Anda di halaman 1dari 15

1

“THYROID HIPO / HIPER DISEASE”

A. Gambaran Umum

Thyroid Disease merupakan kelainan kelenjar endokrin yang


mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid dalam mensekresi hormon tiroid.
Penyakit ini umumnya lebih sering ditemukan pada perempuan (Larsen
PR, dkk., 1998). Terdapat dua kelainan dari thyroid Disease yaitu
hipertiroidisme dan hipotiroidisme. Keduanya ditentukan oleh sekresi
hormon tiroid baik yang mengalami defisiensi ataupun kelebihan
(Sherwood, 1987).
Hipertiroidisme atau disebut juga tirotoksikosis adalah suatu
keadaan meningkatnya kadar hormon tiroid bebas dalam darah
(Sumanggar, 1981). Selain itu, pada hipertiroidisme ditemukan juga
adanya peningkatan produksi triiodotironin (T3) dari hasil pengubahan
tiroksin (T4) dijaringan perifer (Ingbar, 1980). Sedangkan hipotiroidisme
merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid tidak dapat mensekresikan
hormon tiroid dengan cukup. Dan inflamasi pada kelenjar tiroid akibat
kerusakan sel kelenjar tersebut sering ditemukan pada kasus
hipotiroidisme ( Landenson dan Kim, 2007).

B. Etiologi
Berikut diantaranya penyebab dari terjadinya hipertiroidisme dan
hipotiroidisme.
1. Hipertiroidisme
a) Penyakit Grave (PG)
Penyebab dari hipertiroidisme sering diakibatkan oleh
penyakit Grave, yaitu penyakit autoimun dimana ditemukan
suatu antibodi yang cara kerjanya serupa dengan TSH
(Thyroid Stimulating Hormone) yang ada dalam darah. Zat
tersebut dikenal dengan TSI (Thyroid Stimulating
2

Immunoglobulin). TSI dapat merangsang sekresi dan


pertumbuhan tiroid.
b) Hipertiroidisme sekunder akibat defek hipotalamus atau
hipofisis anterior
Keadaan akibat defek hipotalamus atau hipofisis
anterior berdampak pada dihasilkannya sekresi berlebih
TSH sehingga mengakibatkan dihasilkannya sekresi
hormon tiroid dalam jumlah berlebihan.
c) Adenoma tiroid
Adenoma tiroid adalah tumor yang tumbuh pada
jaringan tiroid dan mampu mensekresikan hormon tiroid
secara berlebihan (Sherwood, 1987).

2. Hipotiroidisme
a) Hipotiroidisme primer atau Tiroiditas Hashimoto
Yaitu suatu kelainan yang terjadi akibat kegagalan
primer kelenjar tiroid itu sendiri. Kelenjar tiroid tidak
mampu mensekresikan hormon dalam jumlah yang
mencukupi diakibatkan kerusakan pada kelenjar tiroid.
Inflamasi pada kelenjar tiroid hingga menyebabkan fibrosis
dapat mempengaruhi dihasilkannya hormon tiroid dalam
jumlah kecil atau bahkan tidak sama sekali.
b) Hipotiroidisme sekunder akibat defek hipotalamus atau
hipofisis anterior
Adanya defek hipotalamus ataupun hipofisis
anterior mengakibatkan terjadinya defisiensi dari TRH pada
hipotalamus dan TSH pada hipofisis anterior dan
berdampak pada menurunnya sekresi hormon tiroid.
c) Defisiensi Iodium
Kurangnya asupan iodium dalam makanan yang
dikonsumsi dapat menurunkan konsentrasi iodida dalam
plasma sehingga terjadi defisiensi iodium berat sehingga
3

mengurangi sintesis triiodotironin (T3) maupun tiroksin


(T4).
d) Pasca pembedahan dan penyinaran
Pada penggunaan terapi iodium radioaktif yang
berlebihan bagi penderita dapat menyebabkan defek pada
kelenjar tiroid. Dan adanya pembedahan dapat
mengakibatkan menurunnya kemampuan jaringan tiroid
dalam mensekresi hormon, hal ini dikarenakan semakin
banyaknya jaringan tiroid yang dikeluarkan sehingga sisa
jaringan tersebut tidak mampu bekerja dengan normal
(Boedisantoso, 1992).
C. Patofisiologi
1. Hipertiroidisme
a) Penyakit Grave (PG)
Sekresi hormon tiroid yang berlebihan dipicu oleh
adanya antibodi TSI yang berikatan dengan reseptor
membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH.
TSI dapat merangsang kelenjar tiroid selama 12 jam
menggantikan TSH yang hanya berlangsung 1 jam. Pada
kondisi ini TSH tidak dapat ditemukan karena adanya
penekanan TSI pada hipotalamus, sehingga TSH digantikan
oleh TSI yang bekerja merangsang sekresi hormon tiroid
diluar sistem kontrol feedback negatif yang normal.
Akibat kerja TSI seperti TSH namun berlebihan,
menyebabkan terjadinya hiperplasia (peningkatan jumlah
sel) dan hipertropi (pembesaran sel) pada sel folikel tiroid.
Hasil dari aktifitas TSI pada sel folikel menimbulkan
pembesaran kelenjar tiroid atau disebut goiter (gondok).
Dengan sekresi hormon meningkat maka kadar T3 dan T4
dalam darah tinggi sehingga dapat menghambat hipofisis
anterior dalam mensekresi TSH. Oleh karena itu, TSH
menurun dan bahkan tidak ada sama sekali, sehingga
4

feedback negatif yang seharusnya mampu menghindari


sekresi hormon yang berlebih tetapi disini tidak
berlangsung (Guyton, 1997).

b) Hipertiroidisme sekunder akibat defek hipotalamus atau


hipofisis anterior
Defek pada hipotalamus atau hipofisis anterior
dapat memicu sekresi TSH dalam jumlah berlebihan.
apabila terjadi gangguan dihipotalamus yang mampu
meningkatkan konsentrasi dari TRH. Apabila TRH
meningkat maka akan mempengaruhi hipofisis anterior
dalam mensekresi TSH, TSH yang dihasilkan pun
berlebihan. Kemudian TSH yang berlebihan akan
merangsang T3 dan T4 terus – menerus hingga kadar T3
dan T4 (hormon tiroid) berlebihan. Adanya peningkatan
TSH menimbulkan respon kelenjar tiroid dengan terjadinya
pembengkakan atau goiter (Sherwood, 1987).
c) Adenoma tiroid
Pada adenoma tiroid, tumor ini dapat mensekresikan
hormon tiroid dalam jumlah yang banyak namun tanpa
adanya stimulasi berlebihan. Kadar T3 dan T4 yang tinggi,
memicu hipotalamus untuk menurunkan sekresi TRH,
kemudian TRH yang menurun diikuti dengan rangsangan
terhadap hipofisis anterior sehingga dihasilkan TSH dalam
kadar rendah ( TSH menurun). Karena penurunan TSH,
tidak terbentuknya goiter dikarenakan tidak terjadi
stimulasi TSH terhadap sel folikel kelenjar tiroid (Guyton,
1997) (Sherwood, 1987).
5

2. Hipotiroidisme
a) Hipotiroidisme primer atau Tiroiditas Hashimoto
Kelenjar tiroid yang mengalami inflamasi atau
peradangan atau disebut tiroiditis, yang akhirnya timbul
fibrosis pada kelenjar, mempengaruhi sekresi hormon tiroid
menjadi berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali.
Dengan menurunnya T3 dan T4, maka merangsang
hipotalamus untuk mensekresi TRH yang kemudian
mempengaruhi peningkatan TSH oleh hipofisis anterior.
Karena adanya peningkatan TSH maka terjadilah goiter
(gondokan) (Guyton, 1997) (Sherwood, 1987).
b) Hipotiroidisme sekunder akibat defek hipotalamus atau
hipofisis anterior
Akibat kegagalan pada hipotalamus atau hipofisis
anterior menyebabkan penurunan kadar TSH. TSH
menurun dipengaruhi oleh TRH di hipotalamus yang juga
mengalami penurunan. Dari TSH yang menurun, maka
tidak dapat menstimulasi sel folikel kelenjar tiroid untuk
sekresi T3 dan T4, yang berakibat pada menurunnya
hormon tiroid. Pada keadaan ini tidak akan disertai dengan
goiter karna tidak adanya rangsangan terhadap sel folikel
baik normal ataupun berlebihan.
c) Defisiensi Iodium
Defisiensi iodium berdampak pada sintesis hormon
tiroid sehingga sekresinya berkurang hingga tidak
ditemukan. Iodium yang berikatan dengan tirosin sebagai
dasar dari terbentuknya monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT) yang kemudian akan bergabung
membentuk T3 dan T4. Namun, jika T3 dan T4 menurun,
hipotalamus akan mensekresikan TRH, kemudian TRH
menstimulasi hipofisis anterior untuk meningkatkan TSH.
Dengan meningkatnya TSH ditujukan untuk merangsang
6

sel folikel kelenjar tiroid. Tetapi tidak adanya iodium T3


dan T4 tetap tidak akan terbentuk. Akibat kerja TSH
berlebihan maka terjadi proliferasi pada sel folikel sehingga
terbentuknya pembesaran kelenjar tiroid (goiter).

D. Manifestasi Klinik
1. Hipertiroidisme
a) Eksoftalmos
Sebagian besar hipertiroidisme mengalami protrusi
bola mata. Kerusakan yang parah dapat menyebabkan
kelopak mata tidak tertutup sempurna pada saat berkedip
ataupun tidur. Hal tersebut menhgakibatkan keringnya
permukaan epitel dan mudah mengalami iritasi, juga
menimbulkan luka pada kornea. Penyebab dari protrusi
mata adalah adanya pembengkakan pada jaringan retro-
orbita dan timbulnya perubahan degeneratif otot
ekstraokular.

b) Peningkatan laju metabolisme basal


Terjadinya peningkatan pembentukan panas
sehingga menyebabkan pengeluaran keringat secara
berlebihan dan penurunan toleransi terhadap panas.
Meskipun pola makan meningkat, berat badan umumnya
berkurang karena tubuh membakar bahan bakar dengan
kecepatan abnormal.
c) Efek terhadap metabolisme karbohidrat dan lemak
Hormon tiroid yang berlebihan dapat merangsang
hampir semua aspek metabolisme karbohidrat dan lemak.
d) Kelainan kardiovaskuler
Terjadinya peningkatan denyut jantung sehingga
mengakibatkan penderita mengalami palpitasi (keadaan
tidak nyaman akibat aktifitas jantung sendiri yang
7

berdebar-debar). Apabila telah masuk ke tahap yang lebih


parah, jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh yang
sangat meningkat meskipun aktifitasnya denyut jantung
meningkat.
e) Tremor pada otot.
Pada hipertiroidisme tremor halus dapat muncul
sebagai akibat dari bertambahnya kepekaan sinaps saraf
didaerah medula yang mengatur tonus otot. Melalui tremor
ini dapat diperkirakan tingkat pengaruh hormon tiroid pada
sistem saraf pusat. Hal ini dapat dilihat dengan
menempatkan sehelai kertas diatas jari-jari yang diluruskan
dan kemudian perhatikan getaran kertas tersebut.
f) Efek pada sistem saraf pusat
Adanya pengaruh sistem saraf juga menyebabkan
penderita memiliki kewaspadaan mental yang berlebihan
hingga bersifat mudah tersinggung, tegang, cemas dan
sangat emosional

2. Hipotiroidisme
a) Miksedema
Pembengkakan pada wajah, tangan dan kaki disebut
juga miksedema yang dapat dialami oleh hipotiroidisme
orang dewasa.
b) Kretenisme
Apabila janin mengalami hipotiroidisme sejak
kelahirannya, maka akan mengalami kretenisme.
Kretenisme ditandai dengan tubuh yang kecil dari pada
orang normal (cebol) dan retardasi mental.
c) Perkembangan otak
Kekurangan hormon tiroid pada anak dapat
mempengaruhi terhadap penurunan IQ anak dikarenakan
8

hormon tiroid sangat berperan dalam memacu


perkembangan otak anak.
3. Hipetiroidisme dan Hipotiroidisme
a) Efek pada tidur
Karena adanya pengaruh dari hormon tiroid yang
berlebihan pada otot dan sistem saraf pusat, penderita
hipertiroidisme cenderung merasa kelelahan yang
berkepanjangan. Namun, adanya efek eksitasi dari hormon
tiroid pada sinaps membuat penderita mengalami kesulitan
tidur. Dan pada hipotiroidisme, mengalami somnolen
(respon psikomotor lambat dan kesadaran menurun) yang
berat disertai waktu tidur 12 jam sampai 14 jam sehari.
b) Gangguan pencernaan
Karena kerja dari hormon tiroid adalah membantu
meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan
pergerakan saluran cerna, diare dapat terjadi pada kasus
hipertiroidisme, sedangkan pada hipotiroidisme adalah
konstipasi.
c) Goiter
Yaitu pembesaran pada kelenjar tiroid. Goiter dapat
timbl jika terdapat stimulasi berlebihan pada kelenjar
tiroid oleh TSH atau TSI. Goiter dapat menyerta
penderita hipotiroidisme ataupun hipertiroidisme.
Melalui aksis hipotalamus –hipofisis-tiroid dan adanya
kontrol feedback negatif dapat diperkirakan terjadinya
goiter.
d) Efek pada seksual
Hipertiroidisme pada laki-laki dapat menimbulkan
impotensi (ketidakmampuan memulai ereksi) sedangkan
pada perempuan mengalami penurunan libido,
oligomenore, hingga mengalami amenore. Sedangkan pada
hipotiroidisme, pada laki-laki mengakibatkan hilangya
9

libido dan perempuan mengalami perdarahan menstruasi


berlebihan (Guyton, 1997) (Sherwood, 1987).

E. Manifestasi Oral
a) Erupsi gigi terhambat
Pada penderita hipotiroidisme dapat mengalami
keterlambatan tumbuhnya gigi desidui ataupun gigi permanen. Dan
juga adanya keterlambatan pada gigi desidui yang tanggal.
b) Mikrognatisme mandibula
Pada hipotiroidisme kretenisme, penderita menunjukan
keadaan dasar tulang tengkorak yang mengalami pemendekan dan
pertumbuhan tulang menjadi lambat sedangkan tulang maksila
mengalami pertumbuhan yang berlebihan sehingga wajah terlihat
tidak harmonis.
c) Karies
Pada penderita hipotiroidisme banyak ditemukan kasus
karies seiring dengan adanya pernapasan melalui mulut dan
xerostomia yang terjadi. Begitupun pada hipertiroidisme,
kerentanan terhadap karies mudah terjadi pada mereka.
d) Edema gusi dan jaringan sekitarnya
Edema merupakan ciri khas dari penderita hipotiroidisme,
gusi menjadi bersifat merah pucat dan lunak apabila ditekan. Jika
terjadi radang maka jaringan-jaringannya akan menjadi merah,
sangat lunak dan mudah berdarah.
e) Xerostomia
Pada hipotiroidisme, dapat terjadi disfungsi kelenjar ludah
sehingga menyebabkan berkurangnya air ludah dalam mulut.
Berkurangnya saliva berdampak pada xerostomia atau mulut
kering.
f) Erupsi gigi yang cepat
10

Pada hipertiroidisme, terjadinya erupsi gigi mengalami


percepatan dari yang seharusnya hal ini berkebalikan dengan
hipotiroidisme.
g) Pembesaran tiroid ekstraglandular
Pada hipertiroidisme juga ditemukan adanya pembesaran kelenjar.
h) Penyakit periodontal
Pada penderita hipertiroidisme dan hipotiroidisme dapat
ditemukan adanya penyakit periodontal (Novita, 2002) ( Nagendra
dan Srinivasa, 2011).

F. Relevansi di Dunia Kedokteran Gigi

Dokter gigi harus akrab dengan klinis manifestasi penyakit tiroid


sehingga dokter gigi dapat mengatasi setiap komplikasi. Jika dicurigai
penyakit tiroid timbul pada pasien yang tidak terdiagnosis, semua bedah
perawatan gigi harus ditunda sampai dilakukan pemeriksaan medis yang
lengkap.
Pada pasien hipotiroidisme yang terdiagnosa, dokter gigi dapat
melaksanakan perawatan gigi seperti tambalan seperti dalam pasien sehat
tetapi harus menghindari prosedur bedah gigi pada pasien yang
menunjukkan stres berat atau infeksi. Pasien hipotiroidisme rentan
terhadap penyakit kardiovaskular. Sebelum mengobati pasien tersebut,
dokter harus mengkonsultasikan. Pasien hipotiroid juga peka terhadap
sistem saraf pusat, maka obat depresan dan barbiturat harus digunakan
dengan hati-hati.
Selain itu, penggunaan epinefrin harus dihindari dan operasi gigi
harus ditunda untuk pasien yang menunjukkan tanda-tanda atau gejala
tirotoksikosis. Manajemen stres adalah penting untuk hipertiroidisme. Dan
Perawatan gigi harus ditunda jika tanda-tanda atau gejala krisis thyrotoxic
berkembang ( Nagendra dan Srinivasa, 2011).
11

DAFTAR PUSTAKA

Boedisantoso, R, 1992, Metabolik Endokrinologi Rongga Mulut ,Universitas


Indonesia Press, Jakarta.
Guyton, H, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.

Ingbar SH Woeber KA, 1980, Disease of the Thyroid. In : IsselbacherKJ, et.al.,


Harrison's Principlesof Internal Medicine. (eds) 9th ed, McGraw-Hill
Hogakusha Ltd, Tokyo, p. 1694.
Landenson P, Kim M, 2007,Thyroid. In: Goldman L, Ausiello D, eds.Cecil
Medicine 23rd ed, Saunders Elsevier, Philadephia.
Larsen PR, dkk., 1998, Thy thyroid. In: Williams RH,
of endocrinology. 9th ed. Saunders, Philadelphia, h. 389-16.
Palembang, Dalam : Naskah Lengkap KOPAPDI V, Jilid I. Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UNDIP — RS Kariadi, Semarang, hal. 53.
Nagendra dan Srinivasa, 2011, Dental Treatment Alteration In Thyroid Disease,
Pakistan Oral & Dental Journal, Vol.31 (1): 23-26.
Novita, I, 2002, Manifestasi Hipotiroidisme dalam Rongga Mulut dan
Penanggulangannya,[skripsi], Available at
http: //www.repository.usu.ac.id diakses tanggal 14 April 2015.
Sherwood, L, 1987, Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta.

Sumanggar, Ps., 1981, Thyrotoxicosis di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP


Wilson JD, Foster DW, Kronenberg HM, eds. Williams textbook
13
DAFTAR ISI

DAFTAR
ISI............................................................................................................

i
Gambaran Umum.................................................................................................1

Etiologi.................................................................................................................1

Patofisiologi..........................................................................................................3

Manifestasi Klinik................................................................................................6

Manifestasi Oral...................................................................................................9

Relevansi di Dunia Kedokteran Gigi..................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11

i
i

Anda mungkin juga menyukai