Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL

MAKALAH PERADILAN
HAKIM DAN SAKSI

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5

1. Nida Hakima
2. Rini mustika Wati

GURU PEMBIMBING
AMRILLAH, S.Sos.i

YAYASAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BABUSSALAM

KECAMATAN PAYARAMAN KABUPATEN OGAN ILIR

TAHUN PELAJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Saya berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Saya yakin masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Paya Besar, 7 OKTOBER 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...............................................................................................................1

B.Tujuan Penulisan ............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. HAKIM ..........................................................................................................................2

B. SAKSI ............................................................................................................................3

C. PENGGUGAT DAN BUKTI ........................................................................................4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................................................6

B.Daftar Pustaka .................................................................................................................6

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradilan Agama telah hadir dalam kehidupan hukum di Indonesia sejak
masuknya agama Islam. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat muslim akan
penegakan keadilan, pemerintah mewujudkan dan menegaskan kedudukan
Peradilan Agama sebagai salah satu badan kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Dalam Al-Qur’an, Hadits Rasul dan ijtihad para ahli hukum Islam, terdapat
aturan-aturan hukum materiil sebagai pedoman hidup dan aturan dalam hubungan
antar manusia (muamalah) serta hukum formal sebagai pedoman beracara di
Peradilan Agama.
Dalam pembuatan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangannya,
semua keputusan terletak ditangan Peradilan Islam sehingga bukan Jabatan yang
main-main karena orang yang menentukan suatu keputusan.
Siswa dapat memenuhi, memahami dan menghayati ajaran Islam tentang
pemerintahan dan memperdomaninya dengan benar serta menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu makalah ini membahas sedikit masalah
Peradilan Islam.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui
Hakim, saksi dalam peradilan Islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

Peradilan berasal dari kata adilyang mendapat imbuhan per- dan –an.
Adil artinya “menempatkan sesuatu pada tempatnya.” Jadi, peradilan yang
mendapat imbuhan per-an mengandung arti atau menunjukkan tempat, maka
peradilan berarti “tempat atau lembaga yang menempatkan sesuatu pada
tempatnya.” Alam hal ini peradilan lebih dikhususkan bergerak dalam masalah
perkara-perkara hukum. Karenanya peradilan berarti lembaga yang menempatkan
perkara-perkara hukum sesuai dengan tempatnya. Yang benar diputuskan benar,
dan yang salah diputuskan salah.
Untuk kata peradilan, didalam bahasa Arab digunakan kata qadha’,
jamaknya aqdhiya’ yang berarti,”memutuskan perkara/perselisihan antara dua
orang atau lebih berdasarkan hukum Allah.” Qadha dapat pula diartikan, “Sesuat
hukum antara manusia dengan kebenaran dan hukum dengan apa yang telah
diturunkan oleh Allah.” Para ahli fikih memberikan definisi qadha sebagai
keputusan produk pemerintah, atau menetapkan hukum syari’ dengan jalan
penetapan.

A. HAKIM
1. Pengertian Hakim
Hakim adalah isim fa’il dari kata “hakama”, yang artinyaorang yang
menetapkan hukum atau memutuskan hukum atau suatu perkara. Sedang menurut
istilah, hakim adalah orang yang diangkat penguasa untuk menyelesaikan
dakwaan-dakwaan dan persengketaan-persengkatan.
Selain kata hakim, digunakan pula istilah qadhi, yang berarti orang yang
memutuskan, mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara.
2. Syarat-syarat Menjadi Hakim
a. Muslim
Muslim merupakan syarat diperbolehkannya persaksian seorang muslim, dan
keahlian mengadili itu ada kaitannya dengan keahlian
menjadi saksi.
b. Baligh
Baligh berarti dewasa , baik dewasa jasmani dan rohaninya maupun dewasa dalam
berpikir.
c. Berakal
Berakal disini bukan sekedar “mukallaf”, tetapi benar-benar sehat pikirannya,
cerdas dan dapat memecahkan masalah.
d. Adil
Adil disini berarti benar dalam berhujjah, dapat menjaga amanah, bersikap jujur
baik dalam keadaan marah atau suka, mampu menjaga diri dari hawa nafsu dan
perbuatan haram serta dapat mengendalikan amarah.
e. Mengetahui / undang-undang
f. Sehat jasmani dan rohani
g. Dapat membaca dan menulis.

2
3. Tata Cara Peradilan Menjatuhkan Hukuman
a. Didasarkan kepada hasil pemeriksaan perkara didalam sidang peradilan.
Kemudian para hakim mengambil kesimpulan dari pemeriksaan tersebut, lalu
menjatuhkan hukuman.
b. Dari kondisi para hakim, bahwa mereka telah melakukan pemeriksaan sesuai
dengan prosedur dan adab/kesopanan para hakim.
4. Adab Kesopanan / Etika Hakim
a. Hendaklah ia berkantor ditengah-tengah negeri, ditempat yang diketahui
orang dan dapat dijangkau oleh lapisan masyarakat.
b. Hendaklah ia menganggap sama terhadap orang-orang yang berperkara.
c. Jangan memeutuskan hukum dalam keadaan :
1.) Sedang marah
2.) Sedang sangat lapar dan haus
3.) Sedang sangat susah atau sangat gembira
4.) Sedang sakit
5.) Sedang menahan buang air yang sangat
6.) Mengantuk
Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya :
“ Janganlah hakim menghukum antara dua orang sewaktu ia marah.”(HR.
Jamaah)
d. Tidak boleh menerima pemberian dari orang-orang yang sedang berperkara,
yang ada kaitannya dengan perkara yang sedang ditangani.
e. Hakim tidak boleh menunjukkan cara mendakwa dan cara membela.
f. Surat-surat kepada hakim yang lain diluar wilayahnya, apabila surat itu berisi
hukum hendaklah dipersaksikan kepada dua orang saksi sehingga keduanya
mengetahui isi surat tersebut.
5. Kedudukan Hakim Wanita
Rasulullah SAW telah memberi petunjuk . meskipun Rasulullah tidak
melarangnya, namun ia telah mengisyarakatkan, sebaiknya tidak mengangkat
wanita menjadi hakim.
Kebanyakan jumhur ulama’ tidak membolehkan wanita menjadi hakim. Pendapat
ini dikemukakan oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, Hambali dan lain-lain.
Sedangkan menurut Abu Hanifah dan para pengikutnya membolehkan wanita
menjadi qadhi dalam segala urusan, kecuali “had dan qishas”.

B. SAKSI
1. Pengertian Saksi
Saksi atau al-shahadah yaitu orang yang mengetahui atau melihat. Yaiutu
orang yang dimintakan hadir dalam suatu persidangan untuk memberikan
keterangan yang membenarkan atau menguatkan bahwa peristiwa itu terjadi.
2. Syarat-syarat Saksi Yang Adil
Adil adalah syarat mutlak bagi seorang saksi. Allah SWT berfirman :
‫َاْش ِه ُد اَذ ى ْد ٍل ِم ْنُك َاِق ااَّش ا َةِلَّلِه‬
‫ْم َو ْيُم َه َد‬ ‫َو ْو َو َع‬
Artinya: “ dan persaksikanlah dua orang saksi yang adil diantara kamu.”
(QS. Al-Thalaq [65]:2)

3
Orang adil tersebut hendaknya mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
a. Muslim
Orang bukan Muslim tidak diterima kesaksiannya untuk orang Islam. Tetapi,
Imam Abu Hanifah membolehkan orang kafir menjadi saksi bagi orang Islam.
b. Merdeka
Hamba sahaya tidak diterima menjadi saksi. Karena saksi itu diserahi kekuasaan,
sedangkan hamba sahaya tidak dapat diserahi kekuasaan.
c. Dapat berbicara
d. Bukan usuh terdakwa
e. Dhabit
Dalam arti kuat hafalan dari apa yang dilihat maupun didengar, serta dapat
memelihara yang dilihat atau didengarnya itu.
f. Bukan orang fasik, penghianat/pezina.
3. Kesaksian Tetangga dan Orang Buta
Kesaksian seorang tetangga diperbolehkan dan dianggap sah selama
memenuhi syarat-syarat seorang saksi. Yang tidak boleh adalah suami
memberikan saksi atas istri atau sebaliknya, anak atas orang tuadan sebaliknya
serta pembantu atas tuannya.
Demikian halnya orang buta, menurut Imam Mailik dan Imam Ahmad
boleh menjadi saksi asal dia dapat mendengar suara. Jadi kesimpulannya, selama
masih ada saksi yang lain (yang tidak buta), sebaiknya saksi orang buta tidak
diajukan dulu, kecuali kalau memang keadaan sangat membutuhkan
kesaksiannya.
4. Sanksi Terhadap Saksi Palsu
Saksi palsu itu dianggap sebagai dosa besar, karena dampak negatifnya
yang sangat luas. Dapat merugikan pihak-pihak tertentu, yang salah bisa bebas
dari hukuman dan yang benar bisa dihukum, akan tersebar fitnah di masyarakat
dan lain-lain. Sehingga persaksian palsu ini dosanya disamakan dengan dosa
syirik dan durhaka pada orang tua.

C. PENGGUGAT DAN BUKTI


1. Pengertian Penggugat
Penggugat adalah orang yang mengajukan tuntutan melalui pengadilan
karena ada haknya yang diambil orang lain atau karena adanya permasalahan
dengan pihak lain, yang dianggap merugikan dirinya.

2. Syarat-syarat Gugatan
a. Gugatan disampaikan secara tertulis yang ditujukan ke pengadilan dan
ditanda tangani oleh pengugat.
b. Gugatan harus diuraikan dengan jelas dan rinci(tafshil).
c. Tuntutan harus sesuai dengan kejadian perkara.
d. Memenuhi persyaratan khusus yang dibuat oleh pengadilan.
e. Pihak penggugat tertentu orangnya.
f. Penggugat dan tergugat sama-sama mukallaf, baligh dan berakal.
g. Penggugat dan tergugat tidak dalam keadaan berperang agama.
3. Macam-macam Bukti

4
a. Saksi
Saksi ini bisa dari pihak pendakwa maupun pihak terdakwa.
b. Barang bukti
Bukti berupa barang sering lebih meyakinkan dalam gugatan di pengadilan.
c. Pengakuan terdakwa
Pengakuan terdakwa merupakan pernyataan yang tegas tentang perbuatan yang
dilakukan oleh diri sendiri. Pengakuan ini adalah hujjah yang terbatas. Artinya,
hanya berlaku bagi orang yang memberi pengakuan saja dan tidak dapat mengenai
diri orang lain.
d. Sumpah
Sumpah ada dua macam:
1.) Sumpah untuk berjanji melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
2.) Sumpah untuk memberikan keterangan guna untuk menguatkan bahwa sesuatu
itu benar-benar demikian atau tidak.
e. Pengetahuan atau Keyakinan Hakim
4. Cara memeriksa Terdakwa dan Terdakwa yang Tidak Hadir di
Persidangan
Adapun cara memeriksa terdakwa, mula-mula hakim berusaha terlebih
dahulu untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara. Kalau tidak dapat
didamaikan, barulah perkara itu diperiksa menurut ketentuan yang berlaku.
Dalam pemeriksaan harus dihadirkan pihak-pihak yang berperkara. Untuk
pendakwa dianggap tidak ada masalah hadir di persidangan, karena ia yang
menuntut agar perkaranya dimeja hijaukan. Sedangkan terdakwa, juga harus
hadir. Jika tidak, pengadilan tetap memanggilnya sampai batas tiga kali. Bila tidak
kunjung hadir, maka hakim boleh memutuskan perkara atas orang ghaib ini.
Putusan ini (dalam bahasa peradilan) disebut dengan putusan verstek(tidak hadir)
yakni putusan pengadilan tanpa kehadiran pihak terdakwa/tertuduh. Imam Syafi’i
dan Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan hakim memutuskan perkara dengan
cara verstek ini.
Sementara Imam Abu Hanifah, Ibn Abi Laila, Syuraih, dan Umar bin
Abdul Aziz tidak membolehkan putusan verstek ini. Alasan yang
dikemukakannya adalah mungin saja ketidakhadiran terdakwa karena ada
“hujjah” yang menyebabkan tidak bisa hadir dipersidangan. Akan tetapi jika ada
wakilnya, persidangan bisa dilanjutkan/dilangsungkan.

5
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Pengertian peradilan adalah suatu lembaga pemerintah/negara yang
bertugas untuk menyelesaikan/menetapkan keputusan atas setiap perkara dengan
adil berdasarkan hukum yang berlaku.
Fungsi peradilan adalah untuk menciptakan ketertiban dan ketentraman
masyarakat yang dibina melalui tegaknya hukum. Hakim adalah orang yang
diangkat oleh pemerintah untuk menyelesaikan persengketaan dan menetapkan
hukum suatu perkara dengan adil berdasarkan hukum yang berlaku. Fungsi hakim
adalah untuk mendamaikan 2 pihak yang bersengketa dan menetapkan saksi/setiap
perlaku dan melawan hukum.

B. DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch. 1987. Fiqih Islam terjemahan dan matan taqrib di bimbah dalil-
dalil Al-Quran. Jakarta.
Basiq Djalil,2012,Peradilan Islam, Jakarta:Amza.
Bisri, cik Hasan. 1996. Peradilan agama, PT Raja Grapindo Persada, Jakarta.
Rahim, Husni. 1997. Fiqih Madrasah Aliyah . Direktora Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, Jakarta.
Rifa’I Moch. 1994. Fiqih Islam. CV Wicaksana, Semarang.
Rasjid, Sulaiman. 1987. Fiqih Islam. Sinar Bar, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai