LAPORSAN PBL
“ANESTHESI”
DOSEN PEMBIMBING
drg. PRATIWI NUR WIDYANINGSIH
KELOMPOK :
ANGGIH NAWWIRA PUTRI G1G014009
VINOZA AYU WARDANI G1G014011
AISYAH NADIYAH G1G014013
RAKHMAWATI G1G014016
NILA SARI G1G014017
EKA APRIYANTI G1G014023
ALYSSA SYARAFINA G1G014024
SHAHNAZ DWI PERMATA G1G014033
ATHA PRIHANDA G1G014035
TRI UTOMO G1G014047
2017
BLOK HARD TISSUE SURGERY
LAPORSAN PBL
“ANESTHESI”
DOSEN PEMBIMBING
drg. PRATIWI NUR WIDYANINGSIH
KELOMPOK :
ANGGIH NAWWIRA PUTRI G1G014009
VINOZA AYU WARDANI G1G014011
AISYAH NADIYAH G1G014013
RAKHMAWATI G1G014016
NILA SARI G1G014017
EKA APRIYANTI G1G014023
ALYSSA SYARAFINA G1G014024
SHAHNAZ DWI PERMATA G1G014033
ATHA PRIHANDA G1G014035
TRI UTOMO G1G014047
2017
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayatNya kami dapat menyelesaikan laporan kelompok ini. Terima
kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing kami, drg. Pratiwi Nur
Widyaningsih yang telah membimbing kami selama berjalannya Problem Based
Learning. Tanpa bimbingan dari beliau kami tidak dapat menyelesaikan PBL dan
laporan kelompok dengan baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II
ISI.............................................................................................................................3
BAB III
PEMBAHASAN....................................................................................................22
BAB IV
PENUTUP..............................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi pada zaman modern ini mengalami banyak
kemajuan di berbagai bidang, khususnya di bidang kesehatan. Salah satunya
adalah anestesi atau yang sering disebut adalah pembiusan. Anestesi yang
dilakukan pada zaman dahulu oleh orang Mesir yaitu dengan menggunakan
narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan kepala
dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Istilah anestesi
pertama kali dikemukakan oleh Oliver Wendel Holmes Sr tahun 1846 dari
bahasa Yunani yaitu anaisthēsia , dimana “an” artinya tanpa dan “aisthēsis”
artinya nyeri. Sehingga anestesi diartikan sebagai tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Latief, dkk, 2001).
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan
anestesi umum. Anestesi lokal yaitu hilangnya rasa sakit tanpa disertai
kehilangan kesadaran, sedangkan anestesi umum merupakan suatu tindakan
untuk menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara sentral yang disertai
hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali atau reversible. Komponen
trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesik, dan relaksasi otot. Sejak
jaman dahulu, anestesia dilakukan untuk mempermudah tindakan operasi
atau bedah.Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat
menyebabkan terjadinya efek anestesia umum yang ditandai dengan
penurunan kesadaran secara bertahap karena adanya depresi susunan saraf
pusat (Siahaan, 2000).
Sebelum melakukan tindakan anestesi, sebagai seorang dokter kita
wajib mengetahui prinsip-prinsip dasar anestesi sehingga kita bisa
melakukannya sesuai prosedur. Selain itu kita juga wajib memperhatikan
kontrol infeksi dengan baik. Kontrol infeksi harus dilakukan mulai dari
sebelum dilakukannya tindakan, ketika tindakan berlangsung dan ketika
tindakan tersebut telah dilakukan. Hal ini sangat penting guna menghindari
1
2
ISI
A. Skenario
Seorang mahasiswa kedokteran gigi semester 6 menjadi pasien
koass RSGM Unsoed. Pasien tersebut akan mencabutkan gigi 46 yang sudah
berlubang besar. Sebelum dilakukan tindakan anastesi mahasiswa koass
menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan
melakukan kontrol infeksi terlebih dahulu pada area- area kerja yang
kemungkinan menjadi kontak infeksi. Setelah mahasiswa koass selesai
menjelaskan, pasien terlihat cemas karena sebelumnya pasien pernah
dicabut hanya dengan anastesi semprot untuk mencabut gigi desiuduinya.
Mahasiswa koas tersebut memutuskan untuk memberikan topikal anastesi
terlebih dahulu, baru dilanjutkan dengan blok anastesi dan anastesi infiltrasi.
Mahasiswa koass menggunakan larutan anastetikum lidokain 2 % untuk
melakukan anastesi blok dan infiltrasi. Setelah selesai di anastesi, pasien
merasakan daerah disekitar gigi yang akan dicabut menjadi baal akan tetapi
pada daerah lainnya tidak.
4
5
D. STEP 3
1. Kontrol infeksi:
- Mencegah cross infeksi
- Tidakan dokter untuk pemakaian APD, mencuci tangan, vaksinasi
- Dari segi lingkuhan itu memperhatikan limbah
- Alat sterilisasi sekali pakai
- Sebelum tindakan atau sesudah tindakan
- Pembuangan sambah setelah tindakan
2. Persarafan:
Nervus Trigeminal
a. Optalmicus
b. Maksila
Nervus spenopalatina Nervus nasopalatina
Nervus nasalis supra
Nervus palatina mayor
6
- Kontraksi
E. STEP 4
ANESTESI
Kontrol infeksi
Persarafan
Gambaran umum anestesi
Tujuan anestesi
Jenis dan macam anestesi
Indikasi dan kontra indikasi anestesi
Bahan anestesi
Mekanisme anestesi
Prinsip anestesi
Tahap anestesi
Kegagalan anestesi
Komplikasi anestesi
F. STEP 5
1. Prinsip dasar anestesi
2. Mekanisme anestesi
3. Persarafan berdasarkan jenis snestesi
4. Farmakodinamik dan famakokinetik golongan anestesi dan contohnya
5. Mekanisme kerja vasokonstriktor
6. Contoh anestesi
7. Kontrol infekai
H. Step 7
a. PRINSIP DASAR ANESTESI
1. Mempersiapkan peralatan
Persiapan peralatan sebelum anestesi diperlukan terkait dengan tata
letak penyusunan alat-alat. Ada beberapa pasien yang dapat menimbulkan
9
dapat masuk kedalam sel. ion Na+ didalam sel saraf memiliki reseptor. Obat
anestesi bekerja dengan cara menempati reseptor tersebut sebelum ion Na+
menempati reseptornya sehingga tidak terjadi pertukaran ion yang
menyebabkan tidak timbulnya impuls saraf. Tidak terjadinya pertukan ion
maka tidak terjadi depolarisasi sehingga tidak menimbulkan adanya rasa
sakit (Howe dan Goffrey, 2013).
Dengan kata lain obat anestesi lokal mencegah hantaran dan konduksi
impuls saraf. Lokasi utama kerja obat anestesi lokal adalah pada membran
sel. Obat anestesi lokal mencegah konduksi dengan menurunkan atau
mencegah peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion natrium.
Kunci proses hantaran dan konduksi impuls adalah pembukaan kanal
natrium. Pembukaan kanal ion natrium pada membran akson dan membran
saraf pada sinaptik dipicu oleh substansi neurotransmitter, dan di sepanjang
serabut saraf oleh muatan listrik dari depolarisasi pada segmen yang
berdekatan. Obat anestesi lokal dapat menghambat di mana saja, obat
anestesi lokal menghambat kanal natrium dan mencegah depolarisasi
membran sel. Gerbang natrium merupakan reseptor spesifik molekul obat
anestesi lokal.
Dua teori mekanisme kerja obat anestesi lokal dalam menghambat
kanal natrium. Teori pertama, obat anestesi lokal berikatan dengan reseptor
spesifik di kanal natrium dan ikatan ini mengubah struktur serta fungsi kanal
natrium dan menghambat pergerakan ion natrium ke luar sel. Teori ini
disebut natrium trap. Teori kedua dikenal sebagai teori ekspansi/expantion,
obat anestesi lokal diabsorbsi pada membran sel sehingga terjadi
pembengkakan membran dan menyebabkan penyempitan kanal natrium
(Skinner, 2000).
c. PERSARAFAN
Nervus trigeminus memiliki 3 cabang utama yaitu:
1) N. Opthalmicus
2) N. Maksilaris
- Cabang dari fossa cranii media :
12
Rami meningeal
- Cabang dari fossa pterygopalatina:
2 nervus ganglion pterygopalatina
a) n.alveolaris superior posterior : menginervasi sinus
maksilaris, gigi M3,M2 dan M1 (Kecuali akar mesiobukal) atas.
b) n.zygomatikus
c) n.infraorbitalis
- Divisi posterior :
a) n. lingualis (s) : menginervasi jaringan lingualis regio molar
bawah
b) n. auriculotemporalis (s)
c) n. alveolaris inferior :
cabangnya:
- rami dentalis brevis (s) : menginervasi gigi Molar bawah
hingga gigi premolar bawah
- n. insisivus (s) : menginervasi gigi caninus hingga insisivus
sentralis
- n. mentalis (s) : menginervasi gigi premolar dan kulit dagu,
serta bibir bawah
- n. mylohyoid (m) : menginervasi dasar mulut
inilah yang menjadi alasan bahan anestetikum golongan amida lebih sering
digunakan daripada golongan ester.
1) Farmakokinetik
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma
menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan
ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah
berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali
oleh tubulus ginjal. Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di
dalam darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu,
obat ini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang
dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain.
a. Absorbsi
Pada saat diinjeksikan ke jaringan lunak, anestesi lokal menghasilkan
reaksi farmakologi pada pembuluh darah. Semua jenis anestesi lokal
memiliki tingkatan reaksi yang berbeda, yang sering terjadi yaitu
vasodilatasi pembuluh darah ketika di deposit, dan beberapa juga
menimbulkan vasokontriksi. Reaksi yang timbul berpengaruh pada
konsentrasi yang diberikan. Efek signifikan dari vasodilatasi meningkat
ketika anestesi lokal sudah diserap oleh pembuluh darah, sehingga
menurunkan durasi dan kualitas dari rasa sakit, tetapi meningkatkan
konsentrasi anestesi lokal pada pembuluh darah dan potensi overdosis
(reaksi toksik). Tingkatan reaksi anestesi lokal yang diserap oleh pembuluh
darah dan mencapai level maksimum bervariasi sesuai dengan cara
pemberiannya.
Anestesi topikal yang dioleskan melalui kulit akan mengalami
absorbsi menembus epidermis dan mengenai ujung saraf bebas pada dermis
tetapi tidak menembus bagian dermis. Penetrasi anestesi topikal pada
membran mukosa juga hanya terbatas pada ujung saraf di submukosa.
Umumnya obat anestesi topikal dapat menembus kedalaman sekitar 2-3
15
mm. Oleh karena itu sifat obat anestesi ini sangat terbatas untuk
menghilangkan sensasi pada bagian superfisial saja. Pada epitel yang
berkeratin obat anestesi memiliki barier sehingga lebih sulit mengalami
penetrasi dibandingkan dengan yang tidak berkeratin, seperti pada membran
mukosa. Obat anestesi topikal kemungkinan dapat menembus dermis hingga
mencapai sirkulasi ketika epitel atau mukosa mengalami kerusakan.
Anestesi lokal dengan teknik infiltrasi atau blok yang langsung
mendeponirkan anestetikum pada saraf yang dituju setelah bekerja didaerah
tersebut lalu akan mengalami absorbsi sistemik yang dipengaruhi aliran
darah serta beberapa faktor diantaranya adalah:
a) Adanya vasokonstriksi yaitu dengan penambahan epinefrin atau yang
lebih jarang fenilefrin menyebabkan vasokonstriksi pada tempat
pemberian anestesi. Sebabkan penurunan absorpsi dan peningkatan
pengambilan neuronal, sehingga meningkatkan kualitas analgesia,
memperpanjang durasi, dan meminimalkan efek toksik. Efek
vasokonstriksi yang digunakan biasanya dari obat yang memiliki masa
kerja pendek. Epinefrin juga dapat meningkatkan kualitas analgesia dan
memperlama kerja lewat aktivitasnya terhadap resptor adrenergik α2.
b) Agen anestesi lokal, anestesi lokal yang terikat kuat dengan jaringan
lebih lambat terjadi absorpsi. Dan agen ini bervariasi dalam vasodilator
intrinsik yang dimilikinya.
b. Distribusi
Setelah diserap ke pembuluh darah, anestesi lokal disalurkan ke
seluruh jaringan dalam tubuh. Organ yang sangat perfusi yaitu otak, hepar,
ginjal, paru-paru, limfe memiliki kadar anestesi yang paling tinggi
dibandingkan dengan organ yang kurang perfusi. Otot-otot skeletal
walaupun tidak berperfusi dengan tinggi, tetapi mengandung anestesi lokal
dengan persentasi yang tinggi dibandingkan organ atau jaringan lain karena
memiliki massa jaringan yang paling banyak di dalam tubuh. Konsentrasi
plasma dari anestesi lokal memiliki pengaruh pada organ tertentu yang
dapat menyebabkan potensi toksisitas. Tingkatan penurunan kadar anestesi
16
c. Metabolisme
Perbedaan yang signifikan antara dua jenis anestesi lokal yaitu ester
dan amida adalah mampu mengubah kerja anestesi lokal secara biologis
menjadi obat yang tidak berpengaruh secara farmakologi lagi. Metabolisme
(biotransformasi dan detoksifikasi) anestesi lokal sangat penting karena
secara keseluruhan toksisitasnya ditentukan oleh keseimbangan antara laju
penyerapannya ke dalam aliran darah dengan laju pembuangannya dari
pembuluh darah dan proses metabolisme.
Metabolisme dari anestesi lokal dibedakan menurut golongan
anestetikum. Ester merupakan anestesikum yang dominan dimetabolisme
oleh pseudokolinesterase (kolinesterase palsma atau butyrylcholinesterase)
di plasma darah. Hidrolisa ester sangat cepat, dan metabolitnya yang larut-
air diekskresikan ke dalam urin. Procaine dan benzocaine dimetabolisme
menjadi Para Amino Benzoid Acid (PABA), yang dikaitkan dengan reaksi
alergi. Pasien yang secara genetik memiliki pseudokolinesterase yang
abnormal memiliki resiko intoksikasi, karena metabolisme dari ester yang
menjadi lambat. Anestesi lokal amida dimetabolisme (N-dealkilasi dan
hidroksilasi) oleh enzim mikrosomal P-450 di hepar. Laju metabolisme
amida tergantung dari agent yang spesifik (prilocine > lidocaine >
mepivacaine > ropivacaine > bupivacaine), namun secara keseluruhan jauh
lebih lambat dari hidrolisis ester.
d. Ekskresi
17
2) Farmakodinamik
Onset dari kerja obat bergantung dari banyak faktor, termasuk
kelarutan lemak dan konsentrasi relatif bentuk larut-lemak tidak-terionisasi
(B) dan bentuk larut-air terionisasi (BH+), diekspresikan oleh pKa. Nilai
pKa merupakan konstanta disosiasi asam; pKa menunjukkan kekuatan
relatif dari gugus amin untuk berdisosiasi Pengukurannya adalah pH dimana
jumlah obat yang terionisasi dan yang tidak terionisasi sama. Anestesi lokal
dengan pKa yang mendekati pH fisiologis akan memiliki konsentrasi basa
tak-terionisasi lebih tinggi yang dapat melewati membran sel saraf, dan
umumnya memiliki onset yang lebih cepat. Daya larut dalam lemak tinggi
berarti anestesi berpotensi tinggi dan mudah berpenetrasi ke dalam
membran sel saraf. Durasi kerja umumnya berkorelasi dengan kelarutan
lemak. Anestesi lokal dengan kelarutan lemak tinggi memiliki durasi yang
lebih panjang, diperkirakan karena lebih lama dibersihkan dari dalam darah.
Selain itu durasi anestesi juga bergantung dari ikatan obat dengan reseptor
spesifik atau protein binding, semakin kuat ikatannya maka durasi semakin
panjang (Samodro, 2011).
2) Golongan amida
1) Lidokain
Lidokain digunakan sebagai larutan lidokain dengan konsentrasi 2%,
lidokain memberikan efek anestesi yang pendek pada jaringan lunak
tetapi tidak memberikan efek yang cukup pada pulpa gigi. Lidokain
mempunyai waktu onset 5 menit dengan durasi 30-60 menit.
2) Mepivakain
Obat jenis golongan ini mempunyai durasi yang cukup panjang.
Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf
regional dan anesthesi spinal.
3) Prilokain
Obat jenis golongan ini mempunyai durasi yang pendek.
4) Bupivakain
Obat jenis golongan ini mempunyai kerja panjang dan mula kerja yang
pendek
20
Amida
Bupivakain Marcaine Infiltrasi 8 2-10 8,1 3-10 175 250
Dibukain Nupercain Topikal cepat singkat mg mg
Etidokain Duranest Infiltrasi 6 3-5 3-10
Lidokain Xylocaine Infiltrasi/topikal 2 cepat 7,7 1-2 300 400
Mepivakain Carbocain Infiltrasi 2 3-20 2-3 mg mg
Prilokain e Infiltrasi 2 cepat 7,7 2-4 300 500
Prilokain/lidokai Citanest topikal 30- singkat mg mg
n EMLA 120 300 400
mg mg
400 600
mg mg
Ester
Benzokain Anbesol Topikal Cepat Singka
Kloroprokain Nesacaine Infiltrasi 1 Cepat t 600
Kokain Topikal 2-10 0,5-2 mg
Prokain Novocaine Infiltrasi 1 lambat 8,9 1-3 200 600
Proparakain Ophthaine Topikal cepat 1-1,5 mg mg
Tetrakain Pontocaine Infiltrasi 8 lambat 8,51 singkat 500
Tetrakain Cetacaine topikal cepat 2-3 mg
singkat
20-50
mg
(Neal, 2006).
g. Kontrol infeksi
Alat-alat yang digunakan oleh dokter gigi dapat dibedakan menjadi
alat-alat kritis, semikritis, dan non-kritis. Alat-alat kritis merupakan alat-alat
yang bersentuhan langsung dengan struktur tubuh ataupun jaringan yang
tertutup kulit maupun mukosa, seperti jarum suntik, scalpel, elevator, bur,
tang, jarum jahit, implan, bahan aloplastik, serta bahan hemostatik. Sebelum
digunakan, peralatan kritis ini harus steril sebelum dipakai. Jika
memungkinkan, peralatan-peralatan ini dapat disterilisasi terlebih dulu
21
mengurangi kesalahan, menjaga alat tetap steril dan keselamatan pasien dan
staf. Dokter gigi dan staf harus melindungi diri dengan mengikuti program
imunisasi yang rutin dan penyakit infeksi lainnya.
Berkaitan dengan kontrol infeksi pada tahun 2003 center for disease
control and prevention (CDC) memperkenalkan standar precaution.
Standar precaution terdiri dari standar tindakan pencegahan dan
transmission based precautions. Tindakan pencegahan dilakukan terhadap
semua pasien mengurangi resiko transmisi mikroorganisme dari sumber
infeksi yang diketahui dan tidak diketahui (darah, cairan tubuh, ekskresi dan
sekresi). Pencegahan ini diterapkan terhadap semua pasien tanpa
mempedulikan diagnosis atau status infeksi yang pasti. Dasar-dasar tindakan
pencegahan termasuk cuci tangan, pemakaian alat pelindung diri (APD),
manajemen health care waste, penanganan dan pembuangan secara tepat
jarum dan benda tajam. Cuci tangan adalah tindakan pencegahan penyakit
utama bagi tenaga kesehatan. Tangan harus dicuci secara cermat dengan
sabun cair disinfektan, dikeringkan dengan lap kertas 1 kali pakai sebelum
memakai dan setelah melepaskan sarung tangan. Transmission based
precaution untuk pasien beresiko baik yang telah diketahui terinfeksi atau
pasien dengan penularan yang tinggi sehingga membutuhkan tambahan
tindakan pencegahan. Transmission based precaution terdiri dari 4 tipe
yaitu tindakan pencegahan pertama melalui udara, kedua melalui percikan
saliva tindakan pencegahan ini harus membutuhkan masker bedah dan
kacamata pelindung yang dipakai oleh tenaga kesehatan. Tindakan
pencegahan ketiga melalui kontak yang membutuhkan sarung tangan dan
apron plastik yang dipakai tenaga kesehatan ketika melakukan prosedur
klinis. Keempat dengan tindakan sterilisasi (Lugito, 2013).
23
BAB III
PEMBAHASAN
24
25
Tidak hanya injeksi blok mandibula, anestesi lain yang perlu diberikan
untuk ekstraksi gigi 46 adalah anestesi infiltrasi. Injeksi bukalis longus dan
injeksi lingual bisa juga sebagai pilihan tambahan. Injeksi bucalis longus
diperlukan karna gigi 46 pada jaringan sekitarnya bagian bukal diinervasi
oleh nervus bucalis longus. Dari sisi lingual, nervus lingualis menginervasi
jaringan sekitar gigi 46 sehingga kedua injeksi ini yaitu nervus bucalis
longus dan lingualis dapat dilakukan sebagiinjeksi tambahan.
31
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anestesi adalah untuk menyediakan atau menghilangkan rasa sakit.
Dengan cara memblokir impuls saraf dari bagian bawah segmen tulang
belakang yang mengakibatkan penurunan sensasi dibagian bawah
tubuh.Obat golongan amida seperti bupivacaine, chloroprocaine, atau
lidokain.Mereka sering disampaikan dalam kombinasi dengan opioid
atau narkotika, seperti fentanyl, dan sufentanil, untuk mengurangi dosis
yang diperlukan bius lokal. Anestesi dibagian menjadi dua kelompok
yaitu :
a. Anestesia lokal : hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
b. Anestesia umum : hilang rasa sakit disertai hilang kesadaraan
B. Saran
Dengan laporan ini diharapkan agar mahasiswa dapat memahami
tentang Anestesi agar lebih mngetahui tujuan dan manfaat Anestesi.
33
DAFTAR PUSTAKA
Balaji, S. M., Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery 2nd Ed., India, Elvisier
Lugito, 2013, kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran
gigi, Jurnal PDGI, vol.62 (1): 24-30
Lugito, Manuel DH., 2013, Jurnal Kontrol Infeksi dan Keselamatan kerja dalam
praktek kedokteran gigi, vol. 62 Ha.24-3
Pedersen, G.W., 2013, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta.
34
Siahaan, 2000, Anestesi lokal dan regional, USU Press, Medan
35
36
Skinner IJ, 2000, Lokal Anaesthetics And Their Uses, In: Basic Surgical Skill
Manual, Mc Graw-Hill, Hongkong.
Skinner IJ, 2000, Lokal Anaesthetics And Their Uses, In: Basic Surgical Skill
Manual, Mc Graw-Hill, Hongkong.
Wray, D., Stenhouse, D., Lee, D., Clark, A. J., 2003, Textbook of General and
Oral Surgery, Philadelphia, Elsevier.