Anda di halaman 1dari 20

A.

PERADILAN
ISLAM
FIQIH
BAB IV
1. Pengertian Peradilan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI),peradilan
adalah segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Dalam
buku Kamus Hukum dijelaskan bahwa kata peradilan berasal
dari akar kata "adil-keadilan" (just-justice) yang berarti "tidak
berat sebelah" atau tidak memihak atau dapat juga memihak
kepada yang benar, berpegang pada kebenaran, Sepatutnya,
tidak sewenang-wenang. Peradilan dalam pembahasan fiqih
diistilahkan dengan QADHA artinya memutuskan,
menyempurnakan, menetapkan hukum atau membuat suatu
ketetapan. Peradila secara terminologis dapat di artikan
sebagai daya upaya mencari keadilan atau menyelesaikan
perselisihan hukum yang dilakukan menurut peraturan-
peraturan dan lembaga-lembaga tertentu dalam pengadilan.
2. Dasar Hukum Peradilan 3. Fungsi Peradilan
Islam Islam
1. Menciptakan ketertiban dan
a. Al-Maidah ayat 42 ketentraman masyarakat
b. Hadis Nabi 2. Mewujudkan keadilan yang
c. Ijamak menyeluruh bagi seluruh lapisan
masyarakat
3. Unsur-unsur Peradilan 3. Melindungi jiwa,harta, dan
kehormatan masyarakat
4. Mengaplikasikan nilai-nilai
a. Hakim (qadi)
b. Hukum (qadla')
amar makruf nahi mungkar,
c. Al-Mahkum bih (hak) dengan menyampaikan hak
d. Al-Mahkum'alaih kepada siapapun yang berhak
e. Al-Mahkum lahu menerimanya dan menghalangi
orang-orang zalim dari tindak aniaya
yang akan mereka lakukan
Berdasarkan fungsinya, peradilan dapat
dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut 5. Hikmah Peradilan
a. Terwujudnya masyarakat yang bersih,
a. Al-Faragh (memutus) karena setiap
orang terlindungi haknya dengan peraturan
Yaitu peradilan yang berfungsi untuk menciptakan perundang-undangan yang berlaku
kemaslahatan umat degan tetap tegaknya hukum Islam b. Terciptanya aparatur pemerintahan yang
bersih dan berwibawa, karena masyarakat
b. Al-Ada' (menunaikan atau menyelesaikan) telah menjelma menjadi masyarakat bersih.
c. Terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat.
Yaitu peradilan yang berfungsi menunaikan atau
menyelesaikan atau menyelesaikan menggabungkan
Artinya
antara perintah untuk dunia dan perintah ibadah untuk setiap hak orang dihargai dan dilindungi.
urusan akhirat, dengan maksud mengutamakan d. Terciptanya ketentraman, kedamaian, dan
kepentingan dunia tanpa mengesampingkan akhirat. keamanan
dalam masyarakat.
c. Al-Hukmu (menghukumi, mencegah,atau menghalangi) e. Mewujudkan suasana yang mendorong
untuk
Peradilan adalah sebuah lembaga hukum yang meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT
mempunyai kewenangan untuk menghukumi, mencegah, bagi
atau menghalangi. Dalam menjalankan kewenangan in,
keputusan peradilan bersifat mengikat dan memaksa
semua pihak.
B. Hakim
1. Pengertian Hakim

Hakim adalah orang yang diangkat


pemerintah untuk menyelesaikan
persengketaan dan memutuskan hukum
suatu perkara dengan adil. Dengan kata lain,
hakim adalah orang yang bertugas untuk
mengadili. Ia mempunyai kedudukan yang
terhormat selama ia berlaku adil.
2. Syarat Hakim 8. Memahami ijmak ulama serta perbedaan-
1. Islam. Karena permasalahan yang perbedaan tradisi umat
terkait dengan hukum islam tidak bisa 9. Memahami bahasa arab dengan baik, karena
berbagai perangkat yang dibutuhkan untuk
dipasarkan kepada hakim non muslim memutuskan hukum mayoritas berbahasa
2. Aqil balig sehingga bisa membedakan Arab
antara yang hak dan yang batil 10. Mampu berijtihad dan menguasai metode
3. Sehat jasmani dan rohani ijtihad, karena tak diperbolehkan baginya taqlid
4. Merdeka (bukan hamba sahaya). 11. Mampu mendengarkan dengan baik,karena
orang yang tuli tidak bisa mendengar
Karena hamba sahaya tidak mempunyai perkataan atau pengaduan dua belah pihak
kekuasaan pada dirinya sendiri apalagi yang bersengketa
terhadap orang lain 12. Mampu melihat dengan baik. Karena orang
5. Bertindak adil sesuai dengan prinsip- buta tidak bisa mendeteksi orang yang
prinsip keadilan dan kebenaran dalam mendakwa atau terdakwa
13. Mengenal baca tulis yang baik dan benar
memutuskan perkara
14. Memiliki ingatan yang kuat dan mampu
6. Laki laki berbicara dengan jelas, karena orang yang bisu
7. Memahami hukum dalam Al-Qur'an tidak mungkin menerangkan keputusan, dan
dan hadits seandainya ia menggunakan isyarat,tidak
semua orang bisa memahaminya
3. Macam macam Hakim dan konsekuensinya

Profesi hakim merupakan profesi yang sangat mulia. Kemuliaannya karena


tanggung jawabnya yang begitu berat untuk senantiasa berlaku adil dalam
memutuskan segala macam permasalahan. Karena itu seorang hakim tidak
boleh memiliki tendensi kepada salah satu pendakwa atau terdakwa. Dan jika
ia melakukan tindak kezaliman kala menetapkan perkara maka ancaman
hukuman neraka telah menantinya. Jadi, kompensasi yang akan didapatkan
oleh seorang hakim yang adil adalah surga Allah. Sebaliknya, hakim yang
zalim akan mendapatkan kesudahan yang buruk di mana ia akan distatuskan
sebagai penghuni neraka. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, "
Hakim ada tiga macam. Satu di surga dan dua di neraka. Hakim yang
mengetahui kebenaran dan menetapkan hukum berdasarkan kebenaran itu
maka ia masuk surga, hakim yang mengetahui kebenaran dan menetapkan
hukum bertentangan dengan kebenaran ia masuk neraka, dan hakim P52
yang
itle.
menetapkan hukum dengan kebodohannya, maka ia masuk Book Tneraka." (HR. Abu

Dawud dan lainnya)


Tata cara dalam menentukan hukuman adalah sebagai berikut:
4. Tata cara menentukan hukuman
a. Orang yang mendakwa diberikan kesempatan secukupnya
untuk menyampaikan tuduhannya sampai selesai. Sementara
itu terdakwa (tertuduh) diminta untuk mendengarkan dan
memperhatikan tuduhannya dengan sebaikbaiknya sehingga
apabila tuduhan sudah selesai, terdakwa bisa menilai benar
tidaknya tuduhan tersebut.
b. Sebelum dakwaan atau tuduhan selesai disampaikan, hakim
tidak boleh bertanya kepada pendakwa, sebab dikhawatirkan
akan memberikan pengaruh positif atau negatif kepada
terdakwa.
C. Setelah pendakwa selesai menyampaikan tuduhannya, hakim
harus mengecek tuduhan- tuduhan tersebut dengan beberapa
pertanyaan yang dianggap penting. Selanjutnya, tuduhan
tersebut harus dilengkapi dengan bukti-bukti yang benar.
d. Jika terdakwa menolak dakwaan yang ditujukan kepadanya, maka
ia harusbersumpah bahwa dakwaan tersebut salah. Dalam sebuah
hadis Rasulullah saw. bersabda, "Pendakwa harus menunjukkan bukti
-bukti dan terdakwa harus bersumpah" (HR Baihaqi)
e. Jika pendakwa menunjukkan bukti-bukti yang benar, maka hakim
harus memutuskan sesuai dengan tuduhan, meskipun terdakwa
menolak dakwaan tersebut. Sebaliknya, jika terdakwa mampu
mementahkan bukti-bukti pendakwa dan menegaskan bahwa bukti-
bukti itu salah, maka hakim harus menerima sumpah terdakwa dan
membenarkannya.
f. Dalam memutuskan perkara, Hakim tidak boleh menjatuhkan vonis
hukuman dalam beberapa keadaan berikut:
a. Saat marah
b. Saat lapar
C. Saat kondisi fisiknya tidak stabil karena banyak terjaga (begadang)
d.Saat sedih
e. Saat sangat gembira
f. Saat Sakit
g. Saat sangat mengantuk
h. Saat sedang menolak keburukan yang menimpa padanya
i.Saat sedang merasakan kondisi sangat panas atau sangat dingin
5. Kedudukan hakim wanita
Menurut Mazhab Maliki, Syafi'i dan Hambali tidak membolehkan
pengangkatan hakim wanita. Sedangkan Imam Hanafi membolehkan
pengangkatan hakim wanita untuk menyelesaikan segala urusan kecuali
urusan had dan qisas. Bahkan Ibnu Jarir ath-Thabari membolehkan
pengangkatan hakim wanita untuk segala urusan seperti halnya hakim
pria. Menurut beliau, ketika wanita dibolehkan memberikan fatwa dalam
segala macam hal, maka ia juga mendapatkan keleluasaan untuk menjadi
hakim dan memutuskan perkara apapun.
1. Pengertian Saksi
Saksi adalah orang yang diperlukan
pengadilan untuk memberikan
keterangan yang berkaitan dengan
suatu perkara, demi tegaknya
hukum dan tercapainya keadilan

SAKSI dalam pengadilan. Tidak


dibolehkan bagi saksi memberikan
keterangan palsu. Ia harus jujur
dalam memberikan kesaksiannya.
Karena itu, seorang saksi harus
terpelihara dari pengaruh atau
tekanan, baik yang datang dari luar
maupun dari dalam sidang
peradilan.
2. Syarat Syarat Saksi
a. Beragama Islam.
b. Sudah dewasa atau balig sehingga dapat membedakan antara yang hak dan yang
bathil.
c. Berakal sehat.
d. Merdeka (bukan seorang hamba sahaya).
Mengajukan kesaksian secara suka rela tanpa diminta pihak yang terlibat dalam
suatu perkara
f. Berlaku adil sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam Surah At-Talaq ayat 21

3.Saksi Yang Ditolak
. Kriteria saksi yang ditolak kesaksiannya adalah:
a. Saksi yang tidak adil.
b. Saksi seorang musuh kepada musuhnya.
C. Saksi seorang ayah kepada anaknya.
d. Saksi seorang anak kepada ayahnya.
e. Saksi orang yang menumpang di rumah terdakwa..
PENGGUGAT DAN
BUKTI (BAYYINAH)
1. Penggugat
Materi yang dipersoalkan oleh kedua belah pihak yang terlibat
perkara, dalam proses peradilan disebut gugatan. Sedangkan
penggugat adalah orang yang mengajukan gugatan karena merasa
dirugikan oleh pihak tergugat (orang yang digugat)
Penggugat dalam mengajukan gugatannya harus dapat
membuktikan kebenaran gugatannya dengan menyertakan bukti-
bukti yang akurat, saksi-saksi yang adil atau dengan melakukan
sumpah. Ucapan sumpah dapat diucapkan dengan kalimat semisal
, "Apabila gugatan saya ini tidak benar, maka Allah akan melaknat
saya". Ketiga hal tersebut (penyertaan bukti-bukti yang akurat,
saksi-saksi yang adil, dan sumpah) merupakan syarat diajukannya
sebuah gugatan.
2. Bukti (Bayyinah)
Barang bukti adalah segala sesuatu yang ditunjukkan
oleh penggugat untuk memperkuat kebenaran
dakwaannya. Bukti-bukti tersebut dapat berupa surat-
surat resmi, dokumen, dan barang-barang lain yang
dapat memperjelas masalah terhadap terdakwa. Dalam
sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, "Dari Jabir
bahwasannya ada dua orang yang bersengketa tentang
seekor unta betina masing-masing orang di antara
keduanya mengatakan: "Peranakan unta ini milikku" dan
ia mengajukan bukti. Maka Rasulullah saw memutuskan
bahwa unta ini miliknya".
3. Terdakwa yang tidak hadir dalam
persidangan 
Terdakwa adalah seseorang yang diduga telah
melakukan suatu tindak pidana dan ada cukup alasan
untuk dilakukan pemeriksaan di muka sidang
pengadilan. Jika ada terdakwa yang tidak hadir dalam
persidangan maka harus terlebih dahulu dicari tahu
sebab ketidak hadirannya. Menurut imam Abu Hanifah,
mendakwa orang yang tidak ada atau tidak hadir dalam
persidangan diperbolehkan. Sebab Nabi Muhammad
saw pernah memberi keputusan atas pengaduan istri
Abu Sufyan, sedang kala itu Abu sufyan tidak hadir
dalam persidangan. Rasulullah bersabda kepada istri
Abu Sufyan, "Ambillah yang mencukupimu" (HR. Bukhari
Muslim)
TERGUGAT DAN SUMPAH 
1. Pengertian tergugat
Tergugat adalah orang yang terkena gugatan. Tergugat bisa
membela diri dengan membantah kebenaran gugatan melalui dua
cara sebagai berikut.
a.Menunjukkan bukti-bukti.
b.Bersumpah.
Rasulullah saw bersabda:
(‫اﻟْ ْﺒ َ َِّﻴّﻨ َ َُﺔ ﻋَﻠَ ََﻰ اﻟ ْْﻤُﺪُ َّّﻋِﻰِ و ََاﻟ ْْﻴ ََﻤ ِِﻴﻦُ ﻋَﻠَ ََﻰ اﻟ ْْﻤُﺪُ َّّﻋ ََﻰ ﻋَﻠَ ََﻴْﻪْ ِ )رواه اﻟﺒﻴﻬﻘﻲ‬
Artinya: "Pendakwa harus menunjukkan bukti-bukti dan terdakwa
harus bersumpah."
(HR. al-Baihaqi)
Terkait dengan peradilan terdapat beberapa pengistilahan
yang perlu dipahami, yaitu:

a. Materi gugatan disebut hak.

b. Penggugat disebut mudda'i.


C. Tergugat disebut mudda'a 'alaih.

d. Keputusan mengenai hak penggugat disebut mahkum bih.


e. Orang yang dikenai putusan untuk diambil haknya disebut
mahkum lahu (istilah ini bisa jatuh pada tergugat
sebagaimana juga bisa jatuh pada penggugat).
2. Sumpah
Islam juga mengenal sumpah. Namun sumpah dalam
perspektif Islam mempunyai dua
tujuan. Kedua tujuan tersebut adalah sebagai berikut. a.
Menyatakan tekad untuk melaksanakan tugas dengan sungguh
-sungguh dan bertanggung
jawab terhadap tugas tersebut. b. Membuktikan dengan
sungguh-sungguh bahwa yang bersangkutan di pihak yang
benar.
Kiranya tujuan sumpah yang kedua inilah yang dilakukan di
pengadilan. Sumpah tergugat adalah sumpah yang dilakukan
pihak tergugat dalam rangka mempertahankan diri dari
tuduhan tergugat. Selain sumpah, tergugat juga harus
menunjukkan bukti-bukti tertulis dan bahan-bahan yang
meyakinkan hakim bahwa dirinya memang benar-benar tidak
bersalah
a.Mukallaf 3.Syarat Syarat Orang yang bersumpah 
b. Didorong oleh kemauan sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun
C.Disengaja bukan karena terlanjur dan lain-lain
Pelanggaran Sumpah Konsekuensi yang harus dilakukan oleh seseorang
yang melanggar sumpah adalah membayar kafarat yamin (denda
pelanggaran sumpah) dengan memilih salah satu dari ketiga ketentuan
berikut:
a) Memberikan makanan pokok pada sepuluh orang miskin, di mana masing-
masing dari mereka mendapatkan 3/4 liter.
b) Memberikan pakaian yang pantas pada sepuluh orang miskin.
c) Memerdekakan hamba sahaya.
Jika pelanggar sumpah masih juga tidak mampu membayar kafarat dengan
melakukan
salah satu dari tiga hal di atas, maka ia diperintahkan untuk berpuasa tiga
hari. Sebagaimana hal ini Allah jelaskan dalam firman Allah Swt. surah al-
Ma'idah ayat 89.

Anda mungkin juga menyukai