Anda di halaman 1dari 36

‫علم البالغة‬

Dosen Pengampu: Dr. Kholilurrahman, M.A.

S A R M I N
202510051

HASAN AYATULLAH
202510012
‫علم البالغة‬
‫علم البديع‬ ‫علم المعاني‬ ‫علم البيان‬
‫المحسنات المعنوية‬ ‫المحسنات اللفظية‬ ‫الخبر‬ ‫االستعارة‬

‫المطابقة‬ ‫الجناس‬ ‫اإلنشاء‬


‫التشبيه‬
‫المقابلة‬ ‫اإليجاز‬
‫السجع‬
‫المبالغة‬ ‫الكناية‬
‫اإلطناب‬
‫التورية‬ ‫االقتباس‬
‫اإلغراق‬ ‫الفصل والوصل‬ ‫المجاز‬
‫االلتزام‬
‫المشاكة‬ ‫القصر‬
‫الموازنة‬ ‫الحقيقة‬
‫التجريد‬ ‫التقديم والتأخير‬
‫اللف والنشر‬ ‫التشريع‬
‫المساوة‬
‫‪Dan seterusnya‬‬
‫علم المعاني‬
‫اإلطناب‬ ‫اإليجاز‬ ‫اإلنشاء‬ ‫الخبر‬
‫ذكر الخاص بعد العم‬ ‫إيجاز القصر‬ ‫إنشاء الطلبي‬ ‫خبر اإلبتدائي‬
‫ذكر العم بعد الخاص‬ ‫األمر‬ ‫النداء‬

‫اإليصاح بعد اإلبهام‬ ‫إيجاز الحذف‬ ‫خبر الطلبي‬


‫التمني‬ ‫االستفهام‬
‫التكرار‬
‫االعتراض‬ ‫إنشاء غيرالطلبي‬
‫خبر اإلنكاري‬
‫التتميم‬ ‫الرجاء‬ ‫التعجب‬

‫االيغال‬ ‫العقود‬ ‫القسم‬

‫التذييل‬ ‫المدح والذم‬

‫االحتراس‬
Pengertian Ilmu Ma’ânî
Istilah ilmu ma’âni terbentuk dari dua kata, yaitu "ilmu“ dan "ma’âni". Kata ma’âni adalah bentuk
jamak dari kata ma’na, yang menurut bahasa berarti "pengertian". Sedangkan menurut istilah ahli bayân,
ma’âni adalah isi hati seseorang yang dikemukakan dengan bahasa yang benar. Pengertian ilmu ma’âni
adalah:

‫علم يعرف به أحوال اللفظ العربي التي بها يطابق مقتضى الحال‬
“Ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk kata arab yang sesuai dengan muqtadha al-hal”.

Dari pengertian di atas dapat diketahui, bahwa ilmu ma’âni adalah ilmu yang memelihara timbulnya
pengertian yang salah dari suatu kalimat, dengan cara memelihara bentuk-bentuk perkataan yang sesuai
dengan muqtadla al-hal. Karenanya, akan terjadi perbedaan bentuk dalam setiap kalimat karena
perbedaan
al- hal (latar belakang).
Sebagaimana dalam firman Allah:

ِ ْ‫َأ َّنا اَل َن ْد ِري َأ َشرٌّ ُأ ِريدَ ِب َمنْ فِي اَأْلر‬A‫و‬


‫ض َأ ْم َأ َرادَ ِب ِه ْم َر ُّب ُه ْم َر َش ًدا‬
“Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang
dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka”. (QS.:
Al-Jin/72: 10)
Al-Îjaz
A. Definisi Ijaz

1. Ijaz menurut al-Jurjani yaitu

‫اإليجاز هوأداء المقصود بأقل من العبارة المتعارفة‬


Ijaz adalah mengemukakan maksud hati dengan redaksi lebih ringkas.
2. Ijaz dalam Mu’jam al-musthalahat al-’arabiyyah

‫اإليجاز هو التعبير عن المعاني الكثيرة باللفظ القليل‬


Ijaz adalah mengungkapkan makna yang banyak dengan lafazh yang ringkas.
Dalam kondisi tertentu kadang kita dituntut untuk berbicara singkat meskipun maksud yang
ingin disampaikan itu banyak (gaya seperti inilah yang disebut ijaz) yaitu menguraikan isi hati
dengan mendatangkan pengertian yang banyak menggunakan redaksi yang pendek tetapi
cukup memadai maksud yang akan disampaikan kepada orang yang diajak bicara tepat
sasaran walaupun dengan lafadz yang sedikit dan tetap dapat difahami.
Al-Îjâz
B. Pembagian Ijaz
Ijaz dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Ijaz Qashr (ringkas)
Ijâz Qashr, yaitu ungkapan yang lebih ringkas dari pada kandungan makna yang cukup panjang tanpa
ada yang dibuang atau dihapus.
ٌ‫اص َح َياة‬ َ ‫و َل ُك ْم فِي ْالق‬
ِ ‫ِص‬
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu...,”. (QS. 2: 179).
2. Ijaz Hadzfi (menghapus)
Ijaz hadzfi, yaitu ungkapan yang lebih ringkas dari pada kandungan makna yang cukup panjang
dengan sedikit mengadakan penghapusan yang tidak sampai merusak makna yang dimaksud dan
selama terdapat tanda-tanda (qarînah) baik lafdhi maupun ma‟nawi.
Penghapusan meliputi:
a. Menghapus satu huruf
ُ َ‫ َولَ ْم ا‬asalnya َ ‫َولَ ْم اَ ُكنْ َب ِغ ّيا‬
َ ‫ك َب ِغ ّيا‬
“……dan aku bukan (pula) seorang pezina”. (QS. 19: 20).
Al-Îjaz
b. Menghapus ism yang dimudhafkan
‫هللا َح َّق ِج َها ِد ِه‬
ِ ‫ َو َجا ِه ُدوا فِي‬asalnya ‫هللا َح َّق ِج َها ِد ِه‬
ِ ‫َو َجا ِه ُدوا فِي َس ِبي ِْل‬
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenarbenarnya…” (QS. 22: 78).
c. penghapusan ism yang menjadi sifat (shifah) atau yang disifati (maushuf)
ً ‫صال ِحا‬ َ ً‫اب َو َع ِم َل َع َمال‬
َ ‫ َو َمنْ َت‬asalnya ً ‫صال ِحا‬
َ ‫اب َو َع ِم َل‬ َ ‫َو َمنْ َت‬
“Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal baik.” ! (QS. 25: 71).
d. Penghapusan syarat
ُ‫ َفا َّت ِبع ُْو ِنىْ يُحْ ِب ِب ُك ُم هللا‬asalnya ُ‫َفإنْ َت َّت ِبع ُْو ِنىْ يُحْ ِب ِب ُك ُم هللا‬
“…ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi…” (QS. 3: 31).
c. Penghapusan musnad atau musnad ilaih
ْ ‫مْس‬
ُ‫وال َق َم َر َل َيقُ ْولَنَّ هللا‬ َ ‫وس َّخ َر ال َّش‬ َ ‫ض‬ َ ْ‫ت َواَأْلر‬ َ ‫ولَِئنْ َسَأ ْل َت ُه ْم َمنْ َخ َل َق الس‬
ِ ‫ِّموا‬
ْ ‫ل َّشم َْس‬AA‫ضو َس َّخ َر ا‬
Asalnya ُAAA‫ َيقُ ْو َل َّن َخلَ َقه َُّنهللا‬A ‫ل َق َم َر َل‬AA‫وا‬ َ ‫َأْل‬ َ ‫لس‬AA‫ َ ْمن َخلَ َقا‬A‫َأ ْ َلت ُه ْم‬A ‫ولَ ِْئن َس‬
ْ‫ ر‬AA‫تَوا‬Aِ ‫ِّموا‬
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan
menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”…(QS. 29: 61).
Al-Ithnâb
A. Definisi Ithnab

Menurut al-Jurjani,
‫اإلطناب هوأداء المقصود بأكثر من العبارة المتعارفة‬
Ithnâb adalah ungkapan yang panjang dari makna yang sangat pendek.
ungkapan yang sangat panjang dari makna yang sangat pendek karena adanya tujuan, seperti
menguatkan dan mengokohkan makna, menetapkannya, serta memperjelas pengertian.

‫َت َن َّز ُل ْال َماَل ِئ َك ُة َوالرُّ و ُح فِي َها بِِإ ْذ ِن َرب ِِّه ْم ِمنْ ُك ِّل َأمْ ٍر‬
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan”. (Al-Qadr: 4)
Al-Ithnâb
B. Macam-macam Ithnab
1. Penyebutan lafazh yang khusus setelah lafazh yang umum.
‫حافظوا على الصّلوات والصّلوة الوسطى‬
“Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) salat wustha (ashar)…” (QS. 2: 238).
2. Penyebutan lafazh umum setelah lafazh yang khusus,
‫رب اغفرلِى ووالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا ولمؤمنين والمؤمنات‬
“Ya Tuhanku, Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk kerumahku dengan beriman dan semua
orang yang beriman, laki-laki dan perempuan …” (QS. 71: 28).
3. Penjelasan setelah ada kesamaran.
َ ‫طو ٌع مُصْ ِبح‬
‫ِين‬ َ ‫ض ْي َنا ِإلَ ْي ِه ٰ َذل َِك اَأْل‬
ِ َّ‫مْر َأن‬
ُ ‫دَاب َر ٰ َهُؤ اَل ِء َم ْق‬ َ ‫َو َق‬
“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di
waktu subuh”. (Al-Hijr: 66)
4. Pengulangan
‫كال سوف تعلمون ثم كال سوف تعلمون‬
“Sekali-kali tidak, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu), dan sekali-kali tidak, kelak kamu
akan mengetahui”. (QS. 102: 3– 4
5. al-I’tiradh, al-tadzyil, al-tausyi’, al-takmil, al-ihtiras, al-tatmim dan sebagainya
Al-Khabar
A. Definisi Khabar
Khabar yaitu:
‫كالم يحتمل الصدق والكذب‬
Kalimat yang mengandung pengertian benar atau salah

Kalam khobar adalah perkataan atau ungkapan yang dapat dinilai benar atau bohong, karena
isinya menunjukan berita. Yang dimaksud dengan kebenaran suatu berita adalah jika apa yang
dikatakan sesuai dengan apa yang terjadi dan dikatakan berita tersebut bohong jika apa yang
dikatakan tidak sama dengan kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu, kalimat seperti ini disebut
kalimat informatif.
Pada dasarnya, ketika seseorang menyampaikan sebuah berita kepada orang lain ia memiliki dua
tujuan yaitu:
1. Ifadah al khabar yaitu memberi tahu audien tentang suatu berita yang belum diketahui.
2. Lazim al faidah yaitu memberitahu audien tentang berita yang telah diketahui oleh audien,
sehingga pada hakikatnya pembicara bukan semata-mata ingin menyampaikan berita tapi
ingin memberi tahu pada orang lain bahwa dirinya pun mengetahui berita yang telah mereka
ketahui.
Al-Khabar
Benar dan tidaknya khabar diketahui berdasarkan empat pendapat berikut:
1. Khabar yang benar adalah yang sesuai dengan kenyataan. Sebaliknya adalah khabar yang
bohong, walaupun terdapat keyakinan lain dari mutakallim. Pendapat itulah yang benar.
2. Pendapat al-Nidham (mu‟tazilah), bahwa khabar yang benar adalah yang sesuai dengan
keyakinan mutakallim walaupun keyakinan itu salah. Sebaliknya adalah khabar yang
bohong, walupun kenyataannnya benar.
3. Pendapat al-Jâhid (pengikut al-Nidhâm), bahwa khabar yanbenar adalah yang sesuai denga
kenyataan dan keyakinan mutakallim.
4. Pendapat al-Raghib, mendukung pendapat al–Nidhâm.
Al-Khabar
Dilihat dari keberadaan orang-orang yang menjadi audien dari berita yang disampaikan, maka kalam khobar dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Khobar ibtidai, berita ini dasampaikan pada orang yang masih polos {kholi dzihni) belum menerima berita apapun.
Diantara tanda kepolosannya adalah tidak menampakan keraguan ataupun pengingkaran terhadap apa yang kita
katakan.
‫ون ِزينَةُ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا‬
َ ُ‫ْال َما ُل َو ْالبَن‬
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (QS: 18: 46).
2. Khobar tholabi, jika audien menampakan keraguan terhadap berita yang kita sampaikan, sebaiknya perkataan ini
mennggunakan penekanan dengan menambahkan kata sungguh, karena ungkapan ini ditujukan pada audiens yang
ragu, ia butuh ungkapan yang dapat membuat dirinya yakin.
  َ‫ِإنَّا ِإلَ ْي ُك ْم ُمرْ َسلُون‬
“Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu.” (QS. 36: 14).
3. Khobar inkari, jika audien menampakan penolakan serta pengingkaran terhadap apa yang kita utarakan kepadanya,
maka dalam ungkapan ini sangat diperlukan beberapa penekanan (taukid) dengan menggunakan satu, dua, atau tiga
penekanan sesuai dengan tingkat pengingkarannya
‫مْوالِ ُك ْم َوَأ ْنفُسِ ُك ْم‬
َ ‫ َل ُت ْبلَوُ نَّ فِي َأ‬ 
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu...” (Ali Imran: 186)
Al-Insyâ’
A. Definisi Insya’
Menurut pengertian bahasa, insyâ‟ berarti al-îjâd: mewujudkan atau menimbulkan. Sedang menurut
istilah, Kalâm insyâ‟ adalah:
‫كالم ال يحتمل صدقا وال كذبا لذاته‬
Kalimat yang tidak mengandung kemungkinan benar dan bohong karena dzatnya
َّ ‫وَأقِيمُوا ال‬ َ
‫صاَل َة‬
“Dan dirikanlah shalat...” (Al-Baqarah: 43)
Pada ayat ini hanya mengandung pengertian wajibnya shalat, tidak mengandung pengertian benar dan
bohongnya wajibnya shalat.
Dengan kata lain, Kalâm insyâ‟ adalah Kalâm yang pengertiannya tidak dapat diperoleh dan tidak dapat
dinyatakan, kecuali dengan mengucapkan (berdasarkan) bentuk Kalâm itu sendiri.
Insya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Insyâ’ Thalabi, yaitu:
‫ما يستدعى مطلوبا غير حاصل وقت الطلب‬
Insya’ yang menghendaki tuntutan (mathlûb) yang tidak tercapai ketika terjadi tuntutan itu sendiri.
 2. Insyâ’ ghair thalabi, yaitu
 ‫ما ال يستدعى مطلوبا غير حاصل وقت الطلب‬
Insya’yang tidak menghendaki tuntutan yang tidak tercapai ketika terjadi tuntutan itu sendiri.
Al-Insyâ’
a. Macam-macam Insyâ’ Thalabi
1) Amr, yaitu menghendaki perbuatan dari tingkatan yang lebih tinggi (mutakallim) kepada yang
lebih rendah (mukhâthab), dengan menggunakan empat bentuk, yaitu:
a) Fi‟il amr, seperti
‫اب ِبقُو ٍة‬
َ ‫ُخ ِذ ْال ِك َت‬
“ambillah al-kitâb (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” (QS, 19: 12).
b) I Fi‟il Mudlâri‟ yang disertai lam amr, seperti
‫لِيُنفِق ُذو َس َع ٍة ِمنْ َس َع ِت ِه‬
“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (QS. 65: 7).
c) Ism Fi‟il amr, Mashdar pengganti dari fi‟il amr, dan sebagainya.
Kalimat perintah ini terkadang menyimpang dari makna aslinya dan menunjukan makna-
makna lain, yang difahami dari konteks pembicaraan atau kondisi tertentu. Seperti doa,
iltimas, irsyad, tamanny, ibahah, takhyir, dan tahdid
Al-Insyâ’

2) Nahy yaitu menghendaki tercegahnya suatu perbuatan dari tingkatan yang lebih tinggi (mutakallim)
kepada yang lebih rendah (mukhâthab), dengan menggunakan bentuk fi‟il mudlâri‟ yang ditambah la
nahy,
ِ ْ‫الَ ُتفسِ ُد ْوا فِى ْاَألر‬
‫ض‬
“janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” (QS.: 2: 11).
3) Istifhâm, Istifham adalah tuntutan untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.
Kalimat tanya ini dapat diungkapkan melalui kata yang disebut adawat al-istifham yaitu:
a) Hamzah (‫)أ‬
َ ‫أرَأي‬
‫ْت الَّذِي َي ْن َه ٰى‬ َ
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang”.(Al-’Alaq: 9)
b) Hal (‫)هل‬
‫ِيث ْال َغاشِ َي ِة‬ َ ‫َه ْل َأ َتا‬
ُ ‫ك َحد‬
“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” (Al-Gasyiyah: 1)
c) Mata ‫ى‬
( ‫)مت‬
ِ ‫م َت ٰى َنصْ ُر هَّللا‬
“Kapankah datang pertolongan Allah” (Al-Baqarah: 214)
d) dan adawat istifhamiyah lannya, seperti: Ma, man, kam, aina, dan sebagainya.
Al-Insyâ’
4) Tamanni (angan-angan), Tamanni adalah menuntut sesuatu yang disenangi tetapi tuntutan itu
sulit terjadi atau bahkan mustahil terjadi.
a) Laita ‫يت‬AA‫)ل‬
(
ُ ‫َيا َل ْي َتنِي ُك ْن‬
‫ت ُت َرابًا‬
"Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah“ (An-Naba’: 40)

b) Law (A‫و‬A ‫)ل‬


َ ‫َفلَ ْو َأنَّ َل َنا َكرَّ ًة َف َن ُك‬
َ ‫ون م َِن ْالمُْؤ ِمن‬
‫ِين‬
“Maka sekiranya kita dapat kembali sekali lagi (ke dunia) niscaya kami menjadi orang-orang
yang beriman". (Asy-Syu’ara’: 102)
c) Hal (‫)هل‬
‫ش َف َعا َء َف َي ْش َفعُوا َل َنا َأ ْو ُن َر ُّد َف َنعْ َم َل َغي َْر الَّذِي ُك َّنا َنعْ َم ُل‬
ُ ْ‫َف َه ْل َل َنا ِمن‬
“...maka adakah bagi kami pemberi syafa'at yang akan memberi syafa'at bagi kami, atau
dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang
pernah kami amalkan?..“ (Al-A’raf: 53)
d) la’alla dan sebagainya.
Al-Insyâ’
5) Nidâ’ (panggilan), yaitu menghendaki kedatangan (memanggil) mukhâthab dengan menggunakan
huruf-huruf nidâ’ sebagai pengganti dari kata ‘saya memanggil’. Huruf-huruf yang dipakai yaitu:
a) Yaa (‫ا‬AA‫)ي‬
َ
ِ ‫ َيا َأهْ َل ْال ِك َتا‬ 
‫ب‬
“Wahai ahli kitab...” (Ali Imran: 65)

b) Begitu pula contoh panggilan yang lain.

b. Macam . Insyâ’ ghair thalabi

1) Al-Ta’ajjub
ُ‫قُ ِت َل اِإْل ْن َسانُ َما َأ ْك َف َره‬
“Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?” (‘Abasa: 17)

2) Al Qasam (menggunakan waw, ba, dan ta)

3) Begitu pula dengan arraja’ aqad, dan sebagainya.


‫علم البديع‬

‫المحسنات المعنوية‬ ‫المحسنات اللفظية‬


‫المطابقة‬ ‫الجناس‬
‫اإليجاب‬ ‫الجناس التام‬

‫السلب‬ ‫المماثل‬

‫المستوفى‬
‫المشاكة‬
‫التركيب‬

‫اللف والنشر‬
‫الجناس غير التام‬
Pengertian Ilmu Badi’
‫ى المراد‬V‫ع وضوح داللته عل‬V‫ى الحال م‬V‫ا بعد مطابقته لمقتض‬V‫وه بهاء ورونق‬V‫نا وطالوة وتكس‬V‫ه الوجوه والمزايا تزيد الكالم حس‬V‫م يعرف ب‬V‫عل‬
‫لفظا ومعنى‬
“Ilmu yang digunakan untuk mengetahui beberapa cara dan keistimewaan yang menambah bagus dan
indahnya suatu kalimat serta menghiasinya menjadi bagus dan elok, setelah sesuai dengan muqtadla al-
hâl, disertai kejelasan petunjuk atau pengertiannya sesuai dengan yang dimaksud, baik segi lafazh atau
makna”.
Dalam kitab Qowaid Al-Lughah Arrabiyah memberikan defenisi Ilmu Badi’ adalah ilmu untuk mengetahui
aspek-aspek keindahan sebuah kalimat yang sesuai dengan keadaaan,jika aspek-aspek keindahan itu
berada pada makna,maka dinamakan dengan muhassinaat al-maknawiyah. Dan bila aspek keindahan
itu ada pada lafadz, maka dinamakan dengan muhassinaat al-lafdziyah’
Ilmu Badi’ sebagai penyempurna terhadap balâghah dan merupakan cara memperindah serta
memperhalus ungkapan kata, setelah sesuai dengan muqtadla al-hâl sebagaimana telah diatur dalam
ilmu ma’ani dan setelah jelasnya pengertian yang dimaksud (wudlûûh al-dalalah) sebagaimana telah
diatur dalam ilmu bayân. Karenanya dalam sistematika pembahasan ilmu balâghah, ilmu badî' selalu
diakhirkan.
Ilmu Badi’
A. Macam Ilmu Badi’
Secara garis besar ilmu badi’ dibagi mnjadi dua, yaitu:
1. Muhsinat al-Lafzhiyyah (keindahan-keindahan lafazh), yaitu cara memperindah kalam yang menitik
beratkan pada memperindah lafazh.

2. Muhsinat al-Ma’nawiyyah (kenidahan-keindahan makna), yaitu cara memperindah kalam yang


menitik beratkan pada memperindah makna.
Al-Jinas
A. Definisi Jinas
‫ جناس تام هو ما اتفق فيه الفظان في عدد الحرف ونوغها‬:‫ والجناس نوغان‬.‫الجناس هو أن يتشابه الفظان في النطق و يختلفا في المعنى‬
‫ و جناس غير تام هو ما اختلف فيه الفظان في واحد من األمور األربعة المتقدمة‬.‫وفي شكلها وترتيبها‬
Jinas adalah dua lafadz yang mempunyai persamaan dalam pengucapan, sedang artinya berbeda. Jinas
terbagi dua; jinas tam yaitu jika dua lafadz tersebut sama dari segi jumlah huruf, macam, sifat dan
susunan huruf. ghairu tam yaitu apabila di dalam dua lafadz tersebut memiliki perbedaan salah satu dari
yang empat yang telah disebutkan.
1. Jinas Tamm yaitu yaitu jika dua lafadz tersebut sama dari segi jumlah huruf, macam, sifat dan
susunan huruf. Jinas Tamm ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Mumatsil. jika kedua lafazh itu terdiri dari macam yang sama, seperti ism, fi‟l atua harf.
‫ويوم تقوم ال ّساعة يقسم المجرمون مالبثوا غيرساعة‬
“Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa; “mereka tidak
berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)”...(QS: 30: 55)
b. mustaufiy, jika keduanya terdiri dari macam yang berbeda, seperti ism dan fi‟l

ِ ‫َفِإ َّن ُه َيحْ َيا َلدَى َيحْ َيى ب‬


ِ ‫ْن َع ْب ِد‬
‫هللا‬
“sesungguhnya ia hidup pada Yahya bin Abdullah.
Al-Jinas
2. Jinas Ghair Tamm (nâqish), yaitu dua lafazh yang sejenis, namun berbeda macam, jumlah, sifat dan
susunan hurufnya, meskipun hanya dengan satu huruf, seperti beberapa contoh berikut ini:
a. Pada awal kata
‫ويل لكل همزة لمزة‬
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela” (QS: 104: 1)
b. Pada tengah kata
‫وهم ينهون عنه وينئون عنه‬
“mereka melarang (orang lain) mendengarlan al-Qur‟an dan mereka menjauhkan diri dari
padanya…” (QS: 6: 26)

c. Pada akhir kata

‫ إلى ربك يومئذن المساق‬.‫والتفت الساق بالساق‬


“Dan bertaut betis (kiri) dan betis (kanan). Kepada Tuhanmulah pada hari itu
dihalau (al-Insan: 74-75)
Al-Muthabaqah
Al-Jinas
A. Definisi Muthabaqah
‫الجمع بين لفظين مقابلين في المعنى‬
Muthabaqah adalah Berhimpunnya dua kata dalam suatu kalimat yang masing-masing kata tersebut
saling berlawanan dari segi maknanya.
Muthabaqah dibagi terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Muthabaqah al-ijabi, Suatu jenis thibaq dinamakan dengan tibaq ijab apabila diantara kedua kata yang
berlawanan tidak mempunyai perbedaan dalam hal ijab (positif) dan salab (negatif)nya.
ً ‫َو َتحْ َس ُبهُم َأ ْي َق‬
‫اظا َو ُه ْم ُرقُو ٌد‬
“Dan kamu mengira mereka itu bangun, Padahal mereka tidur.” (QS. Al-Kahfi : 18)
2. Muthabaqahal-salbi, Yakni kalimat atau ungkapan yang terdapat di dalamnya dua kata yang beroposisi
tapi mempunyai sumber kata yang sama, yang membuat dia bertentangan adalah terdiri dari positif
dan negative. Dalam hal ini, thibaq salab bisa trerdiri dari nafi dengan isbat, amar dengan nahi

‫هللا‬ َ ُ‫اس َواَل َيسْ َت ْخف‬


ِ ‫ون م َِن‬ َ ُ‫ َيسْ َت ْخف‬...
ِ ‫ون م َِن ال َّن‬
 
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka bersembunyi dari Allah…”(QS: 4: 108)
Al-Musyakalah
A. Definisi Musyakalah

‫أن يذكر الشيئ بلفظ غيره لوقوعه بصحبة‬


Musyakalah yaitu menyebutkan sesuatu dengan lafazh lain karena terjadinya bersamaan
Jadi Musyakalah yaitu menyebutkan suatu makna dengan lafazh selain lafazhnya sendiri, karena
makna itu disebutkan bersama lafazh lain, baik tampak nyata atau tidak.

‫ومكروا ومكرهللاُ وهللاُ خي ُر الماكرين‬


“Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membuat tipu daya. Dan
Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (Q.s Ali Imran: 54).
Pada dasarnya, pengerti “makr Allah” adalah balasan Allah terhadap tipu daya orang-orang kafir.
Namun pengertian ini diungkapkan dengan kata-kata “makr Allah, karena pengertian tipu daya itu
sendiri telah disebut bersama lafazh lain sebelumnya, yaitu “wa makarû”, yang tampak jelas.
Contoh lain
‫هللا صبغة ونحن له عابدون‬ ِ ‫صبغ َة‬
ِ ‫هللا ومن أحسنُ من‬
Al-Luff wa Al-Nasyr
Alluf wa al-nasyr artinya mengumpulkan dan menyebarkan. Secara bahasa yaitu menyebutkan beberapa
perkara baik secara global maupun terperinci, kemudian menyebutkan keterangan atau hokum dari
masing-masing perkara tersebut tanpa menentukan satu persatu dari keterangan itu untuk perkara yang
telah disebutkan di depan.
Luff wa nasyr terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Luff wa Naasyr Global
‫وقالوا لن تدخل الجنة إال من كان هودا أو نصارى‬
“Dan mereka berkata: sekali-kali tidak akan masuk surge kecuali orang-orang (yang beragama)
Yahudi dan Nasrani.” (Al-Baqarah: 111)
2. Luff wa Nasyr Terperinci
luff dan nasyr yang menyebutkan secara terperinci ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Luff dan nasyr Murattab, yaitu badi’ luff dan nasyr yang menyebutkan keterangan atau hukumnya
sesuai dengan urutan penyebutan perkara-perkara yang diterangkan atau dihukumi.
‫والنهار لتسكنوا فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون‬
َ ‫ومن رحمته جعل لكم اللي َل‬
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristrahat pada malam
itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur
kepada-Nya” (Al-Qashash: 73)
Al-Luff wa Al-Nasyr
b. Luff Nasyr Musyawwasy, yaitu menyebutkan keterangan atau hukumnya secara acak. Tidak sesuai
dengan urutan penyebutan perkara-perkara dan keterangan atau hukum.

َ ‫اب ِب َما ُكن ُت ْم َت ْكفُر‬


‫ُون‬ ۟ ُ‫ت وُ جُو ُه ُه ْم َأ َك َفرْ ُتم َبعْ دَ ِإي ٰ َم ِن ُك ْم َف ُذوق‬
َ ‫وا ْٱل َع َذ‬ َ ‫َي ْو َم َت ْب َيضُّ وُ جُوهٌ َو َتسْ َو ُّد وُ جُوهٌ ۚ َفَأمَّا ٱلَّذ‬
ْ ‫ِين ٱسْ َو َّد‬
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun
orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah
kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu".(Ali Imran: 106)
‫علم البيان‬

‫االختصاص‬ ‫الحصر‬ ‫التعريض‬ ‫الكناية‬ ‫االستعارة‬ ‫التشبيه‬ ‫المجاز‬ ‫الحقيقة‬


Al-Haqiqah wa Al-Majaz
Lafazh hakekat, sebagai bandingan majâz, adalah lafazh yang digunakan pada makna semestinya dalam
istilah takhâthub. Sedang pengertian majâz menurut arti bahasa, adalah “melewati”. Maksudnya,
penggunaan suatu lafazh telah melewati makna aslinya menuju makna lain yang sesuai.
Adapun contoh dari majâz dalam hadits Nabi SAW dalam Shahih Bukhori : 1076[7]

ُ ‫لَّى هَّللا‬A‫ص‬ ِّ ‫ ُذك َِر عِ ْن َد ال َّن ِب‬A‫ َقا َل‬A‫ هَّللا ُ َع ْن ُه‬A‫ َع ْب ِد هَّللا ِ َرضِ َي‬A‫ َع ْن‬A‫ي َواِئ ٍل‬A‫ َأ ِب‬A‫ص و ٌر َع ْن‬
َ ‫ي‬ ِ ‫و اَأْلحْ َو‬A‫ا َأ ُب‬A‫ َح َّد َث َن‬A‫ َّد ٌد َقا َل‬A‫ا ُم َس‬A‫ َح َّد َث َن‬ 
ُA ‫ا َم ْن‬A‫ َح َّد َث َن‬A‫ َقا َل‬A‫ص‬
‫ْطانُ فِي ُأ ُذ ِن ِه‬ َّ ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َرجُ ٌل َفقِي َل َما َزا َل َناِئمًا َح َّتى َأصْ َب َح َما َقا َم ِإ َلى ال‬
َ ‫صاَل ِة َف َقا َل َبا َل ال َّشي‬
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Al Ahwash berkata, telah menceritakan kepada kami Manshur dari Abu Wa'il dari 'Abdullah radliallahu
'anhu berkata: Diceritakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang seseorang yang dia terus
tertidur sampai pagi hari hingga tidak mengerjakan shalat. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Syaitan telah mengencingi orang itu pada telinganya". (HR. Bukhori)
Kata ‫ل‬AA‫ َا‬AAA‫ َب‬oleh orang-orang Arab digunakan untuk ditujukan kepada orang yang telah tampak
pelanggarannya dan jelas kelemahannya. Adapun kata ‫ل‬AA‫ا‬
َ AAA‫ َب‬ini pada asalnya diambil dari kata ‫اد‬AA‫الفس‬AA‫ا‬
(kerusakan). Jika dimasukkan pada hadits diatas berarti maksud Rasulullah didalam hadits diatas yaitu
sungguh setan telah berhasil merusak pendengaran dan memutus hubungan pemuda dengan tuhannya
mengenai ketaatan dan shalat pada waktunya.
Al-Haqiqah wa Al-Majaz
Maksud ‫ْط ُان‬َ ‫ل َّشي‬AA‫ل ا‬AA‫ا‬
َ AAA‫ َب‬dalam hadits diatas adalah setan telah berhasil merobohkan dan merusak
pendengaran seorang pemuda, dalam arti lain setan benar-benar merusak pendengarannya dan
memutus hubungan pemuda tersebut dengan tuhannya karena setan telah menguasai dirinya sehingga
dia berhasil mencegah pemuda tersebut untuk melakukan shalat shubuh
Al-Tasybih
Menurut bahasa, tasybîh berarti tamtsil (perumpamaan). Sedang menurut istilah Ilmu ma‟âni,
tasybîh adalah:
“menyamakan satu perkara (musyabbah) pada perkara lain (musyabbah bih) dalam satu sifat (wajh
syabah) dengan alat (tasybîh, seperti kaf, dsb), karena ada tujuan (yang hendak dicapai mutakallim)”.
Secara terminologi, setiap ahli Balaghah mempunyai definisi yang beragam tentang definisi tashbih.
Terdapat salah satu ahli Balaghah yang mendefinisikannya secara singkat dan terdapat pula yang
mendefinisikannya secara panjang lebar. Ali al-Jarim dan Musthofa Amin mendefinisikan tashbih sebagai
berikut,
“Tasybih adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal
yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf kaf atau sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat
Al-Tasybih

‫ا‬Vَ‫ا َوطَع ُمه‬Vَ‫ح لَه‬Vَ‫َمرة آلري‬ َ ‫ الت‬V‫ َك َمثَ ِل‬V‫قرا ٌ القُرا َن‬
َ َ‫ اٌلَ ِذي آلي‬V‫طيِبُ َو َمثَ ُل الم ُو ِم ِن‬ َ ‫ا‬Vَ‫طع ُمه‬
َ ‫ب َو‬ ُV ِ‫ا طي‬Vَ‫ ِري ُحه‬V‫ُج ِة‬ َ ‫ َمثَ ُل اآلتر‬V‫ اٌلَ ِذي يَقَراُ القُرا َن‬V‫ال ُمو ِم ِن‬
َ ‫ لَي‬V‫ ال َحنُظلَ ِة‬V‫ َك َمثِ ِل‬V‫ق اّل ِذي ال يَ ْق َرُأ القُرْ ا َن‬V‫ُل ال ُمنَاف‬V َ‫ا ُمرُّ َو َمث‬Vَ‫ط ْع ُمه‬
V‫س‬ َ ‫ َو‬V‫ب‬ َ َ‫ اٌلَ ِذي ي‬V‫ق‬
ٌ ّ‫ا طَي‬Vَ‫ ِر ْي ُحه‬V‫ُل ال َّري َْحانَ ِة‬V َ‫ َمث‬V‫قرأ القُرا َن‬ ِ ِ‫ُل ال ُمنَاف‬V َ‫حُل ٌو َو َمث‬
(‫ (رواه البخارى ومسلم والنسائي وابن ماجة‬. ُّ‫لَهَا ِري ُح وطعمها ُمر‬

 “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur'an adalah seperti jeruk manis yang baunya
harum dan rasanya manis. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur'an adalah seperti
kurma, tidak berbau harum tetapi rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-
Qur'an adalah seperti bunga, baunya harum tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik
yang tidak membaca Al-Qur'an seumpama buah pare, tidak berbau harum dan rasanya pahit." (HR Al-
Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah)
Al-Isti’arah
Isti’arat secara bahasa diambil dari perkataan orang Arab:‫ل‬AA‫لما‬AA‫ار ا‬A‫ِستع‬A‫ ا‬seseorang meminjam benda.
Isti’arat secara bahasa artinya “meminjam”, maksudnya meminjam suatu kata untuk mengungkapkan
suatu makna. Atau majaz yang ‘alaqah-nya (hubungan antara makna asal dan makna yang dimaksud
adalah musyabahah (keserupaan).

ْ َ‫ َحتَّى ت‬،‫ب ُم ِس ْي َء الَّلي ِْل‬


‫طلُ َع ال َّش ْمسُ ِم ْن َم ْغ ِر ِبهَا‬ ِ َ‫ َويَ ْب ُسطُ يَ َدهُ ِبالنَّه‬،‫ار‬
َ ْ‫ار لِيَتُو‬ َ ْ‫ِإ َّن هللاَ – َع َّز َو َج َّل – يَ ْب ُسطُ يَ َدهُ ِباللَّي ِْل لِيَتُو‬
ِ َ‫ب ُم ِس ْي َء النَّه‬
]‫[رواه مسلم‬
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima taubat
orang yang berdosa pada waktu siang dan Dia membentangkan tangan-Nya pada waktu siang untuk
menerima taubat orang yang berdosa pada waktu malam hingga matahari terbit dari tempat
terbenamnya.” (HR.Muslim IV/ 2113 no. 2759).
Bila dilihat secara objektif sesuai konteksnya, hadist Nabi SAW diatas membahas tentang kasihsayang
atau Rahmat Allah yang diungkapkan dengan istilah “kedua tangan Allah terbuka”, atau meminjam
dengan kalimat tersebut. Sama sekali redaksi hadist ini tidak membahas pose tangan, bahkan sama
sekali tidak berbicara soal tangan dalam arti fisik.
Al-Kinayah
Kinayah adalah lafadz yang disampaikan dan yang dimaksud adalah kelaziman maknanya,
disamping boleh juga yang dimaksud pada makna yang sebenarnya.
Menurut al Hasyimy (t.t :345) kinayah secara leksikal bermakna tersirat. kata Kinayah (‫ناية‬AA‫)ك‬
merupakan bentuk mashdar dari kata kerja (‫ناية‬AA‫ى– ك‬AA‫كن‬AA‫ى– ي‬AA‫ن‬AA‫)ك‬. Sedangkan secara terminologi kinayah
adalah suatu ujaran yang maknanya menunjukkan pengertian pada umumnya (konotatif), akan tetapi bisa
juga dimaksudkan untuk makna denotatif.
َ ‫ا تَقَ َّر‬V‫ َو َم‬.‫ب‬
V‫ب‬ ِ ْ‫الحر‬ َ ِ‫ُ ب‬V‫ي َولِيَّا ً فَقَ ْد آ َذ ْنتُه‬Vِ‫ عَادَى ل‬V‫ َم ْن‬:V‫ى قَا َل‬Vَ‫ن هللاَ تَ َعال‬Vَّ ‫ ( ِإ‬: ‫لم‬V‫ه وس‬V‫لى هللا علي‬V‫ُو ُل هللاِ ص‬V‫ َرس‬V‫ قَا َل‬:V‫ه قَا َل‬V‫ي هللا عن‬V‫ رض‬Vَ‫ي هُ َر ْي َرة‬Vِ‫ َأب‬V‫َع ْن‬
ْ ‫ ْم َعهُ الَّ ِذ‬V‫ َس‬V‫ت‬
،V‫ْ َم ُع ِب ِه‬V‫ يَس‬V‫ي‬ ُ ‫ ُك ْن‬Vُ‫ فَِإ َذا َأحْ بَبتُه‬،ُV‫ى ُأ ِحبَّه‬Vَّ‫ َحت‬V‫ بِالنَّ َوافِ ِل‬V‫ي‬
َّ َ‫ ِإل‬V‫َّب‬
ُ ‫ يَتَقَر‬V‫ي‬
ْ ‫ َع ْب ِد‬V‫ال‬ َّ ِ‫ ِإل‬Vَّ‫ َأ َحب‬V‫يء‬
ُ ‫ واليَ َز‬. ‫ َعلَ ْي ِه‬Vُ‫ا ا ْفتَ َرضْ تُه‬V‫ ِم َّم‬V‫ي‬ ٍ ‫ ِب َش‬V‫ي‬ ْ ‫ َع ْب ِد‬V‫ِإلِ َّي‬
‫ُأل‬ ِ ‫ َولَِئ ْن َسَألَنِ ْي ُأل‬.‫ َو ِرجْ لَهُ الَّتِي يَ ْم ِش ْي بِهَا‬،‫ َويَ َدهُ الَّتِي يَب ِْطشُ بِهَا‬،‫ص ُر ِب ِه‬
ِ ‫ َولَِئ ْن ا ْستَ َعا َذنِ ْي ِع ْي َذنَّهُ) َر َواهُ ْالب َُخ‬،ُ‫عطيَنَّه‬
ُّ‫اري‬ ِ ‫ص َرهُ الَّ ِذيْ يُ ْب‬َ َ‫َوب‬
 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman: ”Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku menyatakan perang
kepadanya. Tidaklah seorang hamba–Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan sesuatu yang lebih  Aku
cintai daripada hal–hal yang telah Aku wajibkan baginya. Senantiasa hamba–Ku mendekatkan diri
kepada–Ku dengan amalan–amalan nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah
mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku menjadi
penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang dia gunakan untuk
memegang  dan Aku menjadi kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Jika dia meminta kepada–Ku
pasti Aku memberinya dan jika dia meminta perlindungan kepada–Ku pasti Aku akan melindunginya.” (HR.
Al-Ta’ridh
Secara leksikal ta’ridh adalah ungkapan yang maknanya menyalahi zhahir lafaldz. Sedangkan
secara terminologi ta’ridh adalah suatu ungkapan yang mempunyai makna sebenarnya. Pengambilan
makna tersebut didasarkan kepada konteks pengucapanya. Pengambilan makna tersebut didasarkan
kepada konteks pengucapanya. Menurut zarkasyi dalam kitabnya al-Burhan fi ulum alqur’an
mengatakan ,”ta’ridh adalah pengambilan makna dari suatu lafaldz melalui mafhum (pemahaman
konteksnya).
َ َ‫لم ق‬V‫ه وس‬V‫ علي‬V‫لى هللا‬V‫ب ّي ص‬Vَّ‫ن الن‬V‫ا ع‬V‫ عنهم‬V‫ي هللا‬V‫ن العاص رض‬V‫ن عمرو ب‬V‫ ب‬V‫د هللا‬V‫ن عب‬V‫ع‬
،V‫ا ِن ِه َويَ ِد ِه‬V‫ لِ َس‬V‫لِ ُمونَ ِم ْن‬V‫لِ َم ال ُم ْس‬V‫ َس‬V‫لِ ُم َم ْن‬V‫ ((ال ُم ْس‬:V‫ال‬
ٌ َ‫ ُمتَّف‬.))ُ‫اج ُر َم ْن هَ َج َر َما نَهَى هللاُ َع ْنه‬
.‫ق َعلَي ِه‬ ِ َ‫َوال ُمه‬
 Dari Abdullah bin Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma dari Nabi SAW, sabdanya: "Muslim ialah
orang yang semua orang Islam selamat dari kejahatan lidah -ucapan -dan kejahatan tangannya-
perbuatannya. Muhajir ialah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah padanya."
(Muttafaq 'alaih).
Ungkapan di atas merupakan sindiran bagi seseorang yang suka menyakiti saudaranya, maka
hilanglah sifat-sifat muslim dari padanya.
Orang Arab sendiri biasa mengungkapkan sesuatu dengan model ta’ridh. Model ini lebih halus dan
indah dibandingkan dengan pengungkapan secara terang-terangan. Jika seseorang mengungkapkan sifat
orang lain dengan terang-terangan maka orang tersebut tentu akan merasa terhina.
Al-Hashr wa Al-Ikhtishash
Hashr (‫ر‬A‫لحص‬AA‫ )ا‬atau ikhtishash (‫اص‬A‫الختص‬AA‫ )ا‬dalam ilmu balaghah sering disebut dengan qashr .
(‫لقصر‬AA‫ )ا‬Hashr berasal dari kata ‫حصر‬- ‫ر‬A‫حص‬AA‫ ي‬yang berarti membatasi, melarang, mengepung dan mencegah.
‫اص‬A‫الختص‬AA‫ ا‬berarti pengkhususan. Sedangkan ‫لقصر‬AA‫ ا‬secara bahasa bermakna yang berarti penjara,
kamar kurungan, rumah tahanan dan penjara. Sedangkan secara istilah hashr atau qashr didefinisikan
sebagai berikut:
 Artinya, “menghususkan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan cara tertentu.” Atau,
 Artinya, “menetapkan hukum suatu perkara yang disebut dan menafikan/tidak menetapkan apa-apa
yang menyalahi hukum tersebut.
‫ا‬Vَ‫ لِ ُد ْني‬Vُ‫ ِهجْ َرتُه‬V‫ت‬
ْ َ‫ َكان‬V‫ َو َم ْن‬،‫ُ ْولِ ِه‬V‫ َو َرس‬Vِ‫ى هللا‬Vَ‫ ِإل‬Vُ‫ُ ْولِ ِه فَ ِهجْ َرتُه‬V‫ َو َرس‬Vِ‫ى هللا‬Vِ‫ ِإل‬Vُ‫ ِهجْ َرتُه‬V‫ت‬ ِ ‫ُل ِبالنِّي‬V ‫ا اَأل ْع َما‬V‫ِإنَّ َم‬
ْ َ‫ َكان‬V‫ فَ َم ْن‬،‫ا نَ َوى‬V‫ ا ْم ِرٍئ َم‬Vِّ‫ا لِ ُكل‬V‫ َوِإنَّ َم‬،V‫َّات‬
َ َ‫ فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما ه‬،‫ َأ ْو ا ْم َرَأ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا‬،‫ص ْيبُهَا‬
‫اج َر ِإلَ ْي ِه‬ ِ ُ‫ي‬
“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan setiap orang itu hanyalah akan dibalas
berdasarkan apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya keapda Allah dan Rasul-Nya. Namun barang siapa yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia
atau seorang wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut.”
Hadis diatas merupakan contoh Qasr, Lafad Inama diatas membatasi makna atau mengkhusukan
makna perbuatan secara khusus tergantung pada niatnya.
‫شكرا‬
‫وجزاكم هللا خيرا‬

Anda mungkin juga menyukai