Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Hukum Acara Perdata Pada Pengadilan Agama

Disusun guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : Bantuan Hukum

Dosen Pengampu : Herning Hambarrukmi, M.HI.

Disusun oleh :

Kelompok 5

1. Salsa Zahrotun 10322116


2. Dini Arzakiyah 1521050
3. Karenina Salma Azahra 1521059
4. Muh Afif Abdullah 1521077
5. Farah Adelya Putri 1521091

KELAS B
FAKULTAS SYARIAH
HUKUM TATA NEGARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI K.H. ABDURRAHMAN WAHID
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya
pemakalah dapat menyelesaikan ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam
semesta.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu
walaupun banyak halangan dan rintangan yang dilalui. Disamping itu, kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pembuatan makalah ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.

Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan.Oleh karena itu, penulis
dengan senang hati menerima saran dan kritik dari pembaca guna penyempurnaan penulisan
makalah ini.Semoga makalah ini menambah khasanah keilmuan dan dan bermanfaat bagi
pembaca. Amin yaa robbal ‘alamin.

Pekalongan, 18 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................ ii

Daftar Isi ........................................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 4
C. Tujuan .................................................................................................................... 4

BAB II : PEMBAHASAN

A. Asas-asas Hukum Perdata Dalam Peradilan Agama .............................................. 5


B. Kewenangan Mutlak Kompetensi Peradilan Agama .............................................. 7
C. Prosedur dan Mekanisme Berperkara di Pengadilan Agama .................................. 9

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama sebagai salah satu
badan peradilan untuk menjalankan fungsinya dalam menegakkan hukum dan keadilan atau
untuk melaksanakan tugas pokoknya dalam menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan perkara, adalah hukum acara peradilan yang dalam kaitan ini adalah Hukum
Acara Peradilan Agama. Sejak berlakunya Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang
Pengadilan Agama, dinyatakan oleh Pasal 54 bahwa hukum acara yang berlaku pada
peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku
pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus
dalam Undang-undang tersebut.
Di dalam masyarakat tidak jarang terjadi kegagalan suatu keluarga dalam membina
rumah tangga yang disebabkan oleh buruknya keadaan suatu perkawinan. Dengan
diputuskannya tali perkawinan itu, dipandang merupakan jalan terakhir yang terbaik bagi
kedua belah pihak setelah upaya perdamaian gagal diupayakan. Kewajiban hakim untuk
mendamaikan pihak-pihak yang berperkara, sangat menyuruh menyelesaikan setiap
perselisihan dan persengketaan melalui pendekatan. Karena itu layak sekali para hakim
Peradilan Agama menyadari dan mengemban fungsi mendamaikan. Sebab bagaimanapun
adilnya suatu putusan, namun akan tetapi lebih baik dan lebih adil hasil perdamaian. Dalam
suatu putusan yang bagaimanapun adilnya, pasti harus ada pihak yang dikalahkan dan
dimenangkan. Tidak mungkin kedua pihak sama-sama dimenangkan atau sama-sama
dikalahkan. Seadil-adilnya putusan yang dijatuhkan hakim, akan tetapi dirasa tidak adil oleh
pihak yang kalah. Bagaimanapun jalinnya putusan yang dijatuhkan, akan dianggap dan
dirasa adil oleh pihak yang menang.
Lain halnya perdamaian, Hasil perdamaian yang tulus berdasar kesadaran bersama
dari pihak yang bersengketa, terbebas dari kualifikasi menang dan kalah. Mereka sama-sama
menang dan kalah. Sehingga kedua belah pihak pulih dalam suasana rukun dan persaudaraan
serta tidak dibebani dendam yang berkepanjangan. Agar fungsi mendamaikan dapat
dilakukan hakim lebih efektif, sedapat mungkin dia berusaha menemukan faktor yang
melatar belakangi persengketaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah Asas-asas Hukum Perdata Dalam Peradilan Agama?
2. Bagaimana Kewenangan Mutlak Kompetensi Peradilan Agama?
3. Bagaimana Prosedur dan Mekanisme Berperkara di Pengadilan Agama?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Asas-asas Hukum Perdata Dalam Peradilan Agama.
2. Untuk Mengetahui Kewenangan Mutlak Kompetensi Peradilan Agama.
3. Untuk Mengetahui Prosedur dan Mekanisme Berperkara di Pengadilan Agama.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asas-asas Hukum Perdata Dalam Peradilan Agama.


Pada dasarnya setiap badan peradilan mempunyai asas-asas yang telah dirumuskan
untuk mengemban tugasnya karena dengan tugas tersebut dapat dikatakan sebagai sifat dan
karakter yang melekat pada keseluruhan rumusan dalam pasal-pasal dan Undang-undang.
Dengan begitu, setiap pasal dalam undang-undang tidak boleh bertentangan dengan asas-
asas yang menjadi karakternya. 1 Dalam Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama terdapat 7 asas sebagai berikut:
1. Asas Personalitas Keislaman
Peradilan Agama merupakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan yang beragama Islam mengenai perkara-perkara tertentu diantaranya
perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah, shodaqoh dan dalam perkembangannya di
tambah dengan ekonomi syariah. Untuk itu diantara asas didalam Peradilan Agama
yakni Asas personalitas keislaman dimana yang dapat tunduk dalam kekuasaan
lingkungan Peradilan Agama yakni hanya mereka yang mengakui pemeluk Agama
Islam. Penganut Selain agama Islam atau non Islam tidak tunduk dan tidak dapat
dipaksa tunduk kepada lingkungan Pengadilan Agama. Oleh karena itu, ketundukan
personalitas muslim kepada lingkungan Peradilan Agama, tidak merupakan yang
bersifat umum, yang meliputi semua bidang perdata.
2. Asas kebebasan
Asas kebebasan merupakan asas yang paling sentral dalam kehidupan
peradilan karena kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan Negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna penegakan hukum. Dalam hal ini agar
hukum dapat ditegakkan berdasarkan Pancasila, akan tetapi kebebasan kehakiman
bukanlah kebebasan yang membabi buta akan tetapi terbatas dan relatif, diantara-
Nya:
• Bebas dari campur tangan kekuasaan negara lain,
• Bebas dari paksaan
• Kebebasan melaksanakan wewenang judical (peradilan)
3. Asas wajib mendamaikan
Asas mendamaikan dalam Peradilan Agama sejalan dengan konsep Islam
yang dinamakan Ishlah. Untuk itu layak sekali para hakim Peradilan Agama
menyadari dan mengemban fungsi “mendamaikan” karena bagaimanapun seadil-
adilnya putusan jauh lebih baik dan lebih adil jika perkara diselesaikan dengan
perdamaian, karena karakter di dalam persidangan dalam Peradilan pasti ada menang
dan kalah seadil-adilnya putusnya hakim akan di rasa tidak adil oleh pihak yang
kalah, dan sebaliknya seadil adilnya putusan akan dirasa adil oleh yang menang.

1
A. Rahmad Rosyadi, M. Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam Dalam Perspektif Tata Hukum Islam, (Bogor : Galai Indonesia,

2006), 147.

5
Untuk itu hasil dari perdamaian yang dihasilkan dari kesadaran kedua belah pihak
mereka akan sama-sama merasa menang dan merasa kalah. Akan tetapi dalam
masalah perceraian perdamaian wajib bagi hakim dimana yang sifatnya “imperatif”.
4. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan.
Sebuah Peradilan apalagi Peradilan Agama yang menjadi harapan
masyarakat muslim untuk mencari keadilan, dengan adanya Asas sederhana, cepat
dan biaya ringan akan selalu dikehendaki oleh masyarakat. Penyelesaian perkara
dalam peradilan yang cepat, tepat, adil, dan biaya ringan tidak berbelit belit yang
menyebabkan proses sampai bertahun-tahun. Biaya ringan artinya biaya yang
sederhana mungkin sehingga dapat terpikul oleh rakyat.
5. Asas terbuka untuk umum
Pelaksanaan sidang terbuka untuk umum berarti setiap pemeriksaan
berlangsung disidang pengadilan, siapa saja yang ingin berkunjung, menghadiri,
menyaksikan, dan mendengarkan jalanya persidangan tidak boleh dihalangi dan
dilarang, maka untuk memenuhi syarat formal atas asas ini, sebelum hakim
melakukan pemeriksaan lebih dahulu menyatakan dan mengumumkan ”persidangan
terbuka untuk umum”. Tujuan yang terkandungnya dalam asas ini adalah agar tidak
sampai terjadi pemeriksaan gelap/bisik-bisik karena persidangan tertutup cenderung
melakukan pemeriksaan secara sewenang-wenang, selain itu adanya edukasi yakni
dapat menjadi informasi kepada masyarakat agar tidak terperosok ke arah yang tidak
tepat. Kecuali dalam masalah Perceraian yang bersifat tertutup karena
pertimbangannya yakni kepentingan kerahasiaan aib rumah tangga dan pribadi
suami istri jauh lebih besar nilai “ekuivalensinya” di banding terbuka untuk umum,
karena barangkali mereka berpendapat bertentangan dengan moral dan kepatutan
untuk menyebar luaskan rahasia aib dan kebobrokan suami istri melalui sidang
peradilan, satu-satunya cara untuk menutup kebocoran melalui siding tertutup.
6. Asas legalitas dan persamaan
Pengertian makna legalitas pada prinsipnya sama dengan rule of law yakni
pengadilan mengadili menurut ketentuan-ketentuan hukum karena hakim berfungsi
dan berwenang menggerakkan roda jalanya peradilan melalui badan pengadilan,
semua tindakan yang dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan
peradilan, mesti menurut hukum, hakim dilarang menjatuhkan putusan dengan
sesuka atau dengan selera hakim itu sendiri yang bertentangan dengan hukum.
Sedangkan makna persamaan hak adalah seseorang yang datang yang berhadapan
dalam persidangan sama hak dan kedudukannya tidak memandang jabatan, saudara,
maupun kawan semuanya sama di hadapan pengadilan.
7. Asas aktif memberikan bantuan
Dalam asas ini hakim hendaknya dapat memberi bantuan secara aktif dilihat
dari tujuan dari memberi bantuan diarahkan untuk mewujudkan praktik peradilan
yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Ada beberapa masalah formal yang tercakup
ke dalam objek fungsi memberi bantuan dan nasihat yaitu:
• Membuat gugatan bagi yang buta huruf
6
• Memberi pengarahan tata cara izin “prodeo”
• Menyarankan penyempurnaan surat kuasa
• Menganjurkan perbaikan surat gugatan
• Memberi penjelasan alat bukti yang sah
• Memberi penjelasan cara mengajukan bantahan dan jawaban
• Bantuan memanggil saksi secara resmi
• Memberi bantuan upaya hukum
• Memberi penjelasan tata cara verzet dan rekonvensi
• Mengarahkan dan membantu memformulasi perdamaian2

B. Kewenangan Mutlak Kompetensi Peradilan Agama.


Kompetensi dalam KBBI berarti kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan
(memutus sesuatu). Adapun pengertian kompetensi Peradilan Agama menurut Undang-
undang Kekuasaan kehakiman Pasal 25 ayat 3, “Peradilan Agama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara
antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”. Kompetensi ini merupakan implementasi dari tugas pokoknya, yaitu Pengadilan
Agama sebagai salah satu badan atau instansi resmi kekuasaan kehakiman di bawah
Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu yang diatur oleh
Undang-undang.
Kata “kewenangan” bisa diartikan “kekuasaan” sering juga disebut juga
“kompetensi” atau dalam bahasa Belanda disebut “competentie” dalam Hukum Acara
Perdata biasanya menyangkut 2 hal yaitu kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Bicara
mengenai kompetensi peradilan, tentunya tidak akan terlepas dari dua hal yaitu, kewenangan
absolut dan relatif. Kekuasaan Absolute yang juga disebut kekuasaan kehakiman atribusi
(atributie van rechtsmacht) adalah kewenangan mutlak atau kompetensi absolut suatu
pengadilan; kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan
secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain (R. Soeroso, 1994: 6).3
Kekuasaan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan peradilan yang satu jenis
dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan
tingkatan. Misalnya antara Pengadilan Negeri Bogor dan Pengadilan Negeri Subang,
Pengadilan Agama Muara Enim dengan Pengadilan Agama Baturaja. Dari pengertian ini,
maka pengertian kewenangan relatif merupakan wewenang yang diberikan kepada
pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama jenis dan tingkatan yang berhubungan
dengan wilayah hukum Pengadilan dan wilayah tempat kediaman atau domisili pihak yang
berperkara. Pasal 4 ayat (1) dan (2) berbunyi: Pengadilan Agama berkedudukan di kota
madya atau ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota madya atau

2
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta : kencana, 2005), 59-74

3
Rifki Ahmad Fuadi. (2023, October 3). Kompetensi Absolut Peraidalan Agama dan Permasalahannya. Pengadilan Agama
Sidoarjo.

7
kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibukota provinsi, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah provinsi.
Dengan demikian, tiap-tiap Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukum tertentu
atau dikatakan mempunyai “yurisdiksi” tertentu, sehingga dalam hal ini meliputi satu kota
madya atau satu kabupaten, demikian juga dengan Pengadilan Tinggi Agama. Dalam
penjelasan pasal di atas disebutkan dalam keadaan tertentu sebagai pengecualian, mungkin
lebih atau mungkin kurang. Misalnya dikabupaten Riau terdapat empat buah Pengadilan
Agama disebabkan kondisi transportasi sulit.
Kompetensi absolut (absolute competentie) adalah wewenang badan pengadilan
dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan
pengadilan lain, baik dalam lingkungan peradilan yang sama maupun dalam lingkungan
peradilan yang lain. Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu dikalangan golongan
rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam.4
Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49, dan 50 Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama. Pasal 49 menyebutkan “Pengadilan agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang (a) perkawinan; (b) waris; (c) wasiat; (d) hibah; (e) wakaf;
(f) zakat; (g) infaq; (h) shadaqah; dan (i) ekonomi syariah. Selanjutnya dalam pasal 50 ayat
(1) disebutkan “dalam hal terjadi sengketa hak milik dalam perkara sebagaimana dimaksud
dalam pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan umum”.
Sementara apabila sengketa yang dimaksud terjadi antara orang-orang yang
beragama Islam maka objek sengketa diputus oleh Pengadilan Agama, sebagaimana di atur
dalam pasal 50 ayat (2). Ekonomi syariah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: Bank syariah; Lembaga
keuangan; Mikro syariah; Asuransi syariah; Reksa dana syariah; Obligasi syariah dan surat
berharga berjangka menengah syariah; Sekuritas syariah; Pembiayaan syariah; Pegadaian
syariah; Dana pensiun lembaga keuangan syariah; dan Bisnis syariah.
Konsekuensi ditambahnya kompetensi absolut pengadilan agama, maka
kewenangan pengadilan agama setara dengan pengadilan negeri dalam memeriksa sengketa-
sengketa bisnis yang diajukan kepadanya. Satu hal yang secara prinsipiil membedakan
pengadilan agama dengan pengadilan negeri dalam memeriksa sengketa bisnis adalah basis
sengketanya, yaitu lembaga ekonomi syariah. Sedangkan apabila sengketa yang timbul itu
mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, maka khusus mengenai objek yang menjadi
sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan negeri dalam lingkungan
Peradilan Umum.

4
PA Ketapang. (2014, December 18). Kompetensi Absolut Peradilan Agama. PA Ketapang
8
Adanya sikap egois (menganggap dirinya mempunyai kewenangan)dari PN yang
menerima, memeriksa dan memutus perkara-perkara yang menjadi kewenangan absolut
Pengadilan Agama, yang seharusnya tidak boleh dilakukan Pengadilan Negri.5

C. Prosedur dan Mekanisme Berperkara di Pengadilan Agama.


Prosedur dan mekanisme berperkara di Pengadilan Agama dapat bervariasi tergantung pada
yurisdiksi dan peraturan yang berlaku di negara tersebut. Namun, adapun secara umum,
berikut adalah langkah-langkah umum yang terlibat di dalam proses berperkara di
Pengadilan Agama:
a. Pengajuan Gugatan:
• Pihak yang ingin mengajukan gugatan (penggugat) mengajukan permohonan
tertulis yang berisi klaim atau tuntutan mereka ke Pengadilan Agama.
• Permohonan ini harus mencakup informasi lengkap tentang pihak yang
terlibat, klaim yang diajukan, dan bukti-bukti yang mendukung klaim
tersebut.
b. Pemeriksaan Permohonan:
• Setelah pengajuan permohonan, Pengadilan Agama akan memeriksa
kelengkapan permohonan dan memastikan bahwa klaim yang diajukan
memenuhi syarat hukum.
c. Pemberitahuan kepada Pihak Tergugat:
• Setelah permohonan dinyatakan sah, pihak tergugat akan diberitahu tentang
gugatan tersebut.
• Pihak tergugat memiliki hak untuk menanggapi gugatan dalam waktu
tertentu, biasanya dengan mengajukan jawaban tertulis.
d. Sidang Mediasi (Opsional):
• Beberapa yurisdiksi mungkin mewajibkan pihak-pihak yang terlibat dalam
perselisihan untuk mengikuti sesi mediasi untuk mencoba menyelesaikan
sengketa secara damai sebelum persidangan formal.
e. Persidangan:
• Jika mediasi tidak berhasil atau tidak diperlukan, maka kasus akan diajukan
ke persidangan.
• Selama persidangan, pihak-pihak yang terlibat akan memberikan bukti dan
kesaksian mereka.
• Hakim akan mendengarkan argumen dan bukti dari kedua pihak dan
kemudian akan mengeluarkan keputusan.
f. Putusan:
• Setelah mendengar argumen dan bukti, hakim akan mengeluarkan putusan
yang memutuskan sengketa tersebut.

5
Maisarah. (n.d.). Kompetensi Relatif dan Absolut Antara Peradilan Islam di Indonesia dengan Peradilan Umum vol. 4 NO 2
2015.

9
• Putusan ini dapat berupa pemutusan, pengakuan, atau perintah lainnya yang
sesuai dengan hukum yang berlaku.
g. Pelaksanaan Putusan:
• Pihak yang kalah dalam persidangan harus mematuhi putusan Pengadilan
Agama.
• Jika perlu, pengadilan dapat mengeluarkan perintah eksekusi untuk
menjamin pelaksanaan putusan.
h. Banding (Opsional):
• Pihak yang tidak puas dengan putusan Pengadilan Agama dapat mengajukan
banding ke pengadilan tingkat lebih tinggi, jika diizinkan oleh hukum yang
berlaku.

Prosedur dan mekanisme berperkara di Pengadilan Agama dapat sangat bervariasi antara
negara-negara yang berbeda. Oleh karena itu, penting untuk memeriksa undang-undang dan
peraturan yang berlaku di yurisdiksi tertentu untuk memahami dengan tepat bagaimana
prosesnya berlangsung.6

6
Prosedur dan Alur Beracara di Pengadilan Agama. Deepublish, 2018.

10
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam peradilan agama, berlaku prinsip-prinsip hukum perdata yang bersumber dari ajaran
agama Islam, seperti prinsip keadilan, kesaksamaan, dan kebenaran. Asas musyawarah untuk
mencapai kesepakatan menjadi pendekatan yang penting dalam menyelesaikan perkara perdata, dan
mediasi sering digunakan sebagai upaya penyelesaian konflik sebelum memasuki proses peradilan
formal.

Pengadilan agama memiliki kewenangan mutlak dalam menangani perkara perdata yang
berhubungan dengan hukum keluarga, seperti perkawinan, perceraian, waris, dan wali anak. Hanya
perkara-perkara yang secara tegas diatur oleh hukum perdata Islam yang dapat ditangani oleh
pengadilan agama, sedangkan perkara perdata yang tidak memiliki relevansi dengan hukum
keluarga akan masuk ke peradilan umum.

Proses peradilan agama melibatkan tahapan-tahapan tertentu, seperti pengajuan gugatan,


persidangan, dan putusan. Keseluruhan proses hukum dalam pengadilan agama dilaksanakan
dengan mengacu pada hukum perdata Islam dan perundang-undangan yang berlaku di negara yang
bersangkutan. Pihak yang terlibat dalam perkara di pengadilan agama harus tunduk pada aturan dan
etika yang berlaku, serta dapat mengajukan banding atau kasasi jika merasa tidak puas dengan
putusan pengadilan.

11
DAFTAR PUSTAKA

A. Rahmad Rosyadi, M. Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam Dalam Perspektif Tata Hukum
Islam, (Bogor : Galai Indonesia, 2006), 147.

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta : kencana, 2005), 59-74

Rifki Ahmad Fuadi. (2023, October 3). Kompetensi Absolut Peradialan Agama dan
Permasalhannya. Pengadilan Agama Sidoarjo.

PA Ketapang. (2014, December 18). Kompetensi Absolut Peradilan Agama. PA Ketapang.

Maisarah. (n.d.). Kompetensi Relatif dan Absolut Antara Peradilan Islam di Indonesia dengan
Peradilan Umum vol. 4 NO 2 2015.

Mujahidin, Ahmad. Prosedur dan Alur Beracara di Pengadilan Agama. Deepublish, 2018.

12

Anda mungkin juga menyukai