Anda di halaman 1dari 16

Kata Pengantar

Assalamua’alaikum warrahmatuallahhi wabarokatuh,


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dalam
bentuk maupu isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi penulis maupun pembacanya.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi saya atau pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk  kesempurnaan makalah ini.
Wa’alaikum sallam warallahmatuallahhi wabarokatuh.

Dompu, Desember 2020


DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
B.Perumusan Masalah
C.Tujuan Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Advokat
B. Fungsi dan peranan advokat dalam proses penegakan hukum
C. Pemahaman Masyarakat Tentang Jasa Advokat
D. Sistem Tarif Dan Kode Etik Advokat
E. Hubungan Kode Etik Dan Undang –Undang Advokat

BAB III PENUTUP


A.Kesimpulan
B.Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa okum baik di dalam maupun diluar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Peran dan fungsi
advokat meliputi pekerjaan baik yang dilakukan dipengadilan tentang masalah okum pidana atau
perdata, seperti mendampingi klien dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan (di kejaksaan
atau kepolisian) atau beracara dimuka pengadilan. Advokat mempunyai kualifikasi dan otorisasi
untuk berpraktek di pengadilan dalam memberikan nasihat okum dan mendampingi serta
membela kliennya dalam persoalan okum, sehingga kebebasan profesi advokat sangat penting
manfaatnya bagi masyarakat yang memerlukan jasa okum (legal services) dan pembelaan
(litigation) dari seorang advokat. Sehingga seorang anggota masyarakat yang perlu dibela akan
mendapat jasa okum dari seorang advokat independen, yang dapat membela semua kepentingan
kliennya tanpa ragu-ragu.

Setiap advokat memiliki kekebalan (hak imunitas) dalam menjalankan tugasnya. Yang dimaksud
dengan hak imunitas adalah kebebasan dari advokat untuk melakukan atau tidak melakukan
setiap tindakan dan mengeluarkan pendapat, keterangan atau dokumen kepada siapapun dalam
menjalankan tugas profesinya, sehingga dia tidak dapat dihukum sebagai konsekuensi dari
pelaksanaan tugas profesinya. Yang dimaksud dengan kebebasan adalah terhadap okumnga
tindakannya tersebut, terhadap para advokat dan kliennya tidak dilakukan tekanan, ancaman,
hambatan, ketakutan, atau perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat profesi advokat.2
Dalam pasal 16 undangundang No 18 Tahun 2003 dikatakan bahwa “advokat tidak dapat
dituntut, baik secara perdata maupun pidana didalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad
baik untuk kepentingan pembelaan klien”. Artinya bahwa advokat itu mempunyai hak imunitas
untuk tidak dapat dituntut, dan arti etikad baik adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya
keadilan berdasarkan okum untuk membela kepentingan kliennya.

Untuk itu hak imunitas ini perlu dipahami tidak hanya oleh advokat, tujuannya agar semua pihak
mengerti kedudukan advokat. Hal ini perlu karena beberapa advokat pernah dipanggil polisi
untuk menjadi saksi, dengan istilah “terlapor”. Bahkan, polisi pernah memperlakukan advokat
secara kasar di pengadilan. Asas okum equality before the law berarti bahwa kesetaraan
dihadapan okum tetap dijunjung dan dipertahankan sebagai patokan umum dalam penegakan
okum (law enforcement). Namun perlu diperhatikan juga bahwa asas equality before the law
tetap harus mengindahkan hak imunitas. Hak imunitas dan asas okum tersebut perlu mendapat
perhatian, berkaitan dengan status advokat sebagai penegak okum yang sejajar dengan hakim,
jaksa dan polisi, dengan tugas masing-masing pihak yang berbeda-berbeda sesuai dengan fungsi
utama masing-masing. Tugas-tugas advokat dijabarkan dalam Undangundang advokat. Namun
dalam kenyataannya, dapat terjadi bahwa perlakuan terhadap advokat terbukti tidak sesuai
dengan undang-undang tersebut karena suatu masalah semata-mata dilihat dari okum acara
pidana. Hal tersebut dapat saja terjadi karena ketidaktahuan polisi atau karena arogansi status.

Seperti halnya dalam kasus korupsi pada proyek pembangunan jalan di Mentawai dengan
tersangka A.Ambarita (Kejaksaan Negeri Tuat Pejat) ex pasal 21 Undang-Undang No.31
tahun1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo undang-undang No.22 tahun 2001.
Dalam kasus tersebut, advokat Manatap Ambarita, S.H. telah bertindak sebagai kuasa tersangka
yang sebelum perkara pokok berjalan, pihak Kejaksaan Negeri Padang, Kejaksaan Tinggi
Sumatera Barat telah memperlakukan advokat Manatap Ambarita,S.H. sebagai tersangka yang
diikuti penahanan secara langsung dengan tuduhan menghalangi proses penyidikan kasus tindak
pidana korupsi pada proyek pembangunan jalan di Mentawai. Hal ini menunjukkan adanya
proses penegakan okum korupsi yang cenderung menyingkirkan immunity right telah terjadi di
Pengadilan Negeri Padang.

Advokat tidak oku diidentifikasikan dengan kliennya karena advokat pada prinsipnya hanyalah
pemegang kuasa/agen dari kliennya, ketak identikan antara advokat dan kliennya tersebut sesuai
dengan okum keagenan, bahwa agen hanya bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya. Selama
agen menjalankan tugas sesuai dengan tugas yang didelegasikan kepadanya dan dilakukan secara
professional, advokat tersebut tidak dapat menjadi tanggung gugat, tetapai principal lah yang
harus bertanggung jawab secara okum. Seperti halnya pada pasal 18 ayat (2) dari undang-undang
Advokat menentukan dengan okumng sebagai berikut: “advokat tidak dapat diidentikan dengan
kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan atau masyarakat”.
Advokat berhak untuk membela siapapun kliennya, termasuk penjahat kelas kakap yang telah
dihujat oleh banyak orang dan tetap melaksanakan prinsip yakni setiap orang berhak untuk
mendapatkan pembelaan okum secara wajar, yang memang diakui oleh setiap okum yang
modern di dunia ini, termasuk okum Indonesia. Jika advokat membela kliennya yang merupakan
penjahat besar misalnya, advokat tersebut tidak boleh dikucilkan atau dihujat seperti
mengucilkan dan menghujat kliennya. Seperti telah disebutkan bahwa sekali advokat memegang
suatu perkara, meskipun kliennya tidak popular dan penjahat yang dicaci maki oleh masyarakat,
advokat tetap harus memberikan jasa okum sebaik mungkin sesuai prinsip-prinsip professional,
intelektualitas, dan emosional. Disamping itu setiap orang berhak untuk mendapatkan bantuan
okum, meskipun orang tersebut merupakan penjahat besar, berdasarkan prinsip hak setiap orang
untuk mendapatkan bantuan okum tersebut tidak dapat dipersalahkan

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Advokat ?
2. Apa Fungsi dan peranan advokat dalam proses penegakan hukum ?
3. Apa Pemahaman Masyarakat Tentang Jasa Advokat ?
4. Bagaimana Sistem Tarif Dan Kode Etik Advokat ?
5. Hubungan Kode Etik Dan Undang –Undang Advokat ?
C. Tujuan
1. Untuk MengetauiApa Itu Advokat
2. Untuk Mengetahui Fungsi dan peranan advokat dalam proses penegakan hukum
3. Untuk Mengetahui Apa Pemahaman Masyarakat Tentang Jasa Advokat
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem Tarif Dan Kode Etik Advokat
5. Untuk Mengetahui Hubungan Kode Etik Dan Undang –Undang Advokat

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Advokat

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar
pengadilan,yang memenuhi persyaratan bedasarkan ketentuan undang-undang, jasa hukum
adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum,
menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain
untuk kepentingan hukum klien. Klien adalah orang, badan hukum, atau kembaga lain menerima
jasa hukum dari advokat. Bantuan hukum adalah jasa hujum yang diberikan advokat secara
Cuma-Cuma kepada klien yang tidak mampu.

        Kata advokat itu sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu “ADVOCARE” yang berarti to
deffend, to call one said, to vouch or to warrant.Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut
“ADVOCATE” yang berarti to speakin favorof or defend by argument, to support, indicate or
recommand publicly. Dalam bahasa Belandajuga disebutkan bahwa advokat berasal dari kata
“ADVOCAAT” yakni seorang yang telah resmi dianggakat dalam profesinya sebagai  Meester in
de Rechten (Mr).

Di Indonesia sendiri, muncul penamaan-penamaan yang berkaitan dengan profesi advokat ini
diantaranya lawyer, pengacara, barrister, penasehat hukum, dan konsultan hukum. Variasi dari
penamaan-penamaan tersebut dikarenakan dalam undang-undang memakai istilah yang  berbeda-
beda, misalkan dalam undang-undang no.1 tahun 1981 tentang kitab undang-undang  hukum
acara pidana (KUHAP) mengunakan istilah penasehat hukum, sedangkan dengan disahkannya
undang-undang no.18 tahun 2003 tentng advokat, maka seluruh penamaan yang berhubungan
dengan dengan konteks pembelaan baik didalam ataupun diluar persidangan telah disatukan
menjadi “advokat”, sehingga semua penamaan yang lain sudh tidak dipakai lagi.

Sedangkan menurut Kode Etik Advokat ( disahkan tahun 23 mei tahun 2002 ), advokat adalah
orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang
memenuhi persyaratan bedasarkan undan-undang yang berlaku, baik sebagai advokat,
pengacara,penasehat hukum, pengacara praktek, ataupun sebgai konsultan hukum.
Dalam hal ini seorang advokat selain memberikan bantuan hukum diluar pengadilan, berupa
konsultasi hukum, negosiasi,maupundalamhal pembuatan perjanjian kontrak-kontrak dagang
ataupun melakukan tindakan hukum lainnya untuk kepentingan hukum dari klien baik orang
maupun lembaga atau badan hukum yang menerima jasa hukum dari advokat.

B. Fungsi dan peranan advokat dalam proses penegakan hukum

Peran dan fungsi advokat tidak akan lepas dari yang namanya penegakan hukum,
khususnya di Indonesia. Pola penegakan hukum dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
masyarakat, tempat hukum itu berlaku atau diberlakukan (locus tempus). Dalam masyarakat
yang sederhana,pola penegakan hukumnya dilaksanakan berdasarkan mekanisme dan prosedur
yang sedehana pula, namun dalam perkembangan masyarakat yang modern atau bisa dikatakan
sedikit lebih maju perkembangannya yang memiliki tingkat rasionalitas dan tingkat spesialisasi
dan differensiasi yang begitu tinggi,pengognisasian penegakan hukum menjadi lebih kompleks
dan birokratis dalam proses penegakan hukumnya.

Sebagai akibatnya, penegakan hukum bukan lagi berbicara tentang orang yang menjadi
apaarat penegak hukum tersebut,tapi juga organisasi yang mengatur dan mengoprasionalisasikan
proses penegakan hukum tersebut. Secara sosiologis, ada suatu jenis hukum yang mempunyai
daya laku bisa lebih kuat dibanding hukum yang lain. Banyak didapati hukum yang ada sebagai
produk dari sebuah kekuasaan tidak sesuai dengan kenyataanya dengan hukum yang nyata di
masyarakat. Maka berdasarkan pada fenomena tersebut, fungsi dan peranan advokat dalam
upaya penegakan hukum menurut ketentuan pasal 5 ayat (1) undang-undang  no.18 tahun 2003
tentang advokat dan lainnya adalah secara garis besar sebagai berikut:

1. Advokat berstatus sebagai penegak hukum bebas dan mandiri yang dijaminoleh hukum
dan peraturn perundang-undangan. Artinya profesi advokat bisa disamakan dengan 
kedudukan penegak hukum lainnya dalammenegakan hukum dan keadilan.
2. Memberikan bantuan hukum kepada setiap orang yang membutuhkan dengan tidak
boleh membedakan antara ras, suku, dan agama dalam melakukan praktek penegakan
hukum tersebut.
3. Menjunjung tinggi nilai keadilan dan morlitas serta kebenaran.
4. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia.
5. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara
belajar terus menerus (continues legal education) untuk memperluas wawasn
keilmuannya.
6. Membela kepentingan klien (litigsi) diluar pengadilan dan mewakili klien di muka
pengadilan (legal representation).
7. Memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan
tidak mampu (pro bono publico).
8. Memberikan pelayanan hukum (legal service), konsultasi hukum
(legal consultation),nasehat hukum (legal advice), pendapat hukum (legal opinion),
informasi hukum (legal information), dan dan menyusun kontrak-kontrak atau
perjanjian (legal drafting).
9. Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakan hukum, keadilan, dan
kebenaran.
10. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan martabat advokat.
11. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat.
12. Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan maksud dan tujuan
organisasi advokat.
13. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara nasional
mauoun internasional.
14. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat
dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi advokat melalui Dewan Kehormatan
Asosiasi Advokat.
C. Pemahaman Masyarakat Tentang Jasa Advokat

Penggunaan jasa advokat tidak hanya diperlukan seseorang ketika menghadapi


masalah hukum. Terkadang, masyarakat borjius atau kalangan atas, memiliki pengacara atau
advokat pribadi. Bahkan, tidak jarang para pengacara atau advokat sering dipakai sebagai juru
bicara seseorang. Proses memilih advokat atau pengacara sesuai dengan kebutuhan hukumnya
hampir sama dengan proses memilih dokter, akuntan, notaris, arsitek, dan pekerja propesianal
lainnya.
Perlu kehati-hatian dan ketelitian klien dalam memilih jasa perizinan dan menentukan
advokat atau pengacara untuk menangani urusan hukumnya, beberapa petunjuk dapat
dijalankan.

1. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut benar-benar merupakan advokat atau
pengacara resmi yang memiliki izin praktik yang masih berlaku, bukan pengacara
“gadungan” atau “porkot”.
2. Pastikan bahwa advokat atau pengacara memiliki kualifikasi yang baik dalam bidang
hukum tersebut.
3. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tidak memiliki konflik kepentingan (conflict
interest) dalam kasus yang ditangani.
4. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tidak akan melakukan kerjasama dengan pihak
lawan atau advolat/pemgacara pihak lawan.
5. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut memiliki track record yang baik
dalam keadvokatan atau pengacaraan (perusahaan konsultan atau kantor konsultan),
termasuk menyangkut etika, moral, dan kejujurannya.
6. Pastikan bahwa advokat atau pengacara tersebut tidak pernah terlibat dalam malpraktik
hukum.
7. Pastikan bahwa advokat atau pengacara adalah tipe pekerja keras dan berdedikasi
tinggi akan profesinya serta benar-benar bekerja demi kepentingan kliennya.
8. Jika merasa ragu terhadap kredibilitas seorang advokat atau pengacara, mintkanlah
fotokopi izin praktik advokat yang bersangkutan (berwarna merah) yang diterbitkan
oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, bukan kop suratnya, atau mintalah informasi
tentang advokat atau pengacara tersebut langsung kepada asosiasi-asosiasi advokat
atau pengacara resmi yang diakui oleh undang-undang, yaitu Persatuan Advokat
Indinesia (PERADI), Kongres Advokat Indinesia (KAI), Ikatan Advokat Indonesia
(IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia
(IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara
Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),  Himpunan Konsultan
Hukum Pasar Modal (HKHPM), dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
9. Jika diperlukan tidak sepantasnya oleh oknum advokat atau pengacara, laporkan yang
bersangkutan kepada Dewan Kehormatan Profesi Advokatyang telah ditetapkan oleh
Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), ), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan
Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), HimpunanAdvokat dan Pengacara Indonesia
(HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia
(AKHI),  Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).

D. Sistem Tarif Dan Kode Etik Advokat

Jasa advokat merupakan jasa yang memberikanperlindungan hukum dan


pendampingan hukum kepada klien yang dihadapkan pada sebuah masalah hukum,
pembayaran terhadap jasa advokat dilakukan oleh klien yang menggunakan jasa advokat
tersebut dengan jumlah atau nominal yang telah disepakati . ini sesuai dengan isi UU No. 18
Tahun 2003tentang advokat pasal 1 ayat 7, yang menyebutkan bahwa, “Honorarium adalah
imbalan atas jasa hukum yang diterima oleh advokat berdasarkan kesepakatan dengan
klien”. Juga disebutkan dalam pasal 1 poin (f)dalam Kode Etik Advokat Indonesia. Hal ini
dimungkinkan karena tidak adanya standarisasi baku yang mengatur batas munimal dan
maksimal jumlah bayaran jasa advokat. Para advokat biasanya mengenakan tarif yang
dianggap pantas oleh kedua belah pihak, atau mungkin kisaran yang dianggap pantas
menurut kantor advokat yang bersangkutan.

Dalam dunia advokat dikenal dengan lima metode pembayaran jasa advokat.

1. Pembayaran borongan (contract fee). Advokat memperoleh bayaran yang sudah


ditentukan besarnya hingga perkara tersebut tuntas ditangani, diluar honorarium
keberhasilan menangani perkara (success fee). Jadi, kalah atau menang dalam
menangani suatu perkara, advokat tetap menerima honorarium sebesar yang telah
disepakati, baik tatacara maupun pembayarannya.
2. Pembayaran berdasarkan porsi (contingent fees). Advokat menerima bagian dari hasil
yang dimenangkan oleh klien pada suatu sengketa hukum. Akan tetapi, advokat hanya
akan menerima bagian jika ia berhasil memenangkan perkara tersebut (success fee).
Jika tidak berhasil, dia hanya akan menerima penggantian untuk biaya operasional
yang telah dikeluarkannya.
3. Pembayaran perjam (hourly rate). Cara pembayaran ini seperti ini dilakukan untuk jasa
dalam lingkup bisnis kecil. Jika metode ini yang digunakan, saat calon klien
menggadakan pembicaraan dengan calon advokat yang dipilih, klien harus terlebih
dahulu menanyakan tarif advokat perjam dan waktu minimum pemakaian jasanya.
Kebanyakan advokat menggunakan waktu minimum untuk pemakaian jasanya adalah
15 menit. Metode ini kurang cocok untuk perkara litigasi (sengketa yang
penyelesaiannya melalui proses di Pengadilan/Kepolisian/Kejaksaan) yang besar dan
membutuhkan waktu yang lama untuk penanganannya.
4. Pembayaran di tetapkan (fixed rate). Advokat yang akan menangani suatu tugas atau
proyek biasanya menentukan sistem pembayaran tetap. Sistem ini tidak dipakai untuk
pelayanan jasa dalam lingkup litigasi. Sistem ini, biasanya diterapkan pada
pemanfaatan jasa oleh bisnis kecil. Contohnya, seorang advokat menetapkan
pembayaran untuk menghasilkan suatu kontrak atau dokumen.
5. Pembayaran berkala (retainer). Jika seorang advokat menggunakan sistem pembayaran
berkala, klien membayar secara bulanan atau bisa juga dirancang untuk pembayaran
perbulan sebelum berbagai jasa hukum diterima oleh klien (pembayaran didepan) dan
harus diperinci untuk disepakati bersama.

E. Hubungan Kode Etik Dan Undang –Undang Advokat

Dalam organisasi advokat yang diakui oleh undang-undang terdapat dewan


kehormatan. Dewan kehormatan inilah yang berperan untuk memberikan sanksi kepada
seorang advokat yang melanggar kode etik. Sejauh ini, peranan Dewan Kehormatan
dipandang cukup efektif.

Sering terjadi pandangan buruk di masyarakat terhadap seorang advokat yang


membela seorang klien yang dimata masyarakat telah dinyatakan bersalah atas suatu kasus.
Tidak jarang masyarakat mencemooh advokat yang menjadi kuasa hukum terdakwa. Dari
sudut UU No. 18 Tahun 2003, hal ini dapat dimungkinkan. Sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 15 UU No. 18 tahun 2003. Disebutkan pula dalam pasal 18 ayat 2 bahwa
advokat tidak dapat diidentikan dengan klien yang sedang dibelanya.

Seorang advokat tidak dapat membela seorang klien yang telah nyata-nyata bersalah
agar dibebaskan dari semua tuntutan, tetapi semata-mata enjadi penasihat atau pendamping
tersangka di muka Pengadilan. Di sini, advokat bertugas untuk mendampingi agar hak-hak
yang dimiliki tersangka tidak dilanggar. Hal ini karena tidak jarang seorang tersangka di
perlakukan semena-mena oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Akan tetapi, seorang
advokat berhak untuk menolak pendampingan hukum kepada seorang klien dengan alasan
bertentangan dengan hati nurani advokat, tetapi tidak diperkenankan karena alasan
perbedaan agama, suku, kepercayaan, keturunan, dan sebagainya, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 3 pion (a) Kode Etik Advokat Indonesia. Pendampingan hukum yang dilakukan
oleh seorang advokat sesuai dengan UU No. 18 tahun 2003 dan kode etik advokat indonesia,
bebas kepada siapapun tanpa membedakan agama, kepercayaan, dan sebagainya.

Dalam melaksanakan profsinya, seorang advokat memiliki aturan atau norma yang
harus dipatuhi, yaitu berupa kode etik. Kode etik advokat merupakan hukum tertinggi dalam
menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi, tetapi membebankan kewajiban
kepada setiap advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya,
baik pada klien, pengadilan, teman sejawat, negara atau masyarakat, dan terutama kepada
dirinya..sendiri
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun
diluar pengadilan,yang memenuhi persyaratan bedasarkan ketentuan undang-
undang ,adapun peran dan fungsi advokat tidak akan lepas dari yang namanya penegakan
hukum karena advokat merupakan satu dari empat catur wangsa penegakan hukum selain
dari hakim, jaksa dan polisi.

Pemahaman masyarakat terhadap advokat itu sendiri sangatlah penting, karena dapat
membantu masyarakat yang awam terhadap hukum, membantu untuk nyelesaikan perkara
dan karena kebutuhan masyarakat sesuai dengan kebutuhan hukumnya hampir sama dengan
proses memilih jasa profesi lainnya seperti membutuhkan jsa dokter, guru, arsitek,
konsultan, notaris dan lain-lain.

Profesi advokat sudah diatur dalam undang-undang telah diatur dalam undang-undang
nomer 18 tahun 2003 dan pengaturan tentang kode etik advokat yang disahkan pada tanggal
23 mei tahun 2002 didalamnya mengatur jug mengenai pelanggaran dan sanksi yang di
berikan kepada advokat yang melanggar tersebut seperti sanksi-sanksi hukuman
sebagaimana tertuang dalam pasal 16 kode etik advokat berupa peringatan biasa, peringatan
keras, pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan pemecatan dari keanggotaan
organisasi profesi.

Dalam organisasi advokat yang diakui oleh undang-undang terdapat dewan


kehormatan. Dewan kehormatan inilah yang berperan untuk memberikan sanksi kepada
seorang advokat yang melanggar kode etik. Sejauh ini, peranan Dewan Kehormatan
dipandang cukup efektif. Kode etik advokat merupakan hukum tertinggi dalam menjalankan
profesi, yang menjamin dan melindungi, tetapi membebankan kewajiban kepada setiap
advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, baik pada klien,
pengadilan, teman sejawat, negara atau masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri.
Jadi dalam hal ini hubungan antara undang-undang yang mengatur tentang advokat
berkesinambungan dengan kode etik advokat yang mengatur tata cara bagaimana advokat itu
bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam kode etik tersebut agar apa yang
dialkukan tidak melenceng jauh dari apa yang telah diatur dan ditetapkan.
Daftar Pustaka

1. Undang-undang nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat


2. Luhut M.P Pangaribuan. Advokat dalam Contempt of Court Satu Proses di Dewan
Kehormatan Profesi. Dalam Amir Syamsuddin. Tanggung jawab Profesi danEtika
Advokat. Di : http//:Click-gtg.blogspot.com/2017/03
3. Sidarta. Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka
Berfikir. Bandung ;Refika Aditama. 2006
4. Nuh, Muhammad. Etika Profesi Hukum.Bandung; CV Pustaka Setia. 2011.
5. Nasution, M.Irsan. Buku Daras Etika Profesi Hukum. Bandung. 2017
6. Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; Erlangga.2009
MAKALAH PKN
“Peran Advokat Dalam Penegakkan Hukum”

DI SUSUN OLEH :

IZMI AZHARI RAMADHAN

AUDI IRFAN

SMAN 1 WOJA

TAHUN AJARAN 2020/2021

Anda mungkin juga menyukai