Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ETIKA PROFESI HUKUM

“Macam-Macam Profesi Hukum”

Di Susun Oleh :
Kelompok III
Bayu Lailatul Hasanah 2111110007
Nova Ameliya 2111110017
Gusti Yulandari 2111110035

Dosen Pengampu:
M. Irwan Febrianto, M. H.

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SOEKARNO BENGKULU
2024
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Etika Profesi Hukum dengan judul : “Macam-
Macam Profesi Hukum” Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan bantuan , doa, saran dan kritik sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1

C. Tujuan .................................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

A. Profesi Hakim ...................................................................................................................... 2

B. Profesi Advokat ................................................................................................................... 7

C. Profesi Notaris ................................................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 17

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 17

B. Saran .................................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada beragam jenis profesi di dunia, seperti dokter, akuntan, hingga profesi hukum.
Hukum merupakan salah satu jenis profesi yang umum ditemui. Yang membedakannya
secara nyata adalah fokus pada bidang spesifik, yaitu hukum. Oleh karena itu, profesi hukum
sangat terkait dengan penegakan hukum. Mereka yang dilayani oleh praktisi hukum sering
disebut sebagai klien.
Pekerjaan yang merupakan profesi melibatkan praktik khusus dalam bidang tertentu
dengan tanggung jawab yang ditetapkan, bertujuan untuk mendapatkan penghasilan. Ketika
profesi tersebut terkait dengan hukum, maka disebut sebagai profesi hukum. Profesi hukum
bertanggung jawab dalam mendampingi interaksi antara individu maupun antara individu
dengan negara, memastikan bahwa kepentingan dan hak masing-masing dipertahankan
dengan proporsional. Untuk mencapai tujuan, semangat, dan maksud yang jujur dari profesi
hukum, penting bagi seseorang untuk menjalankan tugasnya secara profesional. Profesi
hukum bertujuan untuk membantu mencapai tujuan hukum seperti keadilan, kepastian, dan
manfaat bagi masyarakat
Profesi hukum mencakup berbagai peran seperti legislator, administrator hukum,
konsultan hukum, pengajar hukum, notaris, polisi, jaksa, hakim, dan advokat. Yang akan kita
bahas terkhusus pada profesi hakim, advokat dan Notaris.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Profesi Hakim?


b. Apa yang dimaksud dengan Profesi Advokat?
c. Apa yang dimaksud dengan Profesi Notaris?

C. Tujuan

Tujuan utama dalam pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika
Profesi Hukum, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan kepada
pembaca untuk mengetahui bagaimana dengan Profesi Hakim, Advokat, dan Notaris.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Profesi Hakim

Hakim berasal dari kata hakam, yang sama artinya dengan qadhi artinya memutus.
Sedangkan menurut bahasa, hakim adalah orang yang bijaksana atau orang yang
memutuskan perkara dan menetapkannya. Hakim adalah profesi hukum paling penting
diantara profesi hukum lainnya karena hakim diberi wewenang dan tugas oleh UU untuk
memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara. Memiliki kekusaan yang menentukan
nasib harta benda bahkan nyawa seseorang, sehingga hakim disebut sebagai wakil tuhan di
muka bumi. Karena itu, seorang hakim harus bersungguh sungguh mencari kebenaran agar
dapat menghukum seseorang dengan seadil-adilnya. Begitu pentingnya posisi dan peranan
hakim, mengharuskan pemangkunya harus kredibel, orang yang dihormati dan adil dalam
memberikan keputusan. Seorang hakim tidak akan bisa memperolah kedudukan yang mulia
seperti ini, kecuali melalui pembuktian yang dia tunjukkan dengan perilaku terpujinya, jauh
dari syubhat dan kuat dalam memegang prinsip.1
Hakim memiliki tugas mengadili perkara. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memberikan batasan siapa yang dimaksud
dengan hakim. Menurut pasal tersebut, hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan
peradilan di bawahnya (peradilan umum, agama, militer, dan tata usaha negara). Selain itu,
hakim juga termasuk pada pengadilan khusus yang berada dalam empat lingkungan peradilan
tersebut. Menurut Immanuel Christophel Liwe dalam Jurnal Lex Crimen (2014), hakim
merupakan agen kekuasaan negara yang independen dari segala bentuk intervensi, bertugas
untuk mengelola peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Hakim merupakan pejabat negara yang memiliki tugas utama memberikan penyelesaian
definitif terhadap konflik atau sengketa antarwarga masyarakat atau antara masyarakat dan
pemerintah yang dihadapkan kepadanya secara imparsial, objektif, adil, dan manusiawi.2

1
Suparman Marzuki, “Etika dan Kode Etik Profesi Hukum”, (Yokyakarta, FH UII Press, 2017). Hal 43
2
Darania Anisa, “Etika Profesi Hukum”, (Jakarta: Kencana, 2021). Hal: 95.

2
Supaya proses penyelesaian konflik dapat dilakukan secara imparsial, maka dalam
menjalankan tugasnya hakim harus memiliki kebebasan dari campur tangan siapa pun,
termasuk dari pemerintah, yang disebut kebebasan kehakiman, ia tidak boleh memiliki
hubungan tertentu dengan para pihak yang dapat menimbulkan konflik (coflict of interest),
misalnya hubungan darah atau hubungan kekeluargaan yang dekat.
Wewenang pokok dari lembaga peradilan adalah melakukan tindakan pemeriksaan,
penilaian, dan penetapan nilai perilaku manusia tertentu serta menentukan nilai suatu situasi
konkret dan menyelesaikan persoalan (konflik) yang ditimbulkannya secara imparsial
berdasarkan hukum (patokan objektif). Wewenang inilah yang disebut kewenangan
(kekuasaan) kehakiman atau kewenangan yudisial. Pengambilan keputusan dalam
mewujudkan kewenangan kehakiman tersebut, dalam kenyataan konkret, dilaksanakan oleh
pejabat peradilan yang dinamakan hakim. Lembaga peradilannya disebut pengadilan. Pada
peradilan agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara
antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pada peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara
tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada peradilan
tata usaha negara berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa
tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan hakim
pengadilan tinggi bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
tingkat banding terhadap perkara-perkara yang dimintakan banding oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Wewenang dan tugas hakim pada tingkat MA, yaitu mengadili pada tingkat
kasasi, permohonan uji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
MA juga berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Permohonan Kembali
(PK).3
Pada dasarnya, tugas seorang hakim adalah memberikan keputusan atas setiap perkara
(konflik) yang dihadapkan kepadanya. Artinya, hakim bertugas untuk menetapkan hubungan
hukum, nilai hukum dari perilaku serta kedudukan hukum para pihak yang terlibat dalam
situasi yang dihadapkan kepadanya.

3
Suparman Marzuki, “Etika dan Kode Etik Profesi Hukum”, (Yokyakarta, FH UII Press, 2017). Hal 51

3
Kewajiban hakim sebagai salah satu organ lembaga peradilan tertuang dalam BAB IV,
Pasal 27-29, sedangkan mengenai tanggung jawab hakim tersirat dalam Pasal 4 ayat (1).
Pasal 14 ayat (1) diketemukan kewajiban hakim, yaitu “tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak
atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Di dalam
penjelasan Pasal 4 ayat (1) dikemukakan bahwa “hakim sebagai organ pengadilan dianggap
memahami hukum”.4
Menyangkut kewajiban-kewajiban hakim, sebagai gambaran dapat dirujuk UU No. 14 Tahun
1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dijelaskan sebagai berikut:5
1. Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat (baca Pasal 27 ayat 1).
2. Untuk menetapkan berat ringannya hukuman, hakim hendaklah memperhatikan sifat-
sifat yang baik dan yang buruk yang ada pada si tertuduh (baca Pasal 27 ayat 2).
3. Hakim mesti mengundurkan diri, apabila perkara yang diperiksanya menyangkut
perkara dari keluarganya sedarah sampai derajat ketiga atau semenda (baca Pasal 28
ayat 2).
4. Sebelum memangku jabatan sebagai hakim diwajibkan untuk bersumpah atau berjanji
menurut agama dan kepercayaannya (baca Pasal 29).
Di Indonesia, etika profesi tersebut telah dijabarkan de dalam Kode Kehormatan Hakim
yang ditetapkan oleh Rapat Kerja Para Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri di
Bawah pimpinan Mahkamah Agung pada tahun 1966, yang kemudian diteguhkan dan
dimantapkan dalam Musyawarah Nasional Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) IX pada tanggal
23 Maret 1988. Kemudian, Kode Kehormatan Hakim itu diganti dengan Keputusan Bersama
Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik
Indonesia, Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Adapun kode etik dan pedoman perilaku hakim meliputi:6
 Etika Kepribadian Hakim Sebagai pejabat penegak hukum:
(1 Berperilaku Adil,

4
Farid Wajdi, “Etika Profesi Hukum”, (Medan, Pustaka Prima, 2020). Hal: 82
5
Ibid.
6
Darania Anisa, “Etika Profesi Hukum”, (Jakarta: Kencana, 2021). Hal: 96.

4
(2 Berperilaku Jujur,
(3 Berperilaku Arif dan Bijaksana,
(4 Bersikap Mandiri,
(5 Berintegritas Tinggi,
(6 Bertanggung Jawab,
(7 Menjunjung Tinggi Harga Diri,
(8 Berdisplin Tinggi,
(9 Berperilaku Rendah Hati,
(10 Bersikap Profesional.
 Etika Hakim Melakukan Tugas Jabatan
Bersikap tegas, disiplin; penuh pengabdian pada pekerjaan; bebas dari pengaruh
siapa pun; tidak menyalahgunakan kepercayaan, kedudukan, dan wewenang untuk
kepentingan pribadi atau golongan; tidak berjiwa aji mumpung; tidak menonjolkan
kedudukan; menjaga wibawa dan martabat hakim dalam hubungan kedinasan; berpegang
teguh pada kode kehormatan hakim.
 Etika Pelayanan Terhadap Pencari Keadilan
Hakim juga harus: bersikap dan bertindak menurut garisgaris yang ditentukan di
dalam hukum acara yang berlaku; tidak memihak, tidak bersimpati dan tidak antipati
pada pihak yang beperkara; berdiri di atas semua pihak yang kepentingannya
bertentangan, tidak membeda-bedakan orang; sopan, tegas dan bijaksana dalam
memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun perbuatan; menjaga kewibawaan dan
kenikmatan persidangan; bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan;
memutus berdasarkan keyakinan hati nurani; sanggup mempertanggungjawabkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
 Etika Hubungan Sesama Rekan Hakim
Sebagai sesama rekan pejabat penegak hukummaka hakim harus: memelihara dan
memupuk hubungan kerja sama yang baik antara sesama rekan; memiliki rasa setia
kawan, tenggang rasa, dan saling menghargai sesama rekan; memilki kesadaran
kesetiaan, penghargaan terhadap korps hakim; menjaga nama baik dan martabat rekan-
rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan; Bersikap tegas, adil, dan tidak memihak;

5
memelihara hubungan baik dengan hakim bawahannya dan hakim atasannya; memberi
contoh yang baik di dalam dan di luar kedinasan.

 Etika Pegawasan Hakim


Pengawasan dan sanksi akibat pelanggaran kode kehormaan hakim dan
pelanggaran undang-undang sepenuhnya diatur dalam undang-undang. Pengawasan
terhadap hakim dilakukan oleh Majelis Kehormatan Hakim. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur
tentang hal-hal yang berkaitan dengan hakim. Hal-hal penting yang berkaitan dengan
undang-undang ini, antara lain:
a) Mereformulasikan sistematika Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman terkait dengan pengaturan secara komprehensif, misalnya
adanya bab tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.
b) Pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan kode etik dan pedoman-pedoman
perilaku hakim.
c) Pengaturan umum mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim dan hakim
konstitusi.
d) Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai kewenangan untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung.
e) Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan memilki keahlian
serta pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
suatu perkara.
f) Pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan.
g) Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang
tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada setiap
pengadilan.

6
h) Pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan
hakim konstitusi.

B. Profesi Advokat

Advokat berasal dari kata “Advocaat” berasal dari bahasa latin yaitu “advocatus” yang
berarti pembela ahli hukum dalam perkara, di dalam atau di luar pengadilan. Advokat adalah
seorang ahli hukum yang memberikan bantuan atau pertolongan dalam soal-soal hukum.
Selain sebutan advokat juga dikenal istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum,
dan bahkan sebelumnya dikenal pula istilah pokrol bambu dan lain-lainnya.7
Dalam Pasal 1 huruf (a) Kode Etik Advokat Indonesia dinyatakan bahwa “advokat adalah
orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang
memenuhi persyaratan berdasarkan undangundang yang berlaku, baik sebagai advokat,
Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum”.
Advokat memiliki posisi yang cenderung sangat bebas dalam bidang profesi hukum. Karena
tidak hanya bekerja di dalam ruang sidang pengadilan saja, namun juga dapat secara bebas di
luar pengadilan. Advokat dianggap sebagai suatu profesi yang terhormat (officium nobile),
Lasdin Welas menyebut advokat sebagai ahli hukum yang memberikan pertolongn atau
bantuan dalam soal-soal hukum. Dalam sejarah advokat di Indonesia, dimulai pada masa
kolonialisme, yang keberadaannya terbatas pada kota-kota besar yang memiliki Landraad
dan Raad van Justitie. Mereka bergabung dalam organisasi advokat yang dikenal sebagai
Balie van Advocaten.8
Pengertian advokat berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan
yang memiliki persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Pemberian jasa
hukum yang dilakukan oleh advokat meliputi memberikan konsultasi hukum, bantuan
hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan
hukum lain untuk kepentingan klien dengan mendapatkan honorarium atau imbalan atas jasa
hukum yang diterima berdasarkan kesepakatan dengan klien atau memberikan jasa hukum

7
Farid Wajdi, “Etika Profesi Hukum”, (Medan, Pustaka Prima, 2020). Hal: 99
8
Suparman Marzuki, “Etika dan Kode Etik Profesi Hukum”, (Yokyakarta, FH UII Press, 2017). Hal 54

7
secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. Klien dapat berupa orang, badan hukum
atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari seorang advokat.9
Pada dasarnya, tugas pokok advokat adalah memberikan nasihat hukum untuk
menjauhkan klien dari konflik, dan mengajukan atau membela kepentingan klien di
pengadilan. Dalam beperkara di pengadilan, peran utama seorang advokat adalah
mengajukan berbagai fakta dan pertimbangan yang relevan dari sudut pihak kliennya untuk
memungkinkan hakim menetapkan keputusan yang seadilnya. Dalam mengemban
profesinya, advokat harus mengacu pada usaha mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum
yang berkeadilan. Secara etis, para advokat berkewajiban untuk menegakkan asas-asas
hukum dan martabat manusia.10
Wewenang dan tugas Advokat sebagai profesi Jasa Hukum adalah memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela,
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien. Dalam kewenangan
dan tugas tersebut, advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela
perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap
berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Bebas menjalankan
tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap
berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan, dan tidak dapat
dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan
iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan (hak imunitas).11
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan
dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan
kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan
peraturan perundangundangan97. Berhak menjaga kerahasiaan hubungannya dengan Klien,
termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan
dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.98 Advokat juga
berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan yang besarnya ditetapkan
secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Selain rambu-rambu yang
diucapkan dalam sumpah profesi, advokat juga dibebani kewajiban-kewajiban profesional

9
Serlika Aprita, “Etika Profesi Hukum”, (Bandung: Refika Aditama,2020). Hal: 101
10
Darania Anisa, “Etika Profesi Hukum”, (Jakarta: Kencana, 2021). Hal: 99
11
Suparman Marzuki, “Etika dan Kode Etik Profesi Hukum”, (Yokyakarta, FH UII Press, 2017). Hal 59

8
yaitu antara lain dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin,
agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya.12
Musyawarah Nasional Advokat Indonesia I pada tanggal 10 November 1985 di Jakarta
telah menetapkan Kode Etik Advokat Indonesia. Pada saat sekarang, kode etik advokat yang
berlaku adalah kode etik yang ditetapkan oleh Komite Kerja Advokat Indonesia pada tanggal
23 Mei 2002. Adapun jenis etika profesi hukum Advokat Indonesia meliputi:

 Kepribadian Advokat/Penasihat Hukum


a. Advokat dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu menjunjung tinggi
hukum, kebenaran, dan keadilan.
b. Advokat harus bersedia memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang
yang memerlukannya tanpa membedabedakan kepercayaan, agama, suku, jenis
kelamin, keturunan, kedudukan sosial, dan keyakinan politiknya sebagaimana dalam
Pasal 18 ayat (1).
c. Advokat dalam melakukan pekerjaannya tidak semata-mata mencari imbalan
materiel, tetapi diutamakan bertujuan untuk menegakkan hukum, keadilan, dan
kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
d. Advokat dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas dan mandiri tanpa
pengaruh atau dipengaruhi oleh siapa pun sebagaimana isi Pasal 15 KEA UU No. 18
Tahun 2003.
e. Advokat wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang teguh rasa solidaritas
antara sesama teman sejawat.
f. Advokat tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan
derajat dan martabat advokat dan harus senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat
sebagai profesi terhormat.
g. Advokat dalam melakukan tugasnya harus bersikap sopan dan santun terhadap para
pejabat penegak hukum, sesama advokat dan masyarakat. Namun ia wajib
mempertahankan hak dan martabat advokat di mimbar mana pun juga.
 Hubungan Advokat dengan Kliennya.13

12
Ibid,Hal: 60
13
Fithriatus Shalihah, “Etika Profesi Hukum”, (Yogyakarta: Kreasi Total Media,2019). Hal: 205

9
a. Advokat dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan klien daripada
kepentingan pribadinya.
b. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan
jalan damai.
c. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien
mengenai perkara yang sedang diurusnya.
d. Advokat tidak dibenarkan menjamin terhadap kliennya bahwa perkaranya akan
dimenangkan.
e. Advokat harus menentukan besarnya uang jasa dalam batasbatas yang layak dengan
mengingat kemampuan klien.
f. Advokat tidak dibenarkan membebankan klien dengan biayabiaya yang tidak perlu.
g. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang
sama seperti terhadap perkara dalam menerima uang.
 Hubungan dengan Teman Sejawat
a. Antar sesama advokat harus ada hubungan sejawat berdasarkan sikap saling
menghargai dan memercayai.
b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam
persidangan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan atau
menyakiti hati, baik secara lisan maupun tulisan.
c. Advokat tidak diperkenankan menarik seorang klien dari teman sejawatnya.
d. Jika klien hendak berganti advokat, maka advokat yang baru dipilih tadi dapat
menerima perkara itu, setelah mendapat keterangan dari advokat yang lama bahwa
telah memenuhi semua kewajiban keuangan.
e. Apabila suatu perkara diserahkan oleh klien kepada teman sejawat lain, maka advokat
semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk
mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi advokat terhadap klien
tersebut.

C. Profesi Notaris

Di Indonesia, profesi notaris tergolong cukup tua kehadirannya di Indonesia karena sudah
ada di Indonesia semenjak abad ke– 17, atau lebih tepatnya sejak tanggal 27 Agustus 1620,

10
dimana Melchior Kerchem menjabat sebagai Notaris pertama di Indonesia. Sesudah
pengangkatan yang dilakukan oleh Gubernur Jendral Jan Pieterszoon Coen tersebut jumlah
notaris di Kota Jakarta bertambah terkait tingginya kebutuhan akan jasa notaris, dan
semenjak itu notaris berkembang di seluruh wilayah Indonesia.
Pada masa lalu Notaris merupakan pegawai dari Oost Indie sehingga terkekang tidak
memiliki kebebasan seperti sekarang dimana Notaris adalah seorang pejabat umum yang
mandiri. Notaris berasal dari perkataan “notaries” yakni nama yang diberikan pada orang-
orang Romawi yang tugasnya menjalankan pekerjaan menulis pada masa itu. Ada juga yang
berpendapat bahwa notaris berasal dari perkataan “nota literaria” berarti tanda (letter mark
atau karakter) yang mengatakan sesuatu perkataan. Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris mendefensikan notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.14
Jabatan Notaris adalah sebagai pejabat umum yang ditugaskan oleh kekuasaan umum
untuk melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan kepastian
hubungan hukum keperdataan. Sepanjang alat bukti otentik tetap diperlukan oleh sistem
hukum negara maka jabatan Notaris akan tetap diperlukan eksistensinya ditengah
masyarakat. Notaris merupakan profesi yang mengharuskan seseorang memiliki keahlian
khusus untuk menjadi profesional dalam profesi tersebut, sebagaimana profesi jaksa, hakim
dan advokat dengan tugas dan kompetensi membantu orang-orang yang mempunyai masalah
hukum. Untuk itu, agar dapat menjalankan profesi tersebut, maka Kedudukan Notaris sebagai
pejabat umum merupakan suatu jabatan terhormat.
Untuk mengetahui lebih lanjut siapa itu Notaris terdapat dalam Pasal 1 jo. Pasal 15
PUUJN. Pasal 1 PUUJN berbunyi: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
membuat Akta Autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”15
Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus,
pengetahuan yang luas dalam bidangnya dan integritas yang tinggi dalam menjalankan
profesinya sebagai Notaris. Sehingga seorang Notaris agar dapat menjalankan profesi

14
Suparman Marzuki, “Etika dan Kode Etik Profesi Hukum”, (Yokyakarta, FH UII Press, 2017). Hal 43
15
Farid Wajdi, “Etika Profesi Hukum”, (Medan, Pustaka Prima, 2020). Hal: 132

11
hukumnya, sebagai Notaris secara professional maka harus memiliki sifat-sifat sebagai
berikut:16
1. Integritas moral yang tinggi (di dalamnya meliputi kejujuran dang tanggung jawab).
2. Pengetahuan yang luas dan mumpuni dalam bidang profesi Notaris.
3. Kecakapan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi.
4. Memahami batasan-batasan atau ruang yang menjadi kewenangannya.
5. Mengutamakan pengabdian kepada masyarakat dan tidak hanya melulu terkait
dengan uang.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dijelaskan, dalam
menjalankan jabatannya, notaris wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak
berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; membuat
akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris;
melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta; mengeluarkan
grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan munita akta. Notaris dilarang,
menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya lebih dari (tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah; merangkap sebagai pegawai negara; merangkap jabatan sebagai
pegawai negeri; merangkap jabatan sebagai advokat; merangkap jabatan sebagai pemimpin
atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah dan/atau pejabat lelang Kelas II di
luar tempat kedudukan notaris; menjadi notaris pengganti; atau melakukan pekerjaan lain
yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kehormatan dan martabat jabatan
notaris.17
Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa Notaris berwenang: 18
1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus;
2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
3. Membuat fotokopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

16
Serlika Aprita, “Etika Profesi Hukum”, (Bandung: Refika Aditama,2020). Hal: 42
17
Suparman Marzuki, “Etika dan Kode Etik Profesi Hukum”, (Yokyakarta: FH UII Press, 2017). Hal 65
18
Ibid.,.

12
4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan;
7. Atau membuat akta risalah lelang.
Terdapat dalam Kode Etik Notaris, Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) dalam Bab III tentang
Kewajiban, Larangan, dan Pengecualian.
Kewajiban Pasal 3
Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib :
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu
pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara;
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk masyarakat yang
tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-
satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan
seharihari.
9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan
ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat :
a. Nama lengkap dan gelar yang sah;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris.
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan
huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus ielas dan mudah dibaca.
Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan
papan nama dimaksud.

13
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan
oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan
Perkumpulan.
11. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan
Perkumpulan.
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan
penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan
dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling
menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin
komunikasi dan tali silaturahmi.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi
dan/atau status sosialnya.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk
ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum
dalam :
a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
c. Isi Sumpah Jabatan Notaris;
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.

Larangan Pasal 4
Notaris dan orang lain yang memangku clan menjalankan jabatan. Notaris dilarang :
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan.
2. Memasang pagan Hama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/ Kantor Notaris” di luar
lingkungan kantor.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama,
dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau
elektronik, dalam bentuk

14
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
d. Ucapan terima kasih;
e. Kegiatan pemasaran;
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga;
4. Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak
sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak
lain.
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditanda tangani.
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari Notaris lain
kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun
melalui perantara orang lain.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah
diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut
tetap membuat akta padanya.
9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah
timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah
dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain
tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya.
Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh
rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahankesalahan yang serius
dan/atau membahayakan klien, make Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada
rekan sejawat yang bersangkutan etas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak
bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan
terhadap klien yang [ 232 ] Dr. Fithriatus Shalihah, S.H., M.H. Etika dan Tanggung
Jawab Profesi Hukum bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

15
13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat ekslusif dengan tujuan untuk
melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi
Notaris lain untuk berpartisipasi.
14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran
terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-
pelanggaran terhadap :
a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
JabatanNotaris;
b. Penjelasan pasal 19 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris;
c. Isi sumpah jabatan Notaris;
d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau
Keputusan-Keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris
Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota.
Pengecualian Pasal 5
Hal-hal yang tersebut di bawah ini merupakan pengecualian oleh karena itu tidak
termasuk pelanggaran, yaitu :
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan,
surat, karangan bunga ataupun media lainnya yang tidak mencantumkan Notaris, tetapi
hanya nama saja.
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan telepon, fax dan telex, yang
diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansiinstansi dan/atau
lembagalembaga resmi lainnya. Dr. Fithriatus Shalihah, S.H., M.H. [ 233 ] Etika dan
Tanggung Jawab Profesi Hukum
3. Memasang 1 (satu) tanda penujuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm,
dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta
dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hakim merupakan pejabat negara yang memiliki tugas utama memberikan penyelesaian
definitif terhadap konflik atau sengketa antarwarga masyarakat atau antara masyarakat dan
pemerintah yang dihadapkan kepadanya secara imparsial, objektif, adil, dan manusiawi.
Kewajiban hakim sebagai salah satu organ lembaga peradilan tertuang dalam BAB IV, Pasal
27-29, sedangkan mengenai tanggung jawab hakim tersirat dalam Pasal 4 ayat (1). Pasal 14
ayat (1) diketemukan kewajiban hakim, yaitu “tidak boleh menolak untuk memeriksa dan
mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di
luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undangundang yang berlaku, baik
sebagai advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan
hukum. Tugas pokok advokat adalah memberikan nasihat hukum untuk menjauhkan klien
dari konflik, dan mengajukan atau membela kepentingan klien di pengadilan.
Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus,
pengetahuan yang luas dalam bidangnya dan integritas yang tinggi dalam menjalankan
profesinya sebagai Notaris. Sehingga seorang Notarus agar dapat menjalankan profesi
hukumnya.

B. Saran

Dari pembuatan makalah ini, diharapkan bagi para pembaca dapat bermanfaat dan
menambah ilmu serta wawasan mengenai berbagai macam profesi hokum. Apabila ada kritik
dan saran, dapat disampaikan didalam pertemuan mata kuliah Etika Profesi Hukum. Dan
apabila ada kesalahan dalam sistematika penulisan kami mohon maaf.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, D. (2021). Etika Pfofesi Hukum. Jakarta: Kencana.

Aprita, S. (2020). Etika Profesi Hukum. Bandung: Ferika Aditama.

Marzuki, S. (2017). Etika dan Kode Etik Profesi Hukum. Yogyakarta: FH UII Press.

Shalihah, F. (2019). Etika Profesi Hukum. Yogyakarta: Kreasi Total Media.

Wajdi, F. (2020). Etika Pfofesi Hukum. Medan: Pustaka Prima.

18

Anda mungkin juga menyukai