BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia adalah unsur paling
mayoritas. Dalam tataran dunia Islam internasional, umat Islam Indonesia bahkan
dapat disebut sebagai komunitas muslim paling besar yang berkumpul dalam satu
batas teritorial kenegaraan.
Oleh karena itu, yang menjadi pokok bahasan dari makalah ini adalah
bagaimana peran serta pengaruh politik hukum Islam di Indonesia pada zaman
Hindia Belanda.
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dalam Statuta Batavia yag ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC,
dinyatakan bahwa hukum kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk
agama Islam.
2. Atas dasar nota disampaikan oleh Mr. Scholten van Oud Haarlem,
Pemerintah Belanda menginstruksikan penggunaan undang-undang
agama, lembaga-lembaga dan kebiasaan pribumi dalam hal
persengketaan yang terjadi di antara mereka, selama tidak bertentangan
4 Ibid, hal 68
5
dengan asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum. Klausa terakhir
ini kemudian menempatkan hukum Islam di bawah subordinasi dari
hukum Belanda.5
Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang ke
Indonesia. Waktu penjajah Belanda dating ke Indonesia, (Hindia Belanda), bangsa
Indonesia telah menyaksikan kenyataan bahwa di Hindia Belanda telah menganut
sistem hukum, yaitu agama yang dianut di Hindia Belanda, seperti hukum Islam,
Hindu Budha, dan Nasrani serta hukum adat bangsa Indonesia.
Berlakunya hukum islam bagi sebagian besar penduduk Hindia Belanda,
berkaitan dengan mnculnya kerajaan-kerajaan Islam setelah runtuhnya Majapahit
pada sekitar tahun 1581. Menurut C. Snouck Hurgonje, pada abad ke-16 di Hindia
6 Ibid, hal 70
7 Ibid, hal 72
6
Belanda (nusantara) sudah muncul kerajaan Islam, seperti Mataram, Banten dan
Cirebon, yang berangsur angsur mengisalamkan seluruh penduduknya.8
8 C. Snouck Hurgronje, De Islam In Nederlands Indi, terj. S. Gunawan, Islam di Hindia Belanda
(Jakarta: Bhratara, 1983), 10
9 Nama aslinya Lodwijk Willem Christian Van Den Berg, seorang ahli hukum Islam, politikus,
dan penasihat pemerintah Hindia Belanda Untuk Bahasa Timur Dan hukum Islam. Sayuti Thalib,
Receptio A Contrario (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hal 15
10 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007), hal 1-2
7
2.Teori Receptie
Dalam menghadapi perkembangan hukum islam di Indonesia, pada mulanya
pemeintah kolonial Belanda meneruskan kebijaksanaan yang telah dilaksanakan
oleh VOC, mereka tidak menganggap bahwa hukum islam adalah suatu ancaman
yang harus ditakuti. Atas usul Van den Berg dengan teori receptie in complexu
yang berkembang dan diyakini kebenarannya oleh pakar-pakar hukum pemerintah
kolonial Belanda maka dibentuklah Peradilan Agama Indonesia. Kondisi
sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang
lama karena pemerintah Kolonial Belanda mengubah pendiriannya tentang
pemberlakuan hukum islam di Indonesia.12
Perubahan pendirian pemerintah Kolonial Belanda ini akibat usul Snouck
Hurgronje dengan teorinya yang terkenal dengan teori receptie. Akibat teori ini
perkembangan hukum Islam menjadi terhambat karena pemerintah Kolonial
Belanda mengeluarkan kebijakan baru yang membatasi berlakunya kewenangan
peradilan agama.13
Teori Receptie dipelopori oleh Christian Snouck Hurgronje dan Cornelis van
Volenhoven pada tahun 1857-1936. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck
Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam
11 Bustanul Arifin, Budaya Hukum Itu Telah Mati (Jakarta: Kongres Umat Islam Indonesia,
1998), hal 2
13 Ibid, 2-3
8
dan hukum Islam. Jika mereka berpegang terhadap ajaran dan hukum Islam,
dikhawatirkan mereka akan sulit menerima dan dipengaruhi dengan mudah oleh
budaya barat. Teori ini bertentangan dengan Teori Reception in Complexu.
Menurut teori recptie, hukum Islam tidak secara otomatis berlaku bagi orang
Islam. Hukum Islam berlaku bagi orang Islam jika sudah diterima atau diresepsi
oleh hukum adat mereka. Maka karena itu, hukum adatlah yang menentukan
berlaku tidaknya hukum Islam.14 Penerapan teori resepsi dimuat dalam pasal 134
ayat 2 IS (indische staatsregeling), stbl. Tahun 1929 sebagai berikut:
Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam akan
diselesaikan oleh hakim agam Islam, apabila hukum adat mereka
menghendakinya dan sejauh tidak ditentukan lain dengan sesuatu ordonasi.
Pemikiran Snouck Hurgronje tentang teori resepsi ini, sejalan dengan
pendapatnya tentang pemisahan antara agama dan politik. Pandangannya itu
sesuai dengan sarannya kepada pemerintah Hindia Belanda tentang politik Islam
Hindia Belanda, dia menyarankan agar pemerintah Hindia Belanda bersifar netral
terhadap ibadah agama dan bertindak tegas terhadap setiap kemungkinan
perlawanan orang Islam fanatik. Islam dipandangnya sebagai ancaman yang harus
dikekang dan ditempatkan di bawah pengawasan yang ketat.
Penerapan teori resepsi antara lain, pada tahun 1937 dengan stbl. 1937 no.
116, wewenang menyelesaikan hukum waris dicabut dari pengadilan agama dan
dialihkan menjadi wewenang pengadilan negri. Alasan pencabutan wewenang
pengadilan agama tersebut dengan alasan bahwa hukum waris Islam belum
sepenuhnya diterima oleh hukum adat (belum diresepsi).
Upaya real yang dilakukan oleh pemerintah Belanda dalam menghambat
pelaksanaan hukum Islam di Indonesia dapat dilihat dari beberapa bukti sebagai
berikut:
a. Sama sekali tidak memasukkan hudud dan qishas dalam bidang
hukum pidana. Hukum pidana diberlakukan dan diambil langsul dari
Wetboek van Strafrect dari Nederland yang diberlakukan sejak januari
1919 (Staatsblad 1915 No. 732).
b. Dalam bidang tata negara, ajaran Islam mengenai hal tersebut
dihancurkan sama sekali. Pengkajian terhadap ayat-ayat suci Al-Qur‘an
14 Ibid, hal 3
9
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
a. Dalam Statuta Batavia yag ditetapkan pada tahun 1642 oleh VOC,
dinyatakan bahwa hukum kewarisan Islam berlaku bagi para pemeluk
agama Islam.