Anda di halaman 1dari 16

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata kuliah Peradilan Islam

Dosen Pengampu

Haya Zabidi. S.Ag, M.Ag

Oleh kelompok 2

M. Riadi : 22.11.1321
Muhmmad Bakri : 22.11.1325
Nurul Hikmah : 22.11.1334

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

MARTAPURA

TAHUN 2023 M / 1445 H


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya serta nikmat berupa kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam juga tidak lupa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, kerabat, dan pengikut beliau dari dulu
hingga akhir zaman kelak.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Haya Zabidi S.Ag, M.Ag yang telah
membimbing serta memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini. Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM” bagi para pembaca terutama

bagi diri kami sendiri.

Martapura, 18 Oktober 2023


Penulis

Kelompok 2
i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2
A. Pengangkatan Hakim.............................................................................................2
B. Pemberhentian Hakim............................................................................................5
BAB III PENUTUP....................................................................................................10
A. Simpulan..............................................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................................10

 DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................................ 11
ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengangkatan dan pemberhentian hakim pengadilan tinggi dan


pengadilan negeri memerlukan suatu proses pemeriksaan yang cermat dan teliti
agar pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan peradilan,
penegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dapat tercapai. Diperlukan pengaturan
hukum dalam melakukan pengawasan internal dan eksternal terhadap hakim
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi agar dapat diwujudkan lembaga peradilan
yang bersih dan berwibawa dalam memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat.1

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengangkatan Hakim?
2. Bagaimana Pemberhentian Hakim?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Pengangkatan Hakim


2. Untuk Mengetahui Pemberhentian Hakim

1
Yumi Simbala, Pengangkatan Dan Pemberhentian Hakim Menurut UU Nomor 49 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua UU Nmor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Hal 187
1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengangkatan Hakim

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan


bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UndangUndang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum. Konsekuensi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 adalah segala bentuk yang berkaitan dengan menjalankan tujuan negara
Indonesia harus berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan tujuan negara sebagai negara hukum, maka dalam mencapai
sasarannya, perlu dibentuk sebuah lembaga peradilan yang mempunyai tugas
menegakkan hukum di bumi Nusantara ini.

Islam menjelaskan bahwa hakim adalah seseorang yang diberi amanah


untuk menegakkan keadilan. Sehingga setiap keputusannya mengandung keadilan
dan kebenaran.1 Allah berfirman dalam (QS. An-Nisa 4: 58)

‫اَّن ٱ هلَّّل هيأُْم ُر ُك ْم أهن ت هُؤدُّو ۟ا ٱْْل ه هَٰم َٰن ه ت إله َٰى أهْه ل هها هو إذها هح هكْم تُم هبْي هن‬

‫ٱلَّنا س أهن تهْح ُك ُم و۟ا ب ٱْل هعْد لۚ إَّن ٱ هلَّّل ن عَّم ا يه عُظُك م ب ۦهۗ إَّن ٱ هلَّّل هكا هن هس مي ًۢع ا هب صي ر‬
‫ا‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat”

Hakim sebagai salah satu unsur peradilan yang dipandang penting dalam
1 Andriano, Etika Profesi Hakim Dalam Perspektif Hukum Islam, Gowa, 2017, Hal 5

2
menyelesaikan perkara yang diperselisihkan antara sesama. Oleh sebab itu, harus
didukung oleh pengetahuan dan kemampuan yang profesional dengan syarat-
syarat yang umum dan khusus yang di tentukan oleh Mahkamah Agung atas
kekuasaan kehakiman yang diatur oleh undang-undang tersendiri, terkecuali
Mahkamah Konstitusi yang kekuasaan dan kewenangannya oleh Mahkamah
Konstitusi.
Adapun syarat menjadi hakim secara umum adalah :
a. Warga Negara Indonesia

b. Menguasai sumber hukum


c. Sehat jasmani rohani

d. Berwibawa dan berkelakuan baik

e. jujur, adil dan lain-lain

ِۖ
‫ياهي هُّها اَّل ذْي هن َٰا همنُْو ا ُك ْو نُْو ا قهَّوا مْي هن ه لّل ُش ههدهۤا هء باْل قْس ط هو هَل هيْج ر همنَُّك ْم هشنهَٰا ُن قهْو ٍم‬

‫ّٰۗل‬
‫هع َٰل ى اهََّل تهْع دلُْو اۗ ا ْع دلُْو ۗا ه هُو اهْق هرُب للتَّْقَٰو ِۖ ى هواتَّقُو ا ه هال ا َّن ه هالّٰل هخ بْي ًۢر ب هما تهْع هملُْو ن‬

”Wahai orang-orang yang beriman, Jadilah kamu sebagai penegak keadilan


karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-
Maidah 5:8) 2

Mengenai ketentuan khususnya terdapat pada masing-masing lembaga


peradilan. Peradilan Agama mensyaratkan hakim harus beragama Islam dan
sarjana syari'ah atau sarjana hukum yang mempunyai keahlian dalam bidang
hukum Islam. Dan pada peradilan Tinggi Agama minimal berumur 40 tahun dan
minimal harus 5 tahun menjadi ketua Peradilan Agama dan 15 Tahun menjadi
hakim pada Peradilan Agama. Peradilan Tata Usaha Negara mensyaratkan sarjana
2 Andriano, Etika Profesi Hakim Dalam Perspektif Hukum Islam, Gowa, 2017, Hal 49

3
hukum yang memiliki keahlian di bidang Tata Usaha Negara atau Administrasi
Negara yang melaksanakan

fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik Pusat maupun Daerah,


sedangkan pada Peradilan Tinggi Tata Usaha Negara minimal berumur 40 tahun
dan minimal harus 5 tahun menjadi ketua atau wakil Peradilan Tata Usaha Negara
dan 15 Tahun menjadi hakim pada Peradilan Tata Usaha Negara. Pada peradilan
Militer mensyaratkan hakim harus pengalaman dalam peradilan, berpangkat
kapten dan berijazah sarjana hukum, dan pada Hakim Militer Tinggi minimal
berpangkat Letnan Kolonel, serta pada Hakim Militer Utama minimal berpangkat
kolonel dan pengalaman sebagai Hakim Militer Tinggi atau sebagai Oditur Militer
Tinggi. Sedangkan pada Peradilan Militer ini tidak ada batasan umur yang menjadi
persyaratan. Adapun Peradilan adhoc pada Peradilan Hak Azasi Manusia hakim
harus mempunyai keahlian hukum, berumur minimal 45 tahun dan maksimal 65
tahun dan memiliki kepedulian di bidang hak azasi manusia, serta pada hakim ad
hoc pada Mahkamah Agung minimal berumur 50 tahun. Sedangkan pada
Mahkamah Agung atau Hakim Agung minimal umur 50 tahun dan sekurang-
kurangnya 20 Tahun menjadi hakim dan sekurang-kurangnya 3 Tahun menjadi
hakim tinggi. Dan apabila diangkat dari dari bukan karir yaitu dari profesi hukum
atau akademisi, sekurang-kurangnya telah menjalani rofesinya selama 25 Tahun,
dan berijazah magister hukum. Dan Mahkamah Konstitusi yaitu mempunyai
kewenangan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final,
mensyaratkan hakim minimal berumur 40 tahun, tidak pernah dijatuhi pidana
penjara berdasarkan putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap yang
diancam lima tahun penjara serta tidak dinyatakan pailit dan mempunyai
pengalaman di bidang hukum minimal 10 Tahun, serta masa jabatan hakim
Mahkamah Konstitusi ini hanya 5 Tahun.
Sedangkan dalam literatur Islam atau fiqh ada beberapa persyaratan yang
menjadi persamaan dan perbedaan, persamaannya hakim harus berakal, Islam,
adil, berpengetahuan baik dalam pokok hukum agama dan cabang-cabangnya,
sehat pendengaran, penglihatan dan ucapan dan merdeka bukan hamba sahaya.

4
Adapun perbedaannya adalah pada fiqh Islam disyaratkan hakim laki-laki dan
tidak boleh perempuan yang terjadi khilafiyah diantara para ulama dari empat
mazhab kecuali Abu Hanifah membolehkan selain dalam urusan had dan qisas,
karena kesaksian dalam dua hal tersebut tidak dapat diterima.
Dengan berbagai macam syarat tersebut diharapkan hakim dapat bermoral
tinggi dan tidak boleh melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah jabatan
atau melanggar larangan seperti menjadi pengusaha atau penasehat hukum, karena
syarat tersebut termasuk dalam ajaran yang menuntut moral dan tanggungjawab
sebagai seorang hakim setelah disumpah sesuai agamanya masing-masing. Adapun
lafal Sumpah : “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi
kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang tegas
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan
segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa.” Janji : “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan
memenuhi kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya
menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
berbakti kepada nusa dan bangsa.”
Maka jika seorang hakim melanggar, dapat diberhentikan secara tidak
hormat oleh Presiden dengan terlebih dahulu diberi kesempatan untuk membela
diri.2
B. Pemberhentian Hakim
Pemberhentian hakim terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Pemberhentian dengan hormat
2. Pemberhentian dengan tidak hormat
3. Pemberhentian sementara
a) Pemberhentian dengan hormat
Hakim yang diberhentikan dengan hormat harus memenuhi beberapa
alasan, antara lain :
1. Meninggal dunia
5
2. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua
3. Telah berusia 70 (tujuh puluh) tahun
4. Telah berakhir masa jabatannya

5. Sakit jasmani dan rohani secara terus menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga
tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter.
b) Pemberhentian dengan tidak hormat
Adapun unsur-unsur yang menyebabkan Hakim diberhentikan dengan
tidak hormat yaitu, apabila :
1. Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara.
2. Melakukan perbuatan tercela.
3. Tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama
5 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah.
4. Melanggar sumpah atau janji jabatan.

5. Melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17


Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
6. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Hakim
7. Melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi.3
Apabila Hakim melakukan daripada unsur-unsur sebagaimana diatas,
maka terdapat aturan mengenai mekanisme pemberhentian tidak hormat,
adapun mekanismenya adalah sebagai berikut :

6
1. Sebelum Hakim diberhentikan dengan tidak hormat, Hakim yang
bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya dengan Keputusan
Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah.
2. Pemberhentian sementara dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada
Hakim yang bersangkutan membela diri di hadapan Majelis Kehormatan.

3
Dukatis Zulmi, Mikanisme Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi, Juli, 2020, .Hal 24

7
3. Permintaan pemberhentian sementara kepada Presiden diajukan dalam waktu
paling lama 7 hari kerja sejak Rapat Pleno Hakim memutuskan tindak lanjut
laporan dugaan pelanggaran.
4. Hakim yang bersangkutan direhabilitasi apabila tidak terbukti melakukan
pelanggaran.
5. Dalam hal Majelis Kehormatan memutuskan Hakim yang bersangkutan
terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana Pasal 8, maka Hakim yang
bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat.
c) Pemberhentian sementara
Hakim yang diberhentikan sementara dari jabatannya sebagaimana
dimaksud adalah3 :
1. Untuk memberikan kesempatan kepada hakim yang bersangkutan membela
diri di hadapan Majelis Kehormatan.
2. Ada perintah penahanan.
3. Dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana.
Apabila Hakim yang bersangkutan diberhentikan sementara, maka akan
melalui mekanisme yang telah diatur, yaitu sebagai berikut :
1. Apabila Hakim yang bersangkutan ada perintah penahanan atau dituntut di
muka pengadilan, Hakim yang bersangkutan diberhentikan sementara dari
jabatannya dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah.
2. Permintaan pemberhentian sementara diajkukan dalam waktu paling lama 7
hari kerja sejak perintah penahanan atau dituntut di muka pengadilan.
3. Pemberhentian sementara dilakukan paling lama 60 hari kerja dan dapat
diperpanjang paling lama 30 hari kerja.

4. Hakim yang bersangkutan tidak mengadili perkara sejak dimintakan


pemberhentian sementara.
5. Dalam hal perpanjangan waktu telah berakhir dan belum ada putusan
pengadilan, Hakim yang bersangkutan diberhentikan tidak dengan hormat
dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua
Mahkamah.

3 Dukatis Zulmi, Mikanisme Pemberhentian Hakim7 Mahkamah Konstitusi, Juli, 2020, .Hal 25
6. Dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak Mahkamah menerima Keputusan

Presiden mengenai pemberhentian hakim, Mahkamah memberitahukan


Keputusan Presiden dimaksud kepada lembaga yang berwenang mengajukan
hakim yakni sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang
Mahkamah Konstitusi yakni DPR, MA, dan Presiden.
7. Dalam hal Hakim yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah berdasarkan
putusan pengadilan, Hakim yang bersangkutan direhabilitasi dengan
Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah.
Hakim konstitusi yang diberhentikan dengan hormat, sementara
maupun tidak dengan hormat mendapatkan beberapa hak-hak yang dilindungi
oleh hukum. Hak-hak Hakim Konstitusi yang diberhentikan bertujuan untuk
menegakkan asas praduga tak bersalah. Hak Hakim Konsititusi yang
diberhentikan adalah sebagai berikut:
1. Hakim yang diberhentikan dengan hormat, memperoleh hak keuangan atau
administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Hakim yang diberhentikan tidak dengan hormat, tidak memperoleh hak
keuangan atau administratif.
3. Hakim yang diberhentikan sementara, diberikan gaji sampai dikeluarkannya
Keputusan Presiden tentang pemberhentian tidak dengan hormat. Hakim
Terduga atau Hakim Terlapor tetap mendapatkan gaji selama menjalankan
persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi hingga
dikeluarkannya Keputusan akhir.
4. Dalam hal di kemudian hari hakim yang bersangkutan direhabilitasi, yang
bersangkutan mendapatkan hak keuangan atau administratif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.3

9
3
Dukatis Zulmi, Mikanisme Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi, Juli, 2020, .Hal 29

BAB III PENUTUP

A. Simpulan
syarat menjadi hakim secara umum adalah :
a. Warga Negara Indonesia

b. Menguasai Sumber hukum

c. Sehat jasmani rohani

d. Bewibawa dan berkelakuan baik

e. Jujur, adil dan lain-lain.

Pemberhentian hakim terbagi menjadi tiga yaitu :


1. Pemberhentian dengan hormat

2. Pemberhentian dengan tidak hormat

3. Pemberhentian sementara

B. Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok pembahasan
dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangannya rujukan dan referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap atas kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Andriano, Etika Profesi Hakim Dalam Perspektif Hukum Islam, Gowa, 2017

Zulmi, Dukatis. Mikanisme Pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi, Juli, 2020

Simbala, Yumi. Pengangkatan Dan Pemberhentian Hakim Menurut UU Nomor 49


Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua UU No 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan
Umum

11
12

Anda mungkin juga menyukai