Anda di halaman 1dari 10

TUGAS DAN ETIKA HAKIM SERTA TERDAKWA DALAM PERADILAN ISLAM

Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas
Mata kuliah Peradilan Islam
Dosen pengampu:
Al-ustadzah Siti Aufa Zimami, M.H

Disusun Oleh:

Khusnu Nida (22011001)

UNIVERSITAS DARUNNAJAH
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat rahmat, serta
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Tugas dan Etika
Hakim serta Terdakwa dalam Peradilan Islam”. Shalawat serta salam semoga tetap curah
limpahkan kepada baginda nabi besar kita Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam atas
perjuangan beliau menegakkan kalimat Allah hingga kitab isa merasakan nikmatnya iman
dan islam hingga detik ini.

Makalah ini saya tulis agar menjadi pengetahuan bagi kita semua mengenai apa saja tugas
serta bagaimana etika hakim serta terdakwa didalam peradilan islam. Terimakasih saya
haturkan kepada seluruh pihak yang telah memberikan saya dalam kesempatan pembuatan
makalah dengan judul “Tugas dan Etika Hakim serta Terdakwa dalam Peradilan Islam” ini.

Saya menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini oleh karenanya,
saya mengharap kritik dan saran yang mendukung agar menjadi lebih baik untuk kedepannya.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Cidokom, 05 April 2023


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................................4
C. TUJUAN.......................................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
A. Pengertian Hakim..........................................................................................................................5
B. Tugas Hakim dalam Peradilan Islam.............................................................................................6
C. Kode Etik Profesi Hakim...............................................................................................................7
BAB III..................................................................................................................................................9
KESIMPULAN.....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................9
References.............................................................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hakim adalah pejabat pengadilan negeri yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk mengadili. Dalam hukum kekuasaan kehakiman adalah bahwa hakim adalah
pelaksana hukum keadilan yang wajib menggali, mengikuti untuk memahami nilai-nilai
hukum yang hidup di dalam masyarakat. Dengan demikian, hakim sebagai pejabat negara
yang ditunjuk oleh kepala negara sebagai penegak keadilan seharusnya mampu
menyelesaikan masalah yang telah diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku. Oleh
karena itu, hakim merupakan profesi yang mulia. Seorang hakim wajib menerapkan kode
etik simbol profesionalisme. Namun dalam perkembangannya tidak dapat dipungkiri
adanya gejala penyalahgunaan profesi hakim, yang dengan penguasaan dan penerapan
disiplin hukum dapat dan memelihara keadilan dalam masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Hakim?


2. Apa saja Tugas Hakim dalam Peradilan Islam?
3. Jelaskan yang dimaksud dengan Kode Etik Seorang Hakim?

C. TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Pengertian Hakim.


2. Untuk Mengetahui Tugas Hakim dalam Peradilan Islam.
3. Untuk Mengetahui Kode Etik Seorang Hakim.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hakim

Hakim berasal dari kata‫اكم‬BB‫ ح‬- ‫ يحكم‬- ‫ حكم‬: sama artinya dengan qadi yang
berasal dari kata‫اض‬BB‫ى – ق‬BB‫ى – يقض‬BB‫ قض‬artinya memutus. Sedangkan menurut bahasa
adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan
menetapkannya. Sedangkan menurut bahasa adalah orang yang bijaksana atau orang
yang memutuskan perkara dan menetapkannya1. Adapun pengertian menurut syara’
yaitu orang yang diangkat oleh kepala negara untuk menjadi hakim dalam
menyelesaikan gugatan, perselisihanperselisihan dalam bidang hukum perdata oleh
karena penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan tugas peradilan2, sebagaimana
Nabi Muhammad SAW telah mengangkat qadi untuk bertugas menyelesaikan
sengketa di antara manusia di tempat-tempat yang jauh, sebagaimana ia telah
melimpahkan wewenang ini pada sahabatnya3.
Hakim merupakan salah satu unsur terpenting dalam sistem peradilan. Ia
berperan sangat penting dalam pelaksanaan hukum Islam dan orang yang paling
bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pemeliharaan hukum Islam.
Menurut JCT Simorangkir dkk dalam buku Kamus Hukum , hakim adalah
petugas pengadilan yang mengadili perkara. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memberikan batasan siapa yang
dimaksud dengan hakim. Menurut pasal tersebut, hakim adalah hakim pada
Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan di bawahnya. Selain itu, hakim
juga termasuk dalam kalangan khusus yang merupakan bagian dari empat lingkungan
peradilan.
Immanuel Christophel Liwe dalam Jurnal Lex Crimen mengatakan, hakim
adalah pelaku kekuasaan negara yang bebas dari intervensi dalam bentuk apapun
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Sementara dalam perkara pidana, merujuk Pasal 1 angka 8 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana , hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang
oleh undang-undang untuk mengadili. Juga, penghakiman adalah rangkaian tindakan
untuk menerima, mempertimbangkan, dan memutus perkara pidana.
1
(Madkur, 1979)
2
(Shiddieqy, 1997)
3
Ibid.hal 11
B. Tugas Hakim dalam Peradilan Islam

Profesi hakim adalah suatu kemuliaan atau sesuatu officium mobile (pedoman
Mahkamah Agung mengutamakan lambang kartika, cakra, candra, sari, dan tirta).
Semuanya bertujuan melambangkan adanya kewajiban pada hakim untuk berperilaku
terhormat (honorable), murah hati (generous), dan bertanggung jawab (responsible). Hal
itu berarti bahwa seorang hakim tidak saja harus berperilaku jujur dan bermoral tinggi,
tetapi harus pula mendapat kepercayaan publik, bahwa dia akan selalu berperilaku
demikian4. Hakim menjadi tumpuan dan harapan bagi pencari keadilan.

Dalam undang-undang disebutkan tugas pengadilan adalah: tidak boleh menolak


untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya5. Artinya hakim sebagai unsur pengadilan wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat6.

Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kebebasan untuk membuat keputusan


terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainnya7. Dalam menyelesaikan suatu
perkara ada beberapa tahapan yang harus di lakukan oleh hakim diantaranya8:

Mengkonstatir yaitu yang dituangkan dalam Berita Acara Persidangan dan dalam
duduknya perkara pada putusan hakim. Mengkonstatir ini dilakukan dengan terlebih
dahulu melihat pokok perkara dan kemudian mengakui atau membenarkan atas peristiwa
yang diajukan, tetapi sebelumnya telah diadakan pembuktian terlebih dahulu.

Mengkualifisir yaitu yang dituangkan dalam pertimbangan hukum dalam surat


putusan. Ini merupakan suatu penilaian terhadap peristiwa atas bukti-bukti, fakta-fakta
peristiwa atau fakta hukum dan menemukan hukumnya.

Mengkonstituir yaitu yang dituangkan dalam surat putusan. Tahap tiga ini merupakan
penetapan hukum atau merupakan pemberian konstitusi terhadap perkara. Tahapan-
tahapan tersebut menjadikan hakim dituntut untuk jeli dan hati-hati untuk memberikan
4
(Nuh, 2011)
5
(Negara, Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, bab I pasal 16 ayat 1 dan
lihat Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama, bab IV pasal 56 ayat 1)
6
(Negara, Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, bab III pasal 28 ayat 1.)
7
(Bisri, 1997)
8
(Arto, 2000)
keputusan sekaligus menemukan hukumnya, karena pada dasarnya hakim dianggap
mengetahui hukum dan dapat mengambil keputusan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
keyakinannya sesuai dengan doktrin Curia Ius Novit9. Karena dalam undang-undang
dijelaskan bahwa hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya untuk
diperiksa dan diputus, dengan alasan bahwa hukum yang ada tidak ada atau kurang
jelas10.

C. Kode Etik Profesi Hakim

Etika menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti
adat-istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan
perbuatan11. Dengan demikian kata etika paling tidak mengandung tiga arti. Pertama, nilai
dan standar moral yang menjadi pedoman seseorang atau kelompok dalam mengatur
perilakunya. Etika dalam arti ini bisa dirumuskan juga sebagai “sistem nilai” yang
berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. Kedua, etika juga
berarti seperangkat prinsip atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik.
Ketiga, etika memiliki arti ilmu tentang benar dan salah. Etika di sini sama artinya dengan
filsafat moral12.

Sedangkan kata "profesi" merupakan lawan dari kata "amatir" yakni melakukan suatu
pekerjaan hanya sebagai kegiatan hoby atau kesukaan. K. Bertens mengartikan profesi
adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai
bersama. Dengan keahlianya, kelompok profesi menjadi kalangan yang sukar ditembus
bagi orang luar13. Dengan demikian sebuah profesi memiliki prinsip-prinsip etika yaitu;
Pertama, prinsip tanggung jawab artinya para profesional harus bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan dampak yang ditimbulkannya. Kedua, asas
keadilan , yang berarti bahwa orang harus memberikan apa yang menjadi haknya, tanpa
memandang status sosialnya. Ketiga, otonomi artinya setiap profesional memiliki dan
Keempat, menerima kebebasan untuk menjalankan profesinya sepanjang masih dalam
koridor kode etik14. Adapun deskripsi lebih terperinci dari bagian kode etik profesi hakim
tersebut adalah sebagai berikut:

9
(Muhammad, 1992)
10
(Negara, Undang-Undang Nomor RI 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,bab IV pasal 56 ayat 1.)
11
(Abdullah, 2006)
12
(Bertens, 1994)
13
Ibid h.278
14
(Salam, 1997)
Bab I ketentuan umum pasal 1 berisi ketentuan umum. Pada bagian ini menguraikan
maksud dari istilah kode etik, pedoman tingkah laku, komisi kehormatan profesi hakim,
asas peradilan yang merupakan ketentuan yang ada, dan juga maksud dari dibentuknya
kode etik profesi hakim. Pertama, sebagai alat pembinaan dan pembentukan karakter dan
pengawasan tingkah laku hakim. Kedua, sebagai sarana control sosial, pencegah campur
tangan ekstra judicial serta pencegah timbulnya konflik antar sesama anggota juga
terhadap masyarakat. Ketiga sebagai jaminan peningkatan moralitas dan kemandirian
hakim. Keempat menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan15.

Bab II mengatur tentang pedoman tingkah laku (Code of Conduct) hakim yang
merupakan penjabaran dari kode etik profesi hakim yang menjadi pedoman bagi hakim
Indonesia, yang tercermin dalam lambang hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma
Hakim". Pasal ini menjelaskan bagaimana kepribadian yang harus di miliki seorang
hakim.

Bab III mengatur tentang komisi kehormatan profesi hakim sebagai lembaga yang di
bentuk dari tingkat pusat sampai daerah 16. Lembaga ini bertugas memberikan pembinaan,
meneliti dan memeriksa atas pelanggaran yang dilakukan 17. Kemudian diberikan sanksi
baik dari tahap teguran sampai pemberhentian sebagai anggota IKAHI18. Komisi
kehormatan profesi hakim tersebut dalam memproses pelanggaran melalui mekanisme
hukum acara dari mulai pemanggilan, pemeriksaan, pembelaan dan putusan dengan tata
cara pengambilan putusan dalam majelis hakim.

Bab IV penutup berisi tentang berlakunya kode etik profesi hakim. Dalam bab
terakhir ini disebutkan bahwa kode etik profesi hakim berlaku sejak disahkan oleh
musyawarah nasional (MUNAS) ke XIII tanggal 30 Maret 200119.

15
(Indonesia, Kode Etik Profesi Hakim, bab I pasal 2 butir 1-4.)
16
(Indonesia, Kode Etik Profesi Hakim, bab III pasal 6 butir a-b.)
17
(Indonesia, Kode Etik Profesi Hakim, bab III pasal 8 ayat 1 butir a-c.)
18
(Indonesia, Kode Etik Profesi Hakim, bab III pasal 9 ayat 1-3)
19
(Lubis, 1994)
BAB III

KESIMPULAN

Etika profesi hakim dan hukum adalah merupakan satu kesatuan yang secara inheren
terdapat nilai-nilai etika Islam yang landasannya merupakan pemahaman dari Alquran,
sehingga pada dasarnya Kode etik profesi hakim sejalan dengan nilai-nilai dalam sistem etika
Islam. kode etik profesi hakim Indonesia memuat sepuluh prinsip, yaitu berperilaku adil,
jujur, arif dan bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjungjung
tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, rendah hati dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA

References

Abdullah, M. Y. (2006). Pengantar Studi Etika. jakarta: rajawali pers.

Arto, A. M. (2000). Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Cet. III) h.37.
yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bertens, K. (1994). etika h.6. jakarta: Gramedia Pustaka Utam.

Bisri, C. H. (1997). Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia h. 104. bandung:
rosda karya.

Indonesia, I. H. (n.d.). Kode Etik Profesi Hakim, bab I pasal 2 butir 1-4.

Indonesia, I. H. (n.d.). Kode Etik Profesi Hakim, bab III pasal 6 butir a-b.

Indonesia, I. H. (n.d.). Kode Etik Profesi Hakim, bab III pasal 8 ayat 1 butir a-c.

Indonesia, I. H. (n.d.). Kode Etik Profesi Hakim, bab III pasal 9 ayat 1-3.

Lubis, S. K. (1994). Etika Profesi Hukum h. 2. jakarta: Sinar Grafika.

Madkur, M. S. (1979). Al-Qadha’ Fi al-Islam, terj. Imran AM, Peradilan dalam islam.
surabaya: Bina Ilmu.

Muhammad, A. K. (1992). Hukum Acara Perdata Indonesia h.37. bandung: Citra Aditya
Bakti.

Negara, S. (n.d.). Undang-Undang Nomor RI 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,bab IV


pasal 56 ayat 1.

Negara, S. (n.d.). Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,


bab I pasal 16 ayat 1 dan lihat Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Pengadilan Agama, bab IV pasal 56 ayat 1.
Negara, S. (n.d.). Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
bab III pasal 28 ayat 1.

Nuh, M. (2011). Etika Profesi Hukum (Cet. 1) h. 228. bandung: Pustaka Setia.

Salam, B. (1997). Etika Sosial, Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia (Cet. I h. 143-144).
jakarta: Aneka Rineka Cipta.

Shiddieqy, T. M. (1997). Peradilan dan Hukum Acara Islam, h.39. semarang: Pustaka Rizki
Putra.

Anda mungkin juga menyukai