Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ADVOKASI & BANTUAN HUKUM

Disusun Oleh:

MUH. RIZAL YUSRI


NPM. 742012020097

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GUNUNG RINJANI

2022

0
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas UTS di Mata Kuliah Advokasi
& Bantuan Hukum.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan saya terhadap advokasi.
Maka dari itu, saya mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik
dari berbagai pihak. Terimakasih.

Lombok Timur, 7 November 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………… 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 3
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 5
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………. 5
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………… 6
A. Peranan Advokat………………………………………………………. 6
B. Tanggungjawab Advokat……………………………………………… 15
BAB III PENUTUP…………………………………………………………… 25
A. Kesimpulan………………………………………………………… … 25
B. Saran…………………………………………………………………… 25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 26

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai hukum di Indonesia pastinya tidak terlepas dari lembaga
penegak hukum, tidak terkecuali organisasi Advokat. Advokat atau penasehat
hukum adalah profesi pemberi bantuan hukum yang sudah tidak asing lagi dimata
masyarakat. Profesi ini sudah ada di Indonesia sejak zaman kolonialisme yang
tergabung dalam organisasi advokat yang disebut “Balie Van Advokaten”. Saat
itu advokat hanya terdapat di wilayah-wilayah yang ada Lanrat (pengadilan
negeri) dan raat van justice (dewan pengadilan).1

Pengertian advokat menurut pasal 1 butir 1 undang-undang nomor 18 tahun


2003 tentang advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik
itu di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan
ketentuan undang-undang yang mengatur.2 Advokat adalah profesi yang terlibat
dalam hukum sebagai konsultas yang membela dan mendampingi bagi
masyarakat yang membutuhkan.

Penegakan hukum yang adil merupakan syarat utama kemajuan suatu negara
dan merupakan jati diri suatu bangsa yang beradab. Semakin tinggi peradaban
suatu bangsa semakin jelas keadilan dan kepastian hukum yang berlaku pada
bangsa atau kaum tersebut. Penegakan hukum diwujudkan oleh lembaga peradilan
dan lembaga penegak hukum lainnya.

Di Indonesia sendiri telah cukup banyak kebijakan-kebijakan yang


dikeluarkan dalam upaya peningkatan kualitas dan kemampuan aparat penegak
hukum agar lebih profesional, berintegritas, berkepribadian dan bermoral tinggi
melalui perbaikan-perbaikan sistem perekrutan dan promosi aparat penegak
hukum, pendidikan dan pelatihan serta pengawasan terhadap perilaku aparat
penegak hukum dan meningkatkan kesejahteraan aparat penegak hukum yang
sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidup.

1 V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2011), 7.
2 Ibid., 3
3
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan dengan tegas bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara yang menyatakan diri
sebagai negara hukum, upaya penegakan supremasi hukum, baik secara
kelembagaan pengadilan, kepolisian, kejaksaan maupun secara pribadi
sebagai aparat penegak hukum harus mandiri dalam menegakan hukum dan
keadilan. Demikian pula dengan advokat, namun kenyataannya penegakan
hukum yang belum mandiri menjadi penyebab kurang berjalannya
penegakan hukum yang efektif, konsisten dan berkeadilan. Bahkan ada yang
beranggapan bahwa kita dilanda krisis multidimensi. Hal ini akan
mempengaruhi kehidupan hukum yang menunjukkan fenomena adanya
ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

Pihak yang sering disalahkan sebagai penyebab kurang efektifnya


supremasi hukum adalah aparat penegak hukum itu sendiri, seperti polisi,
hakim, jaksa dan advokat. Dalam membicarakan pihak-pihak yang terlibat
dalam suatu peradilan khususnya peradilan pidana, biasanya ada tersangka
atau terdakwa dengan berbagai hak-hak dan kewajibannya, penyidik dan
penyelidik, penuntut umum atau jaksa, hakim dan advokat. Dalam peradilan
perdata ada pihak tergugat, penggugat dan advokat. Demikian juga dalam
sisten peradilan lainnya selalu melibatkan advokat.

Sejalan dengan pengertian di atas, profesi hukum dapat dipahami


sebagai profesi yang melalui penguasaan dan penerapan disiplin ilmu hukum
di masyarakat, diemban oleh seseorang untuk menyelenggarakan dan
menegakkan ketertiban yang berkeadilan. Berdasarkan pemikiran tersebut,
maka sudah selayaknya di mata masyarakat muncul harapan dan tuntutan
pengembangan dan pelaksanaan profesi hukum agar selalu didasarkan pada
nilai-nilai dan moralitas umum, seperti nilai keadilan, nilai kemanusiaan,
kejujuran, kepatuhan dan kewajaran, keharusan untuk memiliki kualitas
keahlian dan keilmuan serta kesadaran untuk selalu menghormati dan
menjaga integritas serta menghormati profesinya.

4
Di Indonesia, orang yang dipandang mengerti hukum dan dapat
memberi bantuan hukum kepada klien, mengalami perkembangan yang
signifikan. Sebagai suatu negara hukum yang berlandaskan pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, untuk memberikan pengayoman kepada
masyarakat diperlukan adanya lembaga pemberi jasa hukum yang profesional
yang diharapkan dapat memberikan suatu keadilan, kebenaran dan kepastian
hukum serta supremasi hukum kepada klien kepada khususnya dan
masyarakat pencari keadilan pada umumnya. Dilihat dari perannya yang
sangat penting, maka profesi advokat sering disebut sebagai profesi terhormat
atas kepribadian yang dimilikinya, karena tugas pokok seorang Advokat
dalam proses persidangan adalah mengajukan fakta dan pertimbangan yang
bersangkutan dengan klien yang dibelanya dalam suatu perkara sehingga
demikian memungkinkan hakim memberikan putusan yang seadil-adilnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik


membahas masalah:
1. Bagaimana Peran dan tanggung jawab Seorang Advokat dalam Penegakan
Hukum di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui dan menjelaskan peranan dan tanggungjawab advokat
dalam penegakan hukum di Indonesia.
b. Untuk memenuhi tugas UTS MK Advokasi dan Bantuan Hukum,

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peranan Advokat
Menurut Soerjono Soekanto, seseorang yang mempunyai kedudukan
tertentu, lainnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak
sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan
kewajiban adalah beban atau tugas. Setiap penegak hukum secara sosiologis
mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role) sebagai penegak
hukum. Kedudukan (status) merupakan posisi tertentu di dalam struktur
kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.
Kedudukan tersebut sebenarnya mempunyai suatu wadah, yang isinya adalah hak-
hak dan kewajiban-kewajiaban tertentu. Hak-hak dan kewajiban tersebut
merupakan peranan atau “role”. Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam
unsur-unsur sebagai berikut :

1. peranan yang ideal (ideal role)

2. Peranan yang seharusnya (expected role).

3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri (perceived role)

4. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)

Peranan yang sebenarnya dilakukan kadang-kadang juga dinamakan “role


perfonmance” atau “role playing”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
peranan yang ideal dan seharusnya datang dari pihak atau pihak-pihak lain,
sedangkan yang dianggap oleh diri sendiri serta peranan yang sebenarnya
dilakukan berasal dari diri sendiri. Seorang penegak hukum sebagaimana halnya
dengan warga masyarakat lain juga mempunyai kedudukan dan peranan.

Sebagai seorang penegak hukum, pusat perhatian sudah pasti diarahkan


pada perananya, peranan yang seharusnya dan peranan aktual. Peranan yang
seharusnya dari kalangan tertentu seperti advokat telah dirumuskan dalam
Undang-undang. demikian pula halnya dengan perumusan terhadap peranan yang
6
ideal. berkaitan dengan peranan advokat, Undang-undang advokat nomor 18
tahun 2003 tersebut memberikan pengertian advokat adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum di dalam maupun di luar persidangan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang ini.

Advokat dalam memberikan jasa hukumnya dalam praktek dapat dijumpai


dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka sidang. Dalam
semua tingkat tersebut advokat harus mempunyai surat kuasa yang diperoleh dari
pemberi kuasa untuk mendampingi, mewakili, memberikan nasihat hukum kepada
kliennya.

Surat kuasa merupakan sesuatu yang penting dalam menangani suatu kasus
tindak pidana korupsi karena tanpa surat kuasa advokat tidak dapat untuk
memberikan jasa hukum di pangadilan yang mana dalam tingakat pemeriksaan
baik ditingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dimuka sidang surat kuasanya
harus berbeda dari beberapa tingkat tersebut.

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau


berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh
subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh
subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan
hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan
hukum. ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas,
penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam
masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

7
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses penjabaran nilai, ide, dan
cita untuk menjadi sebuah tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran. Nilai-nilai
yang terkandung didalamnya haruslah diwujudkan menjadi realitas yang nyata.
Eksistensi hukum menjadi nyata jika nilai-nilai moral yang terkandung dalam
hukum dapat diimplementasikan dengan baik. Penegakan hukum pada prinsipnya
harus memberikan manfaat atau berdaya guna bagi masyarakat. Disamping itu
masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum dalam rangka mencapai
suatu keadilan. Kendati demikian tidak dapat dipungkiri, bahwa apa yang
dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, juga sebaliknya apa yang
dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.

Pada dasarnya, penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik jikalau


antara unsur masyarakat dan unsur penegak hukumnya saling berkesinambungan
dalam menjunjung tinggi prinsip serta tujuan hukum. Aparatur penegak hukum
mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya)
penegak hukum.

Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses
tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim,
dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup
pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait
dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan
kembali.

Dari unsur penegakan hukum advokat harus memenuhi syarat formil dan
syarat materiil. Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum sedangkan
syarat materiil menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum benar-benar
kehendak dari kliennya. Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak
materiil maka yang dimenangkan adalahpihak materiil yaitu klien, sebagai pihak
yang berkepentingan.

8
ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan bahwa status advokat
sebagai penegak hukum mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum
lainnya dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan. Namun status advokat
selain bermakna sebagai penegak hukum, juga bemakna sebagai profesi. Oleh
karenanya sering terjadi benturan kepentingan antara keduanya.

Sudikno Mertokesumo menyatakan, bahwa pengacara atau advokat


kedudukannya subjektif karena ia ditunjuk oleh salah satu pihak untuk
mewakilinya di persidangan dan penilainya pun sangat subyektif karena ia harus
membela kepentingan kliennya. Akan tetapi perlu diingat bahwa fungsi pokok
seorang pengacara adalah untuk membantu melancarkan penyelesaian perkara
dengan menjunjung tinggi pancasila, hukum dan keadilan. Disamping itu juga
sesuai dengan kode etik advokat bahwa advokat tidak harus mengutamakan
kepentingan kliennya saja akan tetapi lebih pada mengutamakan tegaknya hukum,
keadilan dan kebenaran.

Masalah lain timbul jika diihat dari fakta empiris bahwasanya advokat atau
pegacara dalam menangani perkara hanya memahami profesinya sebagai kuasa
hukum dari klien dan mengesampingkan profesinya sebagai salah satu aparat
penegak hukum. Sehingga ia akan mudah menerima dalam bentuk apapun suap
dari klien bahkan sampai melakukan perjanjian dengan aparat penegak hukum
lainnya seperti jaksa dan hakim. Sehingga yang dikedepankan bukanlah prinsip
kebenaran dan keadilan tapi kemenangan dalam suatu perkara. Dari sini muncul
anggapan masyarakat bahwa hukum dapat dimanipulasi dan dibeli. Sehingga
kepercayaan kepada aparat penegak hukum ini lebur dengan sendirinya.

Jika kita pandang dari kacamata sosiologi hukum, kita dapat


mengasumsikan bahwa ada dua faktor yang paling menonjol yang mempengaruhi
aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum yaitu faktor internal dan
eksternal. Adapun faktor internal yang berasal dari penegak hukum itu sendiri.
Salah satu contoh, adanya kecenderungan dari aparat penegak hukum dalam
menegakan hukum berpedoman pada Undang-Undang semata sehingga
mengesampingkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Selanjutnya
9
faktor eksternal yang berasal dari luar penegak hukum itu sendiri misalnya ketika
terjadi peristiwa hukum adanya kecenderungan masyarakat yang menyelesaikan
dengan caranya sendiri seperti halnya penyuapan.

Maka dari itu seharusnya para aparat penegak hukum merenungkan kembali
apa itu etika profesi hukum yang akhirnya terejawantahkan dalam kode etik
profesi hukum. Agar advokat atau pengacara dapat menjalankan tugas profesinya
dengan baik, kiranya perlu memahami lalu mengamalkan apa yang menjadi
sumpah janjinya advokat, yaitu:

“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji : Peran advokat dalam


memberikan jasa hukum bagi kepentingan klien diartikan bahwa bagaimana
advokat menjalankan profesinya sesuai dengan tugas dan fungsinya serta kode
etik dan sumpah advokat”.

Disamping pembaharuan dari sisi penegak hukum dalam hal ini advokat,
juga perlu pembenahan dari unsur masyarakatnya. Masyarakat sebagai pelaksana
hukum dan pencari keadilan tidak seharusnya membungkam para aparat penegak
hukum demi kepentingannya, termasuk membungkam pengacara demi
memenangkan perkara yang dihadapinya.

Menurut Amir Syamsudin, bahwa teks sumpah advokat pada point terakhir
ini berbeda dengan teks sumpah yang selama ini telah ada sebagai berikut;

”bahwa saya tidak akan membela atau memberi nasihat hukum dalam suatu
perkara yang menurut keyakinan dan kepercayaan saya tidak mengandung dasar
hukum untuk diajukan ke pengadilan”, bahwa teks ini sangat interpretatif dan
tidak konkret.

Selain mengenai sumpah advokat. Advokat juga harus mendalami


keperanan advokat dengan kode etik tersebut, maka untuk mudah mendapat
pegangan tentang yang wajib ditaati dan dipenuhi oleh advokat, Kode etik
Advokat memberikan lebih jelas kepada anggota-anggotanya tentang praktek
dalam profesi yang harus dilakukan, karena dalam kode etik advokat telah
diberikan petunjuk kepada anggotanya tentang hal- hal sebagai berikut :
10
1. Soal tanggung jawab;

2. Soal keharusan yang mereka perbuat;

3. Menjaga kelakuan/perilaku sebagai seorang yang profesional


dalam menjalankan profesinya;

4. Menjaga Integritas ; dan

5. Menjaga reputasi.

Ini berarti yang menjadi sasaran atau obyek adalah agar kode etik ditaati dan
dijalankan oleh para profesional dalam menjalankan profesinya, dan sekaligus
pula menjadi tonggak tegaknya hukum dan keadilan.

Peranan advokat dalam menjalankan kode etiknya tidak begitu mudah dan
sederhana. Hal tersebut pernah digambarkan oleh P.M Trapman dengan
keterangannya bahwa betapa sulitnya seorang advokat dalam proses pidana untuk
memperpadukan antara keharusan memihak pada terdakwa sebagai digambarkan
dalam kata Belanda noodzakelijke eezijdigheid dan di samping kewajiban advokat
mengemukakan penilaian yang obyektif terhadap kejadian karena memanfaatkan
diri dalam Ethische Legimitatie.

Kode etik adalah merupakan perangkat moral yang sesungguhnya mesti ada
pada semua profesi termasuk di dalamnya profesi advokat. Obyek material dari
etika adalah moralitas yang melekat pada suatu profesi. Oleh karena itu, pada
tanggal 4 April 1996, berdasarkan kesepakatan antar tiga profesi hukum
Indonesia, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia
(AAI), dan Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) memutuskan untuk
menciptakan dan memiliki suatu kode etik yang berlaku untuk semua penasihat
hukum Indonesia tidak terkecuali penasihat hukum berkebangsaan asing yang
berpraktek di Indonesia. Secara sistematis, kode etik yang telah disepakati oleh
asosiasi atau organisasi profesi itu dibagi dalam ketentuan-ketentuan pokok
sebagai berikut yaitu kode etik yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan
kepribadian Penasihat Hukum pada umumnya.

11
Kode etik ini memuat aturan yang mana sejalan dengan sumpah
pengangkatan seorang penasihat hukum sebagaimana dijelaskan di dalam uraian
berikut ini antara lain :

1. Setiap penasihat hukum adalah warga negara yang bertakwa kepada


Tuhan Yang Maha Esa dan menjalankan praktek profesinya menjunjung
tinggi hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
serta sumpah jabatannya.

2. Penasihat hukum dilarang melakukan sikap-sikap diskriminasi, karena itu


harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum kepada yang
memerlukannya tanpa membedakannya suku, agama, kepercayaan,
keturunan, kedudukan sosial atau keyakinana politiknya dan tidak
semata mencari imbalan materi, tetapi harus mengutamakan penegakan
hukum, keadilan dan kebenaran dengan cara jujur dan bertanggung
jawab.

3. Penasihat hukum dalam menjalankan praktek profesinya harus bebas dan


mandiri sertsa tidak dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib
memeperkuangkan setinggi-tingginya hak asasi manusia di dalam negara
hukum Indonesia. Penasihat hukum wajib memegang teguh solidaritas
sesama teman sejawat dan apabila teman sejawat diajukan sebagai
tersangka dalam suatu perkara pidana, maka ia wajib dibela oleh teman
sejawat lainnya secara Cuma-Cuma. Penasihat hukum tidak dibenarkan
melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan
martabat penasihat hukum dan dalam perilaku sehari-harinya senantiasa
menjunjung tinggi profesi pensasehat hukum sebagai profesi yang
terhormat (officium nobile).

4. Penasihat hukum dalam melakukan praktek profesinya harus bersikap


hati-hati dan menjaga sopan santun terhadap para pejabat penegak
hukum,sesama teman sejawat dan masyarakat, namun berkewajiban

12
mempertahankan hak dan martabat penasihat hukum di mana pun ia
berada.

Kode etik ini dapat dijadikan rambu-rambu bagi advokat dalam menentukan
suatu pelanggaran hukum secara obyektif. Rambu-rambu di sini adalah setiap
madvokat harus jujur dan bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya baik
dengan klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama pada dirinya
sendiri.

Praktek yang profesional dalam menjalankan profesinya lazimnya berporos


pada kemampuan dalam menjalankan pengetahuan formal yang dimilikinya
kemudian dijalankan dengan pendekatan etis dalam menjalankan pekerjaannya
yaitu kode etik.

Dalam menjalankan perannya, advokat wajib menjalankan hubungan baik


dengan para kliennya, karena menurut Martiman Prodjo hamidjojo; “pekerjaan
penasihat hukum adalah pekerjaan kepercayaan”. Yang dimaksud dengan
hubungan baik itu adalah :

1. Penasihat hukum di dalam mengurus perkara mendahulukan


kepentingan klien daripada kepentingan pribadinya;
2. Penasihat hukum dalam perkara perdata harus mengutamakan
penyelesaian dengan jalan damai;
3. Penasihat hukum tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan kliennya mengenai perkara yang diurusnya;
4. Penasihat hukum dilarang keras menjamin klien terhadap perkaranya
akan dimenangkan;
5. Penasihat hukum dilarang menetapkan syarat-syarat yang
membatasi kebebasan klien untuk mempercayakan kepentingannya
kepada penasihat hukum yang lain;
6. Penasihat hukum harus menentukan besarnya honor dalam batas-batas
yang layak dengan mengingat kemampuan klien;

13
7. Penasihat hukum dilarang membebani klien dengan biaya- biaya yang
tidak perlu;
8. Penasihat hukum dapat menggunakan hak retensi terhadap klien
asalkan tidak merugikan kepentingan klien yang dapat diperbaiki lagi.
9. Penasihat hukum harus selalu memegang rahasia jabatan tentang hal-
hal yang diberitahukan kepadanya oleh klien secara kepercayaan dan
wajib menjaga rahasia itu.
Pada dasarnya butir-butir di atas dapat diartikan mengenai hak- hak klien
dimana harus dijaga hubungan baik itu tanpa menimbulkan suatu permasalahan
yang bisa terjadi antara advokat dan klien. Dalam hal ini jangan sampai klien
dirugikan oleh seorang advokat atau peran yang dimainkan oleh advokat harus
sesuai dengan sumpah dan kode etik advokat serta menjunjung tinggi supremasi
hukum.

Advokat dalam menjalankan profesinya tidak mematuhi kode etik advokat


akan dapat diadukan ke dewan kehormatan dengan ancaman sanksi seperti
peringatan biasa, keras dan dapat di copot ijin prakteknya sebagai
advokat Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada
Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan
penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan
tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah
profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat,
yaitu Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang
bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Oleh
karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ
negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga
melaksanakan fungsi Negara.

Dengan demikian, profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya


penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara,
bahkan tata negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara

14
dengan penegak hukum lainnya. Dalam upaya penegakan supremasi hukum,
terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat berperan besar dengan memutus
mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran tersebut dijalankan atau
tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang telah
dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik secara yuridis
maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat besar dalam penegakan
hukum. Peran advokat dalam penegakan hukum dirasa belum maksimal, hal
tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor.

B. Tanggung jawab Adokat.

Berhubungan dengan peranan advokat yang sangat besar sebagaimana


dijelaskan sebelumnuya, maka advokat juga tentunya memiliki tanggung jawab
dalam penegakan hukum. Menurut Ismu Gunadi Widodo, seorang advokat harus
bertanggung jawab kepada 4 (empat) hal yaitu :

1. Tanggung jawab advokat kepada Tuhan.

Manusia adalah mahluk religious yang memiliki kecerdasan spiritual.


Menurut Tony Buzan kecerdasan spiritual adalah yang berkaitan dengan
menjadi bagian dari rancangan segala sesuatu yang lebih besar, meliputi
“melihat suatu gambaran secara menyeluruh”. Sementara itu, kecerdasan
spiritual menurut Stephen R. Covey adalah pusat paling mendasar di antara
kecerdasan yang lain, karena dia menjadi sumber bimbingan bagi
kecerdasan lainnya. Kecerdasan spiritual mewakili kerinduan akan makna
dan hubungan dengan yang tak terbatas.

Zohar dan Marshal mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai


kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai,
yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks
makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan
atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dari pada yang lain. Kecerdasan
spiritual menurut Khalil A Khavari didefinisikan sebagai fakultas dimensi

15
non-material kita atau jiwa manusia. Ia menyebutnya sebagai intan yang
belum terasah dan dimiliki oleh setiap insan.

Dengan pengakuan potensi kecerdasan spiritual tersebut, manusia


dengan sendirinya memiliki tanggung jawab akan kehidupannya kepada
Tuhan. Tanggung jawab tersebut melekat pada diri manusia bukan
disebabkan butuhnya Tuhan kepada manusia melainkan bentuk rasa dan
sikap iman manusia kepada Tuhan. Tuhan menciptakan manusia di bumi ini
bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya
manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap Tuhan. Sehingga
dikatakan tindakan manusia tidak lpas daei hukuman hukuman Tuhan. Yang
dituangkan dalam berbagai kitab suco melalui berbagai macam agama.
Pelanggaran dari hukuman hukuman tersebut akan segera diperingatkan
oleh Tuhan dan jika perungatan yang keraspun manusia masih juga tidak
menghiraikan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan
mengabaikan perintah perintah Tuhan. Berarti menginggalkan tanggung
jawab yang seharusnya dilakukan terhadap Tuhan sebagai penciptanya.

Tanggung Jawab manusia kepada Tuhan juga ”berlaku” bagi advokat.


Sebagai manusia, secara individual Advokat mengikatkan dirinya untuk
selalu bertanggung jawab kepada Tuhan-Nya. Hal tersebut ditunjukkan
dalam pembacaan janji advokat sebagai berikut:

“Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji :

a) Bahwa saya akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila


sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia;

b) Bahwa saya untuk memperoleh profesi ini, langsung atau tidak


langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga,
tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada
siapapun juga;

16
c) Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi
jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab
berdasarkan hukum dan keadilan;

d) Bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi di dalam atau di


luar pengadilan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya
agar memenangkan atau menguntungkan bagi perkara Klien
yang sedang atau akan saya tangani;

e) Bahwa saya akan menjaga tingkah laku saya dan akan


menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kehormatan,
martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Advokat.

f) . Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan


atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut
hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi
saya sebagai seorang Advokat.

Sumpah tersebut pada hakikatnya adalah janji seorang yang akan


menjalani profesi sebagai advokat, kepada Tuhan, diri sendiri, dan
masyarakat. Seandainya setiap advokat tidak hanya mengucapkannya
sebagai formalitas, tetapi meresapi, meneguhi, dan menjalankannya,
tentu kondisi penegakan hukum akan senantiasa meningkat lebih baik.
Kekuasaan kehakiman akan benar-benar dapat menegakkan hukum dan
keadilan.

2. Tanggung Jawab kepada kode Etik Profesi advokat.


Di dalam Pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia Tentang Kepribadian
Advokat, disebutkan: “Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia
yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam
mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi,
luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung

17
tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik
Advokat serta sumpah jabatannya”.
Bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran
dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan menjunjung tinggi
hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat
serta sumpah jabatannya adalah “kepribadian yang harus dimiliki oleh
setiap Advokat” yang tidak lain merupakan implementasi dari bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Moral ini berkaitan erat dengan pandangan
hidup, agama atau kepercayaan maupun adat-kebiasaan masyarakat yang
bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai Pancasila sebagai dasar
ideologi Negara dan pandangan hidup dan jati diri bangsa Indonesia,
sehingga nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan ethika moral bangsa
Indonesia, termasuk sila Pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, yang menunjukkan bahwa, seluruh bangsa
Indonesia adalah bangsa yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
termasuk di dalamnya adalah seorang Advokat
Dari ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf a. Kode Etik
Advokat Indonesia dapat disimpulkan bahwa seorang advokat, dalam
menjalankan profesinya, harus selalu berpedoman kepada:
a. Kejujuran profesional (professional honesty); dan
b. Suara hati nurani (dictate of conscience).
Keharusan bagi setiap advokat untuk selalu berpihak kepada yang
benar dan adil dengan berpedoman kepada suara hati nuraninya berarti
bahwa bagi advokat Indonesia tidak ada pilihan kecuali menolak setiap
perilaku yang berdasarkan “he who pays the piper calls the tune” karena
pada hakikatnya perilaku tersebut adalah pelacuran profesi advokat.
3. Tanggung jawab kepada Undang-Undang Advokat.
Untuk mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak
hukum dan keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. UU
Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan

18
terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya
dijalankan oleh organisasi Advokat.
Ketentuan Pasal 6 UU Advokat misalnya menentukan bahwa advokat
dapat dikenai tindakan dengan alasan:
a) mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;
b) berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau
rekan seprofesinya;
c) bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan
pernyataan yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum,
peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
d) berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan,
atau harkat dan martabat profesinya;
e) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan
dan atau perbuatan tercela;
f) Melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi
Advokat. Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan
bermoral tinggi, tetapi harus juga mendapat kepercayaan public,
bahwa advokat tersebut akan selalu berprilakuan demikian. Dengan
diangkatnya seorang advokat , maka ia telah diberi suatu kewajiban
mulia melaksanakan perkerjaan terhormat (mobile Officium),
dengan hak eksklusif antara lain;
1) Menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat;
2) Dengan begitu berhak memberikan nasihat hukum dan
mewakili kliennya; dan
3) Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses perkara
kliennya.

Dengan adanya hak dan kewenangan istimewa itu tentunya juga


menimbulkan kewajiban advokat kepada masyarakat, yaitu:

a. Menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi advokat


yang selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi

19
untuk itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi
terhormat;

b. Bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak


menjalankan profesi terhormat ini.

Undang-undang No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat dalam pasal 1


butir (1), menentukan, bahwa advokat ialah orang yang berprofesi memberi
jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi syarat
berdasarkan ketentuan Undang-undang tersebut. Advokat disini dapat pula
diartikan sebagai pengacara atau penasihat hukum, atau kuasa hukum
ataupun orang yang memberikan bantuan hukum karena pada dasarnya
peran, tugas dan tanggungjawabnya sama yaitu untuk membantu klien
dalam menegakkan keadilan dan kebenaran bagi dirinya.

Adapun tugas, kewajiban, sikap dan tangungjawab seorang advokat


sebagai penegak hukum semuanya tertuang dalam kode etik profesi advokat
yang dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya. Yang mendasar dari
tugas dan tanggungjawab advokat yaitu berhubungan antara mewakili klien,
menjunjung tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta
membantu hakim dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan.

Untuk menunjang berfungsinya sistem hukum diperlukan suatu sistem


etika yang ditegakkan secara positif berupa kode etika di sektor publik. Di
setiap sektor kenegaraan dan pemerintahan selalu terdapat peraturan tata
tertib serta pedoman organisasi dan tata kerja yang bersifat internal. Di
lingkungan organisasi-organisasi masyarakat juga selalu terdapat Anggaran
atau Pedoman Dasar dan Anggaran atau Pedoman Rumah Tangga
organisasi. Namun, baru sedikit sekali di antara organisasi atau lembaga-
lembaga tersebut yang telah memiliki perangkat Kode Etika yang disertai
oleh infra struktur kelembagaan Dewan Kehormatan ataupun Komisi Etika
yang bertugas menegakkan kode etika dimaksud.

20
Demikian pula halnya UU Advokat teleh menentukan adanya
kewajiban menyusun kode etik profesi advokat oleh Organisasi Advokat
untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat. Setiap advokat
wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. Berlaku tidaknya kode etik
tersebut bergantung sepenuhnya kepada advokat dan Organisasi Advokat.
Untuk itu perlu dibangun infrastruktur agar kode etik yang dibuat dapat
ditegakkan. Infrastruktur tersebut membutuhkan budaya taat aturan di
lingkungan advokat itu sendiri, baik aturan hukum negara maupun aturan
berorganisasi termasuk anggaran dasar dan rumah tangga serta kode etik
profesi.

4. Tanggung jawab kepada masyarakat.

Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia


lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena
membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia
lain tersebut.

Seorang advokat tidak saja harus berprilaku jujur dan bermoral tinggi,
tetapi harus juga mendapat kepercayaan public, bahwa advokat tersebut
akan selalu berprilakuan demikian. Dengan diangkatnya seorang advokat,
maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan perkerjaan
terhormat (mobile Officium), dengan hak eksklusif antara lain; 1)
Menyatakan dirinya pada publik bahwa ia seorang advokat; 2) Dengan
begitu berhak memberikan nasihat hukum dan mewakili kliennya; dan 3)
Menghadap dimuka siding pengadilan dalam proses perkara kliennya.

Akan tetapi, jangan dilupakan bahwa hak dan kewenangan istimewa


juga menimbulkan kewajiban advokat kepada masyarakat,yaitu:

a. Menjaga agar mereka yang menjadi anggota profesi advokat


yang selalu mempunyai kompetensi pengetahuan profesi untuk
itu, dan mempunyai integritas melaksanakan profesi terhormat;

21
b. Bersedia menyingkirkan mereka yang terbukti tidak layak
menjalankan profesi terhormat ini.

Bagian dari kewajiban advokat kepada masyarakat, adalah telah


memberi bantuan jasa hukum kepada mereka yang secara ekonomi tidak
mampu (miskin). Dalam KEAI Pasal 3 dinyatakan bahwa seorang advokat
tidak dapat menolak dengan alasan kedudukan sosial orang yang
memerlukan jasa hukum dan didalam Pasal 4 kalimat: mengurus perkara
cuma-cuma telah tersirat kewajiban ini. Dan asas ini dipertegas lagi dalam
Pasal 7 KEAI alinea 8: ... kewajiban untuk memberikan bantuan hukum id
cuma-cuma (prodeo) bagi ornag yang tidak mampu.

Meskipun di Indonesia telah ada lembaga-lembaga yang membantu


kelompok ekonomi lemah ini, khususnya dengan nama Lembaga Bantuan
Hukum (LBH atau yang serupa) dan Biro Bantuan Hukum (BBH atau yang
serupa), namun kewajiban advokat atau kantor advokat memberi jasa
hukum kepada klien miskin, tetap harus diutamakan.

Pemberian jasa hukum terhadap klien dalam perkara tindak korupsi


advokat tetap berada pada koridor hukum yang ada. maksudnya jasa hukum
yang diberikan advokat baik di tingkat penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di muka sidang harus selalu mengedepankan prinsip-prinsip
hukum demi tegaknya kebenaran dan keadilan disamping membela
kepentingan klien, maka advokat harus memberikan perlindungan hukum
terhadap klien dalam perkara tindak pidana korupsi jangan sampai sebelum
ada putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
tersangka/terdakwa sangat dirugikan karena belum tentu tersangka/terdakwa
itu bersalah oleh karena itu tanggung jawab advokat sangat penting dalam
proses tegaknya hukum.

Menurut Fritz Heider ada dua sumber atribusi tingkah laku manusia
yaitu : (1). Atribusi internal atau atribusi disposisional. (2). Atribusi
eksternal atau atribusi lingkungan. Pada atribusi internal kita menyimpulkan

22
bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi
(unsur psikologis yang mendahului tingkah laku). Pada atribusi eksternal
kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi
tempat atau lingkungan orang itu berada. Oleh karena itu
teori atribusi terbagi menjadi dalam 2 ( dua ) sebab dalam persepsi sebab-
akibat suatu tindakan tertentu menurut kesimpulan individu yaitu : Atribusi
Intern yang mencakup semua pemyebab intern seseorang, seperti keadaan
hati, sikap, ciri kepribadian, kemampuan, kesehatan, preferensi atau
keinginan. Sedangkan Atribusi Ekstern, mencakup penyebab-penyebab
ekstern seseorang, seperti tekanan orang lain, uang, sifat situasi sosial, cuaca
dan seterusnya.

Dalam hubungannya dengan peran dan tanggungjawab advokat


tentunya advokatpun tidak dapat menghindari pengaruh yang merupakan
faktor dari dalam ( internal ) apakah disebabkan oleh faktor dari luar (
eksternal) sebagaimana tersebut diatas dalam memberikan jasa hukum
terhadap kliennya. Dalam memberikan jasa hukum kepada kliennya advokat
dihadapkan faktor-faktor teknis dan non teknis.

Mengenai faktor teknis advokat dalam memberikan jasa hukum


kepada kliennya misalnya Pasal 72 KUHAP yang bunyinya atas permintaan
tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan
turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelannya yang
maksudnya dalam praktek apakah sudah dapat diterapkan, dalam Pasal 17
UU No. 18 tahun 2003 yang bunyinya dalam menjalankan profesinya,
advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen yang lain, baik
dalam instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan
kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan
kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal ini
apakah dapat diterapkan karena advokat sering terbentur memperoleh
informasi. Sedangkan faktor non teknis advokat dalam memberikan jasa
hukum kepada kliennya apakah dalam praktek bisa diterapkan dalam

23
jasanya advokat dapat sering kali berhak menghubungi kliennya tanpa harus
memberikan sesuatu misal uang ataupun barang. Faktor yang lain misal
advokat membela perkara trial by mass ( demo-demo) ada tekanan dari
pihak lain terhadap advokat tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi advokat dalam menangani perkara


kliennya banyak sekali dijumpai dalam praktek misalnya dari faktor
atribusi ekstern seorang advokat harus memberikan penjelasan kepada
publik atau pun masyarakat bahwa klien belum tentu bersalah sebelum ada
keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, seorang
advokat dalam membela, mendampingi, mewakili, bertindak, dan
menunaikan tugas dan fungsinya harus selalu memasukan ke dalam
pertimbangannya kewajiban terhadap klien, masyarakat, diri sendiri, negara
terlebih kepada Allah SWT.

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara
dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum
karena setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan
tata negara, selalu melibatkan profesi advokat. Peran tersebut dijalankan
atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat yang
telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam UU Advokat. Baik
secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki peranan yang sangat
besar dalam penegakan hukum.

Tugas, kewajiban, sikap dan tangungjawab seorang advokat sebagai


penegak hukum semuanya tertuang dalam kode etik profesi advokat yang
dijadikan landasan dalam melakukan aktivitasnya.

Seorang advokat harus bertanggung jawab kepada 4 (empat) hal


yaitu: kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepada Kode Etik Advokat, Kepada
Aturan perundang-undangan dan terkahir kepada masyarakat.

B. Saran

Yang mendasar dari tugas dan tanggungjawab advokat adalah


berhubungan dengan para kliennya. Semoga para Advokat tetap menjunjung
tinggi keadilan, kejujuran dan Hak Asasi Manusia, serta membantu hakim
dalam proses penegakan kebenaran dan keadilan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arief T. Surowidjojo, Pembaharuan Hukum, Fakultas Hukum Universitas


Indonesia, Jakarta. 2004,

Amir Syamsudin, Menyambut Undang-undang Advokat,peran advokat dalam


Pembangunan, Jakarta. 2002.

V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: PT Gelora Aksara


Pratama, 2011), 7.

Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia ,Idealisme dan Keprihatinan, Sinar


Harapan. Jakarta. 1995.

Ignatius Ridwan Widyadarma, Etika Profesi Hukum dan Keperanannya, Undip,


Semarang. 2001.

Ismu Gunadi Widodo, Tanggungjawab Advokat Dalam Penegakan Hukum,

Ropuan Rambe, Tehnik Praktek Advokat, Grasindo. Jakarta. 2001.

Rahmat Rosyadi, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Ghalia
Indonesia. Bogor, 2002.

Mukti Arto, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata
di Indonesia), Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2001.

Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. Jakarta. 1994.

http://semestahukum.blogspot.co.id/2016/01/peranan-dan-tanggungjawab-
advokat-dalam.html

26

Anda mungkin juga menyukai