Anda di halaman 1dari 13

Makalah

PENGADILAN NEGERI

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
Legina Arlian Saputri
Muhammad Harry Raenaldi
Moh. Khaerul Barry

PROGRAM STUDI AKHWAL SYAKHSIYAH


FAKULTAS SYARIAH (FS)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
TAHUN2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa
melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga kita bisa melakukan aktivitas dengan baik,
khususnya kepada penulis sehingga pembuatan Makalah yang berjudul “PENGADILAN
NEGERI” ini bisa diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa pula shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang
seperti yang kita rasakan pada saat ini. Tidak lupa juga penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dari awal praktikum sampai terselesainya laporan ini
penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari kesempurnaanya. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun yang sangat penulis harapkan, agar kedepannya laporan ini jauh lebih
baik dari yang sebelumnya.
Akhir kata penyusun berharap agar makalah ini menjadi sarana informasi dan dapat
dijadikan acuan untuk pembuatan makalah yang selanjutnya. Karena dalam penyusunan makalah
ini, saya menyadari pengetahuan dan pengalaman penulis masih sangat terbatas.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah.................................................................................................... 3
Rumusan Masalah............................................................................................................. 3
Tujuan................................................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
Profil Pengadilan Negeri....................................................................................................4-6
Kewenangan Pengadilan Negeri........................................................................................ 6-7

Jenis Perkara yang ditangani.............................................................................................7-9


Prosedur pengajuan perkara...............................................................................................9-12
.

BAB III PENUTUP


Kesimpulan..................................................................................................................... 12
Saran............................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pengadilan merupakan benteng terakhir tempat mencari keadilan. Menurut filosofinya,


dalam urusan mengadili perkara Hakim sebagai penyelenggara lembaga pengadilan, sering
disebut sebagai “Wakil Tuhan Di Dunia”. Bukan berarti hakim sama dengan Tuhan.
Tetapi ketika memutus perkara, hakim wajib mengawali putusannya dengan irah-irah “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Artinya, putusan hakim harus berazaskan
keadilandan kebenaran, yang kelak wajib dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Oleh karena itu, lembaga pengadilan, hakim dan putusannya, harus bermartabat,
berwibawa, dihargai, dihormati dan dipatuhi semua pihak. Perlunya mengangkat kehormatan
pengadilan, hakim dan hasil putusannya, bertujuan untuk memenuhi harapan masyarakat
pencari keadilan (justitiabelance), agar penyelenggaraan proses peradilan dan sidang di
pengadilan, dilaksanakan dengan baik, aman, nyaman dan tanpa gangguan dari pihak manapun,
agar masyarakat terlayani secara baik, tepat waktu dan segera mendapatkan kepastian hukum.

Mengamati kenyataan perjalanan penyelenggaraan persidangan perkara pidana di pengadilan


saat ini, mulai terjadi pergeseran dan kesenjangan. Antara harapan dan keinginan masyarakat,
tidak sesuai lagi dengan fakta yang terjadi di lapangan. Rasa hormat masyarakat terhadap
prosespersidangan perkara pidana di pengadilan, semakin berkurang dan banyak hambatan
serta rintangan dihadapi para penegak hukum, dalam menangani dan menyidangkan perkara
pidana di pengadilan. Fenomena itu dapat terjadi akibat pengaruh reformasi yang kebablasan.

Masyarakat dan atau penegak hukum sendiri bisa bebas melakukan kegaduhan dan gangguan,
baik sebelum sidang dimulai, dalam persidangan berjalan, maupun setelah sidang ditutup.
Kekacauan kerap terjadi, dengan cara memaki-maki Hakim, Jaksa Penuntut Umum,dan atau
Penasehat Hukum. Tidak jarang pula terjadi pemukulan dan pengeroyokan terhadap terdakwa
atau saksi oleh pengunjung sidang di pengadilan, yang notabene mungkin keluarga atau para
pendukung salah satu pihak yang terlibat dalam persidangan.
Bahkan ada yang berani melempar Penegak Hukum dengan papan nama, telur busuk dan benda
lainnya, karena sangat kesal dan kecewa terhadap jalannya proses persidangan

B. Rumusan Masalah
a. Profil Pengadilan Negeri
b. Kewenangan Pengaadilan Negeri
c. Jenis Perkara yang Ditangani Pengadilan Negeri
d. Prosedur pengajuan perkara

C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui Profil pengadilan negeri
b. Untuk mengetahui kewenangan pengadilan negeri
c. Untuk mengetahui perkara yang ditangani pengadilan negeri
d. Untuk mengetahui prosedur pengajuan perka
BAB II
Pembahasan

A. Profil Pengadilan Negeri


Peradilan dalam istilah inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam bahasa
Belanda maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas Negara
dalam menegakan hukum dan keadilan. Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio,
pengertian peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara
untuk menegakkan hukum dan keadilan
Penggunaan istilah peradilan menunjuk kepada proses untuk memberikan
keadilan dalam rangka menegakan hukum, sedangkan pengadilan ditujukan kepada
badan atau wadah yang memberikan peradilan. Jadi pengadilan bukanlah merupakan
satu satunya wadah yang menyelenggarakan peradilan.
Pengertian peradilan menurut Sjachran Basah, adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan tugas dalam memutus perkara dengan menerapkan hukum,
menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya
hukum materil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum
formal.1
Pengadilan Negeri adalah suatu Pengadilan (yang umum) yang memeriksa dan
memutuskan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara
pidana untuk semua golongan. 2
Menurut kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai
perkara peradilan. Peradilan juga dapat diartikan suatu proses pemberian keadilan
disuatu lembaga. Dalam kamus Bahasa Arab disebut dengan istilah qadha yang
berarti menetapkan, memutuskan, menyelesaikan, mendamaikan. Qadha menurut
istilah adalah penyelesaian sengketa antara dua orang yang bersengketa, yang mana
penyelesaiannya diselesaikan menurut ketetapan-ketetapan (hukum) dari Allah dan
Rasul. Sedangkan pengadilan adalah badan atau organisasi yang diadakan oleh negara
untuk mengurus atau mengadili perselisihan-perselisihan hokum
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Peradilan umum meliputi:

1
Basah, Sjachran, Mengenal Peradilan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 9.
2
10 Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002,
hlm. 373.
a. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum
meliputi wilayah provinsi. b. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota
kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota.
b. Pengadilan khusus lainnya spesialisasi, misalnya: Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi,
Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak. Undang-
Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyebutkan bahwa salah
satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada
umumnya. Dalam mencapai keadilan, esensi dan eksistensi Peradilan Umum itu
sendiri harus mampu mewujudkan kepastian hukum sebagai sesuatu nilai yang
sebenarnya telah terkandung dalam peraturan hukum yang bersangkutan itu
sendiri. Tetapi di samping kepastian hukum, untuk dapat tercapainya keadilan
tetap juga diperlukan adanya kesebandingan atau kesetaraan hukum, yang pada
dasarnya juga telah terkandung dalam peraturan hukum yang bersangkutan dan
dalam hal ini juga harus mampu diwujudkan oleh Peradilan Umum. Berdasarkan
uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengadilan negeri adalah suatu pengadilan
yang sehari-harinya memeriksa dan memutuskan perkara pidana dan perdata.
Pengadilan negeri berkedudukan di ibu kota daerah kabupaten/kota. Daerah
hukumnya juga meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan negeri bertugas
adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di
tingkat pertama, serta dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat
tentang hukum kepada instansi pemerintah didaerahnya apabila diminta.

B. Kewenangan Pengadilan Negeri


Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan
istilah Belanda “bevoegdheid” (yang berarti wewenang atau berkuasa). Wewenang
merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan (Hukum
Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar
wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan
wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan
dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan
Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Konteks Negara yang
berdasarkan hukum tidak bisa dilepaskan dari Konstitusi yang menjadi dasar sebuah
Negara hukum. Adanya pengaturan dan pembatasan kewenangan inilah diharapkan
organ-organ negara dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dan agar
tidak terjadi kewenangan yang saling tumpang tindih diantara organ-organ negara
tersebut
. Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan menjelaskan bahwa “Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam
ranah hukum publik”. Kewenangan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu
atribusi atau dengan delegasi.3
Adapun Abdul Rasyid Thalib menambahkan bahwa Kewenangan yang dimiliki
oleh organ (institusi) pemerintahan atau Lembaga negara dalam melakukan perbuatan
nyata (riil), mengadakan pengaturan, atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi
kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, ataupun delegasi, ataupun
mandat.4
Pengertian Atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi
(UUD) atau ketentuan Hukum Tata Negara. Pada kewenangan yang diperoleh dengan
cara delegasi harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ
pemerintahan yang lain. Adapun mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti
pemberian wewenang. Akan tetapi pejabat yang diberi mandat bertindak atas nama
pemberi mandat.
Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang berpuncak pada Mahkamah Agung
sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri bertugas dan
berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perkara perdata di tingkat pertama. Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 disebutkan bahwa Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding.
Kewenangan Pengadilan Negeri dalam perkara pidana mencakup segala bentuk
tindak pidana, kecuali tindak pidana militer yang merupakan kewenangan dari
peradilan militer. Sedangkan dalam perkara perdata, Pengadilan Negeri berwenang
menagdili perkara perdata secara umum, kecuali perkara perdata tertentu yang
merupakan kewenangan Pengadilan Agama.

Tugas dan wewenang Pengadilan Negeri tercantum dalam UU Nomor 2 Tahun


1986 Pasal 50, yang berbunyi:

"Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan


menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama."

C. Jenis Perkara yang Ditangani Pengadilan Negeri :

1. Perkara pidana

3
Philipus M. Hadjon, et. al, Pengantar Hukum Adminstrasi Negara, UGM Pers, Yogjakarta, 2008,
hlm. 130.
4
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sisitem
Ketatanegaraan Republik Indonesi, Citra aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 217.
Prosedur dalam perkara pidana terdiri dari 3 jenis perkara, yaitu :

 Perkara Pidana Biasa (Pid.B)

Praktek Pengadilan Negeri menunjukkan bahwa si penerima berkas-berkas


perkara dari pihak Jaksa, yang umumnya dikirim langsung ke: Panitera,
kemudian dicatat dalam suatu daftar (Register) perkara-perkara pidana dan
seterusnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan dan baru oleh Ketua berkas-
berkas perkara itu dibagikan kepada Hakim Ketua Majelis yang
bersangkutan.5

 Perkara Pidana Singkat (pid. S)

Berdasarkan pasal 203 ayat (1) KUHAP, maka yang diartikan dengan perkara-
perkara dengan acara singkat adalah perkara-perkara pidana yang menurut
Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya
sederhana. Pengajuan perkara pidana dengan acara singkat oleh Penuntut
Umum ke persidangan dapat dilakukan pada hari-hari persidangan tertentu
yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

Dalam acara singkat ini, maka setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis
Hakim dan setelah pertanyaan formil terhadap terdakwa diajukan maka
Penuntut Umum dipersilahkan menguraikan tentang tindak pidana yang
didakwakan secara lisan dan dicatat dalam Berita Acara Sidang sebagai
pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat (3) KUHAP).

Tentang hal registrasi atau pendaftaran perkara-perkara pidana dengan acara


singkat ini, baru didaftarkan oleh Panitera/Panitera Muda Pidana setelah
Hakim memulai dengan pemeriksaan perkara. Apabila pada hari sidang yang
ditentukan, terdakwa dan atau saksi-saksi utamanya tidak datang, maka
Majelis cukup menyerahkan kembali berkas perkara kepada Jaksa secara
langsung tanpa ada penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi).

Tetapi apabila dari pemeriksaan dimuka sidang terdapat hal-hal yang


menunjukkan bahwa perkara pidana itu tidak bersifat sederhana, Majelis
mengembalikan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum dengan suatu
surat penetapan dengan nomor pendaftaran Pengadilan Negeri.

Tentang penerimaan perkara-perkara pidana dengan acara singkat oleh


Pengadilan Negeri berlaku acara sebagaimana disebutkan dalam bab

5
Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II,
1997.
mengenai perkara-perkara pidana biasa yakni diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dengan melalui Panitera tetapi dengan perbedaan bahwa
berkas-berkas perkara pidana dengan acara singkat tidak perlu didaftarkan
dulu pada waktu penerimaan.

Putusan tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang
atau putusan menjadi satu dengan Berita Acara Sidang. 6

 Perkara Pidana Cepat

Yang diartikan dan termasuk perkara-perkara dengan acara cepat adalah


perkara-perkara pidana yang diancam dengan hukuman tidak lebih dari 3
(tiga) bulan penjara atau denda Rp. 7.500,- (pasal 205 ayat (1) KUHAP), yang
mencakup tindak pidana ringan, pelanggaran lalu lintas (pasal 211 KUHAP
beserta penjelasannya) juga kejahatan "penghinaan ringan" yang dimaksudkan
dalam pasal 315 KUHP.

Perkara ini diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri dengan tanpa ada kewajiban
dari Penuntut Umum untuk menghadirinya kecuali bilamana sebelumnya
Penuntut Umum menyatakan keinginannya untuk hadir pada sidang itu. Jadi
pada pokoknya yang dimaksud perkara-perkara semacam tersebut diatas ialah
antara lain perkara-perkara pelanggaran Lalu Lintas, Pencurian Ringan (pasal
364 KUHP), Penggelapan Ringan (pasal 373 KUHP), Penadahan Ringan
(pasal 482 KUHP), dan sebagainya.

Semasa Pemerintah Hindia Belanda perkara¬-perkara dengan acara cepat ini


diperiksa dan diadili oleh "Landgerecht" yang acara pemeriksaannya diatur
oleh "Reglement untuk Landgerecht" (Stbl. 1914-317).

2. Acara perdata

Proses Acara Permohonan


Permohonan harus diajukan dengan surat permohonan yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri, tempat tinggal pemohon.
Permohonan disampaikan kepada Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan
dalam buku Register dan diberi Nomor urut, setelah pemohon membayar persekot
biaya perkara, yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121
HIR).

6
Mahkamah Agung, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Buku II), Cet. II, 1997.
Bagi pemohon yang benar-benar tidak mampu membayar biaya perkara, hal mana
harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan,
dapat mengajukan permohonannya secara prodeo.
Pemohon yang tidak bisa menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan
dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonan
tersebut (pasal 120 HIR).
Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi volunter. Berdasarkan
permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberi suatu penetapan.
Ada permohonan tertentu yang harus dijatuhkan berupa putusan oleh Pengadilan
Negeri, misalnya dalam hal diajukan permohonan pengangkatan anak oleh
seorang Warga Negara Asing (WNA) terhadap anak Warga Negara Indonesia
(WNI), atau oleh seorang Warga Negara Indonesia (WNI) terhadap anak Warga
Negara Asing (WNA). (SEMA No. 6/1983).
Tidak semua permohonan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan
permohonan, apabila hal itu ditentukan oleh suatu peraturan perundang-undangan
atau yurisprudensi.
Contoh permohonan yang dapat diajukan dan ditetapkan oleh Pengadilan Negeri
yaitu :

 Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa;


 Permohonan pengangkatan pengampu bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang
dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun;
 Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita
yang belum mencapai umur 16 tahun, yang dapat diajukan kepada Pengadilan Agama atau
Pengadilan Negeri (pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974);
 Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat (5)
Undang-undang No. I tahun 1974);
 Permohonan pembatalan perkawinan (pasal 25, 26 dan 27 Undang -undang No.1 tahun 1974);
 Permohonan pengangkatan anak (diperhatikan SEMA No. 6/1983);
 Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama
anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut;
 Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit, oleh karena para pihak tidak
bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit.

D. Prosedur pengajuan perkara


Prosedur pengajuan perkara perdata Untuk Gugatan/Permohonanyaitu :
Pihak berperkara datang ke Pengadilan Negeri dengan membawa surat gugatan atau
permohonan.

Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan
atau permohonan, 4 (empat) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah
Tergugat.

Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu


berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang
kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar
biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara
tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR.
Catatan :
Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma).
Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari
Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat.

Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam
Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.

Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo.
Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama
(menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan
disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan
dalam petitumnya.

Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada
pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam
rangkap 3 (tiga).

Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau
permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada
pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar
biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran.
Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan
uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.
Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas
layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan
Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.

Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada
pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli
dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau
permohonan yang bersangkutan.

Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau
permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan
pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam


register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau
permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh
pemegang kas.

Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau
permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara.

Kesimpulan
-Pengadilan Negeri adalah suatu Pengadilan (yang umum) yang memeriksa dan memutuskan
perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan perkara pidana untuk semua
golongan

-Tugas dan wewenang Pengadilan Negeri tercantum dalam UU Nomor 2 Tahun 1986 Pasal 50,
yang berbunyi:

-"Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
pidana dan perkara perdata di tingkat pertama."

-Jenis Perkara yang Ditangani Pengadilan Negeri :


-Perkara pidana
-Perkara Perdata
DAFTAR PUSTAKA
Mr. S.M. Amin. 1988. Hukum Acara Pengadilan Negeri. Jakarta: Padnya Paramita, cetakan ketiga.

M. Karjadi. 1988. Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (S. 1941 No. 44). Bogor: Pelita.

Prof. Sudikno Mertokusumo, SH. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Prof. R. Subekti, SH. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta. Ropaun Rambe. 2001. Teknik
Gramedia Widiasarana Indonesia. Sutrisno Hadi. 1997..

Soerjono Soekamto. 1993. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Soepomo. 2002. Hukum Acara
Perdata Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai