Anda di halaman 1dari 15

INSYĀ’

DALAM
AL-QUR’ĀN
Kelompok 2:
Nadira, Siti Sholihah, Siti NurAlfiah, Siti Tsaltsa Khairiyah

Feel
this.
Definisi kalam Insyā’
Insyā’ sebagai kebalikan dari khabar merupakan bentuk kalimat yang setelah kalimat
tersebut dituturkan tidak bisa menilai benar atau dusta. Hal ini berbeda dengan sifat
kalām khabar yang bisa dinilai benar atau dusta. Dalam terminologi ilmu ma’ānī kalām
Insyā’ adalah,

‫مالا ﻳﺤﺘﻤﻞ ﺍﻟﺼﺪق وﺍﻟﻜﺬب‬


“Suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau dusta”.
Kalām insyā’ terdiri dari dua kata yaitu (‫ )كلام‬dan (‫)ﺇﻧﺸﺎﺀ‬. Kalām bermakna (‫)قول‬, yaitu perkataan.
Kalām merupakan sesuatu yang tercukupi dalam sebuah kalimat. Kata “‫ ”ﺇﻧﺸﺎﺀ‬merupakan bentuk
mashdar dari kata “‫”ﺃﻧﺸﺄ‬. Secara leksikal kata tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi,
asli, menulis, dan menyusun.

Jika seorang mutakallim mengucapkan suatu kalām Insyā’, mukhāthab tidak bisa menilai
bahwa ucapan mutakallim itu benar atau dusta. Jika seorang berkata “‫( ”ﺇﺳﻤﻊ‬dengarkanlah),
maka tidak bisa mengatakan bahwa ucapannya itu benar atau dusta. Setelah kalām tersebut
diucapkan yang pasti dilakukan adalah menyimak ucapannya.
Bentuk-bentuk Insyā
Kalām Insyā’ terbagi menjadi dua yaitu insyā’ thalabī dan insyā’
ghair thalabī.

Insyā’ thalabī Insyā’ ghair thalabī


kalimat yang menuntut terjadinya sesuatu,
seperti kalimat perintah (amr), kalimat kalimat yang tidak menuntut
larangan (nahy), kalimat tanya (istifham), terjadinya sesuatu, diantaranya :
kalimat panggilan (nidā’).

Insyā’ thalabī menurut para pakar balâghah


1. ungkapan kekaguman (ta’ajub),
adalah,
2. ungkapan pujian (madh),
‫ًﺎ ﻏﻴﺮ ﺣﺎﺻﻞ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻄﻠﺐ ﻻﻣﺘﻨﺎﻉ‬
‫ﻣﺎ ﻳﺴﺘﺪﻋﻲ ﻣﻄﻠﻮﺑ‬
‫ﺗﺤﺼﻴﻞ ﺍﻟﺤﺎﺻﻞ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ ﻫﺎﻫﻨﺎ‬ 3. ungkapan celaan (dzamm),

“Kalām insyā’ thalabī adalah suatu kalām 4. ungkapan sumpah (qasam) dan
yang menghendaki adanya suatu tuntutan
yang tidak terwujud ketika kalām itu 5. ungkapan pengharapan (rajā’).
diucapkan”.
Contoh-contoh dan penafsiran
Bentuk-bentuk Insyā’ thalabī dan contohnya
1. ‘Amr
Amr secara bahasa terambil dari masdar
‫امرـ يأمرـ امرا‬
yang artinya perintah, sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat. Menurut Ibn Subki
‘amr adalah tuntutan untuk berbuat, tapi ada yang mengatakan menyuruh melakukan tanpa
paksaan.
Namun secara leksikal ‘amr berarti “perintah”, sedangkan dalam terminology Ilmu balāghah
‘amr adalah menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan oleh pihak yang lebih tinggi kepada
pihak yang lebih rendah. Dalam bahasa Arab bentuk ‘amr adalah dengan menggunakan sighat
if’āl yang berarti kerjakan dan litaf’al yang berarti hendaklah engkau kerjakan. Untuk
menyusun suatu kalimat perintah ada empat sighah (redaksi) yang biasa digunakan, yaitu:
a. Fi’il Amr, contohnya:
َ ْ َ ْ َ َ
‫فب ِّش ْر ُه ِّب َمغ ِّف َر ٍة َّواج ٍر ك ِّري ٍم‬
ْ

Artinya: “…Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang
mulia.” (QS. Yâsîn [36]:11).
b. Fi’il Mudhari’ yang dibarengi dengan lam ‘Amr, seperti perintah untuk berinfaq dalam
firman Allah SWT..
َ َ َ َ ُ ْ ُ
‫ه‬ ‫ت‬
‫ِّ ِّ ۦ‬ ‫ع‬ ‫س‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِّ ٍ ‫نفق ذو س‬
‫ة‬ ‫ع‬ ِّ ‫ِّلي‬
Artinya: “hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya....”
(QS. Ath-thalaq [65]:7).

ُ ْ َ َ ْ َ َّ َ ْ َّ ْ ُ ‫َ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َ ُ ك‬
c. Isim fi’il ‘amr, yaitu kata dalam bentuk isim namun berarti perintah. Contoh:
ْ
….‫…عليكم انفسكمۚ لا يُركم من َ َّ ِّاذا اْتَيتم‬
“…Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu
telah mendapat petunjuk…” (QS. Al-Maidah [6]: 105).

ً ٰ ْ ْ َ َْ َ
d. Masdar yang semakna dengan fi’il ‘amr, contohnya:
...‫و ِّبالوا َِِّْ ِّ ِ ِّاحسنا‬...
“…dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”
(QS. Al-Isra’ [15]: 23).
Dari ke-empat sighah di atas, ada beberapa makna yang menyimpang dari makna
aslinya dan menunjukkan makna-makna lain, Ali jarim mengemukakan fungsi perintah selain
menuntut dilaksanakannya suatu perbuatan, juga untuk do’a (permohonan), Irsyād (nasehat
atau bimbingan), Iltimās (meminta), Tamannī (harapan yang tidak mungkin tercapai),
Ta’jīz (melemahkan), Tahdīd (ancaman), dan Ibāhah (kebolehan).
2. Nahy
Pengertian nahy secara bahasa adalah melarang, menahan, dan menentang. Sedangkan menurut
terminology ilmu balāghah nahy (larangan) adalah tuntutan tidak dilakukannya suatu
perbuatan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang yang martabatnya lebih rendah.
Redaksi nahy ini dapat diungkapkan melalui satu cara, yaitu dengan menggunakan fi’il
mudhari’ yang didahului Lā nahiyah. Contoh dalam firman Allah SWT tentang larangan
membuat kerusakan di muka bumi dan ini merupakan larangan haqiqi.
ً َ ً َ ُ َ َ َ ُ ُ َ
…‫َولا ُف ِّسسَوسا ِِّ الساۡ ِّسِ َبعسَ ِّاۡسَ ِّاح ََا َواۡسُو ُسه َوسفا َّوَ َمعا‬
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan)…” (QS. Al-Araf [7]:56)
Dalam beberapa keadaan, kalimat nahy keluar dari makna yang haqiqi dan menunjukkan makna
lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat serta kondisi dan situasinya, seperti makna
doa, Irsyād, Taubikh dan Bayanul ‘Aqibah.
a. Do’a,Makna Doa yaitu berbentuk permohonan dari pihak yang rendah kepada pihak yang
َ yag
tinggi atau dari yang kecil kepada
ْ َ besar. Contoh firman Allah SWT:
َ َ ْ ْ َ َّ َ ْ َ ُ َ َ ََّ
...‫اخذنآ ِّإن ن ِّسينآ أو أَطأنا‬
ِّ ‫…ۡبنا لا ُؤ‬
“…Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah....”
(QS. Al-Baqarah [2]:286)
b. Irsyâd, yaitu petunjuk terhadap sesuatu yang baik yakni berisi nasehat, pepatah
atau petunjuk pada kebaikan, seperti lafadz dalam firman Allah SWT:
ُ ُ َ َ ٰ َّ
ْۚ‫يٰٓ َايك ََا اِذْْ َ ِ ا َم ُن ْوا َلا تَ ْس َٔـ ُل ْوا َُ ْن ا ْش َيا َۤء ا ْن ُُ ْب ََ لك ْم تَ ُس ْؤكم‬
ِّ ِّ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang
jika diterangkan kepadamu (justru) akan menyusahkan kamu....” (QS. Al-Maidah [5]:101).

c. Taubikh, memiliki makna sebuah teguran terhdap lawan bicara, atau ungkapan
menghinakan (yang berkaitan dengan celaan atau teguran). Contoh:
َ ُ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ ََّ ْ ُ ُ ْ ََ َ ْ ََّ ْ ُ َْ ََ
‫اَ ِّ َّ وُكتموا الحق وأنتم ُعلمون‬ ِّ ‫ولا ُل ِّبسوا الحق ِّبالب‬

“Jangan kalian mencampur kebenaran dengan kebatilan. Jangan juga kalian menyembunyikan
kebenaran. Padahal kalian menyadarinya,” (QS. Al-Baqarah [1]: 42).

d. Bayanul ‘Aqibah, berarti menjelaskan mengenai akibat. Contoh:


ْ َ ْ ً َ ‫ه‬ َّ َْ ََ
‫اّٰلل ا ْم َواُا َب َّ اح َياۤء‬ َّ ‫ي‬ْ ‫ب‬ ‫س‬َ ‫ي‬ْ ِ ‫ا‬‫و‬ْ ‫تح َس َبَّن اِذْْ َ ِ ُقت ُل‬ ‫ولا‬
ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ ِّ

Artinya: “Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan
Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup…” (QS. Ali Imran [4]: 169).
3. Istifhām
Alat-alat istifhām:
1) Hamzah, digunakan untuk mencari pengetahuan tentang dua hal:
a. Tashawwuri, artinya jawaban yang bermakna mufrad. Ungkapan istifhām yang
meminta pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat.
b. Tashdiq, artinya gambaran tentang nisbah (penetapan sesuatu atas yang
lain).
2) Man digunakan untuk menanyakan keterangan makhluk yang berakal.
Seluruh adat al-istifhâm tersebut digunakan untuk menanyakan tentang
gambaran, dan oleh karena itu jawabannya berupa keterangan tantang sesuatu
yang ditanyakan. Terlebih redaksi istifhâm itu keluar dari makna aslinya
kepada makna lain yang dapat diketahui melalui susunan kalimat. Makna yang
lain tersebut diantaranya:
• Amr (perintah)
َ ُ ْ َ َ َ َ ْ َْ ُ َُ َ‫ك‬
‫َو َمن نع ِّم ْر ُه نن ِّك ْسه ِِّ ٱلخل ِّقۖ أفَا يع ِّقلون‬
“Dan barangsiapa Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada awal
kejadian(nya). Maka mengapa mereka tidak mengerti?” (QS. Yasin [36]: 68)
• Nahy (Larangan) َ َ َ
َ ْ ‫ُ ُ ك‬ ُ ْ َ ْ َ ‫َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َّ ُ َ ك‬
‫أتخشونهمۚ فٱّٰلل أحق أن تخشوه ِّإن كنتم مؤ ِّم ِّنين‬
“…Mengapakah kamu takut kepada mereka Padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu
takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. (QS. At-Taubah [9]:13)
• Nafi (Meniadakan)
ْ ْ َّ ْ ْ َ ْ َ
‫ْ َّ ج َزا ُٓء ٱل ِّإح َٰس ِّن ِّإلا ٱل ِّإح َٰس ُن‬
“Tidak ada Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”. (QS. Ar-Rahman [55]:60)
• Inkari
َ ُ ْ ‫َ ُ ۟ ََٰٓ ُ ُ َّ َ ُ ْ َ ُ ْ ُ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ك‬
‫قالوا َ ِّئركم معكمۚ أ ِّئن ذ ِّكرُمۚ ب َّ أنتم قوم مس ِّرفون‬
“Mereka (utusan-utusan) itu berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena kamu
sendiri. Apakah karena kamu diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang
melampaui batas.” (QS. Yasin [36]:19)
• Taqriri (Penegasan) َّ ُ ْ َ َ
َ ُ َ ْ ُ َْ َ َ َ َ ُ َ ََ
ِّ ‫وما ِّل ل ٓا أُبَ ٱِ ِّذى فط‬
‫رن و ِّإلي ِّه ُرجعون‬
“Dan mengapa tidak ada alasan bagiku untuk tidak menyembah (Allah) yang telah
menciptakanku dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.”
(QS. Yasin [36]: 22)
• Taswiyah (Menyamakan)
َ ُ ُْ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ََ ْ َْ َ َ َ َ
‫نذْۡم لا يؤ ِّمنون‬
ِّ ُ ‫وسوآء علي َِّم ءأنذۡتهم أم لم‬

“Dan sama saja bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau
tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga.” (QS. Yasin
[36]: 10)

• Tamannī (harapan yang mustahil tercapai)


َ ُ ْ ُ ٰ ََّ َ َ َٰ ۟ ََُ
ْ َ ْ ُ ْ َ َٰٓ َ َ َ ْ َ َ َ ُ َ َ ْ َ َ
‫صرون‬
ِّ ‫لصرط فأن يب‬ ِّ ‫ولو نشآء لطمسنا على أُي ِّن َِّم فٱستبقوا ٱ‬

“Dan jika Kami menghendaki, pastilah Kami hapuskan penglihatan mata mereka; sehingga
mereka berlomba-lomba (mencari) jalan. Maka bagaimana mungkin mereka dapat melihat?”
(QS. Yasin [36]: 66)

• Tasywīq ditujukan untuk mendorong si mukhathab agar mengikuti atau melakukan


sesuatu.
4. Nidā’ َ
َ َ ْ ُ ْ ۟ ُ َّ ْ َ َٰ َ َ ٰ َ ْ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ َ َ
‫وجآء ِّمن أقصا ٱلم َِّين ِّة ۡج َّ يسعى قال يقو ِّم ٱُ ِّبعوا ٱلمرس ِّلين‬
“Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas dia berkata,“Wahai
kaumku! Ikutilah utusan-utusan itu.” (QS. Yasin: 20)
5. Tamannī (‫)التمني‬
Kalimat tamannī (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan
keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tidak mungkin untuk dapat meraihnya.

Bentuk-bentuk kalimat tamannī:

Laita (‫)ليت‬, Hal (َّ ْ), Lau (‫)لو‬, La’alla (َّ ‫)لع‬

Contoh:
َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ ََّ ْ ُ ْ َ
‫ِّقي َّ ٱۡخ ِّ َّ ٱلجنةۖ قال َياليت ق ْو ِّم َيعل ُمون‬

“Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah


baiknya sekiranya kaumku mengetahui.” (QS. Yasin [36]: 26)
Bentuk-bentuk Insyā’ Ghairu thalabī dan contohnya
1. Madah dan dzamm (‫)المَح و اِذم‬

Bentuk ini digunakan untuk pujian dan hinaan dengan menggunakan lafadz ‫ نعم‬dan ‫بئس‬.

Contoh madah: َ
َّ ُ َّ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َٰ ْ َ ُ َ ُ َ َ ْ َ َ َ
‫ووْبنا َِِّاوۥۡ سليمنۚ ِّنعم ٱلعبَۖ ِّإنهۥٓ أواب‬
“Dan Kami karuniakan kepada Daud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya
dia amat taat (kepada Tuhannya). (QS. Shad [38]: 30)
Contoh dzamm:
َ َّٰ ْ ْ
١٥١ ‫َو ِّبئ َس َمث َوى ٱلظ ِّل ِّمين‬
“dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim.” (QS. Ali- Imran [3]:
151)

2. Qasam (‫)القسم‬
Qasam adalah bentuk sumpah dengan menggunakan huruf wawu, ba, ta’, dan lainnya.
ْ ٰ ُْ
َ ۤ
١ ‫اِذك ِّر‬
ِّ ‫ى‬‫ذ‬ِّ ِّ ‫ص والق ْر‬
‫ن‬ ‫ا‬
“demi Al-Qur'an yang mengandung peringatan” (QS. Sad [38]: 1)
3. Ta’ajjub (‫)التعجب‬
َ ْ
Bentuk ta’ajjub menggunakan dua bentuk shighat, yaitu ‫ ما أفعله‬dan ‫أفع َّ به‬. Contoh:
َ َ ُْ َْ َ ْ َ ْ َْ َ ْ ْ ْ
َ
٣٨....‫صر يوم يأُوَنا‬ ِّ ‫اس ِّمْ ِِّ ِّهم واب‬
“Alangkah tajam pendengaran mereka dan alangkah terang penglihatan mereka pada hari
mereka datang kepada Kami…” (QS. Maryam [19]: 38).
4. Rajā’ (‫)الرجا‬

Rajā’ merupakan bentuk pengharapan dengan menggunakan lafazh ‫ حرى‬،‫ ُسى‬dan ‫اخلولق‬. Contoh:
ْ
ْ َ ْ َ َّ ْ َ ُ ‫ه‬ َ َ
٥٢....‫فع َسى اّٰلل ان ي ِّأتي ِّبالفت ِّح‬

“Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya)….” (QS. Al-


Maidah [5]: 52).

5. Ukud (ۡ‫)العقو‬
ُ ْ
Bentuk beberapa akad banyak menggunakan fi’il madhi. Contoh ‫( ِّبعت‬saya telah
ُ ََ ْ ُ َْ
menjual), ‫( واشتريت‬saya telah membeli), ‫( أُتقت‬saya telah memerdekakan). Dan sedikit

dengan menggunakan selainnya. Contoh ‫امرأتي َالق‬.


Insyā’ghair thalabi ini tidak dibahas oleh ulama Ilmu balāghah, karena sebagian
besar shighat asalnya adalah berupa kalam khabar yang dipindahkan maknanya kepada
kalam insyā’. Dan yang dibahas dalam ilmu ma’anī adalah uslub insya’ thalabi,
karena kelembutan sastra yang menjadikannya berbeda.

Kesimpulan
kalam insyā adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau
dusta.
Kalam insyā terbagi menjadi dua yaitu insyā’ thalabī dan insyā’ ghair
thalabī. insyā’ thalabī adalah kalimat yang menuntut terjadinya
sesuatu. Sedangkan insyā’ ghair thalabī. adalah kalimat yang tidak
menuntut terjadinya sesuatu. Namun insyā’ghair thalabi ini tidak
dibahas oleh ulama Ilmu balāghah, karena sebagian besar shighat asalnya
adalah berupa kalam khabar yang dipindahkan maknanya kepada kalam
insyā’.
Bentuk-bentuk insyā’ thalabī antara lain kalimat perintah (amr),
kalimat larangan (nahy), kalimat tanya (istifham), kalimat panggilan
(nidā’). Dan bentuk Insyā’ghair thalabi meliputi ungkapan kekaguman
(ta’ajub), ungkapan pujian (madh), ungkapan celaan (dzamm), ungkapan
sumpah (qasam) dan ungkapan pengharapan (rajā’).
--Thankyou--

Any Question?
Feel
this.

Anda mungkin juga menyukai