Anda di halaman 1dari 13

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Peradilan Agama Indonesia Dra. Yusliati,MA

MAKALAH

PERADILAN AGAMA

Oleh
Kelompok I :

Anggia Azianti (12020227594)

Anisa Putri Wahyui (12020225674)

M.Axa Dorizo (12020214868)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TAHUN AJARAN 2022/1442 H


KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah Shubannahu Wa Ta`ala karena
atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sendiri, kami dapat selesai Makalah dengan
judulperadilan agama indonesia. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad Shallahu `Alaihi Wa Sallam, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-
pengikutnya sampai hari penghabisan.

Atas bimbingan dari Dosen peradilan agama indonesia dan teman-teman maka disusunlah
Makalah ini, semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah peradilan agama indonesiadan semoga segala yang tertuang
dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis juga bagi para pembaca dalam rangka
membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi
arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih Deret.

Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:

1. Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Dra. Yusliati,MA


2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya makalah.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran yang bersifat
membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selan-owjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah Shubhannahu Wa Ta`ala kita kembalikan semua, karena
kesempurnaan hanya milik Allah Shubhannahu Wa Ta`ala.

Pekanbaru, 16 maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradilan Agama adalah salah satu peradilan yang menjalankan kekuasaan


kehakiman di Indonesia yang berfungsi menyelesaikan perkara perdata tertentu di
kalangan umat Islam Indonesia. Sedangkan kedudukannya terutama di era reformasi ini
mencapai puncak kekokohannya pada tahun 2001, saat disepakatinya perubahan ketiga
UUD 1945 oleh MPR. Dalam pasal 24 UUD 1945 hasil amandemennya secara ekspelisit
dinyatakan bahwa lingkungan Peradilan Agama disebutkan seabagai salah satu pelaksana
kekuasaan kehakiman di Indonesia, bersama lingkungan peradilan lainnya di bawah
Mahkamah Agung. Kemudian ditandai dengan disahkannya UU No. 4 Tahun 2004
tentang kekuasaan Kehakiman sebagai perubahan atas UU No. 35 Tahun 1999. Dalam
UU No. 4 Tahun 2004 disebutkan : “ bahawa semua lingkungan peradilan , termasuk
Peradilan Agama, pembinaan, organisasi, administrasi dan pinansialnya dialih dari
pemerintah kepada Mahkamah Agung”.1 Pengadilan agama sebagai salah satu badan
peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk menegakkan hukum dan
keadilan bagi orangorang yang beragama Islam, yang sebelumnya berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989, hanya berwenang menyelesaikan perkara perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqah, sekarang berdasarkan Pasal 49 huruf
I Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, kewenangan absolut pengadilan agama
diperluas, termasuk kewenangan untuk menyelesaikan sengketa di bidang Ekonomi
Syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian peradilan agama?
2. Apa pengertian pengadilan agama?
3. Bagaimana peradilan agama sebagai pranata sosial dan cakupan studi peradilan
agama?
4. Bagaimana metode pengkajian peradilan agama?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian peradilan agama.
2. Mengetahui pengertian pengadilan agama.
3. Mengetahui peradilan agama sebagai pranata sosial dan cakupan studi peradilan
agama.
4. Mengetahui metode pengkajian peradilan agama.

2
DAFTAR ISI

Halaman

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
A. Latar belakang..............................................................................................................
B. Rumusan masalah.........................................................................................................
C. Tujuan...........................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................
A. Pengertian peradilan agama..........................................................................................
B. Pengertian pengadilan agama.......................................................................................
C. peradilan agama sebagai pranata sosial cakupan studi peradilan agama.....................
D. metode pengkajian peradilan agama............................................................................
BAB III PENUTUP................................................................................................................
A. kesimpulan....................................................................................................................
B. saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradilan Agama


Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam (lihat
pasal 1 angka 1 UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama). Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan kehakiman
bagi rakyat yang beragama Islam mengenai perkara tertentu. Menurut pasal 49 UU No. 3
Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(“UU 3/2006”), yang menjadi kewenangan dari pengadilan agama adalah perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
 perkawinan;
 waris;
 wasiat;
 hibah;
 wakaf;
 zakat;
 infaq; shadaqah; ekonomi syari'ah.
Jadi, untuk perkara ekonomi syari’ah, menjadi kewenangan absolut dari
pengadilan agama. Ekonomi syari’ah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh
orang perorang, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan
hukum dalam rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial
menurut prinsip syariah (lihat Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah). Jadi, suatu perkara menjadi perkara ekonomi
syariah, bila didasarkan pada prinsip-prinsip hukum syariah.

Dasar hukum:

1.      Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-


Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

2.      Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7


Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

4
3.      Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari'ah

 
B. Pengertian Pengadilan Agama
Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah, sebagaimana
diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai fungsi
sebagai berikut :

a. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara


tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi .
b. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan
peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya .
c. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan
Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan kecuali biaya perkara)
d. Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada
Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
e. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan pembagian harta
peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama .
f. Waarmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan deposito/
tabungan, pensiunan dan sebagainya .
g. Pelaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, pelaksanaan

5
hisab rukyat, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya.
h. Peradilan sebagai pranata sosial dan cakupan studi peradilan agama.
C. Peradilan Agama Sebagai Pranata Sosial dan Cakupan Studi Peradilan Agama
Pranata adalah sebagai cita-cita, perbuatan, sikap, dan perlengkapan kebudayan, bersifat kekal
serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Peradilan Sebagai Suatu Pranata
SosialSuatu sistem tata tingkah laku dalam hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas
dalam bentuk memenuhi berbagai kebutuhan khusus dalam masyarakat.
Pranata sosial sering disebut sebagai lembaga sosial. Contoh pranata sosial antara lain pranata
keluarga, pendidikan, ekonomi, agama, dan politik. Dalam kehidupan bermasyarakat,
sejatinya manusia memiliki kesempatan untuk berpindah dari satu pranata ke pranata lain.
(Soerjono Soekanto, 1990). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pranata sosial adalah
sesuatu yang abstrak, yang fungsinya adalah memberikan acuan pada nilai-nilai dan aturan-
aturan tersebut. Keberdayaan pranata sosial ditentukan oleh peran dan fungsinya dalam
penanganan masalah kesejahteraan sosial di masyarakat. 1

Pranata sosial didapat dari dua sudut pandang. ;

Pranata sosial merupakan aktualisasi hukum Islam yang bertumpu pada interaksi sosial yang
berpola setelah mengalami pergumulan dengan kaidah-kaidah lokal yang dianut oleh masyarakat
Indonesia yang majemuk. Dalam pergumulan terjadi adaptasi dan kodifikasi antara hukum Islam
dengan kaidah lokal atau dengan perkataan lain. Proses sosialisasi dan institusionalisasi hukum Islam
terjadi dalam hubungan timbal balik dengan kaidah-kaidah lokal yang dianut.

. Pranata-pranata itu merupakan perwujudan interaksi sosial dalam masyarakat untuk


memenuhi kebutuhan hidup mereka. Interaksi sosial itu berpatokan dan mengacu kepada keyakinan
nilai dan kaidah yang dianut oelh mereka. Ia merupakan perwujudan amal salehsebagai ekspresi ke
imanan dalam interaksi sosial.

Pranata itu muncul dan berkembang sebagai refleksi dari sebuah kebudayaan manusia yang menurut
Kluckhom adalah keseluruhan cara hidup manusia. Hal yang senada dikemukakan oleh Yusran bahwa
pranata sosial erat hubungannya dengan kebudayaan manusia sebab pranata itu sebdiriberarti sistem
tingkah laku sosial yang bersifat resmi berupa adat istiadat dan norma yang mangetur tingkah laku serta
seluruh perlengkapannya guna berbagai kompleks manusia di dalam masyarakat. Dengan demikian,
secara umum penulis dapat merumuskan bahwa pranata sosial adalah tradisi-tradisi dalam kehidupan
manusia yang terbentuk sebagai kombinasi antara reaksi kemanusiaan atas tantangan dan dinamika
lingkungannya, dengan etos yang menjadi nilai dasar kehidupan bagi umat Islam, dan nilai etos tersebut
terbentuk dari ajaran-ajaran dasar yang dikembangkan oleh Al-Ouran dan Sunnah

1
Jurnal,Al-Syir’ah Vol.No. 2 Juli-Desember 2003

6
D. Metode Pengkajian Peradilan Agama
Peradilan Islam merupakan salah satu studi yang terdapat pada bidang ilmu
Hukum islam dan Pranata social. Peradilan islam di Indonesia secara resmi dikenal
sebagai Peradilan Agama, dan mendapat perhatian dari kalangan pakar hokum islam yang
kemudian ditulis dalam bentuk laporan penelitian, monografi, Skripsi, Tesis, Disertasi
dan buku daras. Pengkajian Peradilan Islam Berlangsung sejak pranata hokum itu
memiliki kedudukan yang semakin kokoh dalam pembagian kekuasaan Negara dan
peranannya semakin menonjol. Bisa dilihat dengan adanya Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam. Ia akan menarik,
karena sebagai satu-satunya pranata keislaman yang menjadi bagian dari penyelenggaran
kekuasaan Negara.

Orientasi pengkajian

Berkenaan dengan pengkajian, diperlukan pemilihan serta penggunaan


pendekatan dan metode pengkajian yang tepat. Yaitu tepat dalam pengertian dan
bersesuian dengan runag lingkup maslah yang dikaji, seperti yang telah dijelaskan diatas.
Dan tepat dalam pengertian bersesuaian dengan karakteristik bidang pengkajian yang
merupakan bagian dari ilmu Agama Islam.

Dalam pengkajian PADI membutuhkan pembatasan wilayah pengkajian


sebagaimana bidang pengkajian yang lain. Pembatasan itu sekaligus menunjukan ruang
lingkup wilayah pengkajian PADI. Hal itu meberi kemungkinan untuk menentukan
berbagai wilayah penelitian (research areas) dan masalah-masalah penelitian (research
problems), dan metode penelitian yang tepat untuk digunakan dalam penngembangan
pengkajian PADI. Secara garis besar wilayah pengkajian PADI tercermin dalam rumusan
pengertiannya, yaitu “kekuasaan Negara dalam menerima, memeriksa, mengadili,
memutus dan menyelesaikan perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf,
shadaqah antara orang-orang yang beragama islam untuk menegakan hokum dan
keadilan”. Secara rinci ruang lingkup tersbut meliputi :

7
1. Kekuasaan negara, yaitu kekuasaan kehakiman, yang bebas dari campur tangan
kekuasaan negara lainnya dan dari pihak luar.

2. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, meliputi hierarki, susunan, pimpinan,


hakim, panitera, dan unsur lain dalam susunan organisasi Pengadilan.

3. Prosedur berperkara di Pengadilan, yang mencakup jenis perkara, hokum procedural,


dan produk-produknya.

4. Perkara-perkara di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, perwakafan, dan


shadaqah. Ia mencakup variasi dan sebarannya dalam berbagi badan peradilan.

5. Orang yang beragama islam sebagai pihak yang berperkara, atau para pencari keadilan.

6. Hukum islam sebagaia hukum substansial yang dijadikan rujukan.

7. Penegakan hukum dan keadilan.

Beberapa Model Pengkajian

Dengan pendekatan-pendekatan dan modifikasi metode penelitian, peradilan islam


dapat dipahami, digambarkan, dan dijelaskan menurut kerangka berpikir tertentu yang
didasrkan kepada satu atau beberapa teori tertentu; dan untuk tujuan tertentu. Berkenaan
dengan hal itu, pemgkajian peradilan islan di Indonesia dapat dilakukan dengan beraneka
ragam model atau bentuk. Pengkajian peradilan dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya :

1. Model pengkajian Relasional, yaitu model pengkajian yang dititikberatkan pada


hubungan peradilan islam dengan pranata hokum lainnya.

2. Model Pengkajian Sosio-Hoistoris, yaitu model pengkajian yang dititikberatkan pada


kronologis pertumbuhan dan perkembnagn Peradilan Islam dalam rentangan waktu
tertentu.

3. Model Pengkajian Sistemik, yaitu model pengkajian ini dititikberatkan bahwa


peradilan merupakan suatu kesatuan terintegrasi, yang terdiri dari berbagai unsure.

8
4. Model Pemgkajian Aspektual, yaitu model pengkajian yang dititkberatkan pada salah
satu atau bagian dari unsure dalam sisitem peradilan.

5. Model Pengkajian Perbandingan, yaitu Model pengkajian yang dititikbertakan pada


pada unsur persamaan, perbedaan, dan hubungan peradilan islam di kawasan Indonesia
dengan peradilan di kawasan negara lain.

6. Model Pengkajian Analisis Yurisprudensi, pengkajian ini dititikberatkan pada


pembahasan isi keputusan peradilan islam, baik putusan maupun penetapan yang telah
mempunyai kekutan hokum.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peradilan Agama melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat yang beragama Islam
mengenai perkara tertentu. Menurut pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 3/2006”),
Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah, sebagaimana
diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini semoga bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Dalam
penulisan materi yang kami sampaikan memang begitu jauh dari kata sempurna. Untuk itu
kami memohon kepada pembaca agar dapat memberikan kritik atau saran terhadap makalah
kami dan dalam penulisan selanjutnya.

10

Anda mungkin juga menyukai