Anda di halaman 1dari 15

Makalah Kelompok I

SUMBER HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Hukum Acara Peradilan Agama
Dosen: Dr. Ahmad Dakhoir, M. H. I

Disusun oleh:
MUHAMMAD NAJIH AL-HASIBI
NIM. 1402110440
NUNUNG SAFARINAH FATIMAH ARIANI
NIM. 1402110458

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI AL AHWAL AL SYAKHSHIYYAH
TAHUN 1437 H / 2016 M

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah rasa puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt,. yang
telah memberikan kemudahan kepada penyusun dalam menyusun makalah yang
berjudul “Sumber Hukum Acara Peradilan Agama”. Salawat serta salam semoga
tetap tercurahkan keharibaan Baginda Nabi Muhammad saw, Nabi akhiruz-
zaman, Nabi yang telah mengeluarkan manusia dari zaman kebodohan menuju
zaman yang berpengetahuan serta berperadaban.
Dapat terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu, sepatutnya dan seharusnya penyusunan sampaikan rasa terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu. Diantaranya:
1. Dr. Ahmad Dakhoir, M. H. I, selaku pengampu mata kuliah Hukum Acara
Peradilan Agama, yang telah mendedikasikan baik waktunya,
pengetahuannya, dan lainnya. Kepada penyusun,
2. Rekan-rekan sekalian yang terus memberikan motivasi kepada penyusun
untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya, penyusun berharap makalah yang sederhana ini dapat memberikan
manfaat. Amin. Kritik dan saran dari semua pihak sangat penyusun harapkan,
demi menyempurnakan makalah ini.

Palangka Raya, September 2016

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2

D. Metode Penulisan..........................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama......................................................3

B. Cara dan Tempat Pengajuan Perkara............................................................5

BAB III..................................................................................................................11

PENUTUP..............................................................................................................11

A. Kesimpulan.................................................................................................11

B. Saran............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebenarnya keberadaan lembaga Peradilan Agama telah diakui sejak
lama. Pemerintah Belanda membentuknya dengan Staatblad (LN) 1882 No.
152 jo Staatblad 1937 untuk peradilan Agama di Jawa dan Madura, Staatblad
1937 No. 638 dan 639 di Kalimantan Selatan.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah membentuk Peradilan Agama
untuk selain Jawa-Madura dan Kalimantan Selatan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957. Akan tetapi, dalam peraturan-peraturan
tersebut tidaklah diatur tentang Hukum Acara mengenai tata cara memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan perkara. Sehingga para hakim Peradilan Agama
mengambil intisari hukum acara kitab-kitab fikih yang dalam penerapannya
berbeda antara Pengadilan Agama yang satu dengan Pengadilan Agama yang
lain.
Peradilan Agama adalah salah satu dari tiga peradilan khusus di
Indonesia. Sebagai peradilan khusus, Peradilan Agama mengadili perkara-
perkara perdata tertentu dan hanya untuk orang-orang tertentu saja. Dengan
perkataan lain, Peradilan Agama hanya berwenang di bidang perdata Islam
tertentu saja dan hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia. Oleh karena itu,
Peradilan Agama dapat disebut sebagai peradilan Islam di Indonesia, yang
pelaksanaannya secara limitatif telah disesuaikan dengan keadaan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Agar makalah ini lebih mengarah kepada apa yang menjadi latar
belakang penulis diatas maka penulis merumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa saja yang menjadi sumber Hukum Acara Peradilan Agama?
2. Bagaimana cara dan tempat pengajuan perkara di Peradilan Agama?

C. Tujuan Penulisan

1
2

Penulisan makalah ini, selain bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Hukum Acara Peradilan Agama, lebih lanjut bertujuan untuk
menambah wawasan tentang:
1. Untuk mengetahui dan memahami Sumber Hukum Acara Peradilan
Agama.
2. Untuk mengetahui dan memahami Cara dan tempat pengajuan perkara
di Peradilan Agama
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini adalah dengan metode telaah
perpustakaan dengan cara menggunakan buku perpustakaan sebagai bahan
referensi dan metode pencarian melalui internet dan kami simpulkan menjadi
sebuah makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama
Sebelum kita membahas tentang sumber hukum acara peradilan
agama, alangkah baiknya kita terlebih dahulu membahas tentang peradilan
agama. Peradilan agama adalah peradilan Negara yang sah, yang diberi
wewenang oleh peraturan perundang-undangan Negara dalam
mewujudkan hukum materil islam dalam batas kekuasaannya, untuk
melaksanakan tugas pokoknya dan fungsinya maka peradilan agama
dahulunya, menggunakan acara yang terserak-serak dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, bahkan juga acara dalam hukum tidak
tertulis.
Namun, setelah terbitnya UU No.7 tahun 1989, yang mulai berlaku
tanggal diundangkan (29 desember 1989), maka hukum acara peradialan
agama menjadi kongrit. Pasal 54 dari UU tersebut berbunyi:
‘’Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam
lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus
dalam undang-undang ini.’’1
Menururt pasal di atas, Hukum Acara Peradilan Agama sekarang
bersumber (garis besarnya) kepada dua aturan, yaitu: yang terdapat dalam
UU Nomor 7 tahun 1989 dan yang berlaku di lingkungan Peradilan
Umum.2
Adapun ruang lingkup peradilan agama yang terdapat dalam pasal
2 undang-undang No.7 tahun 1989 menyatakan:
“peradilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam

1Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, cet 1-7, 1991-2000, hal.20-21.
2Ibid., hal. 23.

3
4

mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-


undang ini”.3
Melihat ketentuan pasal ini memberikan petunjuk bahwa ruang lingkup
peradilan agama dalam wewenang menyelesaikan perkara hanya diajukan
oleh oran-orang yang beragama Islam saja. 4
Berdasarkan ketentuan pasal 54 undang-undang Nomor 7 tahun
1989 tentang peradilan agama (selanjutnya disebut UUPA), hukum acara
yang berlaku pada pengadilan di lingkungan peradilan agama adalah
sebagaimana juga hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan
peradilan umum, disamping hukum acara khusus yang diatur tersendiri,
terutama dalam memeriksa perkara sengketa perkawinan, Secara khusus
dalam undang-undang peradilan agama yang meliputi sebagian tata cara
pemeriksaan sengketa di bidang perkawinan.
Hukum acara khusus mengenai tata cara pemeriksaan sengketa
perkawinan dapat ditemukan dalam peraturan dan perundang-undangan
sebagai berikut.
1. Undang-undang nomor 7 tahun 1989, tentang peradilan agama
sebagaimana yang diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006
dn perubahan ke II dengan undang-undang nomor 50 tahun 2009.
2. Undang-undang nomor 1 tahun 1974, tentang perkawinan.
3. Peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975, tentang aturan pelaksanaan
undang-undang perkawinan.
4. Instruksi presiden nomor 1 tahun 1991, tentang kompilasi hukum
islam.
5. Peraturan menteri agama nomor 2 tahun 1987, tentang wali hakim.
6. Dan aturan lain berkenaan dengan sengketa perkawinan, kitab fiqih
islam sebagai sumber penemuan hukum.5

3R Abdul Djamali, Hukum Islam, Bandung: CV Mandar Maju Bandung, cet 1-3,
1992-2002, hal. 217-218.
4Ibid., hal.219.
5Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Rangka Fiqh Al-Qadha,
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, cet ke 1 juli 2012, hal.2-3.
5

Hukum acara khusus meliputi pengaturan tentang bentuk dan proses


perkara, kewenangan relative pengadilan, pemanggilan, pemeriksaan,
pembuktian, upaya damai, biaya perkara, putusan hakim dan upaya hukum
serta penerbitan akta cerai. Di antara perkara-perkara yang diatur dengan
acara khusus dalam sengketa perkawinan adalah: perkara cerai talak, cerai
gugat, li’an, khuluk, pembatalan perkawinan, izin poligami, penetapan
wali adhol, dan sengketa harta bersama dalam perkawinan.6

B. Cara dan Tempat Pengajuan Perkara


Berdasarkan ketentuan HIR (Het Herziene Inlandsch Reglement)
dan RBG (Rechts Reglement Buitengewesten), pengajuan perkara
dilakukan secara tertulis dan dapat pula diajukan secara lisan bagi yang
tidak bisa baca tulis atau bagi orang yang tidak memiliki kemampuan
untuk membuatnya tertulis. Dalam mengajukan perkara pengadilan
berwenang memberi nasihat dan bantuan kepada pihak dalam mengajukan
perkara, mengenai bagaimana mengajukan dan memformulasi suatu
tuntutan hak.7
Adapun di bawah ini adalah salah satu contoh cara mengajukan perkara
perceraian di pengadilan agama yaitu:
1. Cerai talak (perceraian yang diajukan oleh suami)
a. Persyaratan
1) Menyerahkan Surat Permohonan/Gugatan;
2) Menyerahkan Foto Copy Kutipan/Duplikat Akta Nikah;
3) Menyerahkan Foto Copy KTP;
4) Membayar Biaya Perkara sesuai dengan radius;
5) Apabila Termohon tidak diketahui tempat tinggalnya, maka
menyerahkan Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan, yang
menerangkan Termohon tidak diketahui tempat tinggalnya.

6HA. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet-1,
Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996, hal. 201-2013
7Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Rangka Fiqh Al-Qadha,
…, hal. 10.
6

b. Prosedur (tata cara pengajuan perkara)


1) Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau
Kuasanya :
a) Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (pasal 118 HIR,
142 R.Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Th. 1989 yang telah
diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
b) Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang tata cara
membuat surat permohonan (pasal 119 HIR, 143 R.bg jo.
Pasal 58 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU
No. 3 Th. 2006);
c) Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak
mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah
menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan,
maka perubahan tersebut harus atas persetujuan
Termohon;
2) Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah :
a) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
Termohon (pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Th. 1989 yang
telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
b) Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah
disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka
permohonan harus diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (2) UU
No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th.
2006);
c) Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka
permohonan diajukan kepada Pengadilan
7

Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya


meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) UU
No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th.
2006);
d) Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar
negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya
meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 66 ayat (4)
UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3
Th. 2006);
3) Permohonan tersebut memuat :
a) Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman
Pemohon dan Termohon;
b) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c) Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita);
4) Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri
dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan
permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan
(pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah
dengan UU No. 3 Th. 2006); 05. Membayar biaya perkara
(pasal 121 HIR ayat (4), 145 ayat (4) R.Bg jo. Pasal 89 UU
No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006),
bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-Cuma
(prodeo) (pasal 237 HIR, 237 R.Bg).8

2. Perkara cerai gugat (perceraian yang diajukan oleh istri)


a. Persyaratan
1) Menyerahkan Surat Gugatan;

8Anonim (tanpa nama), Tata Cara Mengajukan Perkara Di Pengadilan


Agama, pa-metro.go.id/pelayanan-informasi/671-.html, diakses pada tanggal 18
september 2016 pukul 20:30 WIB.
8

2) Menyerahkan Foto Copy Kutipan/Duplikat Akta Nikah;


3) Menyerahkan Foto Copy KTP;
4) Membayar Biaya Perkara sesuai dengan radius;
5) Apabila Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, maka
menyerahkan Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan, yang
menerangkan Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya.
b. Prosedur tata cara pengajuan perkara
1) Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau
Kuasanya :
a) Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (pasal 118 HIR,
142 R.Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Th. 1989 yang telah
diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
b) Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada
Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang tata cara
membuat surat gugatan (pasal 118 HIR, 143 R.bg jo. Pasal
58 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No.
3 Th. 2006);
c) Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah
posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat
gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut
harus atas persetujuan Tergugat;
2) Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah :
a) Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
Penggugat (pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Th. 1989 yang
telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
b) Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah
disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan
diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
9

Tergugat (pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Th. 1989 yang telah


diubah dengan UU No. 3 Th. 2006 jo. pasal 32 ayat (2)
UU No. 1 tahun 1974);
c) Bila Penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan
diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
Tergugat (pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Th. 1989 yang
telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
d) Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar
negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan
Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya
meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 73 ayat (3)
UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3
Th. 2006);
3) Gugatan tersebut memuat :
a) Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman
Penggugat dan Tergugat;
b) Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c) Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita);
4) Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan
harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan
perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh
kekuatan hukum tetap (pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Th. 1989
yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
5) Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4)
R.Bg jo. Pasal 89 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah
dengan UU No. 3 Th. 2006), bagi yang tidak mampu dapat
berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) (pasal 237 HIR, 237
R.Bg);
10

6) Penggugat dan Tergugat atau Kuasanya menghadiri


persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan
Agama/MAhkamah Syari'ah (pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145
R.Bg).9

9Agus Rukanda, Tata Cara prosedur Pengajuan Perkara di Pengadilan Agama,


rukandabanget.blogspot.co.id/2012/03/ -.html diakses pada tanggal 19 september 2016
pukul 22:24 WIB.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama sekarang hanya bersumber dari
dua aturan yaitu: yang terdapat pada pasal 7 tahun 1989 dan yang berlaku
di lingkungan Peradilan Umum.
2. Cara dan tempat pengajuan perkara di Peradilan Agama bisa dilakukan
secara tertulis dan dapat pula diajukan secara lisan bagi yang tidak dapat
baca tulis atau bagi orang yang tidak memiliki kemampuanuntuk
membuatnya tertulis.
B. Saran
Karya tulis yang sederhana ini tentu masih banyak kekurangan, dan
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
karya tulis ini. Namun penulis juga berharap dengan adanya karya tulis ini
bisa menambah pengetahuan dan bisa kita amalkan setiap harinya amin.

11
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
A. Rasyid, Roihan Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, cet 1-7, 1991-2000.

Arto, HA. Mukti Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,


Yogyakarta: Pustaka Belajar,cet ke 1, 1996.

Bintania, Aris Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Rangka Fiqh Al-Qadha,
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, cet ke 1 juli 2012.

Djamali, R Abdul Hukum Islam, Bandung: CV Mandar Maju Bandung, cet 1-3,
1992-2002.

B. Internet
Anonim (Tanpa Nama) Tata Cara Mengajukan Perkara Di Pengadilan
Agama, pa-metro.go.id/pelayanan-informasi/671-html, di akses pada
tanggal 18 september 2016 pukul 20:30 WIB.

Agus Rukanda, Tata Cara prosedur Pengajuan Perkara di Pengadilan Agama,


rukandabanget.blogspot.co.id/2012/03/html, di akses pada tanggal 19
september 2016 pukul 22:24 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai