Anda di halaman 1dari 6

Prinsip Dasar dan Kode Etik Hakim dalam Hukum Tata Negara Pada dasarnya hakim dapat diartikan

sebagai orang yang bertugas untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum orang yang berbuat salah dan membenarkan orang yang benar. Dan, didalam menjalankan tugasnya, ia tidak hanya pertanggung jawab kepada pihak-pihak yang berpekara saja, dan menjadi tumpuan harapan pencari keadilan, tetapi juga mempertanggung jawabkannya kepada Dewasastra Tuhan Yang Maha Esa. Bukankah dalam tiap tiap amar putusan hakim selalu didahului kalimat: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu pentingnya profesi hakim, sampai-sampai ruang lingkup tugasnya harus dibuatkan undang-undang. Tengok saja, dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diubah dengan UU No.35 Tahun 1999 dan disesuaikan lagi melalui UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Kemudian, UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Komisi Yudisial, dan peraturan perundangan lainnya. Bahkan, dalam menjalankan tugasnya diruang sidang, hakim terikat aturan hukum, seperti hal nya pada pasal158 KUHAP yang mengisyaratkan: Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan disidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa. Begitupun dalam menilai alat bukti, UU telah dengan tegas mengingatkan hakim untuk bertindak arif lagi bijaksana (Pasal 188 ayat (3) KUHAP). Tak hanya itu saja, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum, demikian bunyi pasal 32 UU No. 4/2004. Profesi hakim merupakan profesi hukum, karena pada hakekatnya merupakan pelayanan kepada manusia dan masyarakat dibidang hukum. Oleh karenanya hakim dituntut memiliki moralitas dan tanggung jawab yang tinggi, yang kesemuanya dituangkan dalam prinsip prinsip dasar kode etik hakim, antara lain: 1. Prinsip Kebebasan. Prinsip ini memuat kebebasan peradilan adalah suatu prasyarat terhadap aturan hukum dan suatu jaminan mendasar atas suatu persidangan yang adil. Oleh karena itu, seorang Hakim harus menegakkan dan memberi contoh mengenai kebebasan peradilan baik dalam aspek perorangan maupun aspek kelembagaan. 2. Prinsip Ketidakberpihakan. Prinsip ini sangatlah penting untuk pelaksanaan secara tepat dari peradilan. Hal ini tidak hanya berlaku terhadap keputusan itu sendiri tetapi juga terhadap proses dalam mana keputusan itu dibuatan. 3. Prinsip Integritas. Prinsip integritas sangat penting untuk pelaksanaan peradilan secara tepat mutu pengemban profesi. 4. Prinsip Kesopanan. Kesopanan dan citra dari kesopananitu sendiri sangat penting dalam pelaksanaan segala kegiatan seorang Hakim.

5. Prinsip Kesetaraan. Prinsip ini memastikan kesetaraan perlakuan terhadap semua orang dihadapan pengadilan sangatlah penting guna pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya. 6. Prinsip Kompetensi dan Ketaatan. Prinsip kompetensi dan ketaatan adalah prasyarat terhadap pelaksanaan peradilan sebagaimana mestinya. Kedudukan hakim telah diberikan tempat pada konstitusi Negara kita. Dalam amandemen ketiga UUD 1945, Pasal 24 ayat (1) ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; Ayat (2): Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (Disiplin F. Manao, SH : 2003) Disamping itu, pada Pasal 25 amandemen UUD 1945 ditentukan bahwa syaratsyarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai Hakim ditetapkan oleh undangundang. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan agar hakim dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan sungguhsungguh dan memiliki independensi, secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah atau kekuasaan lain dalam masyarakat.Keberadaan suatu pedoman etika dan perilaku hakim sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Pedoman etika dan perilaku hakim merupakan inti yang melekat pada profesi hakim, sebab ia adalah kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral, untuk mewujudkan suatu pengadilan sebagaimana dikemukakan di atas tidaklah mudah karena adanya berbagai hambatan. Hambatan itu antara lain timbul dari dalam badan peradilan sendiri terutama yang berkaitan dengan kurang efektifnya pengawasan internal, dan cenderung meningkatnya berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh hakim. Hakim adalah hakim agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah (UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Pasal 1 ayat 5).

KODE ETIK PROFESI ADVOKAT

Berdasarkan Undang-undang NO. 18 tahun 2003 advokat merupakan profesi, advokat itu sendiri adalah seseorang yang melakukan atau memberikan jasa nasihat (advis) dan pembelaan mewakili bagi orang lain yang berhubungan (klien) dengan penyelesaian suatu kasus hukum baik didalam maupun diluar pengadilan. Dalam menjalankan profesinya seorang advokat bebas dan mandiri yang artinya bertanggung jawab atas dirinya sendiri, tidak mempunyai atasan dan hanya tunduk kepada Tuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku namun demi kian seorang tidak dapat bertindak semaunya sendiri, tindakan advokat dibatasi oleh kode Etik profesi yaitu kode Etik profesi Advokat. Contohnya seorang advokat dalam menyampaikan pendapat dalam pengadilan tidak dapat dengan sembarangan walaupun nyata-nyata ada pelanggaran yang terjadi namun tetap harus meminta izin kepada majelis hakim karena hakikatnya tuan rumah dalam pengadilan adalah Hakim sedangkan advokat atupun jaksa hanyalah seorang tamu. Apabila hal ini dapat dikenai kode Etik berupa penghinaan terhadap pengadilan.

Pertanyaan: adakah sanksi untuk pelanggar kode etik? Jika ada apa sanksi itu? Jawaban: ada sanksi itu pelanggar kode etik dan yang berhak mengadili terhadap pelanggaran itu adalah dewan kehormatan peradi. Sanksi itu berbantuk: teguran, teguran keras, peringatan keras, skorsing, sampai pada pencabutan SK. Contoh advokat yang melanggar kode etik adalah Mr. X yang mengusir keras polisi yang datang di ruang pengadilan yang dilakukan tanpa meminta izin kepada majelis hakim.

Satu-satunya organisasi Advokat yang mendapatkan amanat undang-undang untuk melaksanakan pendidikan Advokat dan sebagainya sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung yaitu PERADI yang dibentuk oleh 8 organisasi Advokat. sungguhpun demikian masih ada organisasi lain yang mengklaim organisasi Advokat yang resmi namun tidak dapat dibubarkan karena menyangkut kebebasan berkumpul dan berserikat sesua dengan UUD. Dalam menjalankan profesinya seorang Advokat memiliki Immunitas profesi yang berarti bebas dari tuntutan pidana maupun perdata, selama beritikad baik dan dalam menjalalankan profesinya. Namun demikian tidaklah kebal dalam situasi apapun, apabila seorang Advokat melanggar kode etik maka dia dapat diadili didewan kehormatan advokat dan apabila melanggar ketentuan hukum pidana maka dapat dipidanakan seperti kasus pidana pada umumnya. Berdasarkan MOU PERADI bersama POLRI saat ini ada ketentuan tersendiri untuk menindak advokat nakal. Apabila terjadi pelanggaran maka seorang advokat tidak dapat langsung ditindak oleh Polisi namun harus terlebih dahulu memberi surat pemberitahuan kepada PERADI yang kemudian akan ditindak lanjuti oleh PERADI berupa peninjauan apakah advokat tersebut melanggar kode etik atau melanggar pidana apabila melanggar kode etik maka akan disidang didewan kehormatan dan jika melanggar hukum pidana maka PERADI akan memberikan rekomendasi kepada POLRI untuk disidik.

Pertanyaan: apakah adegium seorang pengacara itu maju tak gentar membela yang bayar benar? Pendapat peserta : benar karena sumber penghasilan pengacara adalah dari klien sehingga apabila tidak ada yang bayar bagaimana akan menjalankan profesi dan kehidupannya.

Pemateri membenarkan pendapat peserta. Memang tidak seluruhnya salah dan benar namun seharusnya seorang Advokat membela kepentingan hukum klien, bukan membela karena uang/bayarannya. Karena jika karena uang maka seorang advokat akan cenderung menghalalkan segala cara. Didalam undang-undang juga disebutkan bahwa perbuatan pidana yang ancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih harus didampingi oleh pengacara.

Seorang Advokat dalam menjalankan profesinya harus jeli dan hati-hati termasuk juga dalam mempelajari fakta-fakta dan bukti-bukti serta senantiasa menjaga kode etik karena bentuk klien yang datang meminta jasa bermacam-macam ada yang hanya membandingkan saja dengan advokat lain selain itu jika menjadi advokat jangan menjadi advokat Tukang yang mau dan Manut dengan apa yang diminta klien tetapi membamtu permasalahan klien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena kedudukan advokat lebih tinggi dari pada klien.

Pertanyaan: Apakah sanksi bagi Advokat yang sudah menikah, dalam menjalankan profesi advokatnya menjalin asmara dengan kliennya? Jawaban: Advokat tsb. tidak hanya melanggar sanksi dari kode etik tetapi juga pidana, kode etik karena menghina profesi advokat, pidana karena dia berselingkuh sementara sunan advokat tsb. sudah memiliki istri dan anak apabila istrinya melaporkan. Namun diketahui juga bahwa ada juga advokat yang tertipu oleh rayuan kliennya itu yang menginginkan gratis Pertanyaan: Apakah seorang klien dapat menuntut Advokatnya tatkala putusan pengadilan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan klien? Jawaban: klien tidak dapat menutut advokatnya karena putusan bukanlah advokat yang membuat ataupun advokat yang bertanggung jawab namun hakimlah yang bertanggung jawab. Namun dapat menuntut apabila seorang advokat menjanjikan sukses dan berbohong terhadap kasus yang sedang dihadapi klien, bukan itu saja tetapi hal yang demikian adalah menyalahi kode etik profesi advokat. Pertanyaan :

1. Apakah dewan kehormatan PERADI hanya berwenang mengadili kode etik saja? 2. Apakah untuk memeriksa advokat nakal ada hukum acaranya sendiri? 3. Kenapa ada banyak bentuk organisasi advokat?

Jawaban: dewan kehormatan PERADI hanya berwenang mengadili kode etik saja. Setelah adanya MOU PERADI dengan POLRI ada acara pemeriksaan ataupun penangkapannya secara tersendiri bagi advokat yang melanggar hukum pidana yaitu memberi surat pemberitahuan kepada PERADI yang kemudian akan ditindak lanjuti oleh PERADI berupa peninjauan apakah advokat tersebut melanggar kode etik atau melanggar pidana apabila melanggar kode etik maka akan disidang didewan kehormatan dan jika melanggar hukum pidana maka PERADI akan memberikan rekomendasi kepada POLRI untuk disidik. Disamping itu untuk pelanggaran kode etik PERADI mempunyai hukum acara tersendiri yang berlaku bagi seluruh anggotanya. Banyaknya organisasi-

organisasi Advokat dikarenakan beda-bedanya pemikiran dari para advokat itu sendiri, namun sesuai dengan perintah dari Mahkamah Agung hanya PERADIlah yang diberi wewenang untuk menjalankan Undang-undang Advokat.

Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan Advokat diwajibkan untuk memgang rahasia klien dan dilarang mengajukan surat untuk acara lain? Jawaban: Advokat harus menjaga semua rahasia klien terkait dengan kasus yang dikuasakan terhadapnya karena juga terkait dengan etika dan budanya bangsa Indonesia apalagi terkait dengan privasi klien. Disamping itu advokat juga mengajukan surat yang sama didalam acara yang berbeda misalnya surat dalam mediasi untuk gugatan.

Pertanyaan: Apakah latar belakang seorang Advokat dilarang mengiklankan dirinya? Jawaban: latar belakang atau Legal reasoning larangan mengiklankan dirinya adalah seorang Advokat itu merupakan pemberi jasa pasif yang artinya harus menunggu klien.

Namun dalam prakteknya banyak Advokat yang mengiklankan dirinya secara halus sehingga tidak terlihat mengiklankan dirinya. Contohnya advokat yang menangani kasus artis yang mana artis adalah public figure yang sering disoroti oleh media yang otomatis akan ikut tenar. Contoh lain dengan mengumumkan putusan pengadilan yang otomatis ada nama Advokat didalamnya.

Sumber-Sumber Hukum dari Ketentuan-Ketentuan Kode Etik Advokat : Ketentuan-ketentuan tentang berlakunya Tentang Kode Etik dan Kewenangan Dewan

Kehormatan, diatur dalam: 1. Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Adokat (UU Advokat).
-Pasal 1 huruf a, b dan c UU Advokat, tentang pengertian Advokat, Klien dan Teman Sejawat. -Pasal 6, Pasal 7 dan pasal 8 UU Advokat, tentang tindakan, jenis tindakan yang dikenakan oleh Dewan Kehormatan; - Pasal 26 dan 27 UU Advokat, tentang kewenangan Oganisasi Advokat dan Dewan Kehormatan; -Pasal 29 ayat (1) UU Advokat, tentang ditetapkan dan dijalankannya Kode Etik bagi para anggotanya.

2.

Kode Etik Advokat Indonesia :

Berlakunya Kode Etik sebagaimana diatur Undang-Undang Advokat, yaitu : -Pasal 33 UU Advokat mengatur bahwa Kode Etik dan Ketentuan tentang Dewan Kehormatan Profesi Advokat yang ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002, dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut Undang-Undang ini sampai ada ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat ;

- Pasal 27 ayat (5) UU Advokat mengatur bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat diatur dalam Kode Etik - Pasal 26 ayat (2) UU Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Profesi Advokat dan Ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi Advokat ;

3.

Keputusan Dewan Kehormatan ; - Pasal 26 ayat (5) UU Advokat mengatur bahwa Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat berdasarkan Tata Cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. - Pasal 26 ayat (7) mengatur : Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat. -Pasal 20 KEAI mengatur : Dewan Kehormatan berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang Dewan Kehormatan dalam Kode Etik ini dan atau menentukan hal-hal yang belum diatur di dalamnya .. dst.

4.

Keputusan Organisasi Advokat (PERADI) Pasal 26 ayat (1) UU Advokat mengatur : Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, disusun kode etik profesi Advokat oleh Organisasi Advokat.

Anda mungkin juga menyukai