Anda di halaman 1dari 4

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kita bersyukur kepada Allah atas limpahan karunia dan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Lalu
bagaimana kita bersyukur kepada Allah? Banyak orang berkata, “kita bersyukur” Lalu bagaimana tata
cara merealisasikan syukur itu sendiri?

Tentunya merealisasikan syukur adalah sesuatu yang mudah, InsyaAllah. Akan tetapi kita butuh
kepada sesuatu yang bisa memberikan pemahaman tentang hakikat daripada syukur itu sendiri.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersyukur. Allah Subhanahu wa Ta’ala
memuji Nabi Nuh sebagai:

‫َع ْب ًدا َش ُكورً ا‬


“Hamba yang banyak bersyukur” (QS. Al-Isra[17]: 3)

Sungguh ini menunjukkan bahwasanya kategori hamba yang bersyukur adalah merupakan perkara
yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu bagaimanakah cara kita bersyukur?

Sebelumnya kita Pahami dulu apa itu Syukur?

Bersyukur Kepada Allah mempunyai makna yaitu berterima kasih dan menerima dengan sepenuh
hati akan anugerah atau nikmat yang telah Allah berikan kepada kita.

Syukur yang sebagaimana telah dijabarkan oleh Ibnu Qayyim :

Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa
pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa
persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan
kepada Allah.

Namun yang jadi permasalahannya adalah mengapa kita tidak bisa bersyukur akan semua nikmat
yang telah Allah berikan? dan mengapa kita selalu berfikir bahwa nikmat itu berupa materil/uang,
pemikiran seperti ini sebenarnya sangatlah salah dan fatal, karena apabila kita berfikir seperti ini
berati kita termasuk orang yang kufur akan nikmat Allah, sebagaimana Allah berfirman dalam (QS.
Ibrahim ayat 7) yang berbunyi:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu
mengingkari nikmatku maka sesungguhnya azabku sangat pedih.” (QS. Ibrahim ayat 7)

Kita sebagai manusia ciptaan Allah SWT harus selalu senantiasa mensyukuri nikmat yang telah
diberikan oleh Allah SWT baik itu berupa nikmat yang kecil maupun nikmat yang besar. Tanpa kita
sadari setiap harinya kita selalu menerima nikmat dari Allah SWT seperti nikmat berupa nikmat
islam, nikmat kesehatan, dan nikmat kita telah diberikan anggota tubuh yang lengkap dan sempurna
seperti yang dijelaskan dalam (QS An Nahl :78) yang artinya Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Adapun cara agar kita senantisasa bersyukur kepada Allah SWT adalah sepeti yang dijelaskan dalam
suatu hadits berikut 

"Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau
pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan
membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketahuilah, sesungguhnya seseorang disebut bersyukur apabila ia telah memenuhi tiga syarat:

Pertama, mengakui nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hatinya bahwasanya itu adalah
nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda Allah Ta’ala berfirman:

‫ مُطِ رْ َنا‬: ‫ َوأَمَّا َمنْ َقا َل‬، ‫ب‬ ِ ‫ مُطِ رْ َنا ِب َفضْ ِل هَّللا ِ َو َرحْ َم ِت ِه َف َذل َِك م ُْؤ ِمنٌ ِبي َكافِ ٌر ِب ْال َك ْو َك‬: ‫ َفأَمَّا َمنْ َقا َل‬، ‫أَصْ َب َح مِنْ عِ َبادِي م ُْؤ ِمنٌ ِبي َو َكافِ ٌر‬
ِ ‫ك َكا ِف ٌر ِبي م ُْؤ ِمنٌ ِب ْال َك ْو َك‬
‫ب‬ َ ‫ِب َن ْو ِء َك َذا َو َك َذا َف َذ ِل‬

“Masuk diwaktu pagi ini di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir
kepadaKu. Adapun orang yang mengatakan, ‘kami dihujani dengan karunia Allah dan rahmatNya, dia
adalah orang yang beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang-bintang. Adapun orang yang berkata,
‘kami dihujani dengan bintang ini dan itu’ Maka ia adalah orang yang kafir kepadaKu dan ia beriman
kepada bintang-bintang.”

Saudaraku, lihat, hamba ini menisbatkan nikmat itu kepada selain Allah. Berarti orang yang
menisbatkan nikmat kepada Allah dan mengakui dengan hatinya bahwasannya nikmat itu milik Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka berarti ia telah bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka dari itu, saudaraku..

Ini adalah merupakan syarat yang pertama dikatakan seorang hamba bersyukur kepada Allah.
Yaitu pengakuan dengan hati bahwasannya nikmat itu semuanya berasal dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Ia adalah hamba yang bersyukur.

Kemudian yang kedua, saudaraku, hamba yang bersyukur adalah yaitu yang mengucapkan dengan
lisannya. Dia memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia memuji Allah dan berucap Alhamdulillah.
Maka ia telah bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena saudaraku, Allah sangat suka
dan sangat cinta untuk dipuji. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ِ ‫ْس أَ َح ٌد أَ َحبَّ إِ َل ْي ِه ْال َم ْد ُح ِمنْ هَّللا‬


َ ‫َلي‬
“Tidak ada siapapun yang paling suka untuk dipuji melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR.
Muslim)

Allah cinta kepada hamba-hambaNya yang suka memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu,
saudaraku, orang yang senantiasa memuji adalah hamba-hamba yang dicintai oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala.

Adapun yang (ketiga), saudaraku, maka sesungguhnya orang  yang bersyukur kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah yang menggunakan kenikmatan ini dalam rangka beribadah kepada
Allah, menggunakan kenikmatan itu untuk beramal shalih, menggunakan kenikmatan yang Allah
berikan kepada dia berupa nikmat sehat dan nikmat berbagai macam nikmat berupa harta,
kemudian ia gunakan untuk dijalan Allah, ia infakkan hartanya dijalan Allah, ia jadikan
kesehatannya untuk beribadah kepada Allah. Berapa banyak orang yang tertipu oleh kesehatan
dan waktu luang?

Berapa banyak orang yang tidak menggunakan kesehatan dan waktu luangnya? Pada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫اس الصِّحَّ ُة َو ْال َف َرا ُغ‬


ِ ‫ِيه َما َكثِي ٌر ِمنْ ال َّن‬
ِ ‫ان َم ْغبُونٌ ف‬
ِ ‫ِنعْ َم َت‬
“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu
luang.” (HR. Ibnu Majah)

Ketika kenikmatan sehat itu, saudaraku, digunakan sebaik-baiknya, ia berusaha untuk mentaati Allah
ketika ia sehatnya, maka ia telah bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ada beberapa catataan yang harus kita Pahami Bersama:

Kenikmatan dapat Menjadi Malapetaka

Maka dari itu ya akhi, janganlah sampai kenikmatan yang Allah berikan kepada kita berubah menjadi
malapetaka. Bagaimana bisa? Kenikmatan itu berubah menjadi malapetaka, kapan? Ketika
kenikmatan itu menipu diri kita. Kita menganggap seakan-akan kenikmatan itu tanda Allah sayang
kepada kita. Sehingga ketika Allah berikan kenikmatan seakan-akan itu adalah merupakan tanda
kasih sayang Allah kepada kita. Padahal belum tentu, saudaraku. Dengarkan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

‫إِ َذا َرأَيْتَ هللاَ َت َعالَى يُعْ طِ ي ْال َعبْدَ م َِن ال ُّد ْن َيا َما ُيحِبُّ َوه َُو ُمقِي ٌم َعلَى مَعَاصِ ْي ِه َفإِ َّن َما َذل َِك مِن ُه اسْ ت ِْد َرا ٌج‬

“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia
terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (diulur
oleh Allah) dari Allah.”(HR. Ahmad)

Subhanallah, saudaraku, lihatlah! Orang ini diberikan kenikmatan oleh Allah akibat maksiatnya.
Ternyata itu tanda bahwa ia di istidraj (diulur oleh Allah supaya bertambah kesesatannya). Ini
sesuatu yang sangat menakutkan sebagai seorang Mukmin. Ternyata nikmat itu berubah menjadi
malapetaka. Nikmat itu akibat daripada ia tidak mensyukurinya. Ia gunakan nikmat itu untuk berbuat
maksiat kepada Allah.

Maka, saudaraku, ketika seorang hamba diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kenikmatan,
kemudian ia mengintropeksi dirinya, ia memeriksa dirinya, apakah kenikmatan ini akibat ketaatan
dia? Ketika kenikmatan menghampiri kita dan kita ingat Alhamdulillah selama ini kita berbuat
ketaatan, maka pujilah Allah. Itu adalah sebagai sebuah keberkahan yang Allah berikan kepada
hamba.

Kenikmatan yang diberikan janganlah dijadikan Parameter Kasih Sayang Allah kepada Kita

Saudaraku, janganlah engkau jadikan kenikmatan itu parameter seseorang diberikan oleh Allah
kebaikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
١٥﴿ ‫نسانُ إِ َذا َما ا ْب َتاَل هُ َر ُّب ُه َفأ َ ْك َر َم ُه َو َن َّع َم ُه َف َيقُو ُل َربِّي أَ ْك َر َم ِن‬
َ ِ ‫﴾ َفأَمَّا اإْل‬
“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan,
maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”.” (QS. Al-Fajr[89]: 15)

Allah memberikan kenikmatan kepada dia, ia berkata, “Rabbku memuliakanku.” Seakan-akan


kemuliaan itu ia ambil sebagai parameter bahwasannya seseorang itu diberikan nikmat oleh Allah
berarti ia mulia. Kalau begitu, orang-orang kafir yang kaya raya itu pun termasuk orang-orang yang
dimuliakan oleh Allah? Ini tidak mungkin, saudaraku.

Parameter seorang Mukmin tiada lain adalah keimanan dan ketakwaan. Maka dari itu ya akhi,
nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita berupa nikmat kesehatan, nikmat waktu luang, nikmat
harta benda, nikmat diberikan kemudahan kita untuk memakan makanan-makanan yang lezat,
gunakanlah itu semuanya untuk mentaati Allah. Sehingga kenikmatan itu tidak berubah menjadi
malapetaka untuk hidup kita.

Selain itu Syukur juga memiliki berbagai macam manfaat yaitu :

1. Kita dapat dijauhkan dari azab Allah SWT

2. Dengan bersyukur Allah SWT dapat memberikan ridhanya kepada kita

3. Dengan bersyukur kita dapat mendapatkan pahala dari Allah SWT

Kesimpulan dari kultum ini adalah syukur merupakan suatu bentuk ibadah dan sekaligus bentuk
ketaatan kita atas perintah Allah SWT

Anda mungkin juga menyukai