Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsep yang dianut oleh Negara Indonesia adalah negara hukum dan itu tertuang
dalam UUD 1945. Konsekuensi dari konsep negara hukum ialah adanya jaminan
kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum tanpa melihat derajat maupun jabatan
yang ada pada setiap warga Negara. Oleh karena itu, Undang-undang Dasar juga
menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Keinginan untuk
mewujudkan prinsip tersebut dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tidak
terlepas dari peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan
bertanggung jawab. Hal tesebut merupakan salah satu unsur penting disamping lembaga
peradilan dan instansi penegak hukum lainnya.
Jika ditelusuri dari sisi sejarah, Advokat termasuk salah satu profesi yang tertua.
Dalam perjalanannya, profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia.
Penamaan itu terjadi adalah karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa, klien) yang
dijalankannya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang
telah ditentukan.
Dari sisi bahasa, advokat merupakan padanan dari kata Advocaat (Belanda) yakni
seseorang yang telah resmi diangkat untuk menjalankan profesinya setelah memperoleh
gelar meester in de rechten (Mr). Lebih jauh lagi, sesungguhnya akar kata itu berasal dari
kata latin “advocare, advocator”. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau hampir di
setiap bahasa di dunia kata (istilah) itu dikenal. Jadi, advokat sebagai nama resmi profesi
dalam sistem peradilan kita, pertama ditemukan dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili (RO).
Profesi advokat harus memiliki kemandirian dan kebebasan yang diikuti oleh adanya
tanggung jawab dari masing-masing advokat dan organisasi profesi yang menaunginya.
Hal tersebut merupakan amanat dari Undang-undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat,
bahwa organisasi advokat wajib menyusun kode etik advokat untuk menjaga martabat dan
kehormatan profesi advokat sebagai profesi yang terhormat dan mulia, sehingga setiap
advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik tersebut.
2

Dalam pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia, disebutkam bahwa kode etik
tersebut sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi advokat, yang menjamin dan
melindungi namun juga membebankan kewajiban kepada setiap advokat untuk jujur dan
bertanggun jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara,
atau masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri. Dan untuk melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kode etik tersebut, maka organisasi advokat membentuk suatu dewan
kehormatan yang juga berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran
kode etik yang dilakukan oleh advokat.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yakni
sebagai berikut:
1. Bagaimana kode etik advokat?
2. Bagaimana dewan kehormatan profesi advokat?
3. Bagaimana hubungan kode etik advokat dan dewan kehormatan profesi advokat?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, dapat diambil beberapa tujuan penulisan yakni
sebagai berikut:
1. Untuk mengatahui kode etik advokat
2. Untuk mengatahui dewan kehormatan profesi advokat
3. Untuk mengatahui hubungan kode etik advokat dan dewan kehormatan profesi advokat
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kode Etik Advokat

Salah satu pasal dari UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur tentang
kode etik profesi advokat, yaitu Pasal 26 ayat (1) yang berbunyi: untuk menjaga martabat
dan kehormatan profesi advokat, disusun kode etik profesi advokat oleh organisasi
advokat. Untuk menindaklanjuti ketentuan yang termuat dalam Pasal 26 tersebut, 7 (tujuh)
organisasi Advokat Indonesia yang tergabung dalam Komite Kerja Advokat Indonesia
(KKAI), yaitu IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia), AAI (Asosiasi Advokat Indonesia),
IPHI (Ikatan Penasihat Hukum Indonesia), AKHI (Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia),
HKHPM (Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal), SPI (Serikat Pengacara Indonesia),
dan HAPI (Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia) telah mengadakan pertemuan di
Jakarta tanggal 23 Mei 2003 dan menghasilkan Kode Etik Advokat Indonesia. Kode etik
ini menggantikan kode etik advokat yang lama.1

1. Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum


Advokat/Penasehat Hukum adalah warga negara Indonesia yang bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan
kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia demi tegaknya hukum, setia
kepada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
a. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu
menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
b. Advokat/Penasehat Hukum harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum
kepada setiap orang yang memerlukannya tanpa membeda-bedakan kepercayaan,
agama, suku, jenis kelamin, keturunan, kedudukan sosial dan keyakinan politiknya
sebagaimana dalam Pasal 18 angka 1.
c. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya tidak semata-mata
mencari imbalan materill, tetapi diutamankan bertujuan untuk menegakkan hukum,
keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.

1
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2006), 87-88
4

d. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas


dan mandiri tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh siapapun sebagimana isi Pasal 15
KEA UU No. 18 Tahun 2003.
e. Advokat/Penasehat Hukum wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang
teguh rasa solidaritas antara sesama sejawat.
f. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat
merugikan kebebasan derajat dan martabat advokat/penasehat hukum dan harus
senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat/penasehat hukum sebagai profesi
terhormat.
g. Advokat dalam melakukan tugasnya harus bersikap sopan dan santun kepada
terhadap para pejabat penegak hukum, sesama advokat dan masyarakat, namun ia
wajib mempertahankan hak dan martabat advokat di mimbar manapun juga.
2. Hubungan Advokat dengan Kliennya
a. Advokat dalam mengurus perkara mendahulukan kepentingan klien daripada
kepentingan pribadinya.
b. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan
jalan damai.
c. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien
mengenai perkara yang sedang diurusnya.
d. Advokat tidak dibenarkan menjamin terhadap kliennya bahwa perkaranya akan
dimenangkan.
e. Advokat harus menentukan besarnya uang jasa dalam batas-batas yang layak dengan
mengingat kemampuan klien.
f. Advokat tidak benar membebankan klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
g. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian yang
sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang.
h. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus
mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut,
apabila kemudian timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
3. Hubungan dengan Teman Sejawat
a. Antara advokat harus ada hubungan sejawat berdasarkan sikap saling menghargai
dan mempercayai.
5

b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain
dalam persidangan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan atau
menyakiti hati, baik secara lisan maupun tertulis.
c. Advokat tidak diperkenankan menarik seorang klien dari teman sejawat.
d. Jika klien hendak berganti advokat, maka advokat yang baru dipilih tadi dapat
menerima perkara itu, setelah mendapat keterangan dari advokat yang lama bahwa
klien telah memenuhi semua kewajiban keuangan.
e. Apabila suatu perkara diserahkan oleh klien kepada teman sejawat lain, maka
advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang
penting untuk mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi advokat
terhadap klien tersebut.
4. Cara-cara Bertindak dalam Menangani Perkara
a. Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapatnya yang
dikemukakan dalam sidang pengadilan, dalam rangka pembelaan suatu perkara yang
menjadi tanggung jawabnya, baik dalam sidang terbuka maupun tertutup, yang
diajukan secara lisan atau tertulis, asalkan pernyataan atau pendapat tersebut
dikemukakan secara proporsional dan tidak berlebih-lebihan dengan perkara yang
ditanganinya.
b. Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-
cuma bagi orang yang tidak mampu, baik dalam perkara perdata maupun pidana bagi
orang yang disangka/ didakwakan berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan
maupun di muka pengadilan, yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara
cuma-cuma.
c. Surat-surat yang dikirim oleh advokat/penasehat hukum kepada teman sejawatnya
dalam suatu perkara, tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim, kecuali dengan
izin pihak yang mengirim surat tersebut.
d. Surat-surat yang dibuat dengan dibubuhi catatan “ SANS PREJUDICE”, sama sekali
tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim.
e. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan
untuk didengar keterangan mereka dalam perkara yang bersangkutan.
f. Dalam suatu perkara yang sedang berjalan, advokat/penasehat hukum hanya dapat
menghubungi hakim bersama-sama dengan advokat/penasehat hukum pihak lawan.
Dalam hal penyampaian surat hendaknya seketika itu juga dikirim kepada
advokat/penasehat hukum pihak lawan tembusan suratnya.
6

g. Surat-surat dari advokat/penasehat hukum lawan yang diterima untuk dilihat oleh
advokat/penasehat hukum, tanpa seizinnya tidak boleh diberikan surat
aslinya/salinannya kepada kliennya atau kepada pihak ketiga, walaupun mereka
teman sejawat.
h. Jika diketahui seseorang mempunyai advokat/penasehat hukum sebagai kuasa
hukum lawan dalam suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang mengenai
perkara tertentu tersebut hanya dapat dilakukan melalui advokat/penasehat hukum
yang bersangkutan atau dengan seizinnya.
5. Pelaksanaan Kode Etik Advokat
a. Pengawasan atau pelaksanaan Kode Etik Advokat ini oleh setiap advokat dilakukan
oelah Dewan Kehormatan, dengan cara dan sanksi atas pelanggaran yang ditentukan
sendiri.
b. Selain Dewan Kehormatan tidak ada badan lain yang berhak menghukum
pelanggaran atas pasal-pasal dalam Kode Etik Advokat ini oleh seorang advokat.
c. Dewan Kehormatan Pusat berwenang untuk menyempurnakan Kode Etik Advokat
ini dan/atau menentukan hal-hal yang belum diatur di dalamnya, dengan kewajiban
melaporkan perubahan-perubahan tersebut kepada Dewan Pimpinan Pusat agar
diumumkan kepada setiap anggota.2
B. Dewan Kehormatan Advokat
Kewibawaan sebuah organisasi, termasuk didalamnya profesi advokat ditentukan
oleh sejauh mana organisasi tersebut menghargai dan mempertahankan sebuah lembaga
yang diserahi tugas untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran terhadap kode etik, yaitu
“Dewan Kehormatan”. Dalam UU No. 18 Tahun 2003 dan kode etik advokat diatur khusus
mengenai dewan kehormatan ini. Dalam Pasal 10 Kode Etik Advokat dinyatakan bahwa
dewan kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh advokat (ayat (1)). Untuk memeriksa advokat yang melakukan
pelanggaran terhadap kode etik ini, maka dewan kehormatan akan melakukan pemeriksaan
dengan melalui dua tingkat, yaitu (a) tingkat dewan kehormatan cabang/daerah, (b) tingkat
dewan kehormatan pusat.
Dewan kehormatan memeriksa pelanggaran kode etik advokat ini berdasarkan
pengaduan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan,
yaitu (a) klien, (b) teman sejawat, (c) pejabat pemerintah, (d) anggota masyarakat, dan (e)

2
digilib.uinsby.ac.id/2060/8/Bab%202.pdf diakses 05 Desember 2017
7

dewan pimpinan pusat/cabang/daerah dari organisasi profesi di mana teradu menjadi


anggota (Pasal 11 ayat (1)).
Pasal 12 kode etik advokat, dinyatakan bahwa : (1) pengaduan terhadap advokat
sebagai teradu yang dianggap melanggar kode etik advokatharus disampaikan secara
tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada dewan kehormatan cabang/daerah atau
kepada dewan pimpinan cabang daerah atau dewan kehormatan pusat dimana teradu
menjadi anggota; (2) bilamana di suatu tempat tidak ada cabang/daerah organisasi,
pengaduan disampaikan kepada dewan kehormatan cabang/daerah terdekat atau dewan
kehormatan pusat.
Sementara itu, dalam Pasal 12 ayat (3) kode etik advokat dinyatakan bahwa,
bilamana pengaduan disampaikan kepada dewan pimpinan cabang/daerah, maka dewan
pimpinan cabang/daerah meneruskannya kepada dewan kehormatan cabang/daerah yang
berwenang untuk memeriksa pengaduan itu. Bilamana pengaduan disampaikan kepada
dewan pimpinan pusat/dewan pimpinan kehormatan pusat meneruskannya kepada dewan
kehormatan cabang/daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung
atau melalui dewan pimpinan cabang/daerah (ayat (4)).3
1) Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah
Tanggung jawab dewan kehormatan dalam memeriksa pelanggaran kode etik advokat
pada tingkat pertama dilakukan sepenuhnya oleh dewan kehormatan cabang/daerah. Hal
ini sesuai dengan pasal 13 kode etik advokat yang menyatakan bahwa :4 “Dewan
kehormatan cabang/daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang disertai surat-
surat bukti yang dianggap perlu menyampaikan surat pemebritahuan selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada
teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/kopi surat pengaduan
tersebut”.
2) Sidang Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dan Cara Pengambilan Keputusan
Dalam kenyataannya pelanggaran terhadap kode etik advokat paling banyak dilakukan
oleh advokat yang berada di daerah, di mana seorang advokat membuka kantor atau
melakukan profesinya. Oleh karena itu, kode etik advokat ini memberikan porsi
kewenangan kepada dewan kehormatan advokat cabang/daerah untuk melakukan
pemeriksaan kepada advokat yang dituduh/didakwa melakukan pelanggaran kode etik
advokat ini. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 14 kode etik advokat Indonesia yang

3
Supriyadi,op. cit., 100.
4
Kode Etik Advokat Pasal 13 ayat (1)
8

baru, dinyatakan bahwa dewan kehormatan cabang/daerah bersidang dengan majelis


yang terdiri sekurang-kurangnya atas 3 orang anggota yang salah satunya merangkap
sebagai Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
Majelis dapat terdiri dari dewan kehormatan atau ditambah dengan anggota majelis
kehormatan ad hoc yaitu orang yang menjalankan profesi di bidang hukum serta
mempunyai pengetahuan dan menjiwai kode etik advokat. Majelis dipilih dalam rapat
dewan kehormatan cabang/daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota dewan lainnya
yang tertua. Dengan demikian setiap dilakukan persidangan, majelis dewan kehormatan
diwajibkan membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan
dan ditandatangani oleh ketua majelis yang menyidangkan perkara itu. Oleh karena itu,
sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang
terbuka.
3) Sanksi dan Penyampaian Salinan Keputusan
Dalam sebuah persidangan akan lahir suatu keputusan yang dapat berupa penjatuhan
sanksi-sanksi. Hal ini berlaku pula dalam sidang majelis dewan kehormatan advokat
yang memeriksa seorang advokat dituduh/ didakwa melanggar kode etik advokat
Indonesia. Adanya pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu
harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi advokat di luar maupun di muka
pengadilan. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk
waktu tertentu dan/atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan
kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar advokat (Pasal 16
ayat (3) dan (4)).
Proses penjatuhan sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh majelis dewan kehormatan
advokat kepada seorang advokat yang terbukti melanggar kode etik advokat, maka hasil
keputusannya tersebut segera disampaikan kepada para pihak-pihak yang terkait. Hal
ini sesuai ketentuan dalam Pasal 17 kode etik advokat Indonesia dinyatakan bahwa
dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan,
salinan keputusan dewan kehormatan cabang/daerah harus disampaikan kepada : 5 (a)
anggota yang diadukan/teradu; (b) pengadu; (c) dewan pimpinan cabang/daerah dari
semua organisasi profesi; (d) dewan pimpinan pusat dari masing-masing organisasi
profesi; (e) dewan kehormatan pusat; (f) instansi-instansi yang dianggap perlu apabila
keputusan telah mempunyai kekuatan hukumyang pasti.

5
Kode Etik Advokat Pasal 17
9

4) Pemeriksaan Tingkat Banding Dewan Kehormatan dan Keputusannya


Kode etik advokat Indonesia ini juga menyediakan sarana untuk melakukan keberatan
atas putusan yang dijatuhkan oleh majelis dewan kehormatan kepda seorang advokat
(terdau), dan orang yang merasa belum puas (pengadu) atas putusan tersebut. Dalam
pasal 18 Kode Etik Advokat dinyatakan:6 bahwa apabila pengadu atau teradu tidak puas
dengan keputusan dewan kehormatan cabang/daerah, ia berhak mengajukan
permohonan banding atas keputusan tersebut kepada dewan kehormatan pusat.
Pengajuan permohonan banding beserta memori banding sifatnya wajib, harus
disampaikan melalui dewan kehormatan cabang/daerah dalam waktu 21 (dua puluh
satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan. Oleh karena
itu, dewan kehormatan cabang/daerah setelah menerima memori banding yang
bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari sejak penerimannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat/tercatat kepada
pihak lainnya selaku terbanding.
C. Hubungan Kode Etik Advokat dan Dewan Kehormatan Advokat
Dunia advokat akhir-akhir ini telah menjadi sorotan oleh masyarakat, akibat adanya
anggota advokat yang melakukan perbuatan yang tidak terpuji, misalnya Elza Sarif, S.H.
advokat Tommy Soeharto yang telah menyuap sanksi agar memberikan kesaksian yang
tidak benar di pengadilan. Untuk mencegah jangan sampai harkat dan martabat advokat
tersebut tidak dicoreng oleh anggota advokat itu sendiri, maka perlu dibuat kode etik
sebagai pedoman advokat dalam melakukan aktivitasnya serta membentuk lembaga yang
mengawasi advokat tersebut.7 Dalam Pasal 26 menyatakan bahwa :8
(1)Untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi advokat, disusun kode etik profesi
advokat dan organisasi advokat.
(2)Advokat wajib tunduk dan mematuhi kode etik profesi advokat dan ketentuan tentang
Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(3)Kode etik profesi advokat tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
(4)Pengawasan atas pelaksanaan kode etik profesi advokat dilakukan oleh organisasi
advokat.

Bertitik tolak dari ketentuan pada pasal diatas, terdapat gambaran bahwa campur
tangan dari luar organisasi advokat dalam mengawasi advokat menjalankan profesinya

6
Kode Etik Advokat Pasal 18 Ayat (1) dan (2)
7
Supriyadi, op.cit., 83.
8
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
10

telah tidak diperkenankan lagi. Namun yang perlu diwaspadai jangan sampai ketentuan ini
dialahgunakan oleh kalangan advokat sendiri dalam membela anggotanya yang melakukan
pelanggaran kode etik profesi advokat tersebut.

Sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan terhadap advokat yang dilakukan oleh


organisasi advokat tersebut, maka pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik profesi
dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.9
Dalam Pasal 26 yang menyatakan :10

(1)Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode


etik profesi advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
(2)Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi advokat mengandung
unsur pidana.
(3)Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi
advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

Berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 26 di atas, perlu dibentuk Dewan


Kehormatan Organisasi Advokat di daerah-daerah untuk mengefektifkan pengawasannya,
dalam Pasal 27 menyatakan bahwa :11

Organisasi advokat membentuk Dewan Kehormatan Organisasi Advokat baik di


tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dewan kehormatan di tingkat daerah mengadili
pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat di tingkat pusat
mengadili pada tingkat banding dan terakhir. Keanggotaan Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat terdiri atas unsur advokat. Dalam mengadili advokat yang melanggar kode etik
profesi advokat, Dewan Kehormatan membentuk majelis yang susunannya terdiri atas
unsur Dewan Kehormatan, pakar atau tenaga ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat.

Beranjak dari tugas dan tanggung jawab Dewan Kehormatan Advokat di atas, maka
majelis yang dibentuk oleh Dewan Kehormatan di mana anggotanya terdiri atas unsur
advokat, pakar dan ahli di bidang hukum dan tokoh masyarakat, yang akan memeriksa
pelanggaran kode etik oleh advokat merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan
perhatian yang sangat serius, oleh karena menyangkut kredibilitas tokoh masyarakat

9
Supriyadi, op. cit., 83.
10
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
11
Ibid
11

tersebut yang memerlukan pengujian secara publik sehingga betul-betul dapat dipercaya
dalam keikutsertaannya sebagai anggota tim pemeriksa advokat yang melakukan
pelanggaran kode etik profesi advokat tersebut.12

12
Supriyadi, op. cit., 84.
12

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kode etik advokat
Salah satu pasal dari UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatur tentang
kode etik profesi advokat, yaitu Pasal 26 ayat (1) yang berbunyi: untuk menjaga
martabat dan kehormatan profesi advokat, disusun kode etik profesi advokat oleh
organisasi advokat. Yang mana mencakup: kepribadian advokat, hubungan advokat
dengan klien dan teman sejawat, cara advokat bertindak dalam menangani perkara, dan
pelaksanaan kode edit advokat.
2. Dewan kehormatan profesi advokat
Dewan kehormatan berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh advokat, hal ini berdasarkan Pasal 10 Ayat (1) Kode Etik
Advokat. Untuk memeriksa advokat yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik
ini, maka dewan kehormatan akan melakukan pemeriksaan dengan melalui dua tingkat,
yaitu tingkat dewan kehormatan cabang/daerah dan tingkat dewan kehormatan pusat.
Dewan kehormatan memeriksa pelanggaran kode etik advokat ini berdasarkan
pengaduan yang diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan,
yaitu:a. Klien, b. teman sejawat, c. pejabat pemerintah, d. anggota masyarakat, dan e.
dewan pimpinan pusat/cabang/daerah dari organisasi profesi di mana teradu menjadi
anggota.
3. Hubungan kode etik advokat dan dewan kehormatan profesi advokat.
Pasal 26 yang menyatakan :
a. Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran kode
etik profesi advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
b. Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak menghilangkan tanggung
jawab pidana apabila pelanggaran terhadap kode etik profesi advokat mengandung
unsur pidana.
c. Ketentuan mengenai tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik
profesi advokat diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat.

Anda mungkin juga menyukai