A. Latar Belakang
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di
luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini (UU
No. 18 Tahun 2003). Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan
konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela,
dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.Klien adalah orang,
badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.
Advokat sebagai profesi penegak hukum yang bebas dan mandiri dalam menjalankan
tugasnya bertaggung jawab untuk menegakkan hukum, memperjuangkan keadilan dan
kebenaran, mempelopori pembaharuan, pembangunan dan pembentukan hukum demi
terselenggaranya supremasi hukum. Advokat dalam menjalankan tugas profesinya sebagai
penegak hukum bekerjasama dengan seluruh penegak hukum lainnya dan tidak terlepas dari
pengawasan baik oleh organisasi yang mewadahi dan melahirkannya juga tidak terlepas dari
perhatian dan pengawasan dari masyarakat, pemerintah dan penegak hukum lainnya,
sekaligus pula sebagai sebuah profesi yang posisinya sangat penting dan strategis dalam
membantu menciptakan kepastian hukum bagi masyarakat.
Profesi Advokat mulai lahir di Indonesia ketika Raja Belanda pada tanggal 6 Mei
1846 memerintahkan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membuat Pengadilan
Sipil Bagi Golongan Bumi Putera.Kemudian berkembang lagi ketika KUHAP lewat
Uundang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 disahkan. Kemudian profesi Advokat semakin
dibutuhkan sejak Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum disahkan.
Menurut Sumaryono Kode Etik Profesi dibuat tertulis, karena mempunyai 3 fungsi:
Sebagai sarana control social, Sebagai pencegah campur tangan pihak lain, Sebagai pencegah
kesalahpahaman dan konflik Dengan demikian dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik
kepentingan antara sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi
dan masyarakat.
Kode Etik Adokat dibuat/disusun dan ditandatangan bersama oleh asosiasi advokat
tanggal 23 Mei 2002. Kode Etik Advokat juga memuat sanksi jika ada pelanggaran etika
yang dilakukan advokat, oleh karenanya dalam Kode Etik Advokat tergambar batasan-
batasan perbuatan/perilaku advokat mana melangar etika dan mana yang melangar hukum.
Advokat sebagai profesi yang terhormat (officium nobile) dalam menjalankan
profesinya memiliki hak imunitas untuk tidak dapat dituntut baik secara pidana maupun
perdata, yang dijamin dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat (“UU Advokat”) sebagai berikut :“Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata
maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan
pembelaan Klien dalam sidang pengadilan”
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 kemudian menambahkan
bahwa ketentuan pasal di atas harus dimaknai mencakup pembelaan klien di dalam maupun
di luar sidang pengadilan
Adapun imunitas yang diberikan kepada advokat tersebut bersifat terbatas (imunitas
bersyarat) yaitu sepanjang advokat menjalankan profesinya dengan iktikad baik (good faith),
yang artinya menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk
membela kepentingan kliennya.
Secara a contrario, imunitas tersebut akan gugur dengan sendirinya apabila advokat
memiliki niat jahat (mens rea) dan perbuatannya bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Sehingga, dalam hal ini sepanjang ada perbuatan melawan hukum baik pidana
maupun perdata yang merugikan maka advokat dapat dituntut secara pidana maupun perdata.
Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan jika mengabaikan atau menelantarkan
kepentingan kliennya; berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau
rekan seprofesinya; bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan
yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundangundangan, atau
pengadilan; berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat
dan martabat profesinya; melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
dan atau perbuatan tercela; melanggar sumpah/janji advokat dan/atau kode etik profesi
advokat.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana penegakan kode etik terhadap perilaku para
advokat dalam melaksanakan tugas profesinya yang tidak sesuai dengan Kode Etik Advokat, maka
penulis tertarik untuk membahas tentang: “JUDUL (CONTOH : PENEGAKAN SANKSI HUKUM BAGI
ADVOKAT YANG MELANGGAR KODE ETIK)
Aduan ini adalah imbas dari keberatan Alvin Lim selaku pendiri LQ Indonesia
Lawfirm ketika tengah menjalankan tugasnya membela korban-korban klien
Mahkota atas kasus gagal bayar investasi, yang bermuara dilaporkannya Raja
Sapta Oktohari ke Polda Metro Jaya pada 9 April 2020 dan dilanjutkan dengan
menggelar konferense pers terkait kasus yang ditanganinya.
Oleh Alvin Lim, link berita dari media tentang pelaporan polisi tersebut diposting
di Facebook LQ Indonesia Lawfirm sebagaimana tertera dalam media online.
Sehari kemudian Welfrid Kristian, SH melaporkan akun facebook LQ Indonesia
Lawfirm yang berujung diperiksanya Alvin Lim di Krimsus Polda Metro Jaya
terkait UU ITE.
Atas peristiwa tersebut, Alvin yang merasa keberatan lalu mengadukan Welfrid
Kristian ke Dewan Kehormatan Peradi terkait pelanggaran kode etik yang
dilakukannya. Welfrid Kristian diputus bersalah oleh Majelis Dewan Etik Peradi.
"Majelis Dewan Kehormatan menilai bahwa perbuatan Welfrid tidak
mencerminkan prinsip menjaga hubungan dengan sesama rekan advokat," ucap
Alvin.
B. Rumusan Masalah
3. Saksi apa yang dapat dikenakan kepada advokat yang melanggar Kode Etik
Advokat?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Definisi Advokat
Lebih rinci, jasa hukum yang diberikan advokat berupa konsultasi hukum, bantuan
hukum, menjalankan kuasa dari klien, membela, mewakili, mendampingi, dan
melakukan berbagai tindakan hukum lainnya demi memenuhi kepentingan hukum
klien.
Adapun syarat-syarat untuk menjadi Advokat tertulis dalam pasal 3 ayat (1)
UU Advokat, yang berbunyi: “Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
8. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
9. Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang
tinggi.”
B. Szss
C. Saksi yang dapat dikenakan kepada advokat yang melanggar Kode Etik
Advokat
Pasal 16
1. Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
1. Peringatan biasa.
2. Peringatan keras.
3. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
4. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2. Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran
Kode Etik Advokat dapat dikenakan sanksi:
1. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
2. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau
karena mengulangi kembali melanggar kode etik dan atau tidak
mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan.
3. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat
pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak
menghormati ketentuan kode etik atau bilamana setelah
mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi
melakukan pelanggaran kode etik.
4. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana
dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan
merusak citra serta martabat kehormatan profesi Advokat yang
wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat.
3. Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu
harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar
maupun dimuka pengadilan.
4. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara
untuk waktu tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan
organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk
diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.