Anda di halaman 1dari 21

AMAL SHOLEH, TOLERANSI, MUSAWWAH, DAN UKHUWAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akidah Akhlak Pada Madrasah

Dosen Pengampu :

Drs. Miswar Rasyid Rangkuti, MA.

Disusun Oleh

Kelompok 13 :

Nama NIM

Alvira Asri Br Purba 0301191032

Muhammad Qardawi Boang Manalu 0301182171

Ratih Pebrianti 0301191019

Syahlizahari 0301192159

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah Swt karena atas berkat dan rahmat Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Amal Sholeh, Toleransi,
Musawwah, dan Ukhuwah” ini dengan tepat waktu.

Tak lupa pula kami ucapkan shalawat dan salam keharibaan junjungan kita terhadap
Nabi Muhammad SAW semoga dengan memperbanyak sholawat kepada nabi kita mendapat
syafaat kemudian hari kelak.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih sebanyak- banyaknya kepada Bapak Drs.
Miswar Rasyid Rangkuti,MA., selaku dosen pada mata kuliah Akidah Akhlak Pada Madrasah
dan juga rekan- rekan yang telah membantu dan bekerja sama kepada penyusun sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan menyadari
bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami harapkan agar rekan- rekan
memberi kritik dan saran yang membangun terhadap makalah ini. Kami juga berharap agar
makalah ini dapat membantu pembaca untuk megetahui Amal Sholeh, Toleransi, Musawwah,
dan Ukhuwah lebih baik lagi.

Waasalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Sait Buntu, 03 Februari 2021

Kelompok 13

i
DAFTAR ISI

Pendahuluan.............................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................1

Bab II Pembahasan

A. Amal Sholeh...................................................................................................2
B. Toleransi.........................................................................................................5
C. Musawwah.....................................................................................................7
D. Ukhuwah........................................................................................................10

Bab III Penutup

A. Kesimpulan....................................................................................................12
B. Saran...............................................................................................................12

Daftar Pustaka..........................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eksitensi pandangan Alquran yang mengacu kepada kehidupan di dunia yang sama
porsinya dengan kehidupan akhirat kelak yang memang tidak mungkin dapat diingkari
kebenarannya. Sementara itu banyak yang meragukan adanya aspek-aspek edukatif didalam
Alquran. Mereka mungkin meragukan aspek edukatif didalam Alquran dengan dasar bahwa
siapapun akan gagal menemukan terma-terma langsung yang berkaitan dengan pendidikan
modern didalam Alquran.

Tingkatan tertinggi dalam Alquran menjadikan hikmah mempunyai tingkatan


dibawahnya, dimana salah satu karakteristik utama tentang hikmah terdiri dari dua unsur ilmu
dan amal. Alquran juga mengekpresikan kolerasi integral Antara iman dan amal shaleh yang
menjadi syarat terwujudnya manusia sebagai pemimpin/khalifah.

Untuk menumbuh kembangkan ketiga paket tersebut tentunya harus melalui proses
pendidikan, baik pendidikan formal, informa dan non formal. Dalam hal ini posisi pendidikan
islam diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas ilmu, iman dan amal untuk
melahirkan kondisi ideal pada diri seseorang (sabjek didik). Namun yang menjadi
permasalahan disini, bagaimanakah peran pendidikan Islam dalam meningkatkan amal
shaleh? Untuk itu kami akan membahas mengenai pembahasan toleransi, ukhuwah, dan
musawwah yang merupakan bagian dari amal shaleh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud amal shaleh?
2. Apa yang dimaksud toleransi?
3. Apa yang dimaksud Musawwah?
4. Apa yang dimaksud Ukhuwah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud amal shaleh?
2. Untuk mengetahui yang dimaksud toleransi?
3. Untuk mengetahui yang dimaksud Musawwah?
4. Untuk mengetahui yang dimaksud Ukhuwah?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Amal Sholeh
1. Pengertian Amal Saleh

Secara sederhana, amal saleh berarti perbuatan atau aktivitas yang baik. M. Quraish
Shihab mengartikan amal saleh sebagai amal yang diterima dan dipuji oleh Allah swt. 1
Sedangkan Syekh Muhammad al-Ghazali, dalam Al-Musykilat fi al-Thariq al-Hayah al-
Islamiyyah, mengartikan amal saleh dengan “setiap usaha keras yang dikorbankan buat
berkhidmat terhadap agama” 2

Secara semantik, kata „amal berasal dari bahasa Arab, yang berarti pekerjaan. Kata ini
searti dengan kata al-fi‟l. Perbedaan antara keduanya adalah jika kata „amal biasanya
digunakan untuk menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan dengan sengaja dan maksud
tertentu, maka yang disebut terakhir digunakannya untuk menjelaskan suatu pekerjaan, baik
yang disengaja maupun tidak.3

Dalam al-Quran, term „amal digunakan dalam dua konteks: positif dan negatif. 4
Dalam konteks positif, di antaranya dinyatakan dengan ungkapan ‘amiluw
alshalihat
)D‫(عًهىاانصبنحبث‬. Sedangkan dalam konteks negatif diekspresikan dengan kalimat ‘amiluw al-
sayyiat
)‫(عًهىااس يبتبث‬Yang disebut pertama paling banyak disebut dalam al-Quran.
Sementara yang terakhir hanya disebutkan al-Quran tidak lebih dari tiga kali, yaitu terdapat
dalam surat al-A'raf: 42, al-Nahl: 119 dan al-Qashash: 84.5

Selain, istilah ‘amal su’ atau amal sayyiah atau sayyiat, istilah amal saleh juga - masih
dalam konteks negatif - diperlawankan dengan istilah, ‘amal ghair shalih ( ‫(نيبل يبيص عًي‬
„Amal ghair shalih, artinya perbuatan yang tidak baik. Istilah ini disebutkan hanya satu kali,
yaitu pada surat Hud ayat 46.

1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Quran al-Karim: Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan
Turunnya2 Wahyu, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), h. 753.
Syekh Muhammad al-Ghazali, dalam Al-Musykilat fi al-Thariq al-Hayah al-Islamiyyah, terj.
Abdurrosyad Shiddiq, (Solo: Pustaka Mantiq, 1991), h. 20.
3
M. Qurasih Shihab, Op. Cit., h. 752.
4
Al-Raghib al-Ashfahani, Mu'jam Mufradat Alfazh al-Quran (Beirut: Dar al-Fikr, t. th.), h. 360.
5
Muhammad Fuad al-Baqi, Al-Mu'jam alMufahras lialfazh al-Quran al-Karim (Bandung: Angkasa, t.
th.), h. 483-484.
Mengenai amal saleh ini Allah Swt menjelaskan dalam Q.S. al-Ghafir : 40 sebagai
berikut :

ٍ ‫ن ِٕٮك‬
‫ ًث ك ٍر وه ِ ي‬Dَ ۡ ُ‫ِ ح ذَ ّي ٍۡ ا‬ ِ ٍۡ ‫ـت ََل ُي ۡج َّال ي ۡثههب َي‬Dَ‫ِ س ِّيـئ‬ ٍۡ
‫فَبُو‬ ‫َ ۡو َى ي‬D‫ا‬ ‫ن ـب‬ ‫و م‬ ‫سي‬ ‫م‬ ‫ي‬
‫ۡؤ‬ ‫ص‬ ‫ع‬ ‫ع‬
‫ب‬
‫حسب ة‬ ۡ ‫ُي ۡر زقُ ۡىف ۡيهب‬ ٌ ‫ۡ ى ا ۡن‬
‫ي‬ َ‫جُـات‬ ُ‫ۡدخه‬
‫ِر‬
‫غ‬
Artinya: “Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat maka dia akan dibalas sebanding
dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun
perempuan, sedangkan dia dalam keadaan beriman maka mereka akan masuk surga, mereka
diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga.”

2. Tolak Ukur Amal Saleh

Menurut M. Quraish Shihab sesuatu perbuatan dapat dikategorikan amal saleh jika
pada dirinya memenuhi nilai-nilai tertentu sehingga ia dapat berfungsi sesuai dengan tujuan
kehadirannya, atau dengan kata lain, tujuan penciptaannya. 6 Sebuah kursi dapat berfungsi
dengan baik, jika dapat diduduki dengan nyaman. Kursi yang baik, di antaranya memiliki
kaki yang lengkap. Jika salah satu dari kakinya rusak, maka kursi tersebut tidak berfungsi
dengan baik sebagai tempat duduk.

Maka sesuatu dapat dipandang sebagai amal saleh jika ia berfungsi mendatangkan
nilai manfaat. Sebaliknya, perbuatan yang menimbulkkan mudarat, tidak dinamakan amal
saleh, tetapi amal salah. Karena itu, sebagian ulama menyatakan bahwa suatu pekerjaan dapat
dikatakan baik, apabila ia membawa dampak berupa manfaat dan menolak mudarat. Dengan
demikian, tolok ukur suatu amal baik atau tidak adalah terletak pada nilai manfaat atau
mudarat yang dikandungnya. Menurut Muhammad Abduh, amal yang bermanfaat tersebut
berguna bagi diri pelakunya, keluarga, masyarakat dan seluruh uamt manusia, dan tidak
membahayakan seseorang kecuali dalamrangka menolak bahaya yang lebih besar.7

Dalam Islam, yang menjadi tolok ukur (mi’yar) tersebut adalah agama, akal, atau adat
istiadat yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental agama. Inilah salah satu
syarat dari amal saleh, bahwa ia secara nyata dapat menghasilkan manfaat dan menolak
mudarat. Syarat lain adalah jika pekerjaan tersebut dimotivasi oleh keikhlasan karena Allah
swt. Motivasi tersebut dalam terminologi hadis Nabi saw. dinamakan niat. Nabi aw.
6
M. Qurasih Shihab, Op. Cit., h. 754
7
Muhammad Abduh, Tafsir Juz 'Amma, terj. Moh. Syamsuri Yoesoef dan Mujiyo Nurkholis,
(Bandung: Sinar Baru, 1993), h. 280.
menyatakan, “Setiap pekerjaan ditentukan nilainya oleh niat, dan setiap orang beroleh
imbalan sesuai dengan niatnya” 8.

Dengan demikian, suatu pekerjaan akan bernilai di mata Allah, bukan semata-mata
dilihat dari bentuk lahiriyah yang tampak (wujud amal), tetapi jauh lebih penting adalah niat
pelakunya (motivasi pekerjaan). Karena itu, dapat dimengerti mengapa kalimat „amal shalih
banyak digandengkan dengan iman, karena imanlah yang menentukan arah dan niat
seseorang ketika melakukan suatu amal.

3. Jenis-Jenis Amal Saleh

Secara kontekstual, „perbuatan baik‟ adalah perbuatan salih yang diperintahkan oleh
Allah kepada semua orang. Perbuatan tersebut meliputi aspek teologis, etika, moral dan
ibadah ritual. Di antara aspek teologis yang ditekankan al-Quran sebagai „amal salih‟ adalah
penegasan terhadap unsur monoteisme murni, yaitu tidak akan menyembah selain kepada
Allah swt semata.

Sedangkan aspek etika-moral yang ditekankan al-Quran sebagai „amal salih‟ di


antaranya adalah berupa berbuat baik kepada orang tua, kerabat, anak yatim, kaum miskin
dan serta berbicara dengan baik kepada setiap orang orang yang memerlukan pertolongan.
Terdapat lima jenis amal saleh yang dideskripsikan sebagai perjanjian Allah, lima unsur
berikut: tidak menyembah selain Allah; berbuat baik (ihsan) terhadap orang tua, kerabat
dekat, anak yatim, orang miskin, serta berbicara dengan baik kepada setiap orang; dan
melakukan shalat serta membayar zakat.

Jenis amal saleh yang berkenaan dengan aspek moral, dapat juga diidentivikasi dari
sisi sebaliknya. Bila Alquran memperlawankan terminologi amal saleh dengan istilah ‘amal
ghair shalih, maka salah satu dari sikap ‘amal ghair shalih’ adalah sikap arogan. Dengan
ungkapan lain, Jika sikap rendah hati adalah perbuatan baik („amal shalih), maka sikap
arogansi adalah perbuatan tercela („amal ghair shalih). Adapun aspek ibadah ritual
formalsosial yang ditekankan Alquran sebagai „amal salih‟ adalah kewajiban penegakkan
shalat dan pembayaran zakat.

Selain pendekatan di atas, jenis amal saleh dapat ditemukan dengan melihat
karakteristik para shalihin, yaitu mereka yang tergolong orang-orang saleh. Secara definitif

8
Imam al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, (Jeddah: Dar al-Qiblah li al-Tsaqafah alIslamiyyah, 1990), h.
27.
verbalistik, ditemukan bahwa di antara prilaku orang-orang saleh itu ialah menepati janji.
Dalam surat Ali Imran ayat 113-114, juga ditegaskan prilaku orang saleh, yaitu bahwa
mereka membaca ayat-ayat Allah, bersujud, beriman kepada Allah dan hari penghabisan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera kepada
mengerjakan pelbagai kebajikan.

4. Balasan Terhadap Pelaku Amal Saleh

Di antara balasan bagi mereka yang beramal saleh di dunia adalah bahwa mereka
tidak merasa khawatir atas jaminan keselamatan hidup selama hidup di atas dunia (QS. al-
Maidah: 69). Hal ini disebabkan karena mereka memperoleh jaminan dari Allah swt. Jaminan
itu berupa: Petunjuk (QS. Yunus: 9); Keberuntungan (QS. al-Qashash: 67); Rizeki yang baik
(QS. al-Hajj: 56); Kebaikan hidup duniawiyah (QS. al-Nahl: 122, al-Kahfi: 107 dan al-Hajj:
14); dan Kehidupan yang baik (QS. Hud: 66)

Adapun balasan yang diterima di akhirat kelak bagi orang-orang saleh antara lain
adalah: Pahala. Selain banyak, pahala dari Allah swt. tersebut mengalir tidak tidak putus-
putusnya. (QS. al-Baqarah: 62 dan 82, Ali Imran: 57, al-Nisa‟: 173, al-Kahfi: 82, al-Ahzab:
31, al-Isra': 9, al-Qashash: 80, Fushshilat: 8, dan al-Insyiqaq: 25); Ampunan atas kesalahan
(maghfirah). (QS. Hud: 11 dan Saba': 4); Penghapusan atas dosa (QS. al-Taghabun: 9, al-
'Ankabut: 7 dan Muhammad: 2); dan Surga (QS. al-Baqarah: 25, al-Nisa': 57, 112 dan 124,
Maryam: 60).

B. Toleransi

Toleransi berasal dari bahasa latin tolerantia, berarti kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan dan kesabaran. Secara umum istilah toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang
dada, suka rela dan kelembutan. Unesco mengartikan toleransi sebagai sikap saling
menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan
berekspresi dan karakter manusia. Toleransi harus didukung oleh cakrawala pengetahuan
yang luas, bersikap terbuka, dialog, kebebasan berpikir dan beragama. Pendek kata toleransi
setara dengan sikap positif, dan menghargai orang lain dalam rangka menggunakan
kebebasan asasi sebagai manusia.

Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan


dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya.
Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama (mempunyai
akidah) yang dipilihnya masing-masing serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan
ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.

Toleransi beragama merupakan realisasi dari ekspresi pengalaman keagamaan dalam


bentuk komunitas. EkspresiEkspresi pengalaman keagamaan dalam bentuk kelompok ini,
menurut Joachim Wach, merupakan tanggapan manusia beragama terhadap realitas mutlak
yang diwujudkan dalam bentuk jalinan sosial antar umat seagama ataupun berbeda agama,
guna membuktikan bahwa bagi mereka realitas mutlak merupakan elan vital keberagamaan
manusia dalam pergaulan sosial, dan ini terdapat dalam setiap agama, baik yang masih hidup
bahkan yang sudah punah.

Menurut Fritjhof Schuon,agama secara eksoteris terlahir di dunia ini berbeda-beda.


Akan tetapi terlepas dari perbedaan yang muncul dalam agama-agama, secara esoterik
agama-agama yang ada di dunia memiliki prinsip yang sama, yaitu bersumber dan tertuju
pada Supreme Being. Cara Schuon membedakan kedua aspek agama ini bisa diterapkan
sebagai panduan bagaimana manusia yang berbeda agama bertemu satu sama lain dalam
memberikan peran mereka sebagai hamba TuhanYang Esa di dunia ini. Toleransi merupakan
bentuk akomodasi dalam interaksi sosial. Manusia beragama secara sosial tidak bisa
menafikan bahwa mereka harus bergaul bukan hanya dengan kelompoknya sendiri, tetapi
juga dengan kelompok berbeda agama. Umat beragama musti berupaya memunculkan
toleransi untuk menjaga kestabilan sosial sehingga tidak terjadi benturan-benturan ideologi
dan fisik di antara umat berbeda agama.

Dalam masyarakat sederhana atau primitif, manusia memiliki karakteristik yang serba
homogen baik dalam budaya, agama maupun struktur sosial. Agama yang dipahami oleh
masyarakat seperti ini adalah agama yang dekat dengan simbol-simbol. Simbol-simbol ini
memiliki peran dominan terhadap keberagamaan mereka. Kebanyakan dari masyarakat
sederhana ini berpendidikan rendah atau dalam lingkup ordinary people. Mereka memahami
agama orang lain dengan perasaan antipati. Toleransi yang dikembangkan dalam masyarakat
ini tidak terjalin atau berjalan normal. Mereka mudah tersentuh atau tersinggung bila ajaran
keyakinan agama mereka sepertinya dihina oleh pemeluk agama lain. Mereka merespon
langsung dengan mempertahankan taruhan jiwa. Mereka memahami agama orang lain
dengan sikap antipati.

Masyarakat-Masyarakat kompleks atau masyarakat multikultural tersusun dari


keanekaragaman budaya, masyarakat dan struktur sosial. Keanekaragaman adalah fakta yang
tidak bisa dielakkan dalam kehidupan kolektif dan tidak bisa diharapkan eksistensinya atau
tidak dapat ditekan tanpa tingkat kekerasan yang bisa diterima. Terlebih lagi sejak manusia
terikat dan dibentuk oleh kebudayaan, penghormatan diri mereka secara erat terikat dengan
penghormatan pada kebudayaannya. Penghormatan pada kebudayaan ini menumbuhkan rasa
kesetiaan, memberi rasa percaya diri dan keberanian untuk berinteraksi dengan kebudayaan
lain.9

Adapun dalil yang menerangkan tentang toleransi terdapat dalam Q.S. al-Baqarah
ayat 256, sebagai berikut:

‫ًْسك‬
‫ف َقَ ِد ٱ‬ ٍۢ ‫ٱن ْؤ ِي‬ ُ‫ٱ ْن غَ ۚ َف ًٍَ ًّ ي كف‬ ‫ٍي ۖ كرَِا د تا ٍ ش‬Dّ‫ًِف ٱن ِد‬ ‫َّل‬
‫سَت‬ َ‫ْر اطغ ُى ث وُي ل ّٱ‬ ‫ٍي‬ ‫َب اي ٱن ر د‬
‫ِل‬
‫ِيع ع ِهي ٌى‬
ً ‫و‬ ‫ْر َو ِة ٱ ْن ُىثْ َقً َّل َٱ ِف َوهب‬
‫ل س‬ ‫َن‬ ‫ٱ ْنُع‬
‫صب‬
Artinya: “ Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah
jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar
kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada
tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Dalam tafsir Al-Muyassar/ Kementerian Agama Saudi Arabia. Dijelaskan tidak ada
seorangpun yang berhak memaksa orang lain untuk memeluk Islam, karena Islam adalah
agama yang terang dan benar, sehingga tidak ada paksaan kepada siapapun untuk
memeluknya. Sudah terlihat jelas kebenaran dan kesesatan. Siapa yang ingkar kepada segala
sesuatu yang disembah selain Allah dan berlepas diri darinya, kemudian beriman kepada
Allah semata maka dia benar-benar telah berpegang kepada agama dengan sekuat-kuatnya
untuk menggapai keselamatan di hari kiamat. Dan Allah Maha Mendengar ucapan hamba-
hamba-Nya, lagi Maha Mnegetahui perbuatan mereka, dan akan memberi balasan yang
setimpal.10
Selain itu dalil yang menerangkan tentang toleransi juga terdapat dalam Q.S. al-
Kafirun ayat 1-6 dan Q.S. Yunus ayat 99.
C. Musawwah

Pengertian Musawah
9
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jw/article/download/588/700
10
https://tafsirweb.com/1022-quran-surat-al-baqarah-ayat-256.html, diakses pada 04 Februari 2021,
pukul 12.30.
Al-Musawah secara bahasa adalah persamaan. Secara istilah, Al-Musawah berarti
persamaan dan kebersamaan serta penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk
Allah. Al- Musawah berpandangan bahwa manusia itu sama harkat dan martabatnya, tanpa
memandang ras, suku bangsa, maupun ras kelamin 11. Tinggi rendahnya derajat manusia
hanya diketahui oleh Allah swt. Al-Musawah dapat diartikan juga dengan HAM, yaitu bahwa
manusia memiliki hak yang sama dimata hukum.

Dalil yang menjelaskan tentang Al-Musawah terdapat dalam Surah al-Hujurat ayat 13
sebagai berikut:

َّ‫ِل‬
َ‫ً ْه ْ شعُىًبب َبب ن ۚ ى ۟ا أَك ر ْ عُد‬D‫ َث‬Dَ ُ‫ب ش ْق ذَ ٍّي ٍ وأ‬D‫ ُّي َي ٱن ُا‬Dَ‫أ‬
‫ٱ‬ ‫ٌ َ ى‬ ‫ِئم وقَ ت برف‬ ‫ى‬ ‫ر‬ َ‫هب َإاب َُكى خه‬
‫ي‬ ‫ُ وج‬ ‫ك‬
‫ك‬ ‫ك‬
D‫َأْتَق ٮ ى ٌ ِ خ ِبي ر‬
ْ
‫هي‬ ‫ۚك‬
‫ٌى‬ ّ َ ‫ٱ‬ ‫ل‬
‫ل‬
‫ع‬
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Prinsip Al-Musawah dalam Ajaran Islam

Muhammad Ali al Hasyimy dalam bukunya, “manhaj al Islam fi’adalah wa al


musawah” menyebut beberapa hal yang berkaitan dengan prinsip al-Musawah yang ada dala
ajaran Islam, yaitu:12

1. Persamaan adalah buah dari keadilan dalam Islam

Diantara hasil dari keadilan dalam masyarakat yang adil adalah: persamaan, yaitu
persamaan yang terdiri di atas darar akidah, lebih menjamin untuk dilaksanakan, tetap dan
kekal dalam masyarakat muslim yang melaksanakan hukum yang telah ditetapkan Allah Swt.

2. Setiap orang sama, tidak ada keistimewaan antara satu dengan yang lain.

Tanggung jawab merata dan mencakup seluruh manusia, tidak seorangpun terbebas
darinya, seluruh masyarakat bertanggung jawab atas tindakannya. Dalam masyarakat muslim

11
Ali Hasan Muhammad al Thawalibah, Makalah Haqq al Musawah fi al syarri’ah al Islamiyah wa al
Mawatsiq al Dauliyah, (Bahrain: Markaz al I‟lam al Amny, tt), hlm.3.
12
Al-Hasyimy, Muhammad Ali, Manhaj al Islam Fi al’Adalah wa al Musawah; Min Kitab al Mujtama’
al Muslim kama Yubnih al Islam fi al Kitab Wa al Sunnah, (TT:Islamhouse.com, 2009), hlm.12-28.
tidak ada seorang atau kelompok yang harus dipatuhi secara mutlak tanpa batas, karena
peraturan mutlak hanya dari Allah Swt.

3. Memelihara hak-hak non muslim

Non-muslim memelihara hak-hak yang terpelihara, yang tidak berhak diganggu


ataupun dirampas darinya, seperti hak untuk hidup, hak memiliki berbuat, dan mendapat
keadilan. Bahkan, Islam memberinya hak-hak yang tidak diberikan kepada umat Islam,
terutama apa yang halal dalam agamanya dan haram bagi umat Islam, seperti khamr, Islam
menanggap itu haram, sebaliknya itu dianggap harta yang berharga jika dimiliki oleh nasrani
dan wajib diganti atas yang merusaknya.

4. Persamaan laki-laki dan perempuan dalam kewajiban agama dan lainnya

Diantara bentuk persamaan yang telah lebih dahulu ada dalam undang-undang yang
dikenal oleh manusia sepanjang masa adalah, persamaan antara laki-laki dan perempuan
dalam hak kewajiban, dimana Islam menjadikan keduanya sama dalam kewajiban-kewajiban
agama, hak pribadi, martabat manusia, hak-hak sipil dalam muamalah dan kekayaan.

5. Perbedaan antara manusia dalam masyarakat

Perbedaan antara mereka di sisi Allah, terdapat dalam tingkat takwa dan amal
shalihnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang terdapat dalam Surah al-Hujurat ayat 13.
Adapun perbedaan mereka dalam masyarakat terletak pada perbedaan amal, usaha,
pengalaman, bakat, ilmu, dan produk yang bermanfaat.

6. Persamaan di depan hukum

Dalam masyarakat muslim manusia sama di hadapan undang-undang dan hukum.


Rasulullah telah mengajarkan para sahabatnya bagaimana cara menghormati hak pendakwa
dalam menuntut haknya walalupun ia menuntunnya dengan cara kasar.

7. Persamaan dalam mamangku jabatan publik

Islam merealisasikan puncak persamaan dalam menduduki jabata publik. Islam telah
melaksanakannya secara nyata pada masa awal. Contohnya yaitu ketika Rasulullah
memberikan jabatan panglima, gubernur, dan jabatan-jabatan strategis lainnya pada banyak
budak yang telah dimerdekakan seperti Zaid, Usamah bin Zaid, dan lain-lain.
8. Persamaan didasarkan pada kesatuan asal bagi manusia

Umat Islam yang jujur yang mengerti petunjuk agama mereka telah sampai ke puncak
persamaan, karena mereka mengerti bahwa persamaan sebagimana ditetapkan Islam
dibangun atas dasar kesatuan asal penciptaan manusia, sebagaimana terdapat dalam firman
Allah Surah Al-Hujurat ayat 13.

D. Ukhuwah

Ukhuwah berasal dari kata bahasa arab ُ‫أخب‬D- Dْ‫ أ‬D‫ي‬ٙ ‫ خى‬yang berarti saudara, dan Dُّ‫ ُخ أ‬ٙ Dٌ‫ى ة‬
sebagai bentuk masdarnya yang berarti “persudaraan”.13 Ukhuwah berasal dari kata dasar
akhun, yang berarti saudara.14 Kata akhun ini dapat berarti sudara kandung/seketurunan
atau dapat juga berarti kawan. Jadi ukhuwah diartikan dengan “persaudaraan”. Secara
etimologi juga disebutkan, bahwa kata ukhuwah berasal dari kata “akhun” berarti
dua orang yang kelahirannya sama dari dua sisi ayah ataupun Ibu, atau salah satu
diantara keduanya, atau karena penyusuan. Kadang kata ini juga di pergunakan bagi dua
orang yang sama ras, agama, karakter, pergaulan atau dalam kecintaan dan lain sebagainya.

Dalil yang menceritakan ukhuwah terdapat dalam Q.S. Al-Hujurat ayat 10, sebagai
berikut:

‫ًحٌى‬
‫ ٍ َى ْى وٱتاق ُى ۟ا ن ْى ت‬DَD‫َِإا ًَب ٱ ُيى ِ ٌ َىةٌ ص َب ْي أ‬
‫ْر‬ َّ ‫ٱ ل‬ ‫ْي ۚ ك‬ ‫حى ۟ ا‬ ‫ خ‬Dَ‫ْن ْؤ ِ إ فَأ‬
‫ه‬ِ
‫َل هاك‬ ‫خ‬ ً
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat.”
Macam-macam Ukhuwah

1. Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan di dalam islam bukan hanya semata-mata


sebatas hubungan persaudaraan karena faktor keturunan namun ukhuwah islamiyah adalah
persaudaraan yang diikat dengan tali aqidah atau sesama Muslim

2. Ukhuwah Insaniyah
13
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzuriyyah,
2007), hlm. 36.
14
KH Ahmad Warson Munawir, KH. A. Mustofabisri, Kamus Al-Bisri Indonesia Arab, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1999), hal. 312.
Ukhuwah Insaniyah meraupakan persaudaraan yang terjalin antara umat manusia
tanpa membedakan ras agama, suku dan budaya. Persaudaraan ini terjalin tanpa ada batasan
negara dan wilayah tempat manusia tinggal.

3. Ukhuwah Wathoniyah

Ukhuwah Wathoniyah merupakan persaudaraan yang diikat oleh rasa nasionalisme.


Rasa persaudaraan ini terjalin karena sesama warga negara atau tanah air dan tanpa
membeda-bedakan suku, adat dan budaya.

Baik rasa persaudaraan antar sesama muslim, antar sesama warga negara atau sesama
manusia didunia harus ditunbuhkan karena dengan memiliki rasa persaudaraan ini maka akan
memberikan manfaat kemballi kepada dirikita sendiri. Adapun manfaat persaudaraan atau
ukhuwah antara sebagai berikut:

1. Menumbuhkan rasa empati dan simpati terhadap saudra-saudara kita baik saudara
sesama muslim, saudara sesama bangsa dan saudara sesama manusia.
2. Menumbuhkan rasa tolong menolong terhadap saudara yang mengalami kesulitan
3. Menumbuhkan tenggang rasa sesama manusia sehingga antara manusia satu dan
lainnya tidak akan berbuat zholim
4. Terciptanya solidaritas antar sesama muslim, tercipta persatuan dan kesatuan bangsa
dan tercipta kerukunan antar umat manusia didunia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara sederhana, amal saleh berarti perbuatan atau aktivitas yang baik. M. Quraish
Shihab mengartikan amal saleh sebagai amal yang diterima dan dipuji oleh Allah swt.
Sedangkan Syekh Muhammad al-Ghazali, dalam Al-Musykilat fi al-Thariq al-Hayah al-
Islamiyyah, mengartikan amal saleh dengan “setiap usaha keras yang dikorbankan buat
berkhidmat terhadap agama”

Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan


dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya.
Seseorang harus diberikan kebebasan untuk meyakini dan memeluk agama (mempunyai
akidah) yang dipilihnya masing-masing serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan
ajaran-ajaran yang dianut atau diyakininya.

Al-Musawah secara bahasa adalah persamaan. Secara istilah, Al-Musawah berarti


persamaan dan kebersamaan serta penghargaan terhadap sesama manusia sebagai makhluk
Allah. Al- Musawah berpandangan bahwa manusia itu sama harkat dan martabatnya, tanpa
memandang ras, suku bangsa, maupun ras kelamin

ukhuwah berasal dari kata “akhun” berarti dua orang yang kelahirannya sama dari dua
sisi ayah ataupun Ibu, atau salah satu diantara keduanya, atau karena penyusuan. Kadang kata
ini juga di pergunakan bagi dua orang yang sama ras, agama, karakter, pergaulan atau dalam
kecintaan dan lain sebagainya.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya dan dapat dijadikan bahan
bacaan. Serta memudahkan pembacanya dalam memahami tentang Amal Sholeh, Toleransi,
Musawah, dan Ukhuwah. Untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun, agar
kedepannya kami dapat memperbaiki pembuatan makalah ini dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. 1993. Tafsir Juz 'Amma, terj. Moh. Syamsuri Yoesoef dan Mujiyo
Nurkholis. Bandung: Sinar Baru.
Al-Ashfahani, Al-Raghib. TH. Mu'jam Mufradat Alfazh al-Quran. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Baqi, Muhammad Fuad. TH. Al-Mu'jam alMufahras lialfazh al-Quran al-Karim.
Bandung: Angkasa.
Al-Ghazali, Syekh Muhammad dalam Al-Musykilat fi al-Thariq al-Hayah al-Islamiyyah, terj.
Abdurrosyad Shiddiq. 1991. Solo: Pustaka Mantiq.
Al-Hasyimy, Muhammad Ali. 2009. Manhaj al Islam Fi al’Adalah wa al Musawah; Min
Kitab al Mujtama’ al Muslim kama Yubnih al Islam fi al Kitab Wa al Sunnah.
TT:Islamhouse.com.
Al-Nawawi, Imam. 1990. Riyadh al-Shalihin. Jeddah: Dar al-Qiblah li al-Tsaqafah
alIslamiyyah.
al Thawalibah , Ali Hasan Muhammad. TT. Makalah Haqq al Musawah fi al syarri’ah al
Islamiyah wa al Mawatsiq al Dauliyah. Bahrain: Markaz al I‟lam al Amny.
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jw/article/download/588/700
https://tafsirweb.com/1022-quran-surat-al-baqarah-ayat-256.html, diakses pada 04 Februari
2021, pukul 12.30.
Munawir, KH Ahmad Warson, KH. A. Mustofabisri. 1999. Kamus Al-Bisri Indonesia Arab.
Surabaya: Pustaka Progresif.
Shihab, M. Quraish. 1997. Tafsir Al-Quran al-Karim: Tafsir Atas Surat-Surat Pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu. Bandung: Pustaka Hidayah.
Yunus, Mahmud. 2007. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzuriyyah.

Anda mungkin juga menyukai