Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIKIH

GUGATAN DALAM PERADILAN ISLAM


Guru Pembimbing :

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1.
2.
3.
4.
5.

Althea Nadila
Umi Salmah
Narmi Andriani
Sigit Haryanto
Rian Destri Ramadhan

KELAS : XI IPA 1

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KOTA JAMBI


TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Fikih yang berjudul Gugatan dalam Peradilan Islam
ini tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami mencoba menyajikan tentang
bagaimana gugatan dalam peradilan Islam. Kami sudah berusaha
untuk menyajikan yang terbaik, meskipun begitu kami merasa
masih banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak demi penyempurnaan penulisan makalah ini.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini, khususnya kepada dosen yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, kami berharap semoga penulisan makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami maupun rekan-rekan, sehingga
dapat menambah pengetahuan kita bersama.

Jambi,

Oktober 2015
Penulis,

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................

ii

Daftar Isi .................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................
B. Rumusan Masalah ..............................................................
C. Tujuan Penulisan ................................................................

1
1
1

BAB II PEMBAHASAN
A. Gugatan dalam Peradilan Islam .........................................
B. Hakim dan Saksi dalam Peradilan Islam ............................

2
5

BAB III PENUTUP


Kesimpulan .............................................................................
DAFTAR PUSTAKA

10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bidang ilmu agama Islam yang dikembangkan
dalam lingkungan perguruan tinggi ialah hukum Islam dan
pranata sosial. Ia terdiri atas berbagai bidang studi, di antaranya
peradilan Islam (al-Qadha fi al-Islam) yang mendapat perhatian
cukup besar di kalangan fuqaha dan para pakar di bidang lain.
Demikian halnya peradilan Islam di Indonesia, yang secara resmi
dikenal sebagai peradilan agama, mendapat perhatian dari
kalangan pakar hukum Islam, hukum tata negara, sejarah, politik,
antropologi dan sosiologi. Ia menjadi sasaran pengkajian, yang
kemudian ditulis dalam bentuk laporan penelitian, monografi,
skripsi, tesis, disertasi dan buku daras.
Di samping itu, peradilan Islam menjadi bahan pengkajian
dalam berbagai pertemuan ilmiah, baik yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi maupun di kalangan pembina badan
peradilan dan organisasi profesi di bidang itu. Publikasi hasil
pengkajian itu dapat ditemukan dalam berbagai kumpulan
karangan dan dalam jurnal. Ia akan tetap menarik sebagi sasaran
pengkajian, khususnya di Indonesia, karena memiliki keunikan
tersendiri sebagi satu-satunya institusi keislaman yang menjadi
bagian dari penyelenggaraan kekuasaan negara.
B. Rumusan Masalah
Dari

latar

belakang

di

atas,

maka

pemakalah

akan

menyimpulkan pembahasan ini menjadi beberapa rumusan


masalah, yaitu :
1. Bagaimana gugatan dalam peradilan Islam?
2. Apa pengertian dan syarat hakim dalam peradilan Islam?
C. Tujuan Pembahasan

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan


pemakalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui bagaimana gugatan dalam peradilan Islam
2. Mengetahui pengertian dan syarat hakim dalam peradilan
Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Gugatan dalam Peradilan Islam
1. Penggugat
Penggugat merupakan seseorang
mengajukan

gugatan

suatu

atau

permasalahan

pihak
atau

yang

perkara

kepada pengadilan karena merasa dirugikan. Gugatan dapat


diartikan dengan perkara atau pokok permasalahan yang
diajukan oleh penggugat untuk dibawa ke jalur hukum.
Seorang penggugat yang menginginkan pengajuan
gugatan harus mempunyai beberapa persyaratan untuk
dipenuhi. Yaitu dengan membawa bukti-bukti perkara, saksisaksi yang adil, serta berani melakukan sumpah. Salah satu
contoh ucapan sumpah penggugat adalah "Apabila gugatan
saya tidak benar, maka Allah akan melaknat saya". Ketiga hal
tersebut termasuk syarat untuk mengajukan gugatan.
2. Tergugat
Tergugat adalah orang yang terkena gugatan yang
diajukan

terkait

penggugat.

dengan

Tergugat

masalah

diperbolehkan

yang

dialami

untuk

oleh

melakukan

pembelaan dengan menunjukkan bukti-bukti terkait serta


bahan penolakan yang meyakinkan serta berani melakukan
sumpah. Jika tergugat tidak berani melakukan sumpah, maka
sumpah dilempar kepada penggugat. "Rasulullah saw. Pernah
mengembalikan sumpah kepada penggugat dalam rangka
mencari kebenaran (H.R. Baihaqi dan Daruquthni). Rasulullah
saw. bersabda:


()
Artinya: "Orang yang mendakwa (penggugat)
menunjukkan
bukti
dan
terdakwa
(tergugat)
bersumpah." (H.R, Bukhari dan Muslim)
3. Bukti
Barang

bukti

dalam

bahasa

Arab

disebut

harus
harus

dengan

bayyinah. Artinya adalah suatu barang yang ditunjukkan oleh


penggugat

kepada

pengadilan

yang

berguna

untuk

memperkuat serta melancarkan gugatannya Barang bukti


dapat berupa surat-surat resmi, dokumen atau barang lain
yang dapat memperjelas pokok permasalahan. Rasulullah saw.
Bersabda:

:



( ) .
Artinya: "Dari Jabir, bahwasanya ada dua orang yang
bersengketa tentang seekor unta betina, masing-masing
orang di antara keduanya mengatakan, 'Peranakan unta ini
milikku'dan ia mengajukan bukti. Maka Rasulullah saw.
memutuskan bahwa unta itu menjadi haknya orang yang unta
itu ada di tangannya." (H.R. Baihaqi)
4. Pemeriksaan Tergugat
Dalam hal ini yang berhak untuk memeriksa suatu
perkara adalah hakim (qadi). Dalam suatu persidangan, hakim
memberikan waktu kepada penggugat untuk menyampaikan
perkara

gugatan

sampai

selesai

yang

disertai

dengan

menunjukkan barang bukti terkait. Namun apabila tidak ada


barang bukti, maka penggugat wajib bersumpah untuk
menguatkan gugatannya. Hakim berusaha menganalisis serta

memutuskan

secara

bijaksana

perkara

yang

dialami

berdasarkan dari semua yang disampaikan oleh penggugat.


Penggugat
yang
sedang
mengalami
halangan
diperbolehkan untuk tidak mengikuti peradilan. Gugatan
dapat dilayangkan kepada orang yang masih hidup ataupun
orang yang sudah mati. Sedangkan menurut Abu Hanifah
diperbolehkan untuk menggugat orang yang tidak hadir dalam
persidangan.
5. Sumpah Tergugat
Sumpah dalam bahasa Arab adalah al-yamiin memiliki
arti tangan kanan. Diistilahkan al-yamin karena pada zaman
dahulu, orang yang bersumpah selalu mengangkat tangan
kanannya ketika menyebut kalimat sumpah tertentu.
Orang yang melakukan sumpah, memiliki dua tujuan sebagai
berikut.
a. Menyatakan tekad untuk melaksanakan tugas dengan
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab terhadap tugas
tersebut.
b. Membuktikan

dengan

sungguh-sungguh

bahwa

yang

bersangkutan berada di pihak yang benar.


Tujuan sumpah yang kedua inilah yang dilakukan di
pengadilan. Sumpah tersebut adalah sumpah yang dilakukan
oleh

tergugat

dalam

rangka

mempertahankan

diri

dari

tuduhan penggugat, di samping harus menunjukkan buktibukti tertulis dan bahan-bahan yang meyakinkan.
Sedangkan persyaratan orang melakukan sumpah sebagai
berikut.
a. Bersumpah dengan niat yang sungguh-sungguh, bukan
hanya sekadar ucapan sumpah serapah belaka.
b. Mukalaf, artinya orang yang sudah akil balig >dan bukan
orang yang tidak waras.
c. Didorong oleh kemauan sendiri tanpa paksaan dari siapa
pun.
d. Disengaja, bukan karena terlanjur dan lain sebagainya.
e. Dengan menyebut sesuatu,yang diagungkan

f. Diucapkan dari lisan dengan penyebutan kalimat tertentu


seperti "demi".
6. Penjatuhan Hukuman
Dalam hal ini, hakim yang mempunyai wewenang untuk
memutuskan dengan bijaksana tentang permasalahan yang
dialami oleh penggugat dengan tergugat. Akan tetapi seorang
hakim harus terlebih dahulu mendengarkan secara rinci
penjelasan dan gugatan serta barang bukti yang dihadirkan
oleh penggugat. Hakim dapat mengambil kesimpulan perkara
yang dilayangkan oleh penggugat.
Kemudian hakim juga mendengarkan tergugat untuk
membela
bahkan

diri

serta

menghadirkan

pembelaan

yang

memberikan
barang

dilakukan.

keterangan-keterangan

bukti
Hakim

serta

saksi

kembali

terkait

mengambil

kesimpulan atas bantahan yang dilakukan oleh tergugat,


untuk diambil kesimpulan atas kasus yang ditangani.
Hakim mempunyai hak untuk menanyakan kepada kedua
belah pihak atas kekurangpahaman dan kekurangjelasan
penyampaian gugatan yang dilayangkan oleh penggugat serta
bantahan yang dikeluarkan oleh tergugat. Kemudian hakim
memberikan keputusan yang adil dan bijaksana sesuai
dengan yang diajukan oleh penggugat melalui musyawarah
para hakim. Namun apabila tergugat berani bersumpah
dengan menyangkal gugatan yang diajukan, maka hakim
harus memutuskan membenarkan tergugat.
7. Hikmah Peradilan
Beberapa hikmah dengan adanya peradilan bagi kehidupan
umat sebagai berikut.
a. Menyelesaikan persengketaan yang sangat dibutuhkan
oleh

segenap

manusia

karena

hakikatnya

manusia

memerlukan kebenaran dan keadilan


b. Terealisasinya keadilan bagi umat manusia perlu adanya
wadah dan memaksa keberadaannya. Wadah yang tepat
adalah lembaga peradilan.

c. Tatanan hidup manusia yang tidak memerlukan lembaga


peradilan pasti akan roboh dan hancur.
d. Lembaga peradilan adalah tempat memutar roda keadilan,
pemancar
manusia

sinar
serta

keamanan
menjadi

dan

ketenteraman

keseimbangan

hidup

hidup
dalam

masyarakat.
e. Untuk mengendalikan peradilan, Allah Swt. mengutus para
rasul untuk menuntaskan persengketaan yang ada dalam
masyarakat sehingga tugas rasul sebagai hakim, musyari',
mubalig, dan mufti.
B. Hakim dan Saksi dalam Peradilan Islam
1. Hakim
a. Pengertian Hakim
Kata hakim berasal dari bahasa Arab yang merupakan
isim fa'il dari hakama. Hakim adalah orang yang diangkat
oleh penguasa guna mengadili perkara di antara manusia
menurut ketentuan undang-undang yang berlaku, yang
bersumber dari hukum Islam. Karena seorang penguasa
tidak akan mampu untuk memberikan keadilan atas kasuskasus yang terjadi di antara rakyatnya.
Seorang hakim dituntut untuk memiliki kemampuan
menyelesaikan permasalahan. Yang terjadi di masyarakat
dengan yang seadil-adilnya serta bijaksana. Seorang hakim
tidak

boleh

semena-mena

dalam

memutuskan

suatu

perkara serta tidak boleh berpihak kepada salah satu kubu


untuk dimenangkan. Allah Swt. berfirman.





Artinya:"Sesungguhnya
Allah
menyuruh
kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-

baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha


mendengar lagi Maha Melihat." (Q.S. an-Nisa' [4]: 58)
Rasulullah saw. membagi hakim menjadi 3 macam,
sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis berikut.
"Dari Buraidah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Hakim
itu ada tiga, dua orang di neraka dan seorang lagi di surga.
Seorang yang tahu kebenaran dan ia memutuskan
dengannya, maka ia di surga; seorang yang tahu
kebenaran, namun ia tidak memutuskan dengannya, maka
la di neraka; dan seorang yang tidak tahu kebenaran dan ia
memutuskan untuk masyarakat dengan ketidaktahuan,
maka ia di neraka." (Riwayat Imam Empat, hadis shahih
menurut Hakim)
b. Syarat-Syarat Hakim
Pekerjaan hakim tidaklah mudah seperti yang ada di
benak kita. Menjadi hakim harus memenuhi beberapa
kriteria persyaratan sebagai berikut,
1) Laki-laki dewasa yang merdeka. Anak kecil dan wanita
tidak diperbolehkan untuk menjadi hakim,akan tetapi
menurut Imam Hanafi seorang wanita diperbolehkan
untuk menjadi hakim, kecuali dalam hal peradilan
pidana dan qishas.
2) Berakal. Seorang hakim harus mempunyai kecerdasan
dan

kebijaksanaan

yang

akan

dengan

mudah

memutuskan suatu perkara.


3) Beragama Islam. Peradilan Islam akan menjadi sah
apabila dipimpin oleh hakim yang Islam, apabila tidak
maka hukum peradilan tersebut tidaklah sah.
4) Adil. Tujuan utama seorang hakim adalah memberikan
keadilan agar terciptanya kerukunan, kedamaian, dan
ketenteraman dalam kehidupan bermasyarakat.
5) Menguasai isi pokok hukum dan cabangnya. Karena
sudah menjadi kondisi

sebagai hakim dituntut untuk

berkata jujur, berlaku baik, tahu terdakwa tersebut


berhak dihukum atau tidak.




Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." (Q.S. al-lsra'
17]: 36)
6) Sehat jasmani dan rohani. Karena seorang hakim
memang harus memiliki kondisi yang sehat wal afiat
dalam memimpin dan menyampaikan suatu pengadilan
dengan cara yang baik.
c. Adab atau Etika Hakim
Etika yang harus dimiliki oleh seorang hakim sebagai
berikut,
1) Melaksanakan tata tertib pengadilan.
2) Berbuat adil atau memperlakukan

sama

terhadap

orang-orang yang beperkara.


3) Keadaan-keadaan yang membuat hakim tidak boleh
memutuskan suatu perkara sebagai berikut.
a) sedang marah,
b) sedang sakit,
c) sedang sangat lapar dan haus,
d) sedang sangat susah atau sangat gembira,
e) sedang menahan buang air yang sangat, dan
f) sedang mengantuk.
4) Hakim tidak boleh menerima hadiah dalam bentuk apa
pun dari orang- orang yang sedang beperkara karena
secara psikologis akan memengaruhi objektivitasnya.
Rasulullah saw. bersabda:


()
Artinya: "Allah melaknat orang yang: menyuap dan
yang disuap dalam . (keputusan) hakim." (H.R. Ahmad
dan Turmudzi)
d. Status Hukum Hakim Wanita
Dalam kebudayaan timur, seorang laki-laki lebih tinggi
derajatnya dibandingkan dengan perempuan hampir dalam
semua bidang. Sesuai dengan kultur budaya yang ada,

laki-lakilah

yang

selalu

menjadi

pemimpin.

Hal

ini

disesuaikan dengan ajaran Islam bahwa laki-laki lebih kuat


daripada

wanita.

Secara

pembawaan

wanita

lebih

mengutamakan emosi daripada akal rasionalnya sehingga


tidak dapat memberikan keadilan di masyarakat Meskipun
emosi tersebut apabila diolah dan dimatangkan dapat
menjadi lebih baik lagi.
Mazhab
Maliki,

Syafi'i.

dan

Hambali

tidak

membolehkan mengangkat hakim wanita. Dasarnya adalah


hadis Nabi SAW sebagai berikut :
"Suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada
perempuan tidak akan beruntung." (H.R. Bukhari)
Sedangkan Imam Hanafi membolehkan mengangkat
hakim wanita untuk menyelesaikan segala urusan kecuali
masalah had dan qishas. Bahkan Ibnu Jarir ath-Thabari
membolehkan mengangkat hakim wanita untuk segala
urusan seperti halnya hakim pria, dengan alasan tidak ada
larangan bagi wanita untuk memberi fatwa dalam hal apa
saja.
2. Saksi
a. Pengertian Saksi
Dalam setiap bentuk peradilan terdapat saut unsur
yang selalu ada dan keberadaannya adalah penting yaitu
saksi. Saksi diperlukan guna memberikan keterangan yang
berkaitan dengan suatu perkara agar tegaknya keadilan.
Oleh

karena

memberikan

itu

seorang

kesaksiannya,

saksi

harus

karena

hal

jujur

dalam

ini

sangat

berhubungan dengan keputusan seorang hakim dalam


memberikan keadilan.
b. Syarat Menjadi Saksi
Seorang yang akan dijadikan saksi harus memiliki kriteria
sebagai berikut.
1) Beragama Islam.
2) Balig dan dewasa.
3) Berakal sehat dan mampu berpikir.

4) Merdeka (bukan budak).


5) Adil serta bijaksana.
Ciri orang yang memiliki sifat dan kriteria yang adil sebagai
berikut.
1) Jujur
2) Berakhlak mulia.
3) Menjauhi dosa-dosa besar.
4) Membiasakan diri untuk tidak melakukan dosa kecil.
5) Menghindari dari perbuatan bid'ah.
6) Dapat mengontrol emosi.
c. Kesaksian Orang Buta
Tidak wajar memang apabila kesaksian diambilkan
dari seseorang yang buta, yang tidak dapat melihat suatu
kronologis kejadian dengan jelas. Akan tetapi, di dalam
Islam kesaksian orang yang buta dapat diterima, selama
kesaksian tersebut melalui pendengaran baik mengenai
nasab, kematian, atau hak kepemilikan. Akan tetapi,
kesaksian orang buta tersebut menjadi pilihan terakhir
apabila tidak ada saksi selain dia.
Hal ini banyak menjadi perdebatan di kalangan ulama,
ada yang mengatakan kesaksian tersebut tidak dapat
diterima. Sementara menurut Qadli Abu Thayib, kesaksian
orang buta dapat diterima apabila ia mendengar dari
berbagai sumber.

10

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penggugat

merupakan

seseorang

atau

pihak

yang

mengajukan gugatan suatu permasalahan atau perkara kepada


pengadilan karena merasa dirugikan. Gugatan dapat diartikan
dengan perkara atau pokok permasalahan yang diajukan oleh
penggugat untuk dibawa ke jalur hukum.
Tergugat adalah orang yang terkena gugatan yang diajukan
terkait dengan masalah yang dialami oleh penggugat. Tergugat
diperbolehkan

untuk

melakukan

pembelaan

dengan

menunjukkan bukti-bukti terkait serta bahan penolakan yang


meyakinkan serta berani melakukan sumpah. Jika tergugat tidak
berani melakukan sumpah, maka sumpah dilempar kepada
penggugat.
Barang bukti dalam bahasa Arab disebut dengan bayyinah.
Artinya adalah suatu barang yang ditunjukkan oleh penggugat
kepada pengadilan yang berguna untuk memperkuat serta
melancarkan gugatannya Barang bukti dapat berupa surat-surat
resmi, dokumen atau barang lain yang dapat memperjelas pokok
permasalahan.
Hakim adalah orang yang diangkat oleh penguasa guna
mengadili perkara di antara manusia menurut ketentuan undangundang yang berlaku, yang bersumber dari hukum Islam.

11

DAFTAR PUSTAKA
Buku Pendamping Fitrah. Fikih untuk MA dan yang sederajat
Kelas XI.

12

Anda mungkin juga menyukai