Disusun Oleh:
FAKULTAS HUKUM
2022
0
KATA PENGANTAR
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 3
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 5
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………. 5
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………… 6
A. Peranan Advokat………………………………………………………. 6
B. Tanggungjawab Advokat……………………………………………… 15
BAB III PENUTUP…………………………………………………………… 25
A. Kesimpulan………………………………………………………… … 25
B. Saran…………………………………………………………………… 25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 26
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai hukum di Indonesia pastinya tidak terlepas dari lembaga
penegak hukum, tidak terkecuali organisasi Advokat. Advokat atau penasehat
hukum adalah profesi pemberi bantuan hukum yang sudah tidak asing lagi dimata
masyarakat. Profesi ini sudah ada di Indonesia sejak zaman kolonialisme yang
tergabung dalam organisasi advokat yang disebut “Balie Van Advokaten”. Saat
itu advokat hanya terdapat di wilayah-wilayah yang ada Lanrat (pengadilan
negeri) dan raat van justice (dewan pengadilan).1
Penegakan hukum yang adil merupakan syarat utama kemajuan suatu negara
dan merupakan jati diri suatu bangsa yang beradab. Semakin tinggi peradaban
suatu bangsa semakin jelas keadilan dan kepastian hukum yang berlaku pada
bangsa atau kaum tersebut. Penegakan hukum diwujudkan oleh lembaga peradilan
dan lembaga penegak hukum lainnya.
1 V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2011), 7.
2 Ibid., 3
3
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan dengan tegas bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara yang menyatakan diri
sebagai negara hukum, upaya penegakan supremasi hukum, baik secara
kelembagaan pengadilan, kepolisian, kejaksaan maupun secara pribadi
sebagai aparat penegak hukum harus mandiri dalam menegakan hukum dan
keadilan. Demikian pula dengan advokat, namun kenyataannya penegakan
hukum yang belum mandiri menjadi penyebab kurang berjalannya
penegakan hukum yang efektif, konsisten dan berkeadilan. Bahkan ada yang
beranggapan bahwa kita dilanda krisis multidimensi. Hal ini akan
mempengaruhi kehidupan hukum yang menunjukkan fenomena adanya
ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
4
Di Indonesia, orang yang dipandang mengerti hukum dan dapat
memberi bantuan hukum kepada klien, mengalami perkembangan yang
signifikan. Sebagai suatu negara hukum yang berlandaskan pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, untuk memberikan pengayoman kepada
masyarakat diperlukan adanya lembaga pemberi jasa hukum yang profesional
yang diharapkan dapat memberikan suatu keadilan, kebenaran dan kepastian
hukum serta supremasi hukum kepada klien kepada khususnya dan
masyarakat pencari keadilan pada umumnya. Dilihat dari perannya yang
sangat penting, maka profesi advokat sering disebut sebagai profesi terhormat
atas kepribadian yang dimilikinya, karena tugas pokok seorang Advokat
dalam proses persidangan adalah mengajukan fakta dan pertimbangan yang
bersangkutan dengan klien yang dibelanya dalam suatu perkara sehingga
demikian memungkinkan hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya.
B. Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Advokat
Menurut Soerjono Soekanto, seseorang yang mempunyai kedudukan
tertentu, lainnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak
sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan
kewajiban adalah beban atau tugas. Setiap penegak hukum secara sosiologis
mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role) sebagai penegak
hukum. Kedudukan (status) merupakan posisi tertentu di dalam struktur
kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.
Kedudukan tersebut sebenarnya mempunyai suatu wadah, yang isinya adalah hak-
hak dan kewajiban-kewajiaban tertentu. Hak-hak dan kewajiban tersebut
merupakan peranan atau “role”. Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam
unsur-unsur sebagai berikut :
Surat kuasa merupakan sesuatu yang penting dalam menangani suatu kasus
tindak pidana korupsi karena tanpa surat kuasa advokat tidak dapat untuk
memberikan jasa hukum di pangadilan yang mana dalam tingakat pemeriksaan
baik ditingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dimuka sidang surat kuasanya
harus berbeda dari beberapa tingkat tersebut.
Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh
subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh
subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan
hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan
hukum. ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas,
penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
7
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran nilai, ide, dan
cita untuk menjadi sebuah tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai
yang terkandung didalamnya haruslah diwujudkan menjadi realitas yang nyata.
Eksistensi hukum menjadi nyata jika nilai-nilai moral yang terkandung dalam
hukum dapat diimplementasikan dengan baik. Penegakan hukum pada prinsipnya
harus memberikan manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat. Disamping itu
masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum dalam rangka mencapai
suatu keadilan. Kendati demikian tidak dapat dipungkiri, bahwa apa yang
dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, juga sebaliknya apa yang
dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.
Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses
tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim,
dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup
pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait
dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan
kembali.
Dari unsur penegakan hukum advokat harus memenuhi syarat formil dan
syarat materiil. Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum sedangkan
syarat materiil menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum benar-benar
kehendak dari kliennya. Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak
materiil maka yang dimenangkan adalahpihak materiil yaitu klien, sebagai pihak
yang berkepentingan.
8
ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan bahwa status advokat
sebagai penegak hukum mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum
lainnya dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. Namun status advokat
selain bermakna sebagai penegak hukum, juga bemakna sebagai profesi. Oleh
karenanya sering terjadi benturan kepentingan antara keduanya.
Masalah lain timbul jika diihat dari fakta empiris bahwasanya advokat atau
pegacara dalam menangani perkara hanya memahami profesinya sebagai kuasa
hukum dari klien dan mengesampingkan profesinya sebagai salah satu aparat
penegak hukum. Sehingga ia akan mudah menerima dalam bentuk apapun suap
dari klien bahkan sampai melakukan perjanjian dengan aparat penegak hukum
lainnya seperti jaksa dan hakim. Sehingga yang dikedepankan bukanlah prinsip
kebenaran dan keadilan tapi kemenangan dalam suatu perkara. Dari sini muncul
anggapan masyarakat bahwa hukum dapat dimanipulasi dan dibeli. Sehingga
kepercayaan kepada aparat penegak hukum ini lebur dengan sendirinya.
Maka dari itu seharusnya para aparat penegak hukum merenungkan kembali
apa itu etika profesi hukum yang akhirnya terejawantahkan dalam kode etik
profesi hukum. Agar advokat atau pengacara dapat menjalankan tugas profesinya
dengan baik, kiranya perlu memahami lalu mengamalkan apa yang menjadi
sumpah janjinya advokat, yaitu:
Disamping pembaharuan dari sisi penegak hukum dalam hal ini advokat,
juga perlu pembenahan dari unsur masyarakatnya. Masyarakat sebagai pelaksana
hukum dan pencari keadilan tidak seharusnya membungkam para aparat penegak
hukum demi kepentingannya, termasuk membungkam pengacara demi
memenangkan perkara yang dihadapinya.
Menurut Amir Syamsudin, bahwa teks sumpah advokat pada point terakhir
ini berbeda dengan teks sumpah yang selama ini telah ada sebagai berikut;
”bahwa saya tidak akan membela atau memberi nasihat hukum dalam suatu
perkara yang menurut keyakinan dan kepercayaan saya tidak mengandung dasar
hukum untuk diajukan ke pengadilan”, bahwa teks ini sangat interpretatif dan
tidak konkret.
5. Menjaga reputasi.
Ini berarti yang menjadi sasaran atau obyek adalah agar kode etik ditaati dan
dijalankan oleh para profesional dalam menjalankan profesinya, dan sekaligus
pula menjadi tonggak tegaknya hukum dan keadilan.
Peranan advokat dalam menjalankan kode etiknya tidak begitu mudah dan
sederhana. Hal tersebut pernah digambarkan oleh P.M Trapman dengan
keterangannya bahwa betapa sulitnya seorang advokat dalam proses pidana untuk
memperpadukan antara keharusan memihak pada terdakwa sebagai digambarkan
dalam kata Belanda noodzakelijke eezijdigheid dan di samping kewajiban advokat
mengemukakan penilaian yang obyektif terhadap kejadian karena memanfaatkan
diri dalam Ethische Legimitatie.
Kode etik adalah merupakan perangkat moral yang sesungguhnya mesti ada
pada semua profesi termasuk di dalamnya profesi advokat. Obyek material dari
etika adalah moralitas yang melekat pada suatu profesi. Oleh karena itu, pada
tanggal 4 April 1996, berdasarkan kesepakatan antar tiga profesi hukum
Indonesia, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia
(AAI), dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) memutuskan untuk
menciptakan dan memiliki suatu kode etik yang berlaku untuk semua penasihat
hukum Indonesia tidak terkecuali penasihat hukum berkebangsaan asing yang
berpraktek di Indonesia. Secara sistematis, kode etik yang telah disepakati oleh
asosiasi atau organisasi profesi itu dibagi dalam ketentuan-ketentuan pokok
sebagai berikut yaitu kode etik yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan
kepribadian Penasihat Hukum pada umumnya.
11
Kode etik ini memuat aturan yang mana sejalan dengan sumpah
pengangkatan seorang penasihat hukum sebagaimana dijelaskan di dalam uraian
berikut ini antara lain :
12
mempertahankan hak dan martabat penasihat hukum di mana pun ia
berada.
Kode etik ini dapat dijadikan rambu-rambu bagi advokat dalam menentukan
suatu pelanggaran hukum secara obyektif. Rambu-rambu di sini adalah setiap
madvokat harus jujur dan bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya baik
dengan klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama pada dirinya
sendiri.
13
7. Penasihat hukum dilarang membebani klien dengan biaya- biaya yang
tidak perlu;
8. Penasihat hukum dapat menggunakan hak retensi terhadap klien
asalkan tidak merugikan kepentingan klien yang dapat diperbaiki lagi.
9. Penasihat hukum harus selalu memegang rahasia jabatan tentang hal-
hal yang diberitahukan kepadanya oleh klien secara kepercayaan dan
wajib menjaga rahasia itu.
Pada dasarnya butir-butir di atas dapat diartikan mengenai hak- hak klien
dimana harus dijaga hubungan baik itu tanpa menimbulkan suatu permasalahan
yang bisa terjadi antara advokat dan klien. Dalam hal ini jangan sampai klien
dirugikan oleh seorang advokat atau peran yang dimainkan oleh advokat harus
sesuai dengan sumpah dan kode etik advokat serta menjunjung tinggi supremasi
hukum.
14
dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya penegakan supremasi hukum,
terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus
mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau
tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah
dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis
maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan
hukum. Peran advokat dalam penegakan hukum dirasa belum maksimal, hal
tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor.
15
non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang
belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan.
16
c) Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi
jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan;
17
tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik
Advokat serta sumpah jabatannya”.
Bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran
dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan menjunjung tinggi
hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat
serta sumpah jabatannya adalah “kepribadian yang harus dimiliki oleh
setiap Advokat” yang tidak lain merupakan implementasi dari bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Moral ini berkaitan erat dengan pandangan
hidup, agama atau kepercayaan maupun adat-kebiasaan masyarakat yang
bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai Pancasila sebagai dasar
ideologi Negara dan pandangan hidup dan jati diri bangsa Indonesia,
sehingga nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan ethika moral bangsa
Indonesia, termasuk sila Pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, yang menunjukkan bahwa, seluruh bangsa
Indonesia adalah bangsa yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
termasuk di dalamnya adalah seorang Advokat
Dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a. Kode Etik
Advokat Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam
menjalankan profesinya, harus selalu berpedoman kepada:
a. Kejujuran profesional (professional honesty); dan
b. Suara hati nurani (dictate of conscience).
Keharusan bagi setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang
benar dan adil dengan berpedoman kepada suara hati nuraninya berarti
bahwa bagi advokat Indonesia tidak ada pilihan kecuali menolak setiap
perilaku yang berdasarkan “he who pays the piper calls the tune” karena
pada hakikatnya perilaku tersebut adalah pelacuran profesi advokat.
3. Tanggung jawab kepada Undang-Undang Advokat.
Untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak
hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. UU
Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan
18
terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya
dijalankan oleh organisasi Advokat.
Ketentuan Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat
dapat dikenai tindakan dengan alasan:
a) mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b) berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau
rekan seprofesinya;
c) bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan
pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum,
peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
d) berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan,
atau harkat dan martabat profesinya;
e) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan
dan atau perbuatan tercela;
f) Melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi
Advokat. Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan
bermoral tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan public,
bahwa advokat tersebut akan selalu berprilakuan demikian. Dengan
diangkatnya seorang advokat , maka ia telah diberi suatu kewajiban
mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile Officium),
dengan hak eksklusif antara lain;
1) Menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat;
2) Dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan
mewakili kliennya; dan
3) Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses perkara
kliennya.
19
untuk itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi
terhormat;
20
Demikian pula halnya UU Advokat teleh menentukan adanya
kewajiban menyusun kode etik profesi advokat oleh Organisasi Advokat
untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat. Setiap advokat
wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Berlaku tidaknya kode etik
tersebut bergantung sepenuhnya kepada advokat dan Organisasi Advokat.
Untuk itu perlu dibangun infrastruktur agar kode etik yang dibuat dapat
ditegakkan. Infrastruktur tersebut membutuhkan budaya taat aturan di
lingkungan advokat itu sendiri, baik aturan hukum negara maupun aturan
berorganisasi termasuk anggaran dasar dan rumah tangga serta kode etik
profesi.
Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral tinggi,
tetapi harus juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat tersebut
akan selalu berprilakuan demikian. Dengan diangkatnya seorang advokat,
maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan
terhormat (mobile Officium), dengan hak eksklusif antara lain; 1)
Menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat; 2) Dengan
begitu berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya; dan 3)
Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses perkara kliennya.
21
b. Bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak
menjalankan profesi terhormat ini.
Menurut Fritz Heider ada dua sumber atribusi tingkah laku manusia
yaitu : (1). Atribusi internal atau atribusi disposisional. (2). Atribusi
eksternal atau atribusi lingkungan. Pada atribusi internal kita menyimpulkan
22
bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi
(unsur psikologis yang mendahului tingkah laku). Pada atribusi eksternal
kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi
tempat atau lingkungan orang itu berada. Oleh karena itu
teori atribusi terbagi menjadi dalam 2 ( dua ) sebab dalam persepsi sebab-
akibat suatu tindakan tertentu menurut kesimpulan individu yaitu : Atribusi
Intern yang mencakup semua pemyebab intern seseorang, seperti keadaan
hati, sikap, ciri kepribadian, kemampuan, kesehatan, preferensi atau
keinginan. Sedangkan Atribusi Ekstern, mencakup penyebab-penyebab
ekstern seseorang, seperti tekanan orang lain, uang, sifat situasi sosial, cuaca
dan seterusnya.
23
jasanya advokat dapat sering kali berhak menghubungi kliennya tanpa harus
memberikan sesuatu misal uang ataupun barang. Faktor yang lain misal
advokat membela perkara trial by mass ( demo-demo) ada tekanan dari
pihak lain terhadap advokat tersebut.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara
dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum
karena setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan
tata negara, selalu melibatkan profesi advokat. Peran tersebut dijalankan
atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang
telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik
secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat
besar dalam penegakan hukum.
B. Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Rahmat Rosyadi, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Ghalia
Indonesia. Bogor, 2002.
Mukti Arto, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata
di Indonesia), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2001.
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. Jakarta. 1994.
http://semestahukum.blogspot.co.id/2016/01/peranan-dan-tanggungjawab-
advokat-dalam.html
26