Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

HUKUM MATERIL DAN HUKUM MATERIL PENGADILAN AGAMA

Dosen Pengampu:

M. Zen, MH

Oleh:

Elsifiera (18.1052)

JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN ABDURRAHMAN
KEPULAUAUAN RIAU
2020


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah dari mata kuliah “Peradilan Agama di Indonesia”
yang berjudul “Hukum Materi dan Hukum Pengadilan Agama”.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan


besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah
serta rahmat bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah ini.


Disamping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga terealisasikanlah
makalah ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, sebagai penulis saya berharap


semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi. Terima kasih.

28 Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... iii

A. Latar Belakang ............................................................................................ iii

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... iii

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 1

A. Hukum Materiil Peradilan Agama ............................................................... 1

1. Pengertian ................................................................................................. 1

2. Hukum Materil yang digunakan Peradilan Agama: ................................. 1

B. Hukum Formil Peradilan Agama ................................................................. 4

1. Pengertian Hukum Formil ........................................................................ 4

2. Hukum Acara yang Berlaku di Lingkungan Peradilan Agama .................... 4

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 9

A. Kesimpulan................................................................................................... 9

B. Saran ............................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10

ii


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman
telah mengamanatkan bahwa semua lingkungan peradilan harus berada satu
atap di bawah mahkamah agung. Peradilan Agama sebagai sallah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman terikat dengan konstitusi tersebut. Konstitusi
tersebut telah mengatur pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dari
peradilan agama ke mahkamah agung. Sebelumnya peradilan agama dalam
pembinaan teknis dilakukan oleh mahkamah agung, sementara dalam
pembinaan organisasi dilakukan oleh kementerian agama.
Pengadilan Agama sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman
harus menempatkan dirinya sebagai lembaga peradilan yang sesungguhnya
sesuai dengan kedudukanya yang telah diberikan oleh undang-undang Nomor
7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dengan demikian Pengadilan Agama
perlu meningkatkan kualitas aparatnya sehingga dapat melaksanakan dengan
baik dan benar tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Adapun yang harus
dilakukan adalah melaksanakan hukum yang acara dengan baik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hukum materil pada pengadilan Agama?
2. Apa yang dimaksud dengan hukum materil?

iii

1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hukum Materiil Peradilan Agama


1. Pengertian
Hukum Materiil Peradilan Agama adalah hukum Islam yang
kemudian sering didefinisikan sebagai fiqh, yang sudah barang tentu
rentang terhadap perbedaan pendapat.
Hukum materiil Peradilan Agama pada masa lalu bukan
merupakan hukum tertulis (Hukum Positif) dan masih tersebar dalam
berbagai kitab fiqh karya ulama, karena tiap ulama fuqoha penulis kitab-
kitab fiqh tersebut berlatar sosiokultural berbeda, sering menimbulkan
perbedaan ketentuan hukum tentang masalah yang sama, maka untuk
mengeliminasi perbedaan tersebut dan menjamin kepastian hukum, maka
hukum-hukum materiil tersebut dijadikan hukum positif yang tertulis
dalam peraturan perundang-undangan. 1

2. Hukum Materil yang digunakan Peradilan Agama:


Berikut adalah hukum materil yang digunakan dalam Peradilan
Agama, disajikan secara kronologis berdasar tahun pengesahannya:
a. Undang-undang No. 22 Tahun 1946 dan Undang-undang No. 23
Tahun 1954 yang mengatur tentang hukum perkawinan, talak dan
rujuk.
b. Surat Biro Peradilan Agama No. B/1/735 tangal 18 februari 1968 yang
merupakan pelaksana PP No. 45 Tahun 1957 tentang Pembentukkan
Peradilan Agama di luar Jawa dan Madura.
c. Dalam surat Biro Peradilan tersebut diatas dinyatakan bahwa, untuk
mendapatkan kesatuan hukum materiil dalam memeriksa dan memutus

1 A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2006) h. 147-148

perkara, maka para hakim Peradilan Agama/Mahkamah Syar’iyah


dianjurkan agar menggunakan sebagai rujukkan 13 kitab fiqh, antara
lain:
1) Al-Bajuri:
2) Fatkhul Mu’in;
3) Syarqawi ‘Alat Tahrir;
4) Qalyubi wa Umairah/al-Mahali;
5) Fatkhul wahbah;
6) Tuhfah;
7) Targhib al-Mustaq
8) Qawanin Syari’ah li Sayyid bin Yahya;
9) Qawanin Syari’ah li Sayyid Shadaqah
10) Syamsuri li Fara’id;
11) Bughyat al-Musytarsyidin;
12) al-Fiqh ala Madzahib al-arba’ah;
13) Mughni al-Muhjaj.

Sebagai kitab ilmiah, maka hukum yang terkandung


didalamnya bukan merupakan hukum tertulis sebagaimana perundang-
undangan yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif. Bagi yang
berpendapat bahwa hukum positif adalah hukum yang tertulis, hukum-
hukum menjadi pedoman PA masih dianggap sebagai hukum yang
secara riil berlaku dalam masyarakat adalah hukum positif. hal ini
di legalisasi dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU No. 14 Tahun
1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman bahwa
seorang hakim mengadili, memahami, dan mengikuti nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat.

d. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


UU ini menandai fase baru penerapan hukum Islam di
Indonesia. Fase ini menurut Dr. H. Aminiur Nuruddin, MA adalah
pintu gerbang fase taqnin (fase pengundangan) hukum Islam. Banyak

sekali ketentuan-ketentuan fikih Islam tentang perkawinan


ditransformasikan kedalam UU ini kendati dengan modifikasi disana-
sini.
e. PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan pelaksaan UU No. 1 Tahun
1974
f. PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
g. UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo UU No. 3 Tahun
2006
h. Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Inpres ini mengamanatkan Menteri Agama untuk
menyebarluaskan KHI yang terdiri dari buku I tentang Hukum
Perkawinan, buku II tentang Hukum Kewarisan, buku III tentang
Hukum Perwakafan sebagai pedoman Hakim Agama memutus suatu
perkara.
i. UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
j. UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
k. Rancangan Undang-undang terkait hukum materiil PA yang masih
dalam proses legislasi :
1) RUU Terapan Peradilan Agama
2) RUU Perbankan Syariah
3) RUU SBSN (Surat Berharga Syariah Nasional)
4) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

B. Hukum Formil Peradilan Agama


1. Pengertian Hukum Formil
Hukum Formil/Hukum Prosedural/Hukum Acara yang berlaku di
lingkungan Peradilan Agama adalah sama dengan yang berlaku pada
lingkungan peradilan Umum, kecuali hal-hal yang telah diatur secara
khusus dalam UU No. 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama.
Jadi, hukum formil peradilan agama ialah hukum yang mengatur
cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil peradilan
agama, atau hukum yang memuat peraturan yang mengenai cara-cara
mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan agama dan tata cara hakim
memberi putusan. 2

2. Hukum Acara yang Berlaku di Lingkungan Peradilan Agama


Adapun sumber hukum acara yang berlaku di lingkungan Peradilan
Umum diberlakukan juga untuk lingkungan Peradilan Agama adalah
sebagai berikut:
a. Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering (B.Rv)
Hukum Acara yang termuat dalam B.Rv ini diperuntukkan
untuk golongan Eropa yang berperkara dimuka Raad van
Justitie dan Residentie gerecht. Saat ini secara umum B.Rv sudah tidak
berlaku lagi, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai
formulasi surat gugatan, perubahan surat gugat, intervensi dan
beberapa ketentuan Hukum Acara Perdata lainnya.
b. Inlandsh Reglement (IR)
Ketentuan Hukum Acara ini diperuntukkan untuk golongan
Bumi Putra dan Timur Asing yang berada di Jawa dan Madura. Setelah
beberapa kali perubahan dan penambahan Hukum acara ini dirubah


2 Elwidan, "Hukum Formil dan Materil",
https://elwildan.wordpress.com/2012/03/11/hukum-formil-dan-materil-kekuasaan-kehakiman-
peradilan-surat-kuasa/ , diakses pada 28 Maret 2020.

namanya menjadi Het Herzience Indonesie Reglement (HIR) atau


disebut juga Reglemen Indonesia yang diperBaharui (RIB) yang
diberlakukan dengan Stb. 1848 Nomor 16 dan Stb. 1941 nomor 44.
c. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (R.Bg)
Ketentuan Hukum Acara ini diperuntukkan untuk golongan
Bumi Putra dan Timur Asing yang berada di luar Jawa dan Madura
yang berperkara di muka Landraad.3
d. Bugerlijke Wetbook voon Indonesie (BW)
BW yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata terdapat juga sumber Hukum Acara
Perdata khususnya buku ke IV tentang Pembuktian, yang termuat
dalam pasal 1865 s/d 1993.
e. Wetboek van Koophandel (WvK)
WvK yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Kitab
Undang-undang Hukum Dagang mengatur juga penerapan acara dalam
praktek peradilan, khususnya pasal 7, 8, 9, 22, 23, 32, 225, 258, 272,
273, 274 dan 275. Dan terdapat juga hukum acara perdata yang diatur
dalam Failissements Verodering (aturan kepailitan) yang diatur dalam
Stb. 1906 nomor 348.
f. Peraturan Perundang-undangan
1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang acara perdata
dalam hal banding bagi pengadilan tinggi di Jawa Madura sedang
daerah diluar Jawa diatur dalam pasal 199-205 R.Bg.
2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
Kehakiman. Dalam UU memuat beberapa ketentuan tentang
Hukum acara perdata dalam praktek peradilan di Indonesia.
3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Makamah Agung
RI jo UU No. 5 Tahun 2004 yang memuat tentang acara perdata


3 Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 147

dan hal-hal yang berhubungan dengan kasasi dalam proses


berperkara di Mahkamah Agung .
4) Undang-undang nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan umum
yang diubah dengan UU No. 8 Tahun 2004. Dalam UU ini diatur
tentang susunan dan kekuasaan Peradilan di lingkungan Peradilan
Umum serta prosedur beracara di lingkungan Pradilan Umum
tersebut.
5) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksana Undang-
undang perkawinan tersebut.
6) Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 jo UU No. 3 Tahun
2006 tentang Peradilan Agama, pada pasal 54 dikemukakan bahwa
Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah sama
dengan hukum acara yang berlaku di peradilan umum, kecuali
yang diatur khusus dalam UU ini.
7) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Instruksi Pemasyarakatan
Kompilasi hukum Islam, yang terdiri dari tiga buku yaitu hukum
Perkawinan, Kewarisan dan Wakaf.

g. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah pengumpulan yang sistematis dari
keputusan Mahkamah Agung dan Keputusan Pengadilan Tinggi yang
diikuti oleh hakim lain dalam memberikan keputusan sosial yang sama.
Hakim tidak terikat pada putusan yurisprudensi tersebut,
sebab Indonesia tidak menganut asas ‘The bidding force of precedent”,
jadi hakim bebas memilih antara meninggalkan yurisprudensi atau
menggunakannya.4


4 Bisri, Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
1998), hlm.98

h. Surat Edaran Mahkamah Agung RI


Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) sepanjang
menyangkut hukum acara perdata dan hukum perdata materiil dapat
dijadikan sumber hukum acara dalam praktik peradilan terhadap
persoalan hukum yang dihadapi hakim.
Surat Edaran dan Instruksi Mahkamah Agung tidak mengikat
hakim sebagaimana Undang-undang.
i. Dokrin atau Ilmu Pengetahuan
Menurut Sudikno Mertokusumo (1988:8), dokrin atau ilmu
pengetahuan merupakan sumber hukum acara juga, hakim dapat
mengadili dengan berpedoman Hukum Acara Perdata yang digali dari
dokrin atau ilmu pengetahuan ini. Dokrin itu bukan hukum, melainkan
sumber hukum.
Sebelum berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, dokrin atau ilmu pengetahuan hukum banyak
digunakan oleh hakim Peradilan Agama dalam memeriksa atau
mengadili suatu perkara, terutama ilmu pengetahuan hukum yang
tersebut dalam kitab-kitab fiqh. Berdasarkan Surat Edaran Biro
Peradilan Agama Departemen Agama No. B/1/1735 tanggal 18
Februari 1958 sebagai pelaksana PP no. 45 Tahun 1957 tentang
Pembentukkan Peradilan Agama di luar Jawa dan Madura
dikemukakan bahwa untuk mendapatkan kesatuan hukum dalam
memeriksa dan memutus perkara, maka hakim Peradilan Agama
dianjurkan agar menggunakan sebagai pedoman hukum acara yang
bersumber dalam kitab-kitan fiqh sebagai berikut:
1) Al-Bajuri
2) Fatkhul Mu’in
3) Syarqawi ‘At-Tahrir’
4) Qalyubi wa Umairah/al-Mahali
5) Fatkhul wahbahdan syarahnya
6) Tuhfah

7) Targhib al-Mustaq
8) Qawanin Syari’ah li Sayyid bin Yahya
9) Qawanin Syari’ah li Sayyid Shadaqah
10) Syamsuri li Fara’id
11) Bughyat al-Musytarsyidin
12) al-Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah
13) Mughni al-Muhjaj

Dengan merujuk kepada 13 kitab fiqh sebagaimana diatas,


diharapkan hakim Peradilan Agama dapat mengambil dan
menyeragamkan tata cara beracara dalam Peradilan Agama.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah di atas, dapat kita temukan beberapa kesimpulan
yang mungkin bisa dipahami. Hukum materiil peradilan agama ialah hukum
yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang
berwujud perintah dan larangan yang telah tersampaikan dalam ajaran agama
(hukum fiqih). Sedangkan hukum formil peradilan agama ialah hukum yang
mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil
peradilan agama, atau hukum yang memuat peraturan yang mengenai cara-
cara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan agama dan tata cara
hakim memberi putusan.
Hukum Acara Pengadilan Agama ialah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana cara mentaatinya hukum perdata materiil dengan
perantara hakim atau cara bagaimana bertindak di muka Pengadilan Agama
dan bagaimana cara hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana
mestinya yang telah tercantumkan dalam Pasal 57 UU No. 7 Tahun 1989.
Proses penerimaan perkara dilakukan dengan cara mendaftakran
perkara, dengn cara mengajukan kepada Pengadilan Agama melalui petugas
kepaniteraan di meja I. Selanjutnya, setelah melalui proses penerimaan
perkara melalui petugas kepaniteraan, selanjutnya pemeriksaan perkara
dilakukan di depan sidang Pengadilan.
B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna dan tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dan
kesalahan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pemakalah dan seluruh
pembaca. Maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk kemajuan dan kesempurnaan di masa mendatang.


10

DAFTAR PUSTAKA

A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta : Kencana Prenada Media


Group, 2006).

Bisri, Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada 1998

Djalil, Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006

Elwidan, "Hukum Formil dan Materil",


https://elwildan.wordpress.com/2012/03/11/hukum-formil-dan-materil-kekuasaan-
kehakiman-peradilan-surat-kuasa/

Anda mungkin juga menyukai