Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum Pidana erat hubungannya dengan perbuatan pidana atau yang dapat
disebut dengan delik. Yaitu kelakuan (handeling) yang diancam pidana oleh undang-
undang, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan
yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya
tersebut. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut dalam norma kehidupan
manusia tentunya perbuatan yang dibenci, tidak disukai dan harus diberi sanksi
berupa denda atau hukuman bagi yang melakukannya. Oleh karenanya, delik dalam
sudut pandang Hukum Pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu kejahatan dan
pelanggaran.
Setelah kita mengatahui bahwa kejahatan dan pelanggaran merupakan
perbuatan pidana, maka yang melakukan perbuatan tersebut merupakan pelaku
pidana yang harus segera dihentikan dan segera ditindak perbuatannya. Oleh karena
itu, untuk menegakkan norma dan hukum yang ada maka penegak hukumlah yang
bertanggung jawab untuk bertindak langsung dalam hal melindungi Negara dan
khususnya masyarakat yang harus dilindungi haknya sebagai warga Negara.
Sebagai penegak hukum di suatu Negara, maka tentulah mereka memiliki
tugas masing-masing dalam hal menyikapi perbuatan masyarakat yang melakukan
kejahatan dan pelanggaran. Ada Hakim yang bertugas memutuskan dan mengadili
perkara, ada Jaksa yang bertugas menyampaikan dakwaan dan tuduhan di dalam
peroses pengadilan dan ada Polisi yang bertindak secara langsung menangani di
lapangan sebuah kejadian yang melanggar undang-undang.
Lalu bagaimanakah cara atau metode pertama penegak hukum menangani
tindak kejahatan atau pelanggaran di TKP (Tempat Kejadian Perkara)? Ada istilah
Penyelidikan dan Penyidikan yang tercantum dalam UU. KUHAP dalam menangani
kasus perkara pidana. Tapi apa saja yang dilakukan penegak hukum untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan sebuah perkara yang sesuai dengan undang-
undang agar tidak terjadi pelanggaran HAM dalam menanganinya? Hal ini sangat
menarik, selain kita harus tahu apa yang dilakukan polisi dalam menangani kasus
pidana, kita pun wajib mempelajari agar kelak jika kita dihadapkan sebuah kejadian
penyelidikan dan penyidikan oleh aparat penegak hukum kita bisa dan mampu
menanganinya secara hukum.
2

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana penyelidikan dalam hukum acara pidana?
2. Bagaimana penyidikan dalam hukum acara pidana?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, dapat diambil beberapa tujuan penulisan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui penyelidikan dalam hukum acara pidana
2. Untuk mengetahui penyidikan dalam hukum acara pidana

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyelidikan dalam Hukum Acara Pidana


3

Pengertian penyelidikan menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah serangkaian


tindakan/penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Dengan perkataan lain, penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan. Perlu
digarisbawahi “mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana”. Sasaran “mencari dan menemukan” tersebut adalah “suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana”. Dengan kata lain “mencari dan menemukan” berarti
penyelidik berupaya atas inisiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana.1
Dari pengertian penyelidikan menurut undang-undang di atas, kita dapat
dengan jelas mengerti bahwa sebenarnya penyelidikan itu adalah penentuan suatu
perbuatan dapat dikatakan suatu tindak pidana atau tidak. Ketika suatu perbuatan
tersebut dianggap sebagai suatu tindak pidana, baru dapat dilakukan proses
penyidikan.2 Tetapi dalam kenyataan sehari-hari, biasanya penyelidik/penyidik baru
mulai melaksanakan tugasnya setelah ada laporan/pengaduan dari pihak yang
dirugikan.
Berdasarkan Pasal 4 KUHAP, penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara
Republik Indonesia (POLRI). Selanjutnya tentang “penyelidik” ini, diatur oleh Pasal
5 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana
2. Mencari keterangan dan barang bukti
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penyitaan
2. Pemeriksaan dan pernyataan surat
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik

1 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Pertama: Penyelidikan dan
Penyidikan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 6.

2 Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis bila Anda Menghadapi Perkara Pidana : Mulai
Proses Penyelidikan Hingga Persidangan, (Jakarta : Kencana, 2013), 46.
4

(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan


tindakan sebagaimana pada ayat (1) huruf a dan b kepada penyidik.

Batasan wewenang penyelidik ini memang perlu karena tujuan penyelidik


adalah untuk menentukan dapat didakwa suatu peristiwa dilakukan penyidikan atas
suatu peristiwa sebagai tindak pidana serta batasan wewenang penyelidik ini untuk
membedakan “penyelidik” dengan “penyidik”.3

Pasal 5 Ayat (1) b. Tindakan hukum seperti penangkapan, penggeledahan,


penyitaan dan lain sebagainya yang tercantum pada Pasal 5 Ayat (1) b memerlukan
“perintah penyidik”. Perlu diperhatikan agar tidak terjadi kekeliruan menafsirkan
seolah-olah “surat perintah penyelidik” lebih dahulu terbit dari “surat perintah
penyelidikan”. Dimaksud di sini adalah bahwa berdasarkan hasil penyelidikan maka
diterbitkan “surat perintah penyidikan”.
Pasal 102 Ayat (2) KUHAP mengatur “hal tertangkap tangan” sebagai berikut :
“Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib
segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana
tersebut pada Pasal 5 Ayat (1) huruf b”.
Penyelidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan wajib menunjukkan tanda
pengenalnya sebagaimana seperti dalam Pasal 104 KUHAP. Apabila dihubungkan
dengan Pasal 4 KUHAP bahwa penyelidik adalah setiap polisi negara Republik
Indonesia, maka tidak salah jika ditafsirkan bahwa melaksanakan tugas
penyelidikan, POLRI tidak memerlukan surat perintah surat penyelidikan. Dalam hal
tugas tersebut telah dianggap cukup dengan menunjuk tanda pengenalnya.4
Laporan/pengaduan sebagaimana tercantum di atas, diatur oleh Pasal 108
KUHAP yang berbunyi:
(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau
menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk
mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik
lisan maupun tertulis.
(2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa
atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada
penyelidik atau penyidik.

3 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana..., 10.

4 Ibid., 10-11.
5

(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang


mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib
segera melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.

B. Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana


Pengertian penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Secara garis besar, penyidikan adalah suatu proses untuk mencari bukti-bukti
yang menguatkan suatu tindak pidana serta mencari tersangkanya. Tersangka itu
sendiri adalah seseorang yang dianggap atau diduga melakukan suatu tindak pidana.5
Berdasarkan KUHAP Pasal 6 Ayat (1), penyidik adalah a. pejabat polisi negara
Republik Indonesia; dan b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang.
Pasal 7 KUHAP, memuat kewenangan-kewenangan melaksanakan kewajiban
penyidik, yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a,
karena kewajibannya mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
dari tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara
i. Mengadakan penghentian penyidikan
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf b KUHAP,


yakni Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang, mempunyai wewenang sesuai Undang-Undang yang mempunyai
dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya di bawah
koordinasi dan pengawasan penyidik lain yaitu pejabat Polisi Negara Republik
5 Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis bila Anda Menghadapi Perkara Pidana..., 47.
6

Indonesia. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal tersebut diangkat oleh


menteri atas usul dari departemen yang membawahi pegawai negri sipil tersebut.
Menteri sebelum melakukan pengangkatan terlebih dahulu mendengarkan
pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.6

Penyelidik/penyidik setelah menerima laporan atau pengaduan tentang telah


terjadi suatu tindak pidana maka ia melakukan pemeriksaan di tempat kejadian
perkara (TKP). Oleh penyidik tindakan pertama di tempat kejadian yang dipandang
perlu adalah sebagai berikut:
1. Menyelamatkan nyawa korban
2. Menangkap pelaku tersebut masih berada dalam jangkauan penyidik
untuk segera ditangkap
3. Menutup tempat kejadian bagi siapapun yang kehadirannya disitu
tidak diperlukan untuk menyelamatkan korban, untuk menyelamatkan harta
kekayaan orang atau untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan
dengan maksud agar tempat kejadian itu tetap berada dalam keadaan yang
asli untuk memudahkan penyelidikan dan penyidikan
4. Menemukan, menyelamatkan, mengumpulkan dan mengambil
barang-barang bukti serta berkas-berkas yang dapat membantu penyidik
untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk tentang identitas pelaku, tentang
cara-cara dan alat-alat yang telah dipergunakan oleh para pelakunya dan
untuk melemahkan alibi yang mungkin saja akan dikemukakan oleh
seseorang tersangka apabila ia kemudian berhasil ditangkap
5. Menemukan saksi-saksi yang diharapkan dapat membantu penyidik
untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi, dan memisahkan
saksi-saksi tersebut agar mereka itu tidak dapat berbicara satu dengan yang
lain dan lain-lain.7
Dalam praktek biasanya penanganan tempat kejadian perkara melibatkan team
yang terdiri dari unsur-unsur seperti Sabhara, Reserce, Dokumentasi/Fotografi dan
Dactilocopy. Bahkan terkadang pula melibatkan unsur di luar kepolisian seperti
dokter dan para medis.8

6 “Bab II Tinjauan Pustaka A. Penyelidikan dan Penyidikan”, digilib.unila.ac.id diakses pada 13


Maret 2018

7 Harun M. Husein, Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990),
104.

8 Ibid., 108.
7

Ketika dalam proses penyidikan sudah terkumpul bukti-bukti yang


menguatkan maka penyidik akan mengirim berita acara pemeriksaan (BAP) sesuai
Pasal 75 KUHAP, yang memuat segala sesuatu yang dilihat, dialami atau didengar,
yang merupakan alat bukti sah, yakni “surat” kemudian dikirimkan kepada kejaksaan
untuk kemudian kejaksaan membentuk penuntut umum yang kemudian membuat
surat dakwaan dan diajukan pada pengadilan negeri. Ketua pengadilan membentuk
majelis hakim yang bertugas memanggil terdakwa.9
Pemeriksaan saksi-saksi. Pada prinsipnya semua orang dapat menjadi saksi dan
merupakan suatu kewajiban jika dipanggil oleh penyidik. Keterangan saksi adalah
salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri
dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP).10
“Penyelidik” yang melakukan pemeriksaan terhadap para saksi perlu
menyadari bahwa keterangan saksi yang akan diberikan kemungkinan dapat
membantunya. Dengan kesadaran demikian, harus dicegah perilaku penyidik yang
akan menyudutkan saksi atauu perilaku yang memperlakukan saksi seolah-olah
tersangka di zaman HIR.11
Keterangan ahli. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 butir 28
KUHAP). Pada lampiran Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01 PW.07.03
Tahun 1982 tanggal 4 Februari 1982 mengenai “Bidang Penyidikan”, tercantum,
antara lain:12
1. Pemeriksaan oleh ahli : dalam hal pengaduan tentang surat atau
tulisan palsu atau yang dipalsukan atau diduga palsu maka dapat
meyakinkan bahwa surat atau tulisan tersebut palsu atau tidak, penyidik
dapat minta keterangan orang ahli sesuai Pasal 132 Ayat (1).
2. Pemeriksaan oleh Dokter atau Dokter Ahli Kedokteran Kehakiman.
Dalam hal kedapatan seorang luka atau keracunan atau mati karena suatu
peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik dapat minta keterangan

9 Suharto dan Jonaedi Efendi, Panduan Praktis bila Anda Menghadapi Perkara Pidana..., 47.

10 Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana..., 82-83.

11 Ibid., 87.

12 Ibid., 88-89.
8

kepada dokter atau dokter ahli kedokteran kehakiman sesuai Pasal 133 Ayat
(1).
Petunjuk. Petunjuk sebagai alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 188 KUHAP
Ayat (1), petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa
pelakunya.13
Setelah Berita Acara Pemeriksaan di tempat kejadian perkara dan juga telah
dibuat Berita Acara Pemeriksaan saksi pelapor atau saksi pengadu,
penyidik/penyidik pembantu telah dapat membuat “rencana penyidikan” yang
mencakup “jadwal” dan “kegiatan”. Dengan “rencana dik” telah dapat dengan
cermat diperkirakan tentang “penahanan” tersangka yang berlaku 20 hari dan dapat
diperpanjang oleh penuntut umum selama 40 hari. 14
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang
merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum
(sehari-hari dikenal dengan nama SPDP/Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan sesuai Pasal 109 Ayat (1) KUHAP). 15 Penuntut umum tidak akan
memberikan perpanjangan jika penyidik lalai mengirimkan SPDP dan harus disadari
bahwa SPDP itu adalah “kewajiban” (Pasal 109 Ayat (1) KUHAP). Apabila SPDP
belum ada maka “penyidik” belum mulai penyidikan. Ketua Pengadilan Negeri dapat
menolak izin penyitaan, izin penggeledahan jika diketahuinya belum ada SPDP,
demikian pula penuntut umum, dapat menolak perpanjangan penahanan (Pasal 24
Ayat (2) KUHAP).16
Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum “Pemberhentian Penyidikan” ini
diberitahukan kepada Penuntut Umum dan kepada tersangka/keluarganya. Atas
“Pemberhentian Penyidikan” tersebut, Penuntut Umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan, dapat mengajukan “Praperadilan” kepada Pengadilan Negeri yang
akan memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika Pengadilan
Negeri sependapat dengan “penyidik” maka penghentian penyidikan sah adanya,

13 Ibid., 92.

14 Ibid., 81-82.

15 Ibid., 12.

16 Ibid., 82.
9

tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat maka “penyidikan” wajib


dilanjutkan.17
Setelah selesai dilakukan penyidikan, maka berkas diserahkan kepada Penuntut
Umum (Pasal 8 Ayat 2 KUHAP). Penyerahan ini dilakukan dua tahap, yakni:
1. Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara.
2. Dalam hal penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan
tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Jika pada penyerahan tahap pertama, penuntut umum berpendapat bahwa
berkas kurang lengkap maka ia dapat:
1. Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk dilengkapi
disertai petunjuk. (Penuntut Umum menerbitkan P-18 dan P-19).
2. Melengkapi sendiri, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1991.
Berdasarkan Pasal 110 Ayat (4) KUHAP, jika dalam waktu 14 hari penuntut
umum tidak mengembalikan berkas (hasil penyidikan) maka penyidikan dianggap
telah selesai.18

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian penyelidikan menurut Pasal 1 butir 5 KUHAP adalah serangkaian
tindakan/penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Berdasarkan Pasal 4 KUHAP, penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara
Republik Indonesia (POLRI).
Pasal 5 KUHAP mengatur kewenangan penyelidik, antara lain: Menerima laporan
atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, Mencari keterangan dan
barang bukti, Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri, dan Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
17 Ibid., 13.

18 Ibid., 13-14.
10

Penyelidik baru mulai melaksanakan tugasnya setelah ada laporan/pengaduan dari


pihak yang dirugikan.
2. Pengertian penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Berdasarkan KUHAP Pasal 6 Ayat (1), penyidik adalah a. pejabat polisi negara
Republik Indonesia; dan b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang.
Wewenang penyidik Pasal 6 Ayat (1) huruf a, antara lain: Menerima laporan atau
pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, Melakukan tindakan pertama
pada saat di tempat kejadian, Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal dari tersangka, Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan
dan penyitaan, Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, Mengambil sidik jari
dan memotret seorang, Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi, Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara, Mengadakan penghentian penyidikan, dan
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Wewenang penyidik dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf b KUHAP, yakni mempunyai
wewenang sesuai Undang-Undang yang mempunyai dasar hukumnya masing-
masing dan dalam pelaksanaan tugasnya di bawah koordinasi dan pengawasan
penyidik lain yaitu pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Penyidik setelah menerima laporan atau pengaduan tentang telah terjadi suatu tindak
pidana maka ia melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP).
Setelah terkumpul bukti-bukti yang menguatkan, penyidik akan mengirim berita
acara pemeriksaan (BAP) kemudian dikirimkan kepada kejaksaan untuk kemudian
kejaksaan membentuk penuntut umum yang kemudian membuat surat dakwaan dan
diajukan pada pengadilan negeri. Ketua pengadilan membentuk majelis hakim yang
bertugas memanggil terdakwa. Pemeriksaan saksi-saksi. Keterangan ahli. Petunjuk.
Setelah Berita Acara Pemeriksaan di tempat kejadian perkara dan juga telah dibuat
Berita Acara Pemeriksaan saksi pelapor atau saksi pengadu, penyidik/penyidik
pembantu telah dapat membuat “rencana penyidikan” yang mencakup “jadwal” dan
“kegiatan”. Dengan “rencana dik” telah dapat dengan cermat diperkirakan tentang
“penahanan” tersangka yang berlaku 20 hari dan dapat diperpanjang oleh penuntut
umum selama 40 hari.
11

Saat penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan kepada Penuntut Umum (sehari-hari
dikenal dengan nama SPDP/Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan sesuai
Pasal 109 Ayat (1) KUHAP). Setelah selesai dilakukan penyidikan, maka berkas
diserahkan kepada Penuntut Umum (Pasal 8 Ayat 2 KUHAP).

Anda mungkin juga menyukai