Anda di halaman 1dari 11

Case Report

RESTORASI MONOBLOK DENGAN PASAK FIBER REINFORCED


COMPOSITE PASCA PERAWATAN SALURAN AKAR PADA SALURAN
AKAR BENTUK OVAL MOLAR SATU DAN DUA
Aan Midad Arrizza1, Citra Kusumasari2
1
Mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Departemen Konservasi Gigi, Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia
Staf Pengajar, Departemen Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
2

Email: 1aan.midad11@ui.ac.id, 2citra.kusuma02@ui.ac.id

Abstrak
Tujuan: Laporan kasus ini akan membahas penggunaan pasak fiber reinforced
composite (FRC) dalam memberikan adaptasi yang baik antara pasak dan saluran akar
bentuk oval distal pada molar satu dan dua rahang bawah pasca perawatan saluran akar,
sehingga menghasilkan restorasi yang monoblok.
Laporan Kasus: Seorang pasien perempuan, 21 tahun, datang dengan keluhan utama
gigi molar kiri bawah berlubang terasa nyeri saat kemasukan makanan sejak 2 minggu
yang lalu. Karies menggaung ditemukan pada gigi vital 36 dan 37, pemeriksaan perkusi
positif dan palpasi negatif. Diagnosis keduanya adalah Pulpitis Ireversibel Asimtomatik
dengan Periodontitis Apikal Asimtomatik. Setelah perawatan saluran akar selesai dan
tidak ada keluhan, dilakukan persiapan ruang pasak untuk fabrikasi dan percobaan
pasak FRC ke dalam saluran akar oval di akar distal gigi 36 dan 37. Setelah pasak FRC
dievaluasi dengan radiograf, pasak disementasi dengan self-adhesive resin cement.
Fabrikasi inti dilakukan dengan menggunakan resin komposit bulk-fill. Kemudian,
pasak dan inti serta gigi di preparasi untuk disiapkan pembuatan mahkota tiruan zirconia
monolitik sebagai restorasi akhir.
Kesimpulan: Penggunaan pasak FRC menerapkan prinsip preparasi minimal invasif,
dapat beradaptasi dengan baik pada saluran akar berbentuk oval, dan menciptakan
sistem monoblok yang baik dari dalam saluran akar sampai mahkota tiruan.

Kata kunci: Restorasi monoblok, pasak, fiber-reinforced composite, saluran akar


bentuk oval, molar
Pendahuluan
Prognosis gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar (PSA) tidak hanya
bergantung pada keberhasilan PSA tetapi juga pada jumlah jaringan dentin yang tersisa,
dan restorasi akhir.1 Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar, ada
kemungkinan dilakukan ekstraksi karena adanya karies ekstensif yang tidak dapat
direstorasi, kegagalan restoratif, fraktur cusp atau mahkota yang tidak dapat diperbaiki,
fraktur akar vertikal, penyakit periodontal, atau penyebab lainnya. Adapun komplikasi
restoratif adalah alasan paling umum untuk pencabutan gigi.2 Gigi yang telah dilakukan
perawatan saluran akar dengan baik, ketika dikombinasikan dengan teknik restorasi
yang baik, mampu meningkatkan keberhasilan sampai 81%. Namun, restorasi koronal
yang baik tidak dapat mengompensasi PSA yang buruk, sehingga tingkat
keberhasilannya hanya 56%. Studi menggunakan metodologi dan ukuran kohort yang
serupa, melaporkan bahwa kualitas teknik PSA yang baik dikombinasikan dengan
restorasi pasak dan inti, lebih baik (70,7%) daripada gigi yang tidak dirawat dengan
pasak dan inti (63,6%).3 Hal ini berarti, kualitas restorasi pasca PSA memegang peranan
penting terhadap keberhasilan PSA.
Konsep monoblok digunakan pada sistem saluran akar hingga mahkota pada
saluran akar gigi yang diisi dengan bahan pengisi yang hermetis sehingga kedap udara.
Bahan pengisi padat tersebut dapat berupa bahan obturasi saluran akar atau sistem pasak
dan inti. Filosofi ini pertama kali dipopulerkan pada tahun 1996 dengan bonding
berbasis resin epoksi, pasak yang diperkuat fiber ke dentin akar sebagai monoblok yang
homogen secara mekanis. Monoblok yang diciptakan oleh adhesive sealer dan sistem
pasak ini memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas seal pada akar dan memperkuat
gigi.4,5
Anatomi saluran akar menjadi pertimbangan penting bagi klinisi untuk
menentukan setiap desain pasak. Prevalensi saluran akar oval dan long oval telah
dilaporkan, menurut Wu et al. (2000), saluran akar long oval terjadi di bagian apikal
pada sekitar 25% kasus. Namun, pada beberapa kelompok gigi seperti gigi seri rahang
bawah dan gigi premolar kedua rahang atas, prevalensinya lebih dari 50%. Pada akar
distal molar rahang bawah, prevalensinya adalah 25-30%.6 Pasak fiber prefabrikasi pada
dasarnya tidak beradaptasi di saluran akar oval, sehingga kurang retensi dan mendukung
peningkatan ketebalan semen luting untuk mengisi rongga yang tergabung antara pasak
yang longgar dan dinding saluran akar.7 Untuk mengatasi kesulitan ini, pasak Fiber
Reinforced Composite (FRC) diperkenalkan. Pasak FRC adalah pasak fiber glass yang
fleksibel, mengandung resin, yakni memiliki matriks resin Interpenetrating polymer
network (IPN) yang dapat di-curing sesuai bentuk anatomi mahkota.8 Keistimewaan
dari teknik pasak ini adalah pasak fiber glass yang tidak terpolimerisasi dengan resin
dapat beradaptasi dengan sangat baik pada morfologi saluran akar dan mencapai
kekuatan lentur yang tinggi setelah light curing.
Pemilihan pasak yang dapat berdapatasi dengan bentuk saluran akar dan
menambah retensi bagi mahkota akhir pasca PSA, sehingga membentuk restorasi
monoblok sangat diperlukan. Oleh karena itu, laporan kasus ini akan memaparkan
keberhasilan penggunaan restorasi monoblok dengan pasak fiber reinforced composite
pasca perawatan saluran akar pada saluran akar berbentuk oval pada gigi molar kiri satu
dan dua rahang bawah.

Case Report
Seorang pasien wanita berusia 21 tahun datang ke Klinik Konservasi RSKGM
FKG UI dengan keluhan utama gigi molar kiri bawahnya berlubang dan terasa nyeri
saat kemasukan makanan sejak 2 minggu yang lalu. Karies menggaung ditemukan pada
gigi vital 36 dan 37, perkusi positif, dan tes palpasi negative (Gambar 1A). Pasien
mengaku tidak memiliki Riwayat penyakit medis. Pada pemeriksaan radiografik,
tampak gambaran radiolusen pada mahkota gigi 36 dan 37 mencapai pulpa dan pada
apikal akar distal gigi 27 terdapat pelebaran ligamen periodontal (Gambar 1B).
Diagnosis gigi 36 adalah irreversible pulpitis asymptomatic, dan gigi 37 adalah
irreversible pulpitis asymptomatic; symptomatic apical periodontitis. Kedua gigi
tersebut berkontak dengan gigi antagonis dengan tekanan kunyah normal. Rencana
perawatan gigi 36 dan 37 adalah PSA vital dan restorasi pasak dan inti dengan mahkota
tiruan zirconia monolitik sebagai restorasi akhir.
Pasca PSA vital pada gigi 36 dan 37, tidak ditemukan ada keluhan pada
pemeriksaan subyektif dan objektif. Tambalan sementara semen seng fosfat yang masih
intak dibongkar sebagian dengan menggunakan scaler ultrasonic, menyisakan area
mesial. Keadaan klinis awal dinding bukodistal dan linguodistal gigi 36 dan 37
menyisakan dinding yang tipis, oleh karena itu akan dilakukan penguatan retensi dengan
pasak dan inti FRC, serta menggunakan mahkota tiruan zirconia monolitik agar
preparasi gigi dilakukan minimal. Persiapan ruang pasak yang telah dilakukan
perawatan saluran akar dengan membuang gutaperca dengan menggunakan GGD,
heated plugger dan tip ultrasonic ET25 (Satelec), menyisakan gutaperca 5 mm di 1/3
apikal akar, sehingga panjang kerja pasak gigi 36 adalah 14 mm dan gigi 37 adalah 15
mm. Dinding saluran akar dibersihkan dan dihaluskan dengan tip ultrasonic ET25
(Satelec), lalu dirigasi dengan NaOCl 2,5%, agitasi, flushing, EDTA 17%, agitasi,
kemudian diakhiri dengan aquadest dan dikeringkan dengan paper point. (Gambar 2)
Setelah gutaperca terangkat dan bersih, dilakukan pembuatan pasak anatomis
FRC (Everstick, GC Corp., Tokyo, Japan). Pasak FRC ukuran 0,9 mm dipotong dan
ditempatkan di dalam saluran akar oval hingga terisi semua oleh pasak FRC, kemudian
disinari dengan perangkat light-curing, selama 20 detik. Setelah itu, pasak FRC
dikeluarkan dari saluran akar dan selanjutnya disinari selama 40 detik di luar saluran
akar. Pasak FRC dioles GC modelling liquid dengan microbrush, kemudian bundel
pasak FRC tambahan ditambahkan, dilakukan percobaan kembali ke dalam saluran akar
oval agar sesuai dengan sisa ruang yang tersisa di dalam saluran kemudian di sinar
kembali. X-ray diambil untuk mengonfirmasi sebelum sementasi pemasangan pasak di
dalam saluran akar. (Gambar 3)
Saluran akar distal dioles self-etch adhesive (Optibond, Kerr) dengan
menggunakan microbrush tipis, kemudian disinar 20 detik. Pasak FRC yang sudah
sesuai dengan anatomis, disementasikan ke dalam saluran akar distal oval dengan semen
resin self-adhesive RelyX U200 (3M ESPE, Neuss, Germany). Pembuatan inti
ditambahkan menggunakan fiber reinforced composite (EverX, GC Corp, Tokyo,
Japan) dan kemudian kavitas diisi dengan resin komposit bulk-fill (FiltekTM One Bulk
Fill, 3M ESPE). Lalu, mahkota dan inti dipreparasi untuk pembuatan mahkota tiruan
zirconia monolitik dan dilakukan pencetakan model kerja untuk dikirim ke
laboratorium. Selanjutnya, dilakukan pembuatan mahkota tiruan sementara. (Gambar 4)
Pada kunjungan berikutnya, sebelum disementasi, dilakukan try-in untuk
evaluasi secara klinis dan radiograf mahkota tiruan gigi 37. Lalu, mahkota tiruan
disementasikan menggunakan semen resin self-adhesive. Setelah sementasi, dilakukan
evaluasi kembali secara klinis untuk melihat kontak proksimal dan oklusi. (Gambar 5)
Diskusi
Beberapa peneliti telah merekomendasikan penggunaan pasak pada restorasi
pasca PSA untuk mempertahankan inti pada gigi yang telah mengalami kehilangan
struktur gigi koronal yang luas.9 Setelah klinisi memutuskan untuk menggunakan pasak,
maka panjang pasak, diameter dan anatomi radikuler dari gigi yang terlibat juga harus
dipertimbangkan. Trope et.al10 telah menunjukkan pasak atau preparasi pasak dapat
melemahkan integritas saluran akar gigi. Standlee et al. menunjukkan bahwa retensi
pasak dipengaruhi diameter daripada panjang. Para peneliti ini juga ingin menunjukkan
bahwa pasak berdiameter kecil memberikan retensi yang memadai dan memerlukan
lebih sedikit penghilangan dentin, sehingga menghasilkan gigi yang lebih kuat. Adapun
Saran untuk panjang pasak yang optimal bervariasi, tetapi panjang pasak sama atau
lebih besar dari panjang mahkota klinis (seperti yang direkomendasikan oleh Weine dan
ditunjukkan oleh Sorensen dan Martinoff) sambil mempertahankan penutupan apikal
minimal 5 milimeter gutta-percha sebagai dukungan yang baik. Anatomi akar harus
memainkan peran utama dalam setiap desain pasak. Tilk et al. mengukur dimensi luar
dari 125 akar distal gigi molar pertama rahang bawah dengan pengukur Boley untuk
menetapkan rekomendasi diameter pasak yang optimal. Rekomendasi mereka tentang
diameter pasak 0,9 mm (0,035 inci) pada akar distal molar pertama rahang bawah
dipengaruhi oleh pendapat Johnson et al. bahwa diameter pasak sama dengan sepertiga
lebar akar. 9, 10, 11
Pada saluran akar oval, Coniglio et al.12 menunjukkan bahwa penggunaan pasak
sirkular dan oval menghasilkan kekuatan retentif yang mirip pada saluran akar
berbentuk oval, sementara Muñoz et al.13 mengungkapkan bahwa keduanya tidak
menunjukkan perbedaan dalam adaptasi terhadap saluran akar. Namun, studi terakhir
menunjukkan bahwa ketebalan semen di sekitar pasak oval jauh lebih rendah daripada
di sekitar pasak sirkular. Scotti et al.14 dalam studi ex-vivo mengevaluasi kekuatan
ikatan dan adaptasi pasak fiber (dengan potongan melintang oval dan sirkular) yang
dipasangkan di ruang pasak yang telah disiapkan di saluran akar oval. Mereka
menyimpulkan pada saluran akar berbentuk oval, kekuatan ikatan pasak oval secara
signifikan lebih tinggi pada bagian koronal daripada pasak sirkular. Er et al. 15
mengungkapkan bahwa pasak fiber sirkular menciptakan lebih banyak tekanan pada
saluran akar berbentuk oval dibandingkan dengan pasak fiber oval. Teknik pasak juga
secara signifikan mempengaruhi bond strength (BS), penelitian membandingkan antara
glass fiber posts (GFP) yang di luting pada saluran akar berbentuk oval dan sirkular
dengan 3 teknik yang berbeda, yaitu 1) GFP tunggal; 2) GFP berlapis resin; 3) GFP
utama yang terkait dengan pasak aksesori, menunjukkan GFP berlapis resin
memberikan nilai BS tertinggi baik pada saluran akar oval maupun berbentuk sirkular.16
Sistem pasak yang dibuat khusus maupun prefabrikasi menghadirkan kesulitan
tertentu seperti lebih banyak penghilangan dentin selama persiapan ruang pasak,
kurangnya fleksibilitas pasak yang menyebabkan adaptasi yang buruk dengan saluran
akar dan kurangnya reversibilitas struktur inti setelah proses curing selesai. Untuk
mengatasi kesulitan ini, pasak FRC diperkenalkan. Pasak FRC adalah pasak fiber glass
yang fleksibel, mengandung resin, yakni memiliki matriks resin Interpenetrating
polymer network (IPN) yang dapat dicuring sesuai bentuk anatomi mahkota. 8
Keistimewaan dari teknik pasak ini adalah pasak fiber glass yang tidak terpolimerisasi
dengan resin dapat beradaptasi dengan sangat baik pada morfologi saluran akar dan
mencapai kekuatan lentur yang tinggi setelah light curing. Fiber glass dapat diaktifkan
kembali bahkan setelah polimerisasi, menghasilkan bentuk inti yang diinginkan. Selain
itu, memberikan dukungan maksimal pada struktur mahkota dengan mengisi ruang
saluran akar sepenuhnya dengan fiber. Setelah pemadatan, pasak FRC ini menunjukkan
kekuatan tarik tinggi dan modulus elastisitas yang mirip dengan elastisitas dentin,
sehingga menyebabkan lebih sedikit fraktur akar. Hal ini memungkinkan tekanan oklusi
didistribusikan secara merata ke seluruh struktur akar.17
Preparasi ruang pasak yang diperlukan untuk pasak FRC lebih sedikit
dibandingkan dengan logam tuang dan pasak logam/fiber prefabrikasi. Hal ini
memungkinkan dentin akar dipertahankan dan mengurangi kemungkinan perforasi akar.
Disarankan bahwa ketebalan dentin yang tersisa merupakan faktor penting dalam
menahan fraktur.18 Untuk alasan ini, saluran akar distal yang berbentuk oval pada kasus
ini, di pertahankan dan hanya diambil gutta-percha menggunakan GGD, heated plugger
dan tip ultrasonik serta pernghalusan dinding saluran dengan tip ultrasonik dan irigasi
agitasi.
Pasak dengan matriks resin IPN ini dirancang sebagai upaya untuk memperkuat
ikatan antara pasak dan resin sehingga kegagalan adhesivet dan kebocoran mikro dapat
dicegah. Ikatan pasak FRC dengan matriks resin IPN ke resin komposit dan semen self-
adhesive ditingkatkan dengan mekanisme ikatan interdifusi yang menghasilkan restorasi
tipe monoblok.19 Selain itu, banyak peneliti melaporkan bahwa sementasi pasak FRC
dengan semen resin yang diasosiasikan dengan etch-rinse adhesive dapat menghasilkan
potensi ikatan yang lebih besar daripada self-etch adhesives. Hasil ini dapat dijelaskan
oleh fakta bahwa monomer asam yang bertanggung jawab untuk pengkondisian substrat
dalam self-etch adhesives kurang efektif dalam mengetsa struktur gigi dibandingkan
dengan asam fosfat yang digunakan dalam pendekatan etsa-dan-bilas. Namun, strategi
etsa-dan-bilas memerlukan substrat dentin yang basah untuk ikatan yang optimal, dan
mengontrol kelembapan di dalam saluran akar sangat sulit, oleh karena itu pendekatan
self-etch adhesif yang tidak memerlukan kontrol kelembaban setelah etsa digunakan
dalam kasus ini.
Dalam menerapkan konsep restorasi monoblok dari saluran akar sampai mahkota,
maka pilihan restorasi bagian mahkota yang dipilih pada kasus ini adalah mahkota
keramik Adapun keramik terkuat yang tersedia untuk aplikasi gigi adalah bahan
keramik zirconia, yang diluncurkan pada awal 1990-an.20 Mahkota zirconia monolitik
diperkenalkan sebagai alternatif mahkota metal keramik yang menjanjikan karena sifat
mekaniknya baik, biokompatibilitas, estetik dan fracture strength yang baik tanpa
resiko chipping. Pemasangan pasak FRC pada gigi yang telah dirawat saluran akar
disertai dengan restorasi monolitik zirconia, merupakan strategi restorasi monoblok
pada gigi molar satu dan dua rahang bawah untuk mengakomodir tekanan dari
pengunyahan.21

Kesimpulan
Penggunaan pasak fiber reinforced composite (FRC) membantu memulihkan
gigi pasca perawatan saluran akar dengan preparasi jaringan gigi untuk ruang pasak
secara minimal. Pasak FRC memungkinkan area saluran akar oval dapat maksimum
untuk diisi dengan material pasak fiber dan meningkatkan adaptasi pasak terhadap
saluran akar sehingga dapat menciptakan sistem monoblok dengan baik dari dalam
saluran akar, inti hingga mahkota tiruan.
Acknowledgment
Penulisan laporan kasus ini dibantu dan dibimbing oleh drg. Citra Kusumasari,
Sp..K.G.(K),Ph.D., serta dalam pengerjaan kasus, disupervisi oleh dosen Departemen
Konservasi Gigi, Universitas Indonesia.

Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan.

Referensi

1. Polesel A. Restoration of the endodontically treated posterior tooth. G Ital Endod


[Internet]. 2014;28(1):2–16. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.gien.2014.05.007
2. Bhuva B, Giovarruscio M, Rahim N, Bitter K, Mannocci F. The restoration of
root filled teeth: a review of the clinical literature. Int Endod J. 2021;54(4):509–
35.
3. Williams J V., Williams LR. Is coronal restoration more important than root
filling for ultimate endodontic success? Dent Update. 2010;37(3):187–93.
4. Deepak B, Sophia T, Deepa J, Mallikarjun G. The concept of monobloc in
Endodontic - A review. CODS J Dent. 2014;6(2):83–9.
5. Mahajan A, Kaur NP, Ayoub K. Monoblocks in root canals. Int J Health Sci
(Qassim). 2021;5(April):113–21.
6. Wu MK, R’oris A, Barkis D, Wesselink PR. Prevalence and extent of long oval
canals in the apical third. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod.
2000;89(6):739–43.
7. Satija R, Singla MG. Customizing the prefabricated fiber post: A case report. IP
Indian J Conserv Endod. 2021;6(3):176–80.
8. Fokkinga WA, Le Bell AM, Kreulen CM, Lassila LVJ, Vallittu PK, Creugers
NHJ. Ex vivo fracture resistance of direct resin composite complete crowns with
and without posts on maxillary premolars. Int Endod J. 2005;38(4):230–7.
9. Cheung W. A review of the management of endodontically treated teeth: Post,
inti and the final restoration. J Am Dent Assoc [Internet]. 2005;136(5):611–9.
Available from: http://dx.doi.org/10.14219/jada.archive.2005.0232
10. Trope M, Maltz DO, Tronstad L. Resistance to fracture of restored
endodontically treated teeth. Dent Traumatol. 1985;1(3):108–11.
11. Kuttler S, McLean A, Dorn S, Fischzang A. The impact of post space preparation
with Gates-Glidden drills on residual dentin thickness in distal roots of
mandibular molars. J Am Dent Assoc [Internet]. 2004;135(7):903–9. Available
from: http://dx.doi.org/10.14219/jada.archive.2004.0336
12. Coniglio I, Magni E, Cantoro A, Goracci C, Ferrari M. Push-out bond strength of
circular and oval-shaped fiber posts. Clin Oral Investig. 2011;15(5):667–72.
13. Munoz C, Llena C, Forner L. Oval fiber posts do not improve adaptation to oval-
shaped canal walls. J Endod. 2011;37(10):1386–9.
14. Scotti N, Forniglia A, Bergantin E, Paolino DS, Pasqualini D, Berutti E. Fibre
post adaptation and bond strength in oval canals. Int Endod J. 2014;47(4):366–
72.
15. Er O, Kilic K, Esim E, Aslan T, Kilinc HI, Yildirim S. Stress distribution of oval
and circular fiber posts in amandibular premolar: A three-dimensional finite
element analysis. J Adv Prosthodont. 2013;5(4):434–9.
16. Webber MBF, Bernardon P, França FMG, Amaral FLB, Basting RT, Turssi CP.
Oval versus circular-shaped root canals: Bond strength reached with varying post
techniques. Braz Dent J. 2018;29(4):335–41.
17. Ferrari M, Vichi A, Grandini S, Goracci C. Efficacy of a self-curing adhesive-
resin cement system on luting glass-fiber posts into root canals: an SEM
investigation. Int J Prosthodont [Internet]. 2001;14(6):543–9. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12066701
18. Lassila LVJ, Tanner J, Le Bell AM, Narva K, Vallittu PK. Flexural properties of
fiber reinforced root canal posts. Dent Mater. 2004;20(1):29–36.
19. Cormier CJ, Burns DR, Moon P. In vitro comparison of the fracture resistance
and failure mode of fiber, ceramic, and conventional post systems at various
stages of restoration. J Prosthodont. 2001;10(1):26–36.
20. Abdulsamee N. Minimal invasive post endodontic monoblock restorations : iii-
endocrown review ClinicalPractice. 2022;19(2):1880–96.
21. Mastrogianni A, Lioliou EA, Tortopidis D, Gogos C, Kontonasaki E, Koidis P.
Fracture strength of endodontically treated premolars restored with different post
systems and metal-ceramic or monolithic zirconia crowns. Dent Mater J.
2021;40(3):606–14.

Gambar

A B

Gambar 1. Gigi 36 dan 37 A, Foto klinis awal. B, Foto radiograf awal.

Gambar 2. Foto klinis persiapan ruang pasak saluran akar bentuk oval gigi 36 dan 37.

A B

C
Gambar 3. A. Pasak FRC ukuran 0.9 dan GC modelling liquid, B. Pasak FRC yang
sudah terbentuk sesuai anatomis (oval), C. Foto dental radiografi percobaan pasak FRC
gigi 36 dan 37.

A B

Gambar 4. A. Pasak FRC dan FRC built up gigi 36 dan 37, B. Preparasi mahkota gigi
36 dan 37.

A B

Gambar 5. A. Foto klinis pemasangan mahkota 36 dan 37, B. Foto radiografis


pemasangan mahkota 36 dan 37.

Anda mungkin juga menyukai