Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN

AGAMA,SUMBER,PRINSIP,DAN ASAS.

(Disusun Untuk Memenuhi tugas mata kuliah Hukum acara

peradilan Agama)

Dosen Pengampu: TULUS WAHJUONO,SH., MH

Disusun oleh :

Fakhru Zaman (200201110082)

M.Fahmi Rizaldi (200201110176)

M.Rizqi Darmawan (200201110149)

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

1
2022

KATA PENGANTAR

ِ ‫بِ ۡس ِم ٱهَّلل ِ ٱلر َّۡح ٰ َم ِن ٱلر‬


‫َّحيم‬
‫ والصالة والسالم على اشرف االنبياء‬،‫الحمد ﷲ الذي عالم بكل شيئ وقادرعلى كل شيئ‬
‫ اللهم صل على نور االنوار وعلى اله االطهار واصحابه‬.‫والمرسلين وعلى اله وصحبه اجمعين‬
‫االخيار عدد نعم ﷲ وافضاله اما بعد‬
Puja dan puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tugas mata kuliah hukum acara peradilan agama dengan judul “ HUKUM ACARA PERADILAN
AGAMA,SUMBER,PRINSIP,DAN ASAS. “.

Makalah ini telah kami susun untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Dengan
harapan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman bagi penulis maupun
pembaca. Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam memberikan arahan dan bimbingannya. Khususnya kepada bapak Tulus
wahjuno,S.H., M.H selaku dosen mata kuliah hukum acara peradilan agama

Terlepas dari semua itu, dengan segala kerendahan hati penulis memohon maaf apabila
ada kesalahan dalam proses pembuatan makalah. Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Malang, 9 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……................................................................................................2
Daftar Isi…………..…...………………………………………………………….3
Bab I..........................................................................................................................4
Pendahuluan.............................................................................................................4
A.Latar Belakang…..…………..………………………………………………….4
B.Rumusan Masalah…………..………………………………………………….4
C.Tujuan Penulisan….…………..………………………………………………..4
Bab II........................................................................................................................5
Pembahasan.............................................................................................................5
A.Hukum aacara peradilan agama……………………………………………...5

Pegertian…...……………………………………………………………………...5

B. Sumber hukum...........……...............................................................................7

C. Asas Hukum acara peradilan agama..............................................................11

D.Prinsip Hukum Acara peradilan Agama……………………………………12

Bab III.....................................................................................................................15
Kesimpulan.............................................................................................................15
Daftar Pustaka......................................................................................................15

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga pelaksana kekuasaan Kehakiman di Negara
Republik Indonesia sebagaimana di tentukan dalam Bab III Pasal 18 yang berbunyi “Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada
dibawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan
Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Pengadilan Agama sebagaimana di jelaskan dalam Pasa 4 Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 adalah berkedudukan di Kodia atau di ibu Kota Kabupaten yang Daerah Hukumnya
meliputi Wilayah Kodia atau Kabupaten. Tugas Pokok Pengadilan Agama sebagai Peradilan
Tingkat pertama adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-
perkara yang diajukan kepadanya dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-
undangan termasuk didalamnya pengelolaan Administrasi Kepaniteraan dan kesekretariatan serta
kegiatan-kegiatan lainnya. Bahwa untuk mewujudkan tugas pokok dan fungsi Pengadilan Agama
Lebong yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor : 3 tahun 2011 tanggal
24 Februari 2011 adalah mewujudkan tata kehidupan Sekilas Pandang Pengadilan Agama
Lebong 2 dalam upaya menegakkan keadilan, Kebenaran, Ketertiban dan kepastian hukum.

Peradilan Agama atau disebut juga sebagai Mahkamah Syari’ah sebagai pemegang
kekuasaan kehakiman tentu menghasilkan suatu produk hukum yang berupa Penetapan atau
Putusan. Putusan hakim atau yang disebut juga sebagai putusan pengadilan merupakan sesuatu
yang sangat diinginkan oleh para pihak yang berperkara guna menyelesaikan sengketa yang
dihadapi, dengan putusan hakim akan mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara
yang mereka hadapi.1

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum acara peradilan agama ?
2. Apa yang dimaksud dengan Sumber hukum acara peradilan agama?
3. Apa yang dimaksud dengan prinsip hukum acara peradilan agama?
4. Apa yang dimaksud dengan Asas hukum acara peradilan agama?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud hukum acara peradilan agama.
1
Moh. Taufik Makarao, Pokok – Pokok Hukum Acara Perdata, (Rineka Cipta, Jakarta, 2004) 124

4
2. Mengetahui apa yang dimaksud sumber hukum acara peradilan agama.
3. Mengetahui apa yang dimaksud prinsip hukum acara peradilan agama.
4. Mengetahui apa yang dimaksud hukum acara peradilan agama.

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Pada dasarnya hukum acara disebut dengan istilah hukum formal, yang mana dibentuk
dengan cara mengutamakan pada kebenarannya. Dengan begitulah beracara dalam pengadilan
tidak hanya mengetahui dari segi materi hukum, tetapi harus mengetahui dari cara dan bentuknya
yang secara spesifik. Dengan kata lain hukum acara bertujuan mewujudkan hukum materiel 2.
Didalam islam pengertiannya adalah hukum yang mengatur tentang cara dari berita pengajuan
perkara perdata islam dalam kewenangan peradilan islam sesuai dengan sabda nabi saw : “aku
(katakana rasulullah) diperintahkan oleh allah untuk menyelesaikan suatu perkara menurut
zahirnya saja, sedangkan secara sir (hakikatnya), hanya allah jualah yang paling tahu.” Dalam
hal ini yang perlu diketahui adalah mengenai makna zahir yang berarti suatu kebenaran formal
berdasarkan istilah hukum acara perdata umum, akan tetapi maksudnya adalah kebenaran dalam
hakikat secara formal atau kebenaran materiel menurut kemampuan pengetahuan manusia.
Dengan demikian, hukum acara peradilan agama bersumber pada alquran dan sunnah (syariat
islam) serta segala peraturan perundang-undangan yang mengatur cara orang dalam bertindak
dihadapan pengadilan agama yang sesuai dengan syariat islam, serta yang mengatur dari cara
pengadilan dalam menyelesaikan dan mengatasi suatu perkara yang telah diajukan dalam
pengadilan agama agar mewujudkan dari hukum materiel yang menjadi kekuasaan dalam
pengadilan agama islam diindonesia khususnya. Dalam paparan umumnya dapat dijelaskan
2
Dr.H. Zulkarnaen, S.H.,M.H., Dewi Mayaningsih,S.H.,M.H., “Hukum Acara Peradilan Agama Di Indonesia-Lengkap
dengan sejarah dan kontribusi system hukum di Indonesia”, ISBN : 978-979-076-642-6, Februari 2017.

5
untuk kekuasaan Negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan
menyelesaikan perkara-perkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam untuk
menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan untuk paparan pengadilan agama sendiri lebih
merujuk pada suatu badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum
dan keadilan. Hukum acara peradilan agama merupakan hukum acara perdata yang juga berlaku
dipengadilan umum sehingga bertujuan untuk mengatur jalannya proses beracara dimuka
persidangan agar ditaatinya hukum materiil perdata itu sendiri.3Reformulasi dalam pembangunan
hukum acara peradilan agama secara sisipan terhadap H.I.R. dan R.Bg, dapat dijelaskan bahwa
dalam ranah dogmatic hukum dari pengertiannya seakan-akan menegaskan nilai-nilai dan asas-
asas dalam hukum islamlah yang harus menyesuaikan dengan ranah dogmatic hukum
berdasarkan hukum barat.

Reformulasi hukum acara peradilan agama melalui proses legislasi akan mengalami
hambatan. Berdasarkan dua metode refomulasi hukum acara peradilan agama tersebut, maka
yang sangat memungkinkan dilakukan adalah menggunakan metode reformulasi undang-undang
secara sisipan. Alasannya adalah pada reformulasi secara sisipan tenaga dan biaya diperlukan
lebih sedikit dan lebih ringan, dibandingkan dengan metode reformulasi undang-undang secara
menyeluruh. Perubahan rumusan pasal undang-undang di bidang hukum acara, hanya
menyesuaikan dengan kebutuhan di lingkungan peradilan agama saja. Dengan kata lain, keadilan
prosedural yang dibangun melalui lembaga peradilan agama, di satu pihak tetap berpijak pada
sistem peradilan yang berlaku dalam sistem peradilan Indonesia dengan mengusung ciri sistem
peradilan Eropah Kontinental.4 Orientasi aturan hukum acara peradilan agama secara normatif
mutatis mutandis yang berlaku adalah hukum acara di lingkungan peradilan umum, ternyata
ketika diterapkan membawa polarisasi dan bias nilai, asas-asas, norma maupun proses
aktualisasinya. Mekanisme penyelesaian perkara di lingkungan peradilan umum dilakukan
berdasarkan nilai-nilai filosofi yang tercantum hukum acara perdata Barat. Ketika mekanisme
penyelesaian perkara yang didasarkan pada prosedur dan tahapan berdasarkan kerangka dan
3
Dewi Fitriana, “Analisis Hukum Acara Peradilan Agama Terhadap Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No:
0127/Pdt.g/2010/Pa. Sda Tentang Putusan No (Niet Onvtankelijke Verklaard) Dalam Perkara Sengketa Pembagian
Harta Waris Hasil Penjualan Rumah,” January 2, 2012
4
“Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iah Di ... - Dr. Drs. H. M. Fauzan, S.H.,
M.M., M.H. - Google Buku,” accessed September 6, 2022, https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=qTi2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR1&dq=pengertian+hukum+acara+
peradilan+agama+&ots=jdqNE3QCtP&sig=z6rwnqSoEfdL-c5sMZtNcpiTknk&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian
&f=false.

6
konsep hukum acara perdata Barat diterapkan di lingkungan peradilan agama, maka terjadi
pergeseran karakteristik dan ciri yang melekat pada hukum materiil sebagai acuan kewenangan
peradilan agama.5 Peradilan agama sendiri juga memiliki arti sebagai peradilan islam di
Indonesia, sebab dari jenis perkara yang diadili dan seluruhnya merupakan jenis dari perkara
menurut agama islam. Jadi secara tegas dan garis besar dapat dikatakan suatu peradilan islam
yang liminatif yang telah disesuaikan dengan kondisi diindonesia. Adapun juga pemaparan yang
ada, walaupun istilahnya sudah dipakai sejak zaman belanda dengan alasan yang dikemukakan
adalah bahwa apa yang diperiksa atau diadili dalam peradilan agama bukanlah pelanggaran
kaidah agama, melainkan suatu pelanggaran sengketa hukum perdata islam yang bersifat
duniawi. Oleh karena itu kata peradilan agama kurang tepat, meskipun sudah salah kaprah dan
telah disahkan berdasarkan undang-undang.namun dalam pemikiran lain dapat disumpulkan juga
bahwasannya peradilan agama merupakan peradilan khusus di Indonesia, sedangkan peradilan islam
sifatnya lebih umum dan universal mencangkup dari peradilan Negara-negara islam atau Negara
mayoritas islam.6

B. sumber hukum
Pengertian sumber hukum

Pada dasarnya Sumber hukum memiliki pengertian adalah asalnya hukum yang
merupakan bentuk dari keputusan penguasa yang memiliki wewenang untuk memberikan sebuah
keputusan.Oleh kerena itu keputusan hanya bisa dibeirikan atau dikeluarkan oleh penguasa yang
berwenang untuk itu. Sumber hukum dengan memiliki arti sebagai asalnya hukum, membawa
kepada suatu penyelidikan tentang wewenang, untuk menyelidiki apakah suatu keputusan berasal
dari penguasa yang berwenang atau tidak. Keputusan penguasa yang berwenang dapat berupa
peraturan dapat pula berupa ketetapan. Sumber hukum dengan pengertiannya sebagai tempat
dikemukakannya peraturan-peraturan hukum yang berlaku. Sumber hukum dalam pengertian ini
membawa hukum dalam penyelidikan tentang macam-macam, jenis-jenis dan bentukbentuk dari
peraturan dan ketetapan. Selain itu pengertian sumber hukum dalam pengertiannya sebagai hal-
hal yang dapat atau seyogianya mempengaruhi kepada pengusa di dalam menentukan hukumnya.
5
Abdullah Gofar, “Reorientasi Dan Reformulasi Hukum Acara Peradilan Agama,” 2013
6
Erfaniah Zuhriah, “Peradilan Agama Indonesia-Sejarah konsep dan Praktik di Pengadilan Agama”, ISBN :978-602-
1642-21-4, Oktober 2014.

7
Misalnya keyakinan akan hukumnya, rasa keadilan, perasaan akan hukumnya entah dari penguasa
atau rakyatnya, dan juga teoriteori, pendapat-pendapat dan ajaran-ajaran dari ilmu pengetahuan
hukum.7

Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa sumber hukum sering digunakan dalam


beberapa arti, yaitu:

a) sebagai asal hukum atau permulaan hukum misalnya kehendak Tuhan, akal
manusia, jiwa bangsa dan sebagainya;

b) menunjukkan hukum terdahulu;

c) sebagai sumber berlakunya;

d) sebagai sumber mengenal hukum misalanya Undang-Undang, dokumen dan


sebagainya;

e) sebagai sumber terjadinya hukum yang menimbulkan.8

Sumber Hukum Acara Peradilan Agama

Hukum acara peradilan agama,sebagaimana yang dijelaskan pda pasal 54 Undang-undang


No.7 tahun 1989 tentang peradilan agama dan kedua amandemenya yang menyatakan bahwa
hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungna peradilan agama sama dengan
hukum acara yang belaku pada acara perdata dalam lingkungan peradilan umum,Kecuali
peraturan yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang No.7 tahun 1989.Oleh karena
itu menunjukan bahwa yang menjadi sumber hukum acara peradilan agama,selain dari Undang-
undang No.7 tahun 1989 bahwa sumber hukum acara perdata juga yang belaku pada lingkungan
peradilan umum sama halnya pada lingkkungan peradilan agama.9

1. Herziene Indonesische Reglement (HIR)

HIR berasal dari IR (Inlandsche Reglement), dimuat dalam lembaran negara No. 16 jo
57/1848 yang judul lengkapnya adalah Reglement op de uit oefening van de politie, der
Burgelijke rechtspleging en de Strafvordering onder de inlanders en Vremde Oosterlingennop

7
Hukum dan sumber-sumber Hukum,Thersia Ngutra
8
Andi Intan Cahyani, Peradilan Agama sebagai Penegak Hukum Islam di Indonesia
9
Hukum acara peradilan agama plus prinsip hukum islam dalam risalah qadha Umar bin khattab,DR.Hj.tsamrotul
fuadah,M.AG.,Rajawali pers

8
Java en Madura (reglemen tentang melakukan tugas kepolisian mengadili perkara perdata dan
penuntutan perkara pidana terhadap golongan BumiPutera dan Timur asing di Jawa Madura).

Seperti judulnya maka isi HIR dapat dibagi dua yaitu bagian acara pidana dan acara perdata,
yang diperuntukan bagi golongan Bumipuera dan Timur asing di Jawa dan Madura untuk
berperkara di muka landraad. Bagian acara pidana dari pasal 1 sampai dengan 114 dan pasal 246
sampai dengan pasal 371 bagian acara perdata dari pasal 115 sampai dengan 245. Sedangkan
title ke 15 yang merupakan peraturan rupa-rupameliputi acara pidana dan acara perdata. Dengan
berlakunya UU No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), maka ketentuan dalam HIR yang mengatur tentang acara pidana dinyatakan tidak
berlaku lagi.

2. Reglement Voor de Buitegewesten (Rbg)

Rbg yang ditetapkan dalam pasal 2 ordonansi 11 Mei 1927 lembaran Negara No. 22 tahun
1927 khususnya bab II pasal 104 sampai dengan pasal 323 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli
1927 adalah pengganti dari berbagai peraturan yang berupa reglemen yang tersebar dan berlaku
hanya dalam suatu daerah tertentu saja, seperti regelement bagi daerah Ambon, Aceh, Sumatera
Barat, Palembang, Kalimantan, Minahasa dan lain-lain. Rbg berlaku untuk luar Jawa dan
Madura. Sebgaimana putusan mahkama agung republik indonesia No.1009k/sip/1972 tanggal 30
januari 1975 dan surat edaran mahkamah agung republik Indonesia No.3 tahun 1965.

3. Reglement op de Burgelijke Rechtvordering (Rv)

Rv yang dimuat dalam lembaran Negara No. 52 /1847, mulai berlaku pada tanggal 1 Mei
1848 adalah reglement yang berisi ketentuan-ketentuan hukum acara perdata yang berlaku
khusus untuk golongan Eropa dan dipersamakan dengan mereka untuk berperkara dimuka Raad
van justitie dan Residentie gerecht. Dalam praktek RV digunakan untuk masalah arbitrase.

4. Burgerlijke wetbook (BW)

Beurgerlijke wetbook disebut juga sebagai kitab undang-undang hukum perdata


eropa.Peraturan tentang hukum perdata yang terdapat dalam BW dibahas dalam buku IV tentang
pembuktian yang termuat dalam pasal 1865-pasal 1993

5. Wetbook van koophandel(WvK)

9
Wetbook van koophandel yang dikenal dalam bahasa Indonesia denagan kitab Undang-
undang hukum dagang,khusus yang ada kaitanya dengan aturan tentang kepailitan yang diatur
dalam stb.1906 Nomor 34810

6. UU No. 7 tahun 1989 Jo UU Nomor 3 tahun 2006 Jo UU Nomor 50 tahun 2009 tentang
peradilan agama juga merupakan sumber hukum acara khususnya di lingkungan
peradilan agama.
7. UU No. 14 tahun 1985.

Tentang Mahkamah Agung yang diubah menjadi UU No. 5 tahun 2004 dan diubah kembali
dengan UU No.3 tahun 2009.

8. Yurisprudensi.

Yurisprudensi atau putusan-putusan hakim yang berkembang di lingkungan dan sudah


pernah di putus dipengadilan.Atau pengumpulan yang sistematis dari keputusan mahkamah
agung dan keputusan pengadilan tinggi yang dikuti oleh hakim lain dalam memberikan
keputusan terhadap maslah yang sama.11

9. Surat edaran Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Agung

Surat edaran Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Agung republik indonesia
sepanjang yang menyangkut hukum acara perdata tetapi tidak mengikat hakim sebagaimana
undang-undang.

10. Undang-undang No 1 Tahun 1974.

Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan peraturan pemerintah No.9 Tahun
1975 tentang aturan pelaksanaanya12

C.Prinsip dan Asas

Prinsip

10
Hukum acara peradilan agama plus prinsip hukum islam dalam risalah qadha Umar bin khattab,DR.Hj.tsamrotul
fuadah,M.AG.,Rajawali pers
11
Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia,Enrico simanjuntak
12
Hukum acara peradilan agama plus prinsip hukum islam dalam risalah qadha Umar bin khattab,DR.Hj.tsamrotul
fuadah,M.AG.,Rajawali pers

10
Prinsip Peradilan Agama ialah sebagaiamana berlakunya Prinsip Hukum Acara Perdata yang
berlaku di lingkungan umum, kecuali yang telah diatur secara khusu dalam Peradilan Agama.
Ada beberapa prinsip Peradilan agama, hal ini mengacu pada Risalah Al Qada’.

1. Proses peradilan dilakukan dengan mengatasnamakan Kwtuhanan yang maha esa.

Proses peradilan harus dilakukan dengan mengatsnamkan Ketuhanan yang Maha Esa. Prinsip ini
diambil dari putusan pengadilan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”
(Pasal 4 ayat 1 UU No 4 Th 2004)

2. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara.

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan lainnya
yang berada dibawahnya dalam lingkup pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan
militer, pengadilan tata usaha negara.

3. Proeses peradilan diselenggarakan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan.

Yang dimaksud dengan sederhana adalah acara yang dijalankan jelas, mudah difahami dan tidak
berbelit belit. Cepat adalah mengacu pada jalannya proses peradilan yang tidak lamban. Biaya
ringan adalah biaya yang tidak memberatkan atau banyak sehingga semua masyarakat mampu
menanggung biaya tersebut.

4. Pengadilan tidak boleh menolak perkara.

Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang
dianjurkan dengan dalih bahwa hukum tidak ada. Ketidakbolehan menolak ini karena hakim
dianggap tahu hukum. Jika hakim tidak menemukan hukum tertulis, maka dia wajib
menggali(Ijtihad).

5. Putusan Hakim harus disertai alasan.

Semua putusan pengadilan harus disertai dengan alasan yang dijadikan dasar mengadili. Alasan
ini dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban hakim atas putusannya terhadap masyrakat, para
pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum. Dan dengan alasan ini pula putusan hakim
memiliki wibawa dan bukan karena figure hakim tertentu yang memutuskannya.

6. Hakim mengadili kedua belah pihak yang berperkara.

Hakim harus memperlakukan kedua belah pihak yang berperkaara dalam kapasitas yang sama
dalam artian tidak membeda bedakan, tidak memihak pada salah satu dan harus mendengar
keterangan dari keduabelah pihak, karena keduabelah pihak harus diberikan kesempatan untuk
didengar keterangannya.

11
7. Setiap masalah yang terhadapnya berlaku ketentuan syariah islam maka wajib
diselesaikan menurut syariat islam.

Setiap masalah harus diselesaikan dengan hukum islam jika memang masalah tersebut berkaitan
dengan islam. Akan tetapi yang menjadi rujukan dalam menyelesaikan masalah tersebut ialah
hukum hukum islam yang berlaku di Indonesia. 13

Prinsip pengadilan agama tersebut, menurut beberapa penulis, seperti Dr. A Mukti Arto,
S.H., M.Hum. sama halnya dengan prinsip peradilan Risalah Al Qada pada masa sahabat Umar
AS. Hanya saja di Risalah Al Qada ada 11 prinsip (1. Penegakan peradilan 2. Mengetahui duduk
perkara, memutus, dan melaksanakan putusan 3. Mempersamakan para pihak 4. Bukti bagi
penggugat, sumpah yang mengingkarinya 5. Kebolehan perdamaian 6. Kesempatan layak dalam
pembuktian 7. Memperbaiki putusan yang salah 8. Kesaksian bagi setiap muslim 9. Melakukan
kiyas kasus serupa, dan menetapkan yang lebih dekat kepada kebenaran 10. Menghindari kacau
pikiran, dan menyakiti orang berperkara 11. Bersih niat dan ikhlas menegakkan kebenaran)

Asas
Badan peradilan mempunyai asas asas yang telah dirumuskan untuk mengemban tugasnya
karena dengan tugas tersebut dapat dikatakan sebagai sifat dan karakter yang melekat pada
keseluruhan rumusan dalam pasal-pasal dan Undang-Undang. Dalam UU No 50 Th 2009, asas
peradilan agama ada 7.

A. Asas Personalitas Keislaman

Asas ini dapat kita pahami melalui pasal 2 undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, bahwa bagi non-Islam bukan merupakan bagian dari kekuasaan Peradilan Agama. 

Dipertegas pula dalam pasal 49 undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, bahwa “Pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf ,
zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.” 

Dalam penjelasannya dinyatakan pula bahwa yang dimaksud “antara orang-orang yang beragama
Islam adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri
dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradila
agama sesuai dengan ketentuan pasal ini.”

B. Asas Keharusan Upaya Mendamaikan/Ishlah

13
Dr. A Mukti Arto, S.H., M.Hum, Peradilan Agama dalam system Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka
Belajar, 2012), 66

12
Asas ini dapat kita pahami dalam pasal 82 ayat (4) undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama bahwa “Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.” 

Maka, seorang hakim dalam lingkungan Peradilan Agama diwajibkan melakukan upaya
perdamaian kepada para pihak selama perkara belum diputus, perdamaian ditanyakan oleh hakim
dalam setiap persidangan. 

Bahkan, menurut Yahya Harahap bahwa “Khusus dalam perkara sengketa perceraian, asas
mendamaikan adalah bersifat “imperatif”. Usaha mendamaikan merupakan beban yang
“diwajibkan”hukum kepada hakim dalam setiap perkara sengketa perceraian. Memang sifat
kewajiban mendamaikan, tidak berlaku secara umum. Sifat imperatif upaya mendamaikan
terutama dalam persengketaan perceraian atas alasan perselisihan dan pertengkaran.”

Adapun dalam Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2016 pasal 4 ayat (1) disebutkan
bahwa “Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan
(verzet) atau putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara maupun pihak ketiga terhadap
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
ini.” 

Sedangkan dalam pasal 33 ayat (1) disebutkan bahwa “Pada tiap tahapan perkara, Hakim
pemeriksan perkara tetap berupaya mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum
pengucapan putusan.”

C. Asas Kesaksian Keluargaan atau Teman Dekat

Asas ini dilandasi oleh pemahaman bahawa dalam perkara perceraian, bukan hanya suami/istri
yang terlibat akan tetapi ada pula orang disekitarnya seperti keluarga atau teman dekat pihak
terkait. 

Maka dari itu, dalam persidangan lumrah hakim membebankan kepada para pihak untuk
menghadirkan keluarga atau teman dekat sebagai saksi. 

Hal di atas sejalan denga isi pasal 76 ayat (2) undang-undang Peradilan Agama, bahwa “Apabila
gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqoq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian
harus didengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat
dengan suami istri.”

D. Asas Pemberian Bantuan

Sebagaimana isi pasal 4 ayat (2) undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman dinyatakan bahwa “Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi

13
segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dam
biaya ringan.” 

Maka, dalam keadaan pihak-pihak yang berkara memiliki keterbatasan pengetahuan dalam
beracara hakim dapat bertindak secara aktif atau pasif dinamis untuk membantunya agar
mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.

E. Asas Sidang Tertutup Untuk Umum

Betul, bahwa umumnya persidangam harus terbuka untuk umum, namun dalam hal undang-
undang menyatakan lain maka diperbolehkan persidangan tertutup untuk umum. 

Jika, undang-undang tidak menyatakan lain, maka dapat mengakibatkan persidangan tidak sah
dan putusannya dinyatakan batal demi hukum. 

Berbeda halnya dalam perkara perkawinan yakni cerai gugat dan cerai talak maka, persidangan
dilakukan dengan sidang tertutup untuk umum (pasal 68 ayat (1) dan pasal 80 ayat (2) undang-
undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

Pemberlakuan asas sidang tertutup untuk umum didasarkan pada konsep Islam untuk tidak
membuka aib keluarga atau aib rumah tangga, maka untuk itu diterapkanlah asas tersebut.14

BAB 3

KESIMPULAN
Dengan demikian, hukum acara peradilan agama bersumber pada alquran dan sunnah (syariat
islam) serta segala peraturan perundang-undangan yang mengatur cara orang dalam bertindak
dihadapan pengadilan agama yang sesuai dengan syariat islam, serta yang mengatur dari cara
pengadilan dalam menyelesaikan dan mengatasi suatu perkara yang telah diajukan dalam

14
A. Rahmad Rosyadi, M. Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam Dalam Perspektif Tata Hukum Islam, (Bogor : Galai
Indonesia, 2006), 147

14
pengadilan agama agar mewujudkan dari hukum materiel yang menjadi kekuasaan dalam
pengadilan agama islam diindonesia khususnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Gofar, “Reorientasi Dan Reformulasi Hukum Acara Peradilan Agama,” 2013
Andi Intan Cahyani, Peradilan Agama sebagai Penegak Hukum Islam di Indonesia
Dewi Fitriana, “Analisis Hukum Acara Peradilan Agama Terhadap Putusan Pengadilan Agama
Sidoarjo No: 0127/Pdt.g/2010/Pa. Sda Tentang Putusan No (Niet Onvtankelijke
Verklaard) Dalam Perkara Sengketa Pembagian Harta Waris Hasil Penjualan
Rumah,” January 2, 2012
Dr. A Mukti Arto, S.H., M.Hum, Peradilan Agama dalam system Ketatanegaraan Indonesia,
(Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2012)
Dr.H. Zulkarnaen, S.H.,M.H., Dewi Mayaningsih,S.H.,M.H., “Hukum Acara Peradilan Agama
Di Indonesia-Lengkap dengan sejarah dan kontribusi system hukum di
Indonesia”, Februari 2017.
Erfaniah Zuhriah, “Peradilan Agama Indonesia-Sejarah konsep dan Praktik di Pengadilan
Agama”, ISBN :978-602- 1642-21-4, Oktober 2014
Hukum acara peradilan agama plus prinsip hukum islam dalam risalah qadha Umar bin
khattab,DR.Hj.tsamrotul fuadah,M.AG.,Rajawali pers
Hukum dan sumber-sumber Hukum,Thersia Ngutra
Moh. Taufik Makarao, Pokok – Pokok Hukum Acara Perdata, (Rineka Cipta, Jakarta, 2004
Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia,Enrico simanjuntak
Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syar’iah Di ... - Dr. Drs.
H. M. Fauzan, S.H., M.M., M.H. - Google Buku,” accessed September 6, 2022,
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=qTi2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR1&dq=pengertian+hukum+aca
ra+ peradilan+agama+&ots=jdqNE3QCtP&sig=z6rwnqSoEfdL-
c5sMZtNcpiTknk&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian &f=false.

15
16

Anda mungkin juga menyukai