SOAL
1. Sebutkan apa yang dimaksud dengan lafal al-‘Am, al-Khash, al-Amr dan al-Nahy serta
JAWABAN
“Jikalau tidaklah memberatkan terhadap umatku, sungguh aku perintahkan kepada mereka menggosok
gigi setiap akan melaksanakan sembahyang” (H.R. Bukhari).
“Dan sempurnakanlah olehmu Haji serta Umrah itu karena Allah” (Q.S. Al-Baqarah:196)
- d.) Amar tidak menunjukkan untuk bersegera
َ قص َ ََ ص َ
ُمْ صَ َت ل ََِْ لَِ ُل صم ْال ل ِى ُل صَ اْل
Contohnya: bila seseorang disuruh mengerjakan sembahyang berarti disuruh pula dengan segala syarat-
syaratnya sembahyang, seperti wudhu.
Contohnya: bila seseorang disuruh mengerjakan suatu perbuatan, mesti dia meninggalkan segala
lawannya, seperti disuruh beriman, berarti dia tidak boleh kafir.
“Apabila dikerjakan yang diperintahkan itu menurut caranya, terlepas dia dari masa perintah itu”
Contohnya: seorang musafir yang tidak memperoleh air hendaknya diamengerjakan sembahyang
dengan bertayammum sebagai ganti dari wudhu.
“Jika kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci)”
(Q.S. An-Nisa’:43)
Pengertian Am
ُّ
Adapun pengertian Am secara Bahasa, Am adalah sesuatu yang mengandung arti ( ُمو صَاpanjang),
( ُم َ رثأbanyak) dan َِ ( ُم لtinggi). Dalam sumber lain disebutkan bahwa kata al-’Am menurut bahasa
berarti ( ُم شومْلyang meliputi).
Adapun secara istilah, para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam pengertian am secara istilah.
Berikut adalah beberapa pengertian am menurut para ulama:
Menurut Manna’ al-Qaththan, pengarang al-Mabahits fi Ulumil Quran, bahwa: defenisi ’Am ()ُم لوص
adalah lafazh yang mencakup segala apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan.
Contoh Am
Berikut ini adalah contoh dari lafadz am yang dibagi berdasarkan macam-macam bentuknya menurut
Mannaul Qattan, dimana setidaknya ada 6 bentuk Am, yaitu:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Qs. Ali ‘Imran : 185)
2. Setiap yang dimakrifatkan dengan al yang bukan al-‘ahdiyah, yaitu al yang menunjukkan makna
tertentu. Contohnya adalah:
ْ ََو ْالع
َ ص ِر ا َِّن اْ ِال ْن
سانَ لَ ِف ْي ُخس ٍْر
Maksudnya, setiap manusia siapapun itu berada dalam kerugian, lalu keumuman ini dikecualikan
dengan ayat selanjutnya:
صب ِْر
َّ ص ْوا ِبال ِ ص ْوا ِب ْال َح
َ ق َوت ََوا َ ت َوت ََوا َّ ِإ َّال الَّذِينَ آ َمنُوا َو َعمِ لُوا ال
ِ صا ِل َحا
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
3. Isim Nakirah yang berbentuk Nafi (meniadakan) dan Nahi (larangan), Contohnya adalah seperti
berikut:
ِسوََ َو َال ََِِا ََ فِي ْال َحج َ َض فِي ِه َّن ْال َح َّج فَ َل ََف
ُ َُ َو َال ف َ ْال َح ُّج أَ ْش ُه ٌر َم ْعلُو َماتٌ ۚ فَ َم ْن فَ َر
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di
dalam masa mengerjakan haji. Al-Baqarah 167.
Kata rafar, fusuk, dan jidal berarti umum, apapun itu bentuknya maka tidak diperbolehkan selama haji.
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah". Al-Isra’: 23.
4. Al-Lati dan Al-Lazi serta cabang-cabangnya. Contohnya adalah seperti dalam firman Allah berikut:
Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya." (al-Ahqaf: 17).
Maksud alladzi dalam ayat di atas adalah, setiap orang yang mengatakan seperti itu, yaitu semua orang
dengan bentuk umum. Hal ini didasarkan pada firman sesudahnya yang menggunakan bentuk jamak,
yaitu:
Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka (al-Ahqaf : 18)
5. Semua isim yang berbentuk syarat. Contoh dari am jenis ini adalah firman Allah Swt. berikut:
Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa'i antara keduanya. (al-Baqarah : 158)
ini untuk menunjukkan umum bagi semua yang berakal. Dan ayat berikut ini:
Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. (al-Baqarah : 197)
Adalah untuk menunjukkan bagi objek yang tidak berakal, yaitu ma berarti amal.
6. Ismul-Jins (kata jenis) yang di-idafat-kan kepada isim ma’rifah. Misalnya adalah firman Allah berikut:
ِ صيبَ ُه ْم فِتْنَةٌ أَ ْو ي
ُصيبَ ُه ْم َعذَابٌ أَلِي ٌم ِ ُ فَ ْليَحْ ذَ َِ الَّذِينَ يُخَا ِلفُونَ َع ْن أَ ْم ِر ِه أَ ْن ت
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa
azab yang pedih. (an-Nur : 63)
Kata amrihi dalam ayat di atas maksudnya adalah segala perintah Rasulullah.
Pengertian Khas
Adapun pengertian khas secara bahasa adalah, kata khas merupakan bentuk kata subjek atau “Isim Fail”
ُ
َ صج لْ ا,َّْو ا َ ق ل
َ َْ َ,
yang berasal dari kata kerja, ص َ ص َْج ل,َ اِّو. Arti dari kata khas adalah “yang
mengkususkan atau menentukan”. Dalam Lisanul Arab dijelaskan, َُِّ ْ ْ و َِّ ْ ْ و: دَن من ا و ةُ الد د
غ رث دartinya, menyendirikan tanpa (memasukkan) yang lain.
Berikut ini adalah beberapa definisi kata khas secara istilah menurut para ulama:
Manna al-Qaththan menjelaskan bahwa khas adalah lafadz yang merupakan kebalikan dari lafadz ‘am,
yaitu yang tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa ada pembatasan.
Mushtafa Said al-Khin menyebutkan bahwa khas adalah setiap lafadz yang digunakan untuk
menunjukkan makna satu atas beberapa satuan yang diketahui.
Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikan lafadz khas sebagai lafadz yang digunakan untuk menunjukkan
satu orang tertentu.
Contoh Khas:
Istisna’ atau pengecualian merupakan pengkhususan yang membatasi kata Am atau umum, contohnya
adalah seperti firman Allah Swt. An-Nur : 4-5 berikut ini:
ْش َهادَة ً أَبًََا َوأُولَئِكَ ُه ُم الفا َ ِسقُونَ اِالَّ الَّ ِذيْنَ تَابُوا ُ ت ث ُ َّم لَ ْم يَأْت ُ ْو بِأ َ َْبَعَ ِة
َ ش َهََا َء فَاِْ ِلَ ُْو ُه ْم ثَ َمانِيْنَ َِ ْلََة ً َوالَ تَ ْقبَلُ ْوا لَ ُه ْم َ َْوالَّ ِذيْنَ يَ ْر ُم ْونَ ْال ُمح
ِ صنَا
- Menurut istilah agama al-nahy dapat berarti tuntutan meninggalkan dari atasan kepada
bawahan.39 Hasbi menyebutkan bahwa al-nahy ialah: pekerjaan hentikan kita menyuruh yang
lafazh ( ُإل ل ْ ل الا ه ھال ى ل ُ لْل ىن ى ل ی َّا م ْظyang diperintahkan oleh orang yang lebih
tinggi dari kita).40 Makna al-nahy dapat dipahami sebagai sesuatu yang dilarang untuk
dikerjakan dan senantiasa meninggalkannya atau larangan merupakan kebalikan dari al-amr.
Dengan demikian, al-nahy merupakan suatu pernyataan yang bermakna adanya suatu tuntutan
untuk meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.
Contoh :
ِ
a. Untuk haram. َ ھ ُم ْيَی )ُأل َْل ى ُم ْ هasal pada larangan untuk haram). Ini menunjukkan
bahwa pada dasarnya, setiap masalah yang sunyi dari qarinah menunjukkan pada arti hakiki,
yaitu haram, seperti dalam Q.S. al-Isra’ (17) : 32, yaitu : 42 ُم اُ و َ َِل َُ َ ال. Sebaliknya apabila
kalimat mempunyai jarinah, tidak menunjukkan hakekat larangan seperti dalam Q.S. 4 : 43, yaitu
: 43 ل اوتى َةُ َْ ُم ْ الأ الَ َِل َُ ةم َُْ ُم ِی ن ی وةی ھو.
d. Larangan menunjukkan kebinasaan yang dilarang dalam beribadat. dilarang yang kebinasaan
menunjukkan larangan (ھ ھ ُم ْ مود ى ل ی َّا ُم ْ ه
ى ْھ ُم ل ْ هdalam beribadat). Untuk
mengetahui mana yang sah dan mana yang batal dalam urusan ibadah, harus mengerjakan
perintah dan menjauhi yang dilarang.
e. Dalam urusan muamalat. rusaknya menunjukkan yang larangan (ھ ُ مود ى ل ی َّا ُم ْ ه
ِ
ھ
ُم ل َِد ى ى ْھ ُم ل ْ هperbuatan yang dilarang dalam berakad).44
2. Petunjuk lafal yang jelas itu terdiri dari empat tingkatan yaitu: al-Zahir, al-Nash, alMufassar
dan al-Muhkam. Jelaskan pengertian dari masing-masing istilah tersebut dan
berikan contohnya?
JAWABAN :
Dzahir
Dzahir secara bahasa adalah lafadz yang bisa dipahami maknanya secara langsung tanpa ada
kesamaran. Atau dzahir adalah lafadz yang jelas maknanya tanpa memerlukan qorinah untuk
menafsirkannya, atau menjelaskan maksudnya, maknanya jelas dengan hanya mendengarkan
bunyi lafadnya. [1]
Sedangkan secara istilah dzahir adalah lafadz yang menunjukkan makna yang dimaksud dengan
sighot sendiri tanpa ada tambahan dari luar, akan tetapi makna itu bukanlah makna yang
dimaksud dalam konteks kalimat dan mengandung kemungkinan adanya takwil. Al Amidy
memberikan definisi: Lafadz Zahir adalah apa yang menunjuk kepada makna yang dimaksud
berdasarkan apa yang digunakan oleh bahasa menurut asal dan kebiasaannya, serta ada
kemungkinan dipahami dari lafadz itu adanya maksud lain dengan kemungkinan yang
lemah. Qodhi Abi Ya’la merumuskan definisi : Lafadz yang mengandung kemungkinan dua
makna , namun salah satu diantara keduanya lebih jelas. Definisi yang tampaknya lebih
sempurna dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf : lafadz yang dengan sighatnya sendiri
menunjukkan apa yang dimaksud tanpa tergantung pemahamannya kepada lafadz lain, tetapi
bukan maksud itu yang dituju dalam ungkapan, serta ada kemungkinan untuk ditakwilkan.[2]
Contoh dzahir adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 275, yang berbunyi :
َوأَ َح َّل ه
ّللا ُ ا ْلبَ ْي َع َوح ََّر َم ِّ ه
الربَا
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS Al-Baqarah:275)[3]
Ayat ini secara dzahir menunjukkan pembolehan jual beli dan pengharaman riba, karena bisa
dipahami tanpa perlu qorinah akan tetapi konteks ayat menunjukkan perbedaan antara jual beli
dan riba sebagai bantahan atas anggapan orang-orang munafik yang menyamakan antara jual
beli dan riba. Maksud dari ayat ini bisa dipahami pada latar belakang diturunkannya ( asbabun
nuzul).
Contoh lain, Allah berfirman :
سو َُ فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َه ٰى ُك ْم َع ْنهُ فَٱنتَ ُهوا َّ َو َما ٓ َءات َٰى ُك ُم
ُ ٱلر
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.” (QS. Al Hasyr : 7)
Dhahir dalam ayat tersebut adalah kewajiban untuk taat kepada Rasul terhadap segala yang
diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang.[4]
B. Nash
Al-Nash ialah suatu lafal yang menunjukkan kepada pengertian yang jelas dan terdapat
kemungkinan untuk dita’wil dan ditakhshis serta tidak dapat dinasakh kecuali pada masa
Nabi.[5]
Sedangkan menurut Imam Jarjani, al-Nash ialah suatu lafal yang lebih jelas maknanya atau
pengertiannya dari zahir dan pengertian tersebut dapat dipahami dari susunan atau ungkapan
kalimatnya.[6] Adapun Syaikh Abdul Karim Zaidan menambahkan dalam kitabnya “Al Wajiz”
adalah lafadz makna asli dari konteks ayat, sebagai contoh hampir sama dengan dzahir. Namun
juga mewarnai dengan konteks ayat dan faktor “khoriji” (luar) lainnya yang mempengaruhi
makna. Contoh, firman Allah :
ِ َوأَ َح َّل ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم
الربَا
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS Al-Baqarah:275)
Dalam lafadzdhahirnya Allah halalkan jual beli dan haramkan riba, adapun maksud asli dari
konteks ayat adalah menyanggah orang-orang kafir yang mengatakan, bahwa jual beli sama
dengan riba.[7]
Mufassar
Dengan ditempatkannya Al Mufassar pada urutan ketiga menunjukkan ia lebih jelas dari dua
lafadz sebelumnya. secara bahasa kata mufassar ( )الـمـفـسـرberasal dari kata “ ”فـسـرyang berarti
“terang, menerangkan atau jelas. Adapun secara istilah sebagaimana dijelaskan oleh
SyaikhAbdul Karim Zaidan. Mufassar ialah lafal yang pengertian / maknanya lebih jelas dari al-
nash dan kejelasan maknanya itu ditunjukkan oleh lafal itu sendiri. Mufassar tidak dapat
ditakwilkan atau dialihkan artinya kepada arti lainnya.
Muhkam
Secara etimologis muhkam (َ )ُم ـلـيـ كـberarti “tepat”, tetap dan pasti. Adapun secara
terminologis, Syaikh Abu Zahrah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan muhkam ialah
suatu lafal yang menunjukkan kepada pengertian yang jelas dengan tidak menerima takwil dan
takhshis.[14]
Sebagai contohnya adalah wajibnya mengesakan Allah seperti termaktub dalam surat Al-Ikhlas,
berikut ini.
َ) ولـم يـكـن لـه كـفـوا احـ٣(َ) لـم يـلـَ ولـم يـولـ٢(َ) هللا الـصـمـ١ ( َقـل هـوهللا أحـ
“Katakanlah Dia Allah yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tiada beranak
dan diperanakan. Dan tiada sesuatupun yang menyerupai Allah.”
Ayat ini menjelaskan ketetapan pasti tentang iman dan mengesakan Allah yang merupakan
ketetapan pasti yang berlaku sepanjang zaman, tidak dapat ditakwilkan, di-takhshis serta di-
nasakh dan dibatalkan.