BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Pidana erat hubungannya dengan perbuatan pidana atau yang dapat
disebut dengan delik. Yaitu kelakuan (handeling) yang diancam pidana oleh undang-
undang, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan
yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya
tersebut. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut dalam norma kehidupan
manusia tentunya perbuatan yang dibenci, tidak disukai dan harus diberi sanksi
berupa denda atau hukuman bagi yang melakukannya. Oleh karenanya, delik dalam
sudut pandang Hukum Pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu kejahatan dan
pelanggaran.
Setelah kita mengatahui bahwa kejahatan dan pelanggaran merupakan
perbuatan pidana, maka yang melakukan perbuatan tersebut merupakan pelaku
pidana yang harus segera dihentikan dan segera ditindak perbuatannya. Oleh karena
itu, untuk menegakkan norma dan hukum yang ada maka penegak hukumlah yang
bertanggung jawab untuk bertindak langsung dalam hal melindungi Negara dan
khususnya masyarakat yang harus dilindungi haknya sebagai warga Negara.
Sebagai penegak hukum di suatu Negara, maka tentulah mereka memiliki
tugas masing-masing dalam hal menyikapi perbuatan masyarakat yang melakukan
kejahatan dan pelanggaran. Ada Hakim yang bertugas memutuskan dan mengadili
perkara, ada Jaksa yang bertugas menyampaikan dakwaan dan tuduhan di dalam
peroses pengadilan dan ada Polisi yang bertindak secara langsung menangani di
lapangan sebuah kejadian yang melanggar undang-undang.
Lalu bagaimanakah cara atau metode pertama penegak hukum menangani
tindak kejahatan atau pelanggaran di TKP (Tempat Kejadian Perkara)? Ada istilah
Penyelidikan dan Penyidikan yang tercantum dalam UU. KUHAP dalam menangani
kasus perkara pidana. Tapi apa saja yang dilakukan penegak hukum untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan sebuah perkara yang sesuai dengan undang-
undang agar tidak terjadi pelanggaran HAM dalam menanganinya? Hal ini sangat
menarik, selain kita harus tahu apa yang dilakukan polisi dalam menangani kasus
pidana, kita pun wajib mempelajari agar kelak jika kita dihadapkan sebuah kejadian
penyelidikan dan penyidikan oleh aparat penegak hukum kita bisa dan mampu
menanganinya secara hukum.
2
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana penyelidikan dalam hukum acara pidana?
2. Bagaimana penyidikan dalam hukum acara pidana?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, dapat diambil beberapa tujuan penulisan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui penyelidikan dalam hukum acara pidana
2. Untuk mengetahui penyidikan dalam hukum acara pidana
BAB II
PEMBAHASAN
1 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Pertama: Penyelidikan dan
Penyidikan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 6.
2 Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis bila Anda Menghadapi Perkara Pidana : Mulai
Proses Penyelidikan Hingga Persidangan, (Jakarta : Kencana, 2013), 46.
4
4 Ibid., 10-11.
5
7 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990),
104.
8 Ibid., 108.
7
9 Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis bila Anda Menghadapi Perkara Pidana..., 47.
11 Ibid., 87.
12 Ibid., 88-89.
8
kepada dokter atau dokter ahli kedokteran kehakiman sesuai Pasal 133 Ayat
(1).
Petunjuk. Petunjuk sebagai alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 188 KUHAP
Ayat (1), petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.13
Setelah Berita Acara Pemeriksaan di tempat kejadian perkara dan juga telah
dibuat Berita Acara Pemeriksaan saksi pelapor atau saksi pengadu,
penyidik/penyidik pembantu telah dapat membuat “rencana penyidikan” yang
mencakup “jadwal” dan “kegiatan”. Dengan “rencana dik” telah dapat dengan
cermat diperkirakan tentang “penahanan” tersangka yang berlaku 20 hari dan dapat
diperpanjang oleh penuntut umum selama 40 hari. 14
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum
(sehari-hari dikenal dengan nama SPDP/Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan sesuai Pasal 109 Ayat (1) KUHAP). 15 Penuntut umum tidak akan
memberikan perpanjangan jika penyidik lalai mengirimkan SPDP dan harus disadari
bahwa SPDP itu adalah “kewajiban” (Pasal 109 Ayat (1) KUHAP). Apabila SPDP
belum ada maka “penyidik” belum mulai penyidikan. Ketua Pengadilan Negeri dapat
menolak izin penyitaan, izin penggeledahan jika diketahuinya belum ada SPDP,
demikian pula penuntut umum, dapat menolak perpanjangan penahanan (Pasal 24
Ayat (2) KUHAP).16
Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum “Pemberhentian Penyidikan” ini
diberitahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangka/keluarganya. Atas
“Pemberhentian Penyidikan” tersebut, Penuntut Umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan, dapat mengajukan “Praperadilan” kepada Pengadilan Negeri yang
akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika Pengadilan
Negeri sependapat dengan “penyidik” maka penghentian penyidikan sah adanya,
13 Ibid., 92.
14 Ibid., 81-82.
15 Ibid., 12.
16 Ibid., 82.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian penyelidikan menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah serangkaian
tindakan/penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan Pasal 4 KUHAP, penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara
Republik Indonesia (POLRI).
Pasal 5 KUHAP mengatur kewenangan penyelidik, antara lain: Menerima laporan
atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, Mencari keterangan dan
barang bukti, Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri, dan Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
17 Ibid., 13.
18 Ibid., 13-14.
10
Saat penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan kepada Penuntut Umum (sehari-hari
dikenal dengan nama SPDP/Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan sesuai
Pasal 109 Ayat (1) KUHAP). Setelah selesai dilakukan penyidikan, maka berkas
diserahkan kepada Penuntut Umum (Pasal 8 Ayat 2 KUHAP).