Kelas:
Mapel:
A.Mujmal
1. Pengertian Mujmal
Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam/majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang
belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang
menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafadh yang global, masih membutuhkan penjelasan
(bayan) atau penafsiran (tafsir). Seperti pada Al-Qur’an Surat An Nur ayat 56, yang masih
memerlukan penjelasan tentang tatacara melaksanakanya.
Kata-kata nya padda dindingnya tersebut masih mujmal artinya belum jelas, apakah kembalinya itu
kepada dinding orang itu atau kepada tetangganya
B.Mubayyan
1. Pengertian Mubayyan
Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafadh yang
dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. Al
Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang
mujmal.
2. Klasifikasi Mubayyan
A. Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu
nash. Misalnya dalam Al-Qur’an Surat An Nisa’ (4) : 176,
َي ٍء َعلِي ٌم ِ ََر ِم ْث ُل َحظِّ اأْل ُ ْنثَيَي ِْن ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُلَ ُك ْم أَ ْن ت
ْ ضلُّوا ۗ َوهَّللا ُ ِب ُك ِّل ش َّ ِك ۚ َوإِ ْن كَانُوا إِ ْخ َوةً ِر َجااًل َونِ َسا ًء فَل
ِ لذك ِ َْاثنَتَ ْي ِن فَلَهُ َما الثُّلُث
َ ان ِم َّما ت ََر
Artinya: “ mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika
ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari)
saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua
orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan
Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisa’ (4) : 176
Lafazh “kalalah” adalah mujmal yang kemudian dijelaskan dalam satu nash; “Mereka meminta fatwa
kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, (yaitu)
jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya
yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak, tetapi
jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan
oleh yang meninggal. Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan
perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan.
Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.”
Kalalah adalah orang yang meninggal dunia yang tidak mempunyai anak. Makna inilah yang diambil
oleh Umar bin Khtattab, yang meyatakan: “Kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak.” B.
Mubayyan Munfashil, adalah bentuk mujmal yang disertai penjelasan yang tidak terdapat dalam satu
nash. Dengan kata lain, penjelasan tersebut terpisah dari dalil mujmal.
3.Macam-macam Mubayyan:
a.Mubayyan dengan perkataan; sebagaimana firman Allah swt.;
َ صيَا ُم ثَاَل ثَ ِة أَي ٍَّام فِي ْال َح ِّج َو َس ْب َع ٍة إِ َذا َر َج ْعتُ ْم تِ ْل
ك َع َش َرةٌ كَا ِملَة ِ َفَ َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد ف
“Barang siapa yang tidak dapat membeli binatang kurban hendaklah ia berpuasa tiga hari dalam masa
haji dan tujuh hari apabila kamu kembali;yang demikian itu sepuluh hari sempurna.” (Q.S.al-
baqarah[2]: 196)
Lafadz tujuh dalam bahasa arab sering ditujukan kepada banyak yang diartikan lebih dari tujuh. Untuk
menjelaskan tujuh yang sebenarnya, Allah iringi dengan firmanNya sepuluh hari yang sempurna.
Penjelasan tujuh yang sebenarnya dalam ayat ini adalah dengan ucapan.
b.Bayan dengan perbuatan; seperti penjelasan Nabi saw. Pada cara-cara sholat dan haji:
صلواكمارأيتمو ني أصلي
“Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku menjalankan sholat.”(H.R. Bukhari).
Cara shalat ini dijelaskan dengan perbuatan oleh Nabi saw. Yakni beliau mengerjakan sebagaimana
beliau mengerjakan sambil menyuruh orang menirunya.
c.Bayan dengan isyarat; Misalnya penjelasan Nabi saw. Tentang jumlah hari dalam satu bulan.
Penjelasan ini diberikan kepada sahabat beliau dengan mengangkat sepuluh jarinya tiga kali, yakni 30
hari. Kemudian mengulanginya sambil membenamkan ibu jarinya pada kali yang terakhir.
Maksudnya bahwa bulan arab itu kadang-kadang 30 hari atau 29 hari.
d.Bayan dengan meninggalkan sesuatu; misalnya hadits ibnu hibban yang menerangkan:
مست ا لنار¢م عدم الوضوءمما.كان اخراالمرين منه ص
“adalah akhir dua perkara pada Nabi saw. Tidak berwudhu’ karena makan apa yang dipanaskan api,”
Hadits ini sebagai penjelasan yang menyatakan bahwa Nabi saw tidak berwudhu’ lagi setiap kali
selesai makan daging yang dimasak.
e. Bayan dengan diam; Misalnya tatkala Nabi saw menerangkan wajibnya ibadah haji, ada seorang
yang bertanya ”Apakah setiap tahun ya Rasulullah?”Rasulullah diam tidak menjawab. Diamnya
Rasulullah ini berarti menetapkan bahwa haji tidak wajib dilakukan tiap tahun
C.Muradif
1. Pengertian Muradhif
Dalam bahasa Muradif memiliki arti membonceng, ikut serta atau kata yang searti. Dan secara istilah
Muradif adalah : “Muaradif ialah lafal yang bentuk lafalnya banyak. Tetapi artinya sama”
Muradif ialah beberapa lafadh yang menunjukkan satu arti. Misalnya lafadhnya banyak, sedang
artinya dalam peribahasa Indonesia satu, sering disebut dengan sinonim
ُ اللَّي
. االَ َس ُد,ْث :singa
المؤ ّدب, المعلم, المد َرس, االستاذ: pendidik (guru)
القط,ّالهر : kucing
2. Kaidah Muradhif
. ع ُكلٍّ ِمنَ ْال ُم َرا ِدفَي ِْن َم َكانَ ْاآل َخ ِر يَجُوْ ُز إِ َذا لَ ْم يَقُ ْم َعلَ ْي ِه طَالِ ٌع شَرْ ِع ٌّي
ُ إِ ْيقَا
“Mendudukkan dua muradhif itu pada tempat yang sama itu diperbolehkan jika tidak ditetapkan oleh
syara’.”
Mempertukarkan dua muradif satu sama lain itu diperbolehkan jika dibenarkan oleh syara’. Namun
kaidah ini tidak berlaku bagi Al Qur’an, karena ia tidak boleh diubah. Bagi mazhab malikiah, takbir
shalat tidak boleh dilakukan kecuali dengan lafal “Allah akbar.” Imam Syafi’i membolehkan dengan
lafal “Allahu Akbar”. Sementara imam Abu Hanifah membolehkan lafal “Allah Akbar” diganti
dengan lafal “Allah Al-Azim” atau “Allah Al-Ajal”. Ulama’ yang tidak membolehkan beralasan
karena adanya halangan syar’i yaitu bersifat ta’abudi (menerima apa adanya tidak boleh diubah).
Sedang yang membolehkan, beralasan karena adanya kesamaan makna dan tidak mengurangi maksud
ibadah tersebut.
Contoh lafadh Muradif
Dalam al-Qur’an seorang pembaca akan sering menjumpai lafadh-lafadh muradif seperti berikut :
1) Al-khauf dan khasyah artinya (Takut). Kedua kata ini memiliki arti yang sama akan tetapi
jelas sudah menjadi rahasia umum jika kata Al-khasyah adalah lebih tinggi atau lebih kuat
makna ketakutannya daripada kata Al-khauf. Seperti contoh berikut :
ََسيَقُو ُل ْال ُمخَ لَّفُونَ إِ َذا ا ْنطَلَ ْقتُ ْم إِلَى َمغَانِ َم لِتَأْ ُخ ُذوهَا َذرُونَا نَتَّبِ ْع ُك ْم ي ُِري ُدونَ أَ ْن يُبَ ِّدلُوا كَاَل َم هَّللا ِ قُلْ لَ ْن تَتَّبِعُونَا َك َذلِ ُك ْم قَا َل هَّللا ُ ِم ْن قَ ْب ُل فَ َسيَقُولُون
بَلْ تَحْ ُسدُونَنَا بَلْ كَانُوا اَل يَ ْفقَهُونَ إِاَّل قَلِياًل
“Orang-orang badwi yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil
barang rampasan: “biarkanlah kami, niscaya kami mengikutimu” mereka hendak merubah janji Allah.
Katakanlah: “Kamu sekali-kali tidak boleh mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan
sebelumnya. Mereka mengatakan: “sebenarnya kamu dengki kepada kami. Bahkan mereka tidak
mengerti melainkan sedikit sekali.”
4) As-sabil dan at-thariq (jalan). Seperti pada contoh berikut :
D. Musytarak
1. Pengertian Musytarak
Musytarak secara bahasa berarti berserikat, berkumpul. Dalam ushul fiqh yang dimaksud dengan
Musytarak adalah :
ُ ْلَلَّفَظُ ْال َموْ ضُو
ع لِ َحقِ ْيقَتَي ِْن ُمحْ تَلِفَتَي ِْن اَوْ اَ ْكثَر
“lafadz yang dibentuk untuk dua arti atau lebih yang berbeda-beda”
Musytarak ialah satu lafadh yang menunjukkan dua makna atau lebih. Maksudnya satu lafadh
mengandung maknanya yang banyak atau berbeda-beda. Adapun definisi yang diketengahkan oleh
para ulama’ ushul adalah antara lain:
اح ُد ال َّدالُّ َعلَى َم ْعنَيَ ْي ِن ُم ْختَلِفَي ِْن أَوْ أَ ْكثَ َر َدالَلَةً َعلَى ال َّس َوا ِء ِع ْن َد أَ ْه ِل تِ ْلكَ اللُّ َغ ِة َ ُاللَّ ْفظ
ِ الو
“Satu lafadh (kata) yang menunjukkan lebih dari satu makna yang berbeda, dengan penunjukan yang
sama menurut orang ahli dalam bahasa tersebut ”
Kata musytarak tidak dapat diartikan dengan semua makna yang terkandung dalam kata tersebut
secara bersamaan, akan tetapi harus diartikan dengan arti salah satunya. Seperti kata قرءyang dalam
pemakaian bahasa arab dapat berarti masa suci dan bisa pula masa haidh, lafadh عينbisa berarti mata,
sumber mata air, dzat, harga, orang yang memata-matai dan emas, kata يدmusytarak antara tangan
kanan dan kiri, kekuasaan kata سنةdapat berarti tahun untuk hijriyah, syamsiyah, bisa pula tahun
masehi.
2. Kaidah Musytarak