Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KAIDAH AMR DAN NAHI

Nama Kelompok:

1. Ahmad Setiawan
2. Muhammad Qodri Azizy

MADRASAH ALIYAH AL HIKMAH 2

BENDA SIRAMPOG BREBES JAWA TENGAH

2022
MAKALAH KAIDAH AMR DAN NAHI

A. Pendahuluan

Seorang mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran harus mengetahui kaidah-


kaidah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kaidah tafsir pada hakikatnya ialah
ketetapan-ketetapan yang membantu seorang penafsir untuk menarik makna/pesan-pesan
al-Qur’an, dan menjelaskan apa yang musykil dari kandungan ayat-ayatnya. Oleh karena
itu, seorang mufassir harus berpegang pada kaidah-kaidah tersebut, agar tidak terjadi
penyimpangan atau kekeliruan dalam menafsirkan al-Qur’an. Di antara kaidah-kaidah
yang digunakan mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an yaitu kaidah ushul fiqih. Kaidah-
kaidah ushul fiqih ini yaitu kaidah yang berhubungan dengan penggalian hukum dengan
mengunakan dalil-dalil terperinci. Seorang mufasir sangat penting untuk mengetahui
kaidah tersebut yaitu memudahkan untuk menafsirkan ayat Al-Quran, juga agar tidak
salah dalam mengambil suatu hukum dari ayat-ayat tersebut. Contoh kaidah-kaidah ushul
fiqih seperti Amr dan Nahi, Amm dan Khass, Manthuq dan Mafhum, Mutlaq dan
Muqayyad, Mujmal dan Mubayyan dan lain sebagainya.

Kaidah-kaidah ushul fiqih banyak sekali diadopsi oleh tafsir. Misalnya, “Perintah
pada dasarnya mengandung makna wajib, kecuali jika ada yang mengalihkannya.”
Demikian juga dengan kaidah-kaidah yang lainnya. Oleh karena kaidah ushul fiqih
merupakan salah satu kaidah yang penting dalam menafsirkan al-Qur’an, maka dalam
makalah ini penulis akan sedikit membahas salah satu dari kaidah ushul fiqih tersebut,
yaitu Amr dan Nahi. Dimulai dengan pengertian Amr, bentuk-bentuk lafadz amr dalam
al-Qur’an, kaidah-kaidah amr serta pengertian nahi, bentuk-bentuk lafadz nahi dalam al-
Qur’an dan kaidah-kaidah nahi.

B. Amr
1. Pengertian Amr

1
Amr menurut bahasa adalah perintah, suruhan, tuntutan. Sedangkan amr
menurut istilah ialah:

‫طلب الفعل من األعلى إلى األدنى‬

“Suatu tuntutan untuk mengerjakan (atau berbuat sesuatu) dari yang lebih tinggi
kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya.”

Bisa juga didefinisikan:

ْ ‫هولَ ْفظٌ ي‬
ٍّ‫ُطلَبُ بِ ِه األَ ْعلَى ِم َّم ْن هُ َو أَ ْدنَى ِم ْنهُ فِ ْعالً َغ ْي َر كَف‬

“Suatu lafadz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya untuk
meminta bawahannya mengerjakan sesuatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak.”

Menurut Khalid Abdurrahman, amr merupakan kata yang menunjukan


permintaan untuk melakukan apa yang diperintahkan dari arah yang lebih tinggi
kepada yang lebih rendah. Maksud ungkapan yang lebih tinggi kedudukannya dalam
al-Qur’an adalah Allah, sebagai pemberi perintah, sedangkan yang lebih rendah
kedudukannya adalah makhluk sebagai pelaksana perintah.

2. Bentuk-bentuk Lafadz Amr

Ada beberapa bentuk amr yang terdapat dalam al-Qur’an:

a. Perintah yang jelas-jelas menggunakan fi’il amr

Seperti dalam surat an-Nisa ayat 4:

‫ص ُدقَاتِ ِه َّن نِحْ لَةً فَإِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوهُ هَنِيئًا َم ِريئًا‬
َ ‫َوآتُوا النِّ َسا َء‬

“Dan berikanlah kepada perempuan (dalam perkawinan) mas kawinnya dengan


ikhlas; tetapi jika dengan senang hati mereka memberikan sebagian darinya
kepadamu, terimalah dan nikmatilah pemberiannya dengan senang hati.”

b. Kata perintah yang menggunakan fi’il mudhari’ (bentuk sedang atau akan terjadi)
yang didahului oleh lam al-amr

Seperti dalam surat Ali Imran ayat 104:

2
‫كَ هُ ُم‬wwِ‫ر َوأُولَئ‬ww
ِ ‫وْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك‬wwَ‫ُوف َويَ ْنه‬ ْ ِ‫أْ ُمرُونَ ب‬wwَ‫ر َوي‬wwْ
ِ ‫ال َم ْعر‬ww ُ
ِ ‫ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي‬wwَ‫َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أ َّمةٌ ي‬
‫ْال ُم ْفلِحُون‬

“Hendaklah di antaramu ada segolongan orang yang mengajak kepada kebaikan,


menyuruh orang berbuat yang benar dan melarang perbuatan mungkar. Itulah
orang-orang yang beruntung.”

c. Kata kerja perintah yang berbentuk isim fi’il amr

Seperti dalam surat al-Maidah ayat 105:

‫ا‬ww‫رْ ِج ُع ُك ْم َج ِمي ًع‬ww‫ َد ْيتُ ْم إِلَى هَّللا ِ َم‬wَ‫ َّل إِ َذا ا ْهت‬w‫ض‬ ُ َ‫ ُك ْم اَل ي‬w‫وا َعلَ ْي ُك ْم أَ ْنفُ َس‬wwُ‫ا الَّ ِذينَ آ َمن‬wwَ‫ا أَيُّه‬wwَ‫ي‬
َ ‫رُّ ُك ْم َم ْن‬w‫ض‬
َ‫فَيُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُون‬

“Hai orang yang beriman, Jagalah dirimu sendiri. Orang yang sesat tidaklah
merugikan kamu jika kamu sudah mendapat petunjuk. Kepada Allah kamu semua
akan kembali. Kemudian diberitahukan kepadamu mengenai apa yang sudah
kamu lakukan.”

d. Kata kerja perintah berbentuk masdar pengganti fi’il

Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 83:

w‫ا َمى‬wwَ‫رْ بَى َو ْاليَت‬wwُ‫انًا َو ِذي ْالق‬w ‫ن إِحْ َس‬wِ ‫ َد ْي‬w ِ‫ ُدونَ إِاَّل هَّللا َ َوبِ ْال َوال‬w ُ‫يل اَل تَ ْعب‬ ْ wَ‫َوإِ ْذ أَخ‬
َ ‫ا‬wwَ‫ذنَا ِميث‬w
َ ِ‫ َرائ‬w ‫ق بَنِي إِ ْس‬
‫ولَّ ْيتُ ْم إِاَّل قَلِياًل ِم ْن ُك ْم َوأَ ْنتُ ْم‬w َّ w‫وا‬ww‫نًا َوأَقِي ُم‬w‫ُس‬
َ wَ‫اةَ ثُ َّم ت‬ww‫وا ال َّز َك‬wwُ‫اَل ةَ َوآت‬w‫الص‬ ْ ‫اس ح‬ِ َّ‫ لِلن‬w‫وا‬wwُ‫ا ِكي ِن َوقُول‬w‫َو ْال َم َس‬
َ‫ْرضُون‬
ِ ‫ُمع‬

“Dan ingatlah ketika Kami menerima ikrar dari Bani Israil; tidak akan
menyembah selain Allah, berbuat baik kepada orang tua dan kerabat, kepada anak
yatim dan orang miskin dan berbudi bahasa kepada semua orang; dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat. Tetapi, kemudian kamu berbalik, kecuali sebagian
kecil di antara kamu (masih juga) menentang.”

e. Kata kerja perintah yang berbentuk kalimat berita yang mengandung arti perintah
atau permintaan

Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 228:

3
‫ات يَتَ َربَّصْ نَ بِأ َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍء‬
ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬

“Perempuan-perempuan yang dicerai harus menunggu tiga kali quru’.”

f. Kalimat yang mengandung kata amr, fardhu, kutiba (ditetapkan), dan ‘ala yang
berarti perintah.
1) Kata amr, seperti dalam surat an-Nisa ayat 58.

ِ ‫ اأْل َ َمانَا‬w‫م أَ ْن تُؤَ ُّدوا‬wْ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك‬


‫ت إِلَى أَ ْهلِهَا‬

”Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang layak


menerimanya…”

2) Kata fardhu, seperti dalam surat al-Ahzab ayat 50.

‫ َعلَ ْي ِه ْم فِي أَ ْز َوا ِج ِه ْم‬w‫قَ ْد َعلِ ْمنَا َما فَ َرضْ نَا‬

“...Kami tahu apa yang kami perintahkan kepada mereka mengenai istri-
istri mereka...”

3) Kata kutiba, seperti dalam surat al-Baqarah ayat 183.

َ‫م لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬wْ ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك‬ َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬

“Hai orang-orang yang beriman, berpuasa diwajibkan atasmu sebagaimana


telah diwajibkan atas mereka sebelum kamu, supaya kamu bertakwa.”

4) Kata ‘ala, seperti dalam surat Ali Imran ayat 97.

َ‫ع إِلَ ْي ِه َسبِياًل َو َم ْن َكفَ َر فَإِ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي ع َِن ْال َعالَ ِمين‬ ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬
wَ ‫ت َم ِن ا ْستَطَا‬ ِ َّ‫َوهَّلِل ِ َعلَى الن‬

“...Mengerjakan ibadah haji ke sana (Baitullah) meupakan kewajiban


manusia kepada Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke sana, dan barangsiapa yang mengingkarinya maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam.”

3. Ragam Makna Amr

4
Terkadang sighat amr dipakai untuk hal-hal yang bermacam-macam, sesuai
dengan tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan ke arah itu, antara lain:

a. Sunat (‫)للندب‬

‫م إِ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِي ِه ْم َخ ْيرًا‬wُْ‫فَ َكاتِبُوه‬

“Maka hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka (budak) jika kamu
mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (Q.S. an-Nur: 33)

b. Memberi petunjuk/bimbingan (‫)لالرشاد‬

‫ إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم‬w‫َوأَ ْش ِهدُوا‬

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.” (Q.S. al-Baqarah: 282)[7]

c. Amr bermakna do’a, ketika disampaikan pihak yang lebih rendah kepada yang
lebih tinggi kedudukannya.

... ً‫َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآْل ِخ َر ِة َح َسنَة‬

“Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat..” (Q.S. al-
Baqarah: 201)

d. Ancaman (‫)للتهديد‬

...‫ا ْع َملُوا َما ِش ْئتُ ْم‬...

”...Perbuatlah apa yang kamu sukai...” (Q.S. Fussilat: 40)

e. Memuliakan (‫)لالكرام‬

َ‫ا ْد ُخلُوهَا بِ َساَل ٍم آ ِمنِين‬

“Masuklah ke dalamnya (surga) dengan sejahtera lagi aman.” (Q.S. al-Hijr: 46)

f. Melemahkan (‫)للتعجيز‬

‫فَأْتُوا بِسُو َر ٍة ِم ْن ِم ْثلِه‬

“Buatlah satu surat saja semisal dengan al-Qur’an itu.” (Q.S. al-Baqarah: 24)[8]

5
g. Kebolehan (‫)لالباحه‬

ِ ‫ َواَل تُس‬w‫َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا‬


‫ْرفُوا‬

“Dan makan dan minumlah; tetapi jangan berlebihan.” (Q.S. al-A’raf:31)[9]

4. Kaidah-kaidah Amr
a. Kaidah pertama:

‫االصل فى االمر للوجوب وال تدل على غيره اال بقرينة‬

“Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah


tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut.”

Contoh:

َّ ‫ ال‬w‫}وأَقِي ُموا‬
[77 :‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاة} [النساء‬ َ

“Dirikanlah shalat dan keluarkanlah zakat.” (Q.S. an-Nisa: 77)

b. Kaidah kedua:

‫ النهي عن ضده‬w‫االمر بالشيء يستلزم‬

“Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya.”

Contoh:

[36 :‫َوا ْعبُدُوا هللا [النساء‬

”Dan Sembahlahlah Allah...” (Q.S. an-Nisa: 36)

Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan


mempersekutukan Allah.

c. Kaidah ketiga:

‫االمر يقتضى الفور اال لقرينة‬

“Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah


tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera
dilaksanakan.”

6
Contoh:

‫فَا ْستَبِقُوا ْالخَ ي َْرات‬

”...Berlomba-lombalah kamu dalam mengejar kebaikan...” (Q.S. al-Baqarah: 148)

d. Kaidah keempat:

‫األمر ال يقتضى الفور‬

“Suatu suruhan atau perintah itu tidak menghendaki kesegeraan dikerjakannya.”

Contoh:

‫اس بِ ْال َح ّج‬


ِ َّ‫َوأَ ِّذ ْن فِي الن‬

”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji (Q.S.Al-Hajj:27)

e. Kaidah kelima:

‫االصل فى االمر ال يقتضى التكرار‬

“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan (berkali-kali


mengerjakan perintah), kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan
kepada pengulangan. “

w‫ أو صفة فإنه يقتضي التكرار‬,‫إذا ُعلِّق األمر على شرط‬

“Apabila mengaitkan perintah kepada syarat atau sifat maka sesungguhnya


menghendaki pengulangan.”

Contoh:

‫َوأَتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هلل‬

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. al-Baqarah:
196)

f. Kaidah keenam:

‫األمر بعدالنهي يفيداالباحة‬

7
”Perintah setelah larangan menunjukkan kebolehan.”

Contoh:

‫صاَل ِة ِم ْن يَوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا إِلَى ِذ ْك ِر هَّللا ِ َو َذرُوا ْالبَيْع‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا نُو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dipanggil untuk menunaikan shalat


pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli...” )Q.S. al-Jumu’ah:9)

ِ ْ‫صاَل ةُ فَا ْنت َِشرُوا فِي اأْل َر‬


‫ ِم ْن فَضْ ِل هللا‬w‫ض َوا ْبتَ ُغوا‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإِ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬

”Apabila shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah...” (Q.S. al-Jumu’ah:10)

C. Nahi
1. Pengertian Nahi

Lafazd nahi secara bahasa adalah ‫النهي‬ yang berarti larangan. Sedangkan
menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi sebagai berikut:

‫النهي هو طلب الترك من االعلى الى ادنى‬

“Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih
tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya”.

Khalid Abdurrahman mengartikan bentuk nahi sebagai perkataan atau ucapan


yang menunjukkan permintaaan berhenti dari suatu perbuatan, dari orang yang lebih
tinggi kepada yang lebih rendah. An-nahy meenurut Sayyid Ahmad al-Hasyimi,
merupakan tuntutan untuk mencegah berbuat sesuatu yang datang dari atas.

2. Bentuk-bentuk Lafadz Nahi

Kata-kata yang menunjukan kepada larangan itu ada kalanya dalam bentuk:

a. Fi’il mudhari’ yang diseratai La nahiyah, seperti:

[11 :‫}اَل تُ ْف ِسدُوا فِي اأْل َرْ ض} [البقرة‬

“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi...” (Q.S. al-Baqarah: 11)

8
b. Lafadz-lafadz yang memberi pengertian haram, perintah meninggalkan sesuatu
perbuatan, seperti:
1) Menggunakan kata ‫حرم‬, seperti:

[275 :‫}وأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّرب} [البقرة‬


َ

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. al-Baqarah: 275)

2) Menggunakan kata ‫نهى‬, seperti:

[7 :‫ [الحشر‬w}‫}و َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا‬


َ

3) Menggunakan kata ‫دع‬, seperti:

[48 :‫}واَل تُ ِط ِع ْال َكافِ ِرينَ َو ْال ُمنَافِقِينَ َو َد ْع أَ َذاهُم} [األحزاب‬


َ

4) Menggunakan kata ‫اترك‬, seperti:

[24 :‫ُك ْالبَحْ َر َر ْه ًوا} [الدخان‬


ِ ‫}وا ْتر‬
َ

3. Kaidah-kaidah Nahi
a. Kaidah pertama:

‫األصل في النهي للتحريم‬

“Pada dasarnya larangan itu untuk mengharamkan (sesuatu perbuatan yang


dilarang).”[17]

Atau dalam kitab lain disebutkan:

‫ والفور والدوام إال لقرينة‬w‫النهي يقتضي التحريم‬

“Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk dilarangnya, kecuali


ada qarinah-qarinah tertentu yang tidak menghendaki hal tersebut.”

Contoh:

[32 :‫{واَل تَ ْق َربُوا ال ِّزنى} [اإلسراء‬


َ

“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)

9
Lafadz nahi selain menunjukkan haram sesuai dengan qarinahnya juga
menunjukkan kepada arti lain, seperti:

1) Doa ( ‫ ) الدعاء‬seperti:

‫َاخ ْذنَا إِن نَّ ِسينَا‬


ِ ‫َربَّنَا الَ تُؤ‬

”Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksa kami, jika kami lupa
(Q.S.Al-Baqarah:286)

2) Irsyad ( ‫ ) االرشاد‬memberi petunjuk seperti:

١٠١ ‫م‬wْ ‫وا ع َْن أَ ْشيَاء إِن تُ ْب َد لَ ُك ْم تَس ُْؤ ُك‬


ْ ُ‫وا الَ تَسْأَل‬
ْ ُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬

”Wahai orng-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada


Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkanmu
(Q.S.Al-Maidah:101)

3) Tahqiq ( ‫ )التحقير‬menghina seperti:

٨٨- ‫ك إِلَى َما َمتَّ ْعنَا بِ ِه‬


َ ‫الَ تَ ُم َّد َّن َع ْينَ ْي‬

”Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan


hidup (Q.S.Al-Hijr:88)

4) Ta’yis ( ‫ ) للتاييس‬menunjukkan putus asa seperti:

٧- ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ َكفَرُوا اَل تَ ْعتَ ِذرُوا ْاليَوْ َم‬

”Janganlah kamu mengemukakan udzur pada hari ini (Q.S.At-Tahrim:7)

b. Kaidah kedua:

‫النهي يقتضى الفساد‬

“Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad ( rusak).”

Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda:

‫كل امر ليس عليه امرنا فهو رد‬

“Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”.

10
Contoh:

[11 :‫{اَل تُ ْف ِسدُوا فِي اأْل َرْ ض} [البقرة‬

“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi...” (Q.S. al-Baqarah: 11)

c. Kaidah ketiga:

‫النهي عن الشئ أمربضده‬

“Larangan terhadap sesuatu berarti perintah kebalikannya.”

Contoh:

ِ َ‫ ْيط‬w ‫الش‬
‫ان‬ ِ w‫اب َواأْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم‬
َّ ‫ل‬w َ ‫ ُر َواأْل َ ْن‬w ‫ ُر َو ْال َمي ِْس‬w‫ا ْالخَ ْم‬ww‫وا إِنَّ َم‬wwُ‫ا الَّ ِذينَ آ َمن‬wwَ‫ا أَيُّه‬wwَ‫}ي‬
wُ w ‫ص‬
[90 :‫فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُونَ } [المائدة‬

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,


(berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” (Q.S. al-Ma’idah: 90)

d. Kaidah keempat:

‫االصل في النهي المطلق يقتضي التكرار في جمع االزمنة‬

“Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam


setiap waktu.”

Contoh:

[32 :‫}واَل تَ ْق َربُوا ال ِّزنى} [اإلسراء‬


َ

“Dan janganlah kamu mendekati zina.” (Q.S. al-Isra’: 32)

Apabila ada larangan yang tidak dihubungkan dengan sesuatu seperti waktu atau
sebab-sebab lainnya, maka larangan tersebut menghendaki meninggalkan yang
dilarang itu selamanya. Namun bila larangan itu dihubungkan dengan waktu,
maka perintah larangan itu berlaku bila ada sebab, Seperti: Q.S.An-Nisa’:43

٤٣- ‫صالَةَ َوأَنتُ ْم ُس َكا َرى‬ ْ ‫وا الَ تَ ْق َرب‬


َّ ‫ُوا ال‬ ْ ُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬

11
”Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”. (Q.S.An-Nisa’:43)

D. Kesimpulan

Hakikat pengertian amr (perintah) adalah lafadz yang dikehendaki supaya orang
mengerjakan apa yang dimaksudkan. Bentuk lafadz amar bermacam-macam diantaranya:
fiil amar, fiil mudhari’ yang diawali lam amar, masdar pengganti fiil, dan beberapa lafaz
yang mengandung makna perintah seperti, kutiba, amara, faradha, ‘ala. Selain itu, juga
terdapat beberapa ragam (makna) amr dan beberapa kaidah tentang amr, seperti yang
telah dijelaskan di atas.

Sedangkan Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna tuntutan


meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada
orang yang lebih rendah tingkatannya. Bentuknya yaitu fiil yang didahului oleh la
nahiyah, beberapa lafaz yang mengandung makna nahi. Selain itu, dijelaskan juga
beberapa kaidah-kaidah nahi serta ragam (makna) nahi, seperti yang telah dipaparkan di
atas.

12
DAFTAR PUSTAKA

As-Sabt, Khalid bin Utsman. 2005. Mukhtashar fi Qawaid at-Tafsir. Dar Ibnu al-Qim-Dar
Ibnu ‘Affan.

Djalil, A. Basiq. 2010. Ilmu Ushul Fiqih 1 dan 2. Jakarta: Kencana.

Izzan, Ahmad. 2009. Studi Kaidah Tafsir al-Qur’an: Menilik Keterkaitan Bahasa-Tekstual
dan Makna-Kontekstual Ayat. Bandung: Humaniora.

Muchtar, Kemal. 1995. Ushul Fiqh Jilid 2. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.

Shidiq, Sapiudin. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

Shihab, M. Quraish. 2013. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati.

Shihab, M. Quraish. 2010. Membumikan al-Qur’an Jilid 2. Jakarta: Lentera Hati.

Suhartini, Andeni. 2012. Ushul Fiqh. Jakarta:Maktubullah.

Usman. 2009. Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras.

13

Anda mungkin juga menyukai