberapa kasus,

kondisi ini dapat salah didiagnosis sebagai resorpsi akar eksternal, karena terdapat

bercak merah mudah yang serupa (Lyroudiaet al. 2002, Heithersay 2007).

Secara radiografis, defek umumnya seragam, berbentuk bulat ke oval dan ruang

saluran akar normal terganggu. Meskipun margin IRR ditetapkan dengan jelas di

daerah radiolusen, garis luar asli kanal tampak terdistorsi/menyimpang. Ketika resorpsi

meluas ke permukaan akar eksternal dan mengganggu dinding akar, kerusakan

jaringan periodontal yang berdekatan dapat terjadi (Gartner et al. 1976, Gulabivala &

Searson 1995).

Diagnosis dini dan manajemen IRR yang akurat sangat penting untuk menjaga

integritas gigi (Patel et al. 2010), dan penentuan batas area resorpsi dianggap sebagai

faktor penting dalam menentukan pilihan perawatan yang tepat (Bhuvaet al. 2011).

Oleh karena itu, evaluasi tiga dimensi area resorpsi dengan cone beam computerized

tomography (CBCT) memberikan informasi penting untuk diagnosis dini dan

perencanaan perawatan (Patel et al. 2009b, Nilsson et al. 2013). Ketika kerusakan

terbatas pada sistem saluran akar dan tidak meluas ke jaringan periodontal, perawatan

endodontik tanpa operasi/tanpa bedah kemungkinan akan berhasil (Calışkan & Türkün

1997). Dalam kasus-kasus seperti itu, strategi utama dari proses perawatannya adalah

dengan mengangkat sisa jaringan pulpa destruktif dan/atau nekrotik, menghentikan

proses resorptif dan mengisi sistem saluran akar termasuk kerusakan resorptif (Patel et

al. 2010). Namun, prosedur ini bisa rumit tergantung pada lokasi daerah resorpsi,

karena gigi yang sudah terinfeksi dapat semakin melemah selama perawatan. Jika

daerah resorpsi melubangi sistem saluran akar, maka proses perawatan bisa lebih
rumit dan pengobatan rekalifikasi menggunakan kalsium hidroksida (CH) dan/atau

tinfakan bedah telah disarankan sebagai pilihan pengobatan (Calışkan & Türkün 1997,

Nilsson et al. 2013). Struktur gigi yang lemah karena IRR rentan terhadap fraktur dan

terkadang diperlukan ekstraksi karena kerusakan yang luas dan tidak dapat dihentikan

(Jacobovitz & de Lima 2008).

Perawatan regenerative endodontic (RET) telah diperkenalkan sebagai protokol

pengobatan alternatif untuk apeksifikasi dan perawatan saluran akar konvensional

(Murray et al. 2007). Sebagian besar prosedur RET difokuskan pada gigi immature

yang tidak vital (Cottiet al. 2008, Bose et al. 2009, Ding et al. 2009, Trope 2010, Iwaya

et al. 2011) dan laporan kasus terkait kemanjurannya dalam situasi klinis lainnya tidak

banyak ditemukan (Chaniotis 2014, Santiago et al. 2015, Saoudet al. 2016, Priyaet al.

2016). RET mungkin berhasil dalam kasus IRR (Saoudet al. 2016, Priyaet al. 2016),

teknik perawatan seperti itu memberikan peluang untuk penggantian struktur gigi yang

hilang dan retensi gigi yang terkait dapat ditingkatkan secara signifikan. Oleh karena itu,

tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk menyajikan prosedur RET dari IRR yang

berlubang di sepertiga tengah dari akar serta temuan klinis dan radiografinya setelah

dua tahun.

Laporan kasus

Seorang pasien wanita berusia 14 tahun dirujuk karena nyeri dengan skala

sedang terkait dengan gigi seri lateral kiri rahang atasnya (gigi 22). Rekam medis

pasien tidak memiliki berkontribusi. Pemeriksaan klinis menunjukkan bahwa gigi

tersebut sedikit sensitif terhadap ketukan dan memiliki respon negatif terhadap
pengujian pulpa listrik. Kedalaman dan mobilitas probing periodontal berada dalam

batas normal. Pada radiograf periapikal, daerah resorpsi di sepertiga tengah gigi 22

terdeteksi. Diagnosis awal periodontitis apikal simptomatik dan resorpsi akar internal

dibuat (Gambar 1a). Untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang lokasi dan batas

area resorpsi, gambar CBCT dari gigi tersebut (Kodak 9000 3D; Practice Works, Inc.,

Atlanta, GA, USA) diperoleh dengan menggunakan pengaturan standar (waktu

pemaparan 10,8 detik, 70 kV, dan 10 mA). Crosssection CBCT aksial, sagital dan

koronal (ketebalan 76 μm) mengkonfirmasi adanya area resorpsi berat yang telah

melubangi permukaan akar (Gambar 1b, c, d). Permukaan bukal dan palatal gigi

diserap dan proses resorptif telah menginvasi plat kortikal tulang bukal. Permukaan

mesial gigi juga terinfeksi, dan hanya sisi distal akar yang muncul bunyi?.

Menggunakan alat ukur perangkat lunak (CS 3D Imaging Software versi 3.1.9;

Carestream Dental LLC, Atlanta GA, USA), area resorpsi ditetapkan sebagai berikut 4,6

x 4,5 x 3,8 mm.

Strategi pengobatannya yaitu dengan melakukan RET menggunakan

mediakamen CH dengan pembedahan endodontik yang dianggap sebagai pengobatan

lebih lanjut jika terjadi prognosis tak terduga dari daerah IRR yang berlubang. Pasien

dan orang tuanya mendapat informasi lengkap tentang prosedur perawatan dan

pemeriksaan tindak lanjut, dan formulir persetujuan tertulis diberikan sebelum prosedur

perawatan dimulai.

Di bawah anestesi lokal dan bendungan isolator karet, rongga akses disiapkan.

Prosedur pembentukan saluran akar dilakukan dalam dua tahap dalam pertemuan yang

sama. Pada tahap awal, panjang kerja ditentukan pada tingkat batas koronal dari
daerah resorpsi menggunakan pelacak lokasi elektronik (Propex II, DentsplyMaillefer,

Ballaigues, Swiss) dan radiograf periapikal ditentukan. Saluran akar dipersiapkan

menggunakan K-file (Mani, Inc, Tochigi Ken, Jepang) hingga ukuran 80. Pada tahap

kedua, akses ke bagian apikal dari saluran akar dijangkau dengan menggunakan K-file

ukuran 15 melewati luar daerah resorpsi, dan panjang kerja ditetapkan 1 mm lebih

pendek dari puncak radiografi. Persiapan saluran akar dilakukan pada panjang tersebut

hingga K-file ukuran 45. Selama prosedur pembentukan saluran akar, saluran akar

diirigasi dengan lembut menggunakan 1% natrium hipoklorit (NaOCl, Merck, Darmstadt,

Jerman) dan air suling dengan menggunakan jarum irigasi sisi-ventilasi (Probe Irigasi

KerrHawe; KerrHawe SA, Bioggio, Swiss). Pada akhir instrumentasi, saluran akar

diirigasi menggunakan 17% asam etilen diamin tetraasetat (EDTA, Merck, Darmstadt,

Jerman). Pendarahan yang berasal dari area resorpsi tidak berhenti sepenuhnya, tetapi

bagian koronal area resorpsi dapat dikeringkan menggunakan paper poin. Setelah itu,

pasta CH (Merck, Darmstadt, Germany) dimasukkan ke dalam saluran menggunakan

lentulo (ukuran 40, Mani Inc., Tochigi-Ken, Jepang) dan rongga akses ditutup

sementara dengan semen ionomer kaca (GC Fuji IX Extra ; GC Co., Tokyo, Jepang).

Empat minggu kemudian, pasta CH dihilangkan menggunakan 1% NaOCl, 17% EDTA

dan air suling. Pendarahan di daerah resorpsi menurun, tetapi belum hilang sempurna,

oleh karena itu pada akhir pertemuan kedua, pasta CH ditempatkan ke saluran akar

lagi. Rongga akses ditutup dengan semen ionomer kaca.

Pasien tidak bisa memenuhi jadwal karena alasan pribadinya dan baru datang

kembali tiga bulan kemudian. Gigi tidak menunjukkan gejala (Gambar 2a), isian

sementara dibuang dan saluran akar diirigasi menggunakan 1% NaOCl, 17% EDTA
dan air suling. Pendarahan dalam ruang kanal dicapai dengan menempatkan K-file

ukuran 20 (Mani, Inc, Tochigi Ken, Jepang) ke dalam jaringan periapikal. Mineral

agregat trioksida (MTA) (Dentsply, Tulsa Dental, Tulsa, OK, USA) diletakkan di atas

gumpalan darah. MTA ditutup dengan pelet kapas basah untuk memberikan

kelembaban dan rongga akses ditutup dengan semen ionomer kaca. Dua hari

kemudian, semen ionomer kaca dikeluarkan dan gigi dipulihkan dengan resin komposit

(Clearfil Majesty Esthetic, Kuraray Medical, Okayama, Jepang) (Gambar 2b).

Pada enam bulan dan dua tahun gigi asimptomatik, dan merespon negatif

terhadap uji termal dan pulpa listrik. Radiograf periapikal menunjukkan pembentukan

jaringan keras di daerah resorpsi yang berlubang dan remodeling permukaan akar

(Gambar 2c, d). Pada dua tahun penindaklanjutan, CBCT pada gigi tersebut diambil

dan bagian CBCT aksial, koronal dan sagital menunjukkan penyembuhan pada bukal

dan permukaan palatal gigi; peningkatan ketebalan dinding saluran akar terlihat di situs

resorpsi sebelumnya, dan penyembuhan yang signifikan dari lesi periradikular

terdeteksi (Gambar 2 e-g). Selain itu, perbandingan preoperative dan tindak lanjut 2

tahun bagian CBCT dari sagital gigi menunjukkan remineralisasi dalam saluran akar

dan terjadi pembentukan 1,1x1,5mm jaringan keras yang terlihat diantara koronal dan

jaringan akar pulpa (Gambar 3).

Pembahasan

Desinfeksi optimal sistem saluran akar dengan menggunakan medikamen

intracanal dianggap sebagai langkah penting dari RET (Ding et al 2009). Medikamen

intracanal yang paling sering digunakan dalam prosedur RET adalah kombinasi
antibiotik tripel (ciprofloxacin, metronidazole, dan minocycline) atau dobel (ciprofloxacin,

metronidazole) (Trope 2010). Meskipun kombinasi antibiotik dikaitkan dengan

keberhasilan dalam prosedur RET (Hoshino et al. 1996, Sato et al. 1996), mereka

memiliki beberapa kelemahan, termasuk perubahan warna, resistensi bakteri, dan

reaksi alergi (Reynolds et al. 2009). Pasta CH dianggap sebagai obat alternatif lain

dalam prosedur RET (Chuehet al. 2009, Cehreliet al. 2011, ESE 2016). Risiko

pengangkatan batang atau sel progenitor yang tersisa (Thomson & Kahler 2010),

penghilangan parsial dari saluran akar (Chuehet al. 2009) dan penurunan resistensi

fraktur akar (Andreasenet al. 2002) adalah beberapa kelemahan pengobatan CH.

Namun, laporan terbaru menunjukkan hasil yang efektif dari prosedur RET

menggunakan pasta CH (Chueh & Huang 2006, Cottiet al. 2008, Chuehet al. 2009,

Cehreliet al. 2011, Iwayaet al. 2011). Chueh dkk. (2009) menyarankan penggunaan CH

pada sepertiga koronal dari saluran akar sebagai tindakan pencegahan untuk

meminimalisir efek negatif dari pengobatan ini terhadap sel progenitor dan

menunjukkan hasil yang sukses. Dalam laporan kasus ini, pasta CH lebih dipilih

sebagai obat intracanal untuk menghilangkan jaringan residu pulpa nekrosis dan

menghilangkan aktivitas osteoklastik. Selain itu, pasta CH memiliki efek positif untuk

mengendalikan perdarahan dan mencegah kerusakan infeksi ulang (Brito-Júnioret al.

2010).

Dalam kasus ini, pembentukan saluran akar dan irigasi dilakukan dalam dua

tahap yang berbeda. Komunikasi sistem saluran akar dengan jaringan periradikular di

daerah perforasi, dan morfologi saluran akar yang tidak teratur adalah faktor penentu

selama prosedur pembentukan. Sebagai tindakan pencegahan, digunakan konsentrasi


yang lebih rendah dari larutan NaOCl untuk melindungi jaringan periradikular dari efek

toksiknya (Spangberget al. 1973, Baumgartner & Cuenin 1992, Hülsmann & Hahn

2000).

Ukuran foramen apikal merupakan faktor yang penting pada hasil RET; namun

tidak ada konsensus tentang diameter minimum foramen apikal untuk menyediakan

migrasi sel progenitor ke ruang saluran akar. Laureys dkk. (2013) menekankan bahwa

pembesaran foramen apikal hingga setidaknya 1 mm tidak terlalu penting untuk RET,

dan mereka menyampaikan bahwa pada diameter 0,32 mm tidak mencegah

revaskularisasi. Paryani & Kim (2013) melaporkan bahwa pembesaran apikal hingga

ukuran 0,6 mm sudah cukup dalam dua kasus RET mereka. Dalam laporan kasus ini,

pembesaran apikal dilakukan hingga 0,45 mm dan diameter apikal ini berhasil hingga 2

tahun.

Terlihat ada dua laporan kasus mengenai pengobatan kasus IRR menggunakan

RET (Priyaet al. 2016, Saoudet al. 2016), tetapi keberadaan perforasi dilaporkan hanya

pada salah satu kasus (Saoudet al. (2016). Mereka menggunakan pasta CH

(Metapaste; Meta Biomed, Chungbuk, Korea Selatan) pada pertemuan pertama dan

menerapkan pasta antibiotik tripel pada pertemuan kedua. Pada pertemuan ketiga,

terbentuk gumpalan darah dan ditutup dengan MTA. Penyembuhan progresif area

resorpsi akar dan pengurangan lesi periapikal terbukti pada tindak lanjut 19 bulan. Priya

dkk. (2016) menggambarkan protokol RET yang tidak biasa dalam kasus resorpsi akar

internal dan eksternal, yang terjadi setelah prosedur replantasi yang tertunda dari

insisivus permanen sentral rahang atas. Dalam hal itu, berbeda dengan laporan RET

sebelumnya, plasma kaya trombosit (PRP) diterapkan selama prosedur replantasi dan
semen ionomer gelas ditempatkan pada PRP, bukan MTA. Selain itu, pasta antibiotik

ganda (metronidazol e, minocycline) diinjeksikan ke dalam bagian koronal dari saluran

akar yang mengandung regenerasi vital atau pembuluh angkut. Pada tindak lanjut 12

bulan, gigi tidak menunjukkan gejala, tetapi tidak ada deposisi jaringan keras yang

terlihat di daerah IRR. Berbeda dengan dua laporan kasus tersebut, penyembuhan

yang nyata diamati di daerah IRR dari kasus ini pada dua tahun, yang dikonfirmasi

secara kualitatif dan kuantitatif dengan evaluasi CBCT. Perbandingan gambar 3D

berikutnya juga mengungkapkan terjadi pembentukan jaringan keras regeneratif di

daerah IRR setelah prosedur RET. Meskipun radiografi periapikal memberikan

informasi yang berguna, radiogram konvensional tidak cukup untuk menentukan tingkat

keparahan kondisi dan lokasi/batas kerusakan resorptif secara akurat (Patel et al.

2009a, Bhuvaet al. 2011). CBCT memberikan gambar resorpsi 3 dimensi dengan

sensitivitas tinggi dan spesifisitas menggunakan bagian aksial, koronal, dan sagital.

Dengan demikian, lebih cocok bagi dokter untuk mendiagnosis dan mengelola

kerusakan dengan benar (Bhuvaet al. 2011). Selain itu, CBCT memberikan informasi

tentang adanya perforasi akar, ketebalan dinding saluran akar, ukuran dan lokalisasi

lesi periradikular, hubungan dengan struktur anatomi tetangga, dan terjadinya

pengendapan jaringan keras metaplastik di dalam ruang kanal yang terlihat seperti

tulang atau sementum (Estrela et al. 2009). Namun, CBCT dikaitkan dengan radiasi

yang lebih tinggi kepada pasien daripada radiografi konvensional, dan untuk

memberikan perlindungan radiasi pada pasien, dan telah disarankan bahwa gambaran

CBCT hanya boleh digunakan dalam kasus-kasus penting (Scarfeet al. 2009).
Mekanisme penyembuhan dari kasus ini dapat dianggap sebagai proses tiga

langkah: desinfeksi saluran akar, menahan/menghentikan aktivitas osteoklastik, dan

permulaan pembentukan jaringan baru dalam area resorpsi dan ruang saluran akar.

Disinfeksi sistem saluran akar ditempuh dengan persiapan mekanis, irigasi saluran

akar, dan aplikasi pengobatan CH. Selain itu, CH menghentikan aktivitas osteoklastik

dan resorpsi jaringan keras (Tronstadet al. 1981, Mohammadi & Dummer 2011) dengan

necrotizing dan menghilangkan jaringan granulasi, yang merupakan sarang dari aktifitas

osteoklastik. Pada fase terakhir, struktur gigi yang sangat lemah dirawat dengan

prosedur RET, yang memungkinkan migrasi sel induk progenitor ke bagian yang rusak

dan ruang saluran akar untuk menyelesaikan proses remodeling.

Sifat jaringan yang terbentuk di dalam ruang saluran akar setelah prosedur RET

telah diteliti sebelumnya dalam penelitian pada hewan dan manusia (Wang et al. 2010,

Yamauchi et al. 2011, Martin et al. 2013, Shimizu et al. 2013). Meskipun penulis telah

menyatakan bahwa jaringan yang baru terbentuk di dalam saluran akar menyerupai

sementum, tulang, atau jaringan fibrosa seperti ligamen periodontal (Wang dkk. 2010,

Yamauchi dkk. 2011 Lin dkk. 2014),

mereka tidak aktual jaringan pulpa parenkim yang actual dan invasi sel punca

endogen dalam saluran akar tampaknya tidak cukup untuk mengembangkan kompleks

pulpa dentin yang baru yang.

Kesimpulan

Prosedur perawatan endodontik regeneratif adalah pendekatan alternatif perawatan

dalam kasus IRR. Pasta kalsium hidroksida berpotensi sebagai pengobatan intracanal
dalam prosedur RET. Namun, penyelidikan klinis lebih lanjut diperlukan untuk

mengklarifikasi proses penyembuhan yang tepat dari kasus IRR menggunakan RET

dan untuk memberikan validasi pada protokol yang disarankan dalam praktik

endodontik klinis.

Pernyataan Konflik Kepentingan

Para penulis telah menyatakan secara eksplisit bahwa tidak ada konflik kepentingan

sehubungan dengan artikel ini.

Anda mungkin juga menyukai