Anda di halaman 1dari 8

AL-QUR’AN HADIST

SURAT AL-BAQARAH AYAT 177

I. PENDAHULUAN
Tidak dapat di pungkiri bahwa keberadaan Al-qur’an di tengah umat islam
merupakan sentral semua lini kehidupan. Oleh karena itu,piranti untuk membantu
memahami pesan Ilahiah tersebut menjadi sebuah keniscayaan seiring dengan
perkembangan budaya dan peradaban umat yang mengimaminya.
Sejarah intelektual muslim telah mencatat ratusan bahkan ribuan karya
kesarjanaan yang terinspirasi olah Al-qur’an,termasuk juga membantu umat untuk
semakin dekat dengan ajaran-ajaran yang dimuatnya.Wujud dari piranti yang
mendekat itu dalah karja kesarjanaan tentang aktivitas interprestasi atau
penafsiran,mengigat tafsir adalah sesuatu yang memiliki signifikansi tersendiri
dan memberikann pemaknaan terhadap ajaran agar senantiasa mengikuti
perkembangan zaman. Tafsir juga meniscayakan kontekstualisasi,mengigat pesan
tuhan yang merupakan jalan lurus tersebut acapkali merupakan bahasa
simbolik.Oleh karena itu,kontektualisasi menjadi bagian penting dalam sejarah
peradaban keislaman, terutama terkait dengan perbincangan relasi antara ajaran
tuhan dan dimensi kemanusiaan.
Untuk menuju penafsiran dan kontekstualisasi,di perlukan alat bantu keilmuan
yang tidak sederhana.Pada fase pemula,para pemerhati dan peminat kajian Al-
qur’an tetu sangat disarankan untuk banyak bergelut dengan literatur sekunder
yang terkait dengan disiplin kajian Al-qur’an.salah satunya adalah ilmu tafsir
yang juga sudah menjadi perhatian pakar kajian Al-qur’an semenjak awal.Hanya
saja,ketersediaan literatur tersebut dalam bahasa penutur peminat pada fase pemla
tidak selalu tersedia.Oleh karena itu,buku pendukung yang sifatnya membantu
menjadi amat penting

II. PEMBAHASAN
Surat Al-Baqarah Ayat 177
    
  
 
   
 

 
  
  

 
 
  
  
 
  
 
 
   
  
 
 
Artinya : bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu
suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-
orang yang bertakwa.

1. Mufradat

2. Tafsir Ayat
a. ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
‫ب‬ ِ ‫ْس ْالبِ َّر أ َ ْن ت ُ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫ لَي‬Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, Ketika
perpindahan qiblat dari al-Masjid al-Aqsha ke al-Masjid al-Haram, orang
yahudi dan nashrani beranggapan bahwa kaum muslimin mempunyai
kiblat yang kurang baik. Sementara kaum muslimin pun beranggapan
bahwa kiblat yahudi ke barat, dan kiblat nashara ke timur, juga tidak
akan mendapat kebajikan. Ayat ini sebagai penegasan bahwa kebaikan
bukan ditentukan oleh arah kiblat. Arah kiblat hanya berfungsi sebagai
kesatuan arah, bukan prinsip ibadah. Dengan demikian hakikat kebaikan
bukan terletak pada arah ke mana menghadap, bukan ditentukan oleh
kemana berkiblat.
b. ِ ‫اَّللِ َو ْاليَ ْو ِم ْاْلَ ِخ ِر َو ْال َم ََل ِئ َك ِة َو ْال ِكت َا‬
َ‫ب َوال َّنبِيِين‬ َّ ِ‫ولَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َ َمنَ ب‬akan
َ tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi. Iman merupakan asas yang
mendasar dalam kebaikan. Tidak termasuk kebaikan yang sempurna
tanpa didasari iman. Rukun iman pada ayat ini disebut iman pada Allah,
hari akhir, mala`ikat dan kitab serta para nabi.
c. ِ ‫الرقَا‬
‫ب‬ ِ ‫س ِبي ِل َوالسَّائِلِينَ َوفِي‬ َ ‫ َوآَت َى ْال َما َل َعلَى ُح ِب ِه ذَ ِوي ْالقُ ْربَى َو ْاليَت َا َمى َو ْال َم‬dan
َّ ‫ساكِينَ َوابْنَ ال‬
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
Dasar kebaikan yang kedua adalah menjalin hubungan baik dengan
sesama manusia dengan cara menysihkan harta untuk kepentingan
kerabat, anak yatim, orng miskin, anak terlantar, yang meminta dan
memerdekakan hamba sahaya. Infaq harta merupakan dasar kebajikan
yang kedua setelah beriman. Jika iman sangat erat kaitannya dengan
kesehatan spiritual dan ritual, maka membantu sesama sebagai
manifestasi kebaikan yang bersifat sosial.
d. َّ ‫ص ََلة َ َوآَتَى‬
َ ‫الزكَاة‬ َ َ‫ َوأَق‬mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; Dasar
َّ ‫ام ال‬
kebajikan ketiga adalah menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Shalat
dan zakat tidak terpisahkan. Dalam berbagai ayat bila ada perintah shalat
selalu dirangkaikan dengan perintah zakat. Dalam kalimat sebelumnya
dikemukakan bahwa dasar kebajikan adalah memberikan sebagian harta
untuk kepentingan social seperti anak yatim, kerabat, ibn sabil,
memerdekakan hamba dan miskin. Kemudian pada ayat ini ditegaskan
kewajiban berzakat. Tegasnya orang yang hanya memenuhi kewajiban
berzakat yang difardlukan belum termasuk dermawan bila belum
berinfaq melebihi zakat. Seorang mu`min, baru mencapai kebajikan yang
sempurna bila telah mengeluarkan zakat yang wajib, disertai infaq
tambahan yang bersifat tathawwu’.
e. ‫ َو ْال ُموفُونَ ِب َع ْه ِد ِه ْم ِإذَا َعا َهد ُوا‬dan orang-orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji, Dasar kebajikan keempat adalah memenuhi janji. Bila pada
ayat seblumnya dikemukakan perinsip aqidah yaitu keimanan, kemudian
prinsip syari’ah yaitu shalat dan zakat, serta ptinsip mu’amalah yang
menjalin hubungan baik sesama manusia, maka ayat ini berkaitan dengan
prinsip akhlaq yaitu memenuhi janji. Memenuhi janji juga merupakan
prinsip utama yang tidak terpisahkan dengan keimanan.
f. ‫اء َو ِحينَ ْال َبأ ْ ِس‬
ِ ‫اء َوالض ََّّر‬
ِ ‫س‬َ ْ ‫صا ِب ِرينَ ِفي ْال َبأ‬
َّ ‫ َوال‬dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Dasar kebajikan kelima
adalah shabar menghadapi berbagai bencana sepertio pada penderitaan,
kesempitan, kesusahan dan peperangan. Jika prinsip kebajikan keempat
akhlaq yang hubungannya dengan sesama manusia, maka pada prinsip ini
akhlaq yang ada hubungannya dengan diri sendiri yaitu shabar. Shabar
pada dasarnya adalah pengendalian diri tatkala menghadapi sesuatu yang
kurang menyenangkan.
g. َ‫صدَقُوا َوأُولَئِكَ ُه ُم ْال ُمتَّقُون‬
َ َ‫ أُولَئِكَ الَّذِين‬Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Pengunci
ayat ini sebagai penegas bahwa orang yang meemunhi dasar kebaikan;
baik dalam kaitan keimanan seperti iman kepada yang enam, dalam
kaitan dengan social seperti menjalin hubungan baik pada sesama
manusia dan membantu yang butuh, berkaitan dengan ibadah seperti
shalat dan zakat, kaitan dengan akhlak sesama seperti memenuhi janji,
dan akhlaq pada diri sndiri seperti shabar dalam mengatasi berbagai
kesusahan, adalah termasuk keriteria mu`min yang benar dan bertaqwa.

3. Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)


Qatadah memberikan keterangan tentang orang-orang yahudi yang
beranggapan bahwa amal kebaikan itu adalah shalat menghadap ke arah barat,
sedangkan orang-orang nasrani shalat menghadap kea rah timur. Sehubungan
dengan keadaan dan anggapan orang-orang yahudi dan nasrani, maka Allah
SWT menurunkan ayat ke-177 sebagai jawaban terhadap anggapan mereka.
Kebajikan bukanlah menghadapkan wajah ke timur atau ke barat, tetapi
keimanan kepada Allah SWT serta berbuat baik terhadap sesama.
Ayat ke-177 diturunkan sehubungan dengan pertanyaan seorang lelaki
yang ditunjukkan kepada Rasulullah SAW tentang pengertian birri (amal
kebajikan). Setelah ayat ini di turunkan, maka Rasulullah SAW memenggil
lelaki tersebut. Peristiwa ini terjadi sebelum diwajibkannya shalat fardu. Pada
waktu itu apabila seseorang telah mengucapkan kalimat syahadat, yaitu
ashadu ab laa ilaaha wa-asyhadu anna muhammadaar-rasuulullaah = aku
bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan yang wajib disembah melainkan
Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah pesuruh Allah kemudian dia
meninggal dalam keadaan tidak murtad, maka dia tetap beriman dan
mempunyai peluang besar untuk mendapatkan kenikmatan surga. Tetapi
orang-orang yahudi mempunyai anggapan, bahwa yang dinamakan kebajikan
ialah apabila melakukan shalat menghadap kea rah barat, sedangkan anggapan
orang-orang nasrani beranggapan pula bahwa kebajikan adalah shalat
menghadap ke timur. Ayat ke-177 diturunkan sebagai jawaban terhadap
pertanyaan lelaki tersebut, yang sekaligus merupakan bantahan terhadap
anggapan orang-orang yahudi dan nasrani. Kebajikan menurut islam ialah
beriman kepada Allah dan berbuat baik terhadap sesame dan melakukan
ibadah sebagaimana yang disebutkan dalam ayat itu.

4. Kandungan Ayat
Kebajikan ialah apabila jiwa terlebih dahulu diisi dengan iman,
dibuktikan dengan kasih sayang kepada manusia. Ayat ini menegaskan bahwa
kebajikan/ketaatan yang mengantar kepada kedekatan kepada Allah SWT
bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam shalat kea rah timur dan barat
tanpa makna, tetapi kebajikan adalah yang mengantar kepada kebahagiaan
dunia dan akherat, yaitu keimanan kepada Allah SWT, dan lain-lain yang
disebutkan ayat tersebut.
Kebajikan yang sempurna bukan hanya dalam bentuk shalat saja tetapi
nilai kebajikan dari shalat itu yang tersimbulkan dalam amal nyata berupa
kesediaan mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain, sehingga
bukan hanya memberi harta yang sudah tidak disenangi atau tidak dibutuhkan,
tetapi memberikan harta yang dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-
Nya.
Kehidupan manusia di dunia ini adalah mata rantai dari ikatan janji,
baik janji dengan Tuhan maupun janji kepada sesama makhluk. Maka orang
yang beriman belumlah mencapai kebajikan, meskipun ia telah shalat,
berzakat, berderma, jika ia tidak teguh memegang janji.
Allah SWT memberikan pernghargaan yang tinggi kepada orang-orang
yang memiliki sikap sabar, yaitu tabah, menahan diri dan berjuang dalam
mengatasi kesulitan hidup dan aneka cobaan hidup dengan tetap menguatkan
hatinya kepada Allah SWT.
Islam mengajarkan untuk tertib dalam amaliah, yang dimulai dengan
iman, diikuti dengan rasa cinta kepada sesama manusia, dan diiringi lagi
dengan iman kepada Allah SWT dengan shalat yang khusyu’, lalu berzakatlah,
teguhlah memegang janji, bersabarlah memikul tugas hidup. Kalau semua itu
sudah terisi, barulah pengakuan iman dapat diterima oleh Allah SWT, dan
barulah terhitung dan termasuk dalam daftar Allah SWT sebagai seorang yang
benar (shadaqu), yang cocok isi hatinya dengan amalannya.
Inti kehidupan yang sejati adalah taqwa. Karena itu Islam mewajibkan
kita untuk memelihara hubungan baik dengan Allah SWT. Dengan cara
meningkatkan iman. Jangan sampai orang melakukan shalat tetapi jiwanya
gelap, banyak orang shalat padahal ia tidak tahan kena cobaan, ada orang taat
shalat, tetapi ia bakhil, tidak mau menolong orang lain.

5. Nilai-nilai Pendidikan dalam Surat Al-Baqarah Ayat 177


Nilai-nilai pendidikan iman yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 177
adalah bahwa nilai-nilai keimanan seseorang yang tersebut pertama kali dalam
surat Al-Baqarah ayat 117 adalah merupakan tahap awal menuju tercapainya
kualitas takwa seorang muslim. Dengan keimanan yang baik akan berimbas
pada kualitas amal ibadah dan akhlakul karimah yang sesuai dengan ajaran
Islam, enam rukun iman dapat memberikan kontribusi bagi terciptanya kondisi
mental yang sehat. Mental sehat yang dimaksud bukan terbatas pada makna
kesehatan mental yang bersifat psikologis, tetapi juga meliputi seluruh
dimensi manusia baik fisik, psikis maupun spiritual..

III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebaikan pada surah Al-baqarah Ayat 177 ini adalah beriman
kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
senantiasa mewujudkan keimanannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Para ulama’ mengatakan bahwa ayat ini tergolong ayat yang paling
agung dari pokok ajaran-ajaran Islam, karena ayat ini berisi enam belas
kaidah mendasar.
Contoh-contoh dari berbuat kebajikan tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. Mendirikan shalat dan menjalin silaturrahim kepada kerabat dan
tidak memutuskannya.
2. Memberi harta yang dicintainya kepada karib kerabat yang
membutuhkannya.
3. Memberikan bantuan kepada anak yatim.
4. Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan.
5. Memberi harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta.
6. Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya.
7. Menepati janji bagi mereka yang mengadakan perjanjian.

B. Saran
Kami dari Kelompok III menyadari bahwa masih kurang sempurnya
makalah yang kami sajikan ini, untuk itu kami mengharapkan kritikan
dan saran yang membangun untuk memperbaiki dan kesempurnaan
dari makalah kami ini.

Anda mungkin juga menyukai