S A R M I N
202510051
HASAN AYATULLAH
202510012
علم البالغة
علم البديع علم المعاني علم البيان
المحسنات المعنوية المحسنات اللفظية الخبر االستعارة
االحتراس
Pengertian Ilmu Ma’ânî
Istilah ilmu ma’âni terbentuk dari dua kata, yaitu "ilmu“ dan "ma’âni". Kata ma’âni adalah bentuk
jamak dari kata ma’na, yang menurut bahasa berarti "pengertian". Sedangkan menurut istilah ahli bayân,
ma’âni adalah isi hati seseorang yang dikemukakan dengan bahasa yang benar. Pengertian ilmu ma’âni
adalah:
علم يعرف به أحوال اللفظ العربي التي بها يطابق مقتضى الحال
“Ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk kata arab yang sesuai dengan muqtadha al-hal”.
Dari pengertian di atas dapat diketahui, bahwa ilmu ma’âni adalah ilmu yang memelihara timbulnya
pengertian yang salah dari suatu kalimat, dengan cara memelihara bentuk-bentuk perkataan yang sesuai
dengan muqtadla al-hal. Karenanya, akan terjadi perbedaan bentuk dalam setiap kalimat karena
perbedaan
al- hal (latar belakang).
Sebagaimana dalam firman Allah:
Menurut al-Jurjani,
اإلطناب هوأداء المقصود بأكثر من العبارة المتعارفة
Ithnâb adalah ungkapan yang panjang dari makna yang sangat pendek.
ungkapan yang sangat panjang dari makna yang sangat pendek karena adanya tujuan, seperti
menguatkan dan mengokohkan makna, menetapkannya, serta memperjelas pengertian.
َت َن َّز ُل ْال َماَل ِئ َك ُة َوالرُّ و ُح فِي َها بِِإ ْذ ِن َرب ِِّه ْم ِمنْ ُك ِّل َأمْ ٍر
“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan”. (Al-Qadr: 4)
Al-Ithnâb
B. Macam-macam Ithnab
1. Penyebutan lafazh yang khusus setelah lafazh yang umum.
حافظوا على الصّلوات والصّلوة الوسطى
“Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) salat wustha (ashar)…” (QS. 2: 238).
2. Penyebutan lafazh umum setelah lafazh yang khusus,
رب اغفرلِى ووالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا ولمؤمنين والمؤمنات
“Ya Tuhanku, Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk kerumahku dengan beriman dan semua
orang yang beriman, laki-laki dan perempuan …” (QS. 71: 28).
3. Penjelasan setelah ada kesamaran.
َ طو ٌع مُصْ ِبح
ِين َ ض ْي َنا ِإلَ ْي ِه ٰ َذل َِك اَأْل
ِ َّمْر َأن
ُ دَاب َر ٰ َهُؤ اَل ِء َم ْق َ َو َق
“Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di
waktu subuh”. (Al-Hijr: 66)
4. Pengulangan
كال سوف تعلمون ثم كال سوف تعلمون
“Sekali-kali tidak, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatan itu), dan sekali-kali tidak, kelak kamu
akan mengetahui”. (QS. 102: 3– 4
5. al-I’tiradh, al-tadzyil, al-tausyi’, al-takmil, al-ihtiras, al-tatmim dan sebagainya
Al-Khabar
A. Definisi Khabar
Khabar yaitu:
كالم يحتمل الصدق والكذب
Kalimat yang mengandung pengertian benar atau salah
Kalam khobar adalah perkataan atau ungkapan yang dapat dinilai benar atau bohong, karena
isinya menunjukan berita. Yang dimaksud dengan kebenaran suatu berita adalah jika apa yang
dikatakan sesuai dengan apa yang terjadi dan dikatakan berita tersebut bohong jika apa yang
dikatakan tidak sama dengan kenyataan yang terjadi. Oleh karena itu, kalimat seperti ini disebut
kalimat informatif.
Pada dasarnya, ketika seseorang menyampaikan sebuah berita kepada orang lain ia memiliki dua
tujuan yaitu:
1. Ifadah al khabar yaitu memberi tahu audien tentang suatu berita yang belum diketahui.
2. Lazim al faidah yaitu memberitahu audien tentang berita yang telah diketahui oleh audien,
sehingga pada hakikatnya pembicara bukan semata-mata ingin menyampaikan berita tapi
ingin memberi tahu pada orang lain bahwa dirinya pun mengetahui berita yang telah mereka
ketahui.
Al-Khabar
Benar dan tidaknya khabar diketahui berdasarkan empat pendapat berikut:
1. Khabar yang benar adalah yang sesuai dengan kenyataan. Sebaliknya adalah khabar yang
bohong, walaupun terdapat keyakinan lain dari mutakallim. Pendapat itulah yang benar.
2. Pendapat al-Nidham (mu‟tazilah), bahwa khabar yang benar adalah yang sesuai dengan
keyakinan mutakallim walaupun keyakinan itu salah. Sebaliknya adalah khabar yang
bohong, walupun kenyataannnya benar.
3. Pendapat al-Jâhid (pengikut al-Nidhâm), bahwa khabar yanbenar adalah yang sesuai denga
kenyataan dan keyakinan mutakallim.
4. Pendapat al-Raghib, mendukung pendapat al–Nidhâm.
Al-Khabar
Dilihat dari keberadaan orang-orang yang menjadi audien dari berita yang disampaikan, maka kalam khobar dibagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Khobar ibtidai, berita ini dasampaikan pada orang yang masih polos {kholi dzihni) belum menerima berita apapun.
Diantara tanda kepolosannya adalah tidak menampakan keraguan ataupun pengingkaran terhadap apa yang kita
katakan.
ون ِزينَةُ ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا
َ ُْال َما ُل َو ْالبَن
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (QS: 18: 46).
2. Khobar tholabi, jika audien menampakan keraguan terhadap berita yang kita sampaikan, sebaiknya perkataan ini
mennggunakan penekanan dengan menambahkan kata sungguh, karena ungkapan ini ditujukan pada audiens yang
ragu, ia butuh ungkapan yang dapat membuat dirinya yakin.
َِإنَّا ِإلَ ْي ُك ْم ُمرْ َسلُون
“Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu.” (QS. 36: 14).
3. Khobar inkari, jika audien menampakan penolakan serta pengingkaran terhadap apa yang kita utarakan kepadanya,
maka dalam ungkapan ini sangat diperlukan beberapa penekanan (taukid) dengan menggunakan satu, dua, atau tiga
penekanan sesuai dengan tingkat pengingkarannya
مْوالِ ُك ْم َوَأ ْنفُسِ ُك ْم
َ َل ُت ْبلَوُ نَّ فِي َأ
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu...” (Ali Imran: 186)
Al-Insyâ’
A. Definisi Insya’
Menurut pengertian bahasa, insyâ‟ berarti al-îjâd: mewujudkan atau menimbulkan. Sedang menurut
istilah, Kalâm insyâ‟ adalah:
كالم ال يحتمل صدقا وال كذبا لذاته
Kalimat yang tidak mengandung kemungkinan benar dan bohong karena dzatnya
َّ وَأقِيمُوا ال َ
صاَل َة
“Dan dirikanlah shalat...” (Al-Baqarah: 43)
Pada ayat ini hanya mengandung pengertian wajibnya shalat, tidak mengandung pengertian benar dan
bohongnya wajibnya shalat.
Dengan kata lain, Kalâm insyâ‟ adalah Kalâm yang pengertiannya tidak dapat diperoleh dan tidak dapat
dinyatakan, kecuali dengan mengucapkan (berdasarkan) bentuk Kalâm itu sendiri.
Insya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Insyâ’ Thalabi, yaitu:
ما يستدعى مطلوبا غير حاصل وقت الطلب
Insya’ yang menghendaki tuntutan (mathlûb) yang tidak tercapai ketika terjadi tuntutan itu sendiri.
2. Insyâ’ ghair thalabi, yaitu
ما ال يستدعى مطلوبا غير حاصل وقت الطلب
Insya’yang tidak menghendaki tuntutan yang tidak tercapai ketika terjadi tuntutan itu sendiri.
Al-Insyâ’
a. Macam-macam Insyâ’ Thalabi
1) Amr, yaitu menghendaki perbuatan dari tingkatan yang lebih tinggi (mutakallim) kepada yang
lebih rendah (mukhâthab), dengan menggunakan empat bentuk, yaitu:
a) Fi‟il amr, seperti
اب ِبقُو ٍة
َ ُخ ِذ ْال ِك َت
“ambillah al-kitâb (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” (QS, 19: 12).
b) I Fi‟il Mudlâri‟ yang disertai lam amr, seperti
لِيُنفِق ُذو َس َع ٍة ِمنْ َس َع ِت ِه
“hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.” (QS. 65: 7).
c) Ism Fi‟il amr, Mashdar pengganti dari fi‟il amr, dan sebagainya.
Kalimat perintah ini terkadang menyimpang dari makna aslinya dan menunjukan makna-
makna lain, yang difahami dari konteks pembicaraan atau kondisi tertentu. Seperti doa,
iltimas, irsyad, tamanny, ibahah, takhyir, dan tahdid
Al-Insyâ’
2) Nahy yaitu menghendaki tercegahnya suatu perbuatan dari tingkatan yang lebih tinggi (mutakallim)
kepada yang lebih rendah (mukhâthab), dengan menggunakan bentuk fi‟il mudlâri‟ yang ditambah la
nahy,
ِ ْالَ ُتفسِ ُد ْوا فِى ْاَألر
ض
“janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” (QS.: 2: 11).
3) Istifhâm, Istifham adalah tuntutan untuk mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.
Kalimat tanya ini dapat diungkapkan melalui kata yang disebut adawat al-istifham yaitu:
a) Hamzah ()أ
َ أرَأي
ْت الَّذِي َي ْن َه ٰى َ
“Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang”.(Al-’Alaq: 9)
b) Hal ()هل
ِيث ْال َغاشِ َي ِة َ َه ْل َأ َتا
ُ ك َحد
“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?” (Al-Gasyiyah: 1)
c) Mata ى
( )مت
ِ م َت ٰى َنصْ ُر هَّللا
“Kapankah datang pertolongan Allah” (Al-Baqarah: 214)
d) dan adawat istifhamiyah lannya, seperti: Ma, man, kam, aina, dan sebagainya.
Al-Insyâ’
4) Tamanni (angan-angan), Tamanni adalah menuntut sesuatu yang disenangi tetapi tuntutan itu
sulit terjadi atau bahkan mustahil terjadi.
a) Laita يتAA)ل
(
ُ َيا َل ْي َتنِي ُك ْن
ت ُت َرابًا
"Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah“ (An-Naba’: 40)
1) Al-Ta’ajjub
ُقُ ِت َل اِإْل ْن َسانُ َما َأ ْك َف َره
“Binasalah manusia; alangkah amat sangat kekafirannya?” (‘Abasa: 17)
السلب المماثل
المستوفى
المشاكة
التركيب
اللف والنشر
الجناس غير التام
Pengertian Ilmu Badi’
ى المرادVع وضوح داللته علVى الحال مVا بعد مطابقته لمقتضVوه بهاء ورونقVنا وطالوة وتكسVه الوجوه والمزايا تزيد الكالم حسVم يعرف بVعل
لفظا ومعنى
“Ilmu yang digunakan untuk mengetahui beberapa cara dan keistimewaan yang menambah bagus dan
indahnya suatu kalimat serta menghiasinya menjadi bagus dan elok, setelah sesuai dengan muqtadla al-
hâl, disertai kejelasan petunjuk atau pengertiannya sesuai dengan yang dimaksud, baik segi lafazh atau
makna”.
Dalam kitab Qowaid Al-Lughah Arrabiyah memberikan defenisi Ilmu Badi’ adalah ilmu untuk mengetahui
aspek-aspek keindahan sebuah kalimat yang sesuai dengan keadaaan,jika aspek-aspek keindahan itu
berada pada makna,maka dinamakan dengan muhassinaat al-maknawiyah. Dan bila aspek keindahan
itu ada pada lafadz, maka dinamakan dengan muhassinaat al-lafdziyah’
Ilmu Badi’ sebagai penyempurna terhadap balâghah dan merupakan cara memperindah serta
memperhalus ungkapan kata, setelah sesuai dengan muqtadla al-hâl sebagaimana telah diatur dalam
ilmu ma’ani dan setelah jelasnya pengertian yang dimaksud (wudlûûh al-dalalah) sebagaimana telah
diatur dalam ilmu bayân. Karenanya dalam sistematika pembahasan ilmu balâghah, ilmu badî' selalu
diakhirkan.
Ilmu Badi’
A. Macam Ilmu Badi’
Secara garis besar ilmu badi’ dibagi mnjadi dua, yaitu:
1. Muhsinat al-Lafzhiyyah (keindahan-keindahan lafazh), yaitu cara memperindah kalam yang menitik
beratkan pada memperindah lafazh.
ُ لَّى هَّللاAص ِّ ُذك َِر عِ ْن َد ال َّن ِبA َقا َلA هَّللا ُ َع ْن ُهA َع ْب ِد هَّللا ِ َرضِ َيA َع ْنAي َواِئ ٍلA َأ ِبAص و ٌر َع ْن
َ ي ِ و اَأْلحْ َوAا َأ ُبA َح َّد َث َنA َّد ٌد َقا َلAا ُم َسA َح َّد َث َن
ُA ا َم ْنA َح َّد َث َنA َقا َلAص
ْطانُ فِي ُأ ُذ ِن ِه َّ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َرجُ ٌل َفقِي َل َما َزا َل َناِئمًا َح َّتى َأصْ َب َح َما َقا َم ِإ َلى ال
َ صاَل ِة َف َقا َل َبا َل ال َّشي
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu
Al Ahwash berkata, telah menceritakan kepada kami Manshur dari Abu Wa'il dari 'Abdullah radliallahu
'anhu berkata: Diceritakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tentang seseorang yang dia terus
tertidur sampai pagi hari hingga tidak mengerjakan shalat. Maka Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Syaitan telah mengencingi orang itu pada telinganya". (HR. Bukhori)
Kata لAA َاAAA َبoleh orang-orang Arab digunakan untuk ditujukan kepada orang yang telah tampak
pelanggarannya dan jelas kelemahannya. Adapun kata لAAا
َ AAA َبini pada asalnya diambil dari kata ادAAالفسAAا
(kerusakan). Jika dimasukkan pada hadits diatas berarti maksud Rasulullah didalam hadits diatas yaitu
sungguh setan telah berhasil merusak pendengaran dan memutus hubungan pemuda dengan tuhannya
mengenai ketaatan dan shalat pada waktunya.
Al-Haqiqah wa Al-Majaz
Maksud ْط ُانَ ل َّشيAAل اAAا
َ AAA َبdalam hadits diatas adalah setan telah berhasil merobohkan dan merusak
pendengaran seorang pemuda, dalam arti lain setan benar-benar merusak pendengarannya dan
memutus hubungan pemuda tersebut dengan tuhannya karena setan telah menguasai dirinya sehingga
dia berhasil mencegah pemuda tersebut untuk melakukan shalat shubuh
Al-Tasybih
Menurut bahasa, tasybîh berarti tamtsil (perumpamaan). Sedang menurut istilah Ilmu ma‟âni,
tasybîh adalah:
“menyamakan satu perkara (musyabbah) pada perkara lain (musyabbah bih) dalam satu sifat (wajh
syabah) dengan alat (tasybîh, seperti kaf, dsb), karena ada tujuan (yang hendak dicapai mutakallim)”.
Secara terminologi, setiap ahli Balaghah mempunyai definisi yang beragam tentang definisi tashbih.
Terdapat salah satu ahli Balaghah yang mendefinisikannya secara singkat dan terdapat pula yang
mendefinisikannya secara panjang lebar. Ali al-Jarim dan Musthofa Amin mendefinisikan tashbih sebagai
berikut,
“Tasybih adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal
yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf kaf atau sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat
Al-Tasybih
اVَا َوطَع ُمهVَح لَهVََمرة آلري َ التV َك َمثَ ِلVقرا ٌ القُرا َن
َ َ اٌلَ ِذي آليVطيِبُ َو َمثَ ُل الم ُو ِم ِن َ اVَطع ُمه
َ ب َو ُV ِا طيVَ ِري ُحهVُج ِة َ َمثَ ُل اآلترV اٌلَ ِذي يَقَراُ القُرا َنVال ُمو ِم ِن
َ لَيV ال َحنُظلَ ِةV َك َمثِ ِلVق اّل ِذي ال يَ ْق َرُأ القُرْ ا َنVُل ال ُمنَافV َا ُمرُّ َو َمثVَط ْع ُمه
Vس َ َوVب َ َ اٌلَ ِذي يVق
ٌ ّا طَيVَ ِر ْي ُحهVُل ال َّري َْحانَ ِةV َ َمثVقرأ القُرا َن ِ ُِل ال ُمنَافV َحُل ٌو َو َمث
( (رواه البخارى ومسلم والنسائي وابن ماجة. ُّلَهَا ِري ُح وطعمها ُمر
“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur'an adalah seperti jeruk manis yang baunya
harum dan rasanya manis. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur'an adalah seperti
kurma, tidak berbau harum tetapi rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-
Qur'an adalah seperti bunga, baunya harum tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik
yang tidak membaca Al-Qur'an seumpama buah pare, tidak berbau harum dan rasanya pahit." (HR Al-
Bukhari, Muslim, Nasai, dan Ibnu Majah)
Al-Isti’arah
Isti’arat secara bahasa diambil dari perkataan orang Arab:لAAلماAAار اAِستعA اseseorang meminjam benda.
Isti’arat secara bahasa artinya “meminjam”, maksudnya meminjam suatu kata untuk mengungkapkan
suatu makna. Atau majaz yang ‘alaqah-nya (hubungan antara makna asal dan makna yang dimaksud
adalah musyabahah (keserupaan).