DI
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 3
NAMA : RINA AUTAMA MASTY
RISKA
PRODI : HKI
UNIT :1
SEMESTER : 3
DOSEN PEMBIMBING : NOVAL ZUHRI, LC. MA
Segala puji bagi Allah, pemberi petunjuk pada kebenaran dan jalan yang lurus. Shalawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Shallalahu Alaihi wa Sallam. Syukur
Alhamdulillah kami masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan dan menghadirkan
makalah fiqh dengan tema “Jarimah Hudud II (Pencurian, Perampokan dan Minum minuman
Keras)”.
Maka dari itu, kami maengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun
agar dapat menjadi bahan evaluasi kami dalam menyusun makalah sehingga dikemudian hari
dapat tercipta makalah yang lebih baik lagi.
Jum’at, 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jinayah adalah adalah suatu tindakan yang dilarang oleh syara` karena dapat
menimbulkan bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian fuqaha
menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan,
seperti membunuh, melukai dan sebagainya. Dengan demikian istilah fiqh jinayah sama
dengan hukum pidana.
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang
telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT,
dan tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh
manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah jarimah hudud pencurian?
2. Bagaimanakah jarimah hudud perampokan?
3. Bagaimanakah jarimah hudud minuman keras?
BAB II
PEMBAHASAN
1
A.W.Munawwi. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. (Surabaya: Pustaka Progressif. 1997).
hlm.628
Dari beberapa rumusan definisi sariqah diatas, dapat disimpulkan bahwa sariqah ialah
mengambil barang atau harta orang lain secara sembunyi – sembunyi dari tempat
penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan barang atau harta kekayaan
tersebut.2
Melengkapi definisi diatas, Abdul Qadir Audah memberikan penjelasan sebagai
berikut:Perbedaan antara pencurian kecil dan pencurian besar; pencurian kecil ialah
pengambilan harta kekayaan yang tidak disadari oleh korban dan dilakukan tanpa izin.
Pencurian kecil ini harus memenuhi dua unsur tersebut secara bersamaan. Kalau salah satu
dari kedua unsur tersebut tidak ada, tidak dapat disebut pencurian kecil. Jika ada seseorang
yang mencuri harta benda dari sebuah rumah dengan disaksikan si pemilik dan pencuri tidak
menggunakan kekuatan fisik dan kekerasan, maka kasus seperti ini tidak termasuk pencurian
kecil, tetapi penjarahan.
Demikian juga seseorang yang merebut harta orang lain, tidak termasuk dalam jenis
pencurian kecil, tetapi pemalakan atau perampasan; semuanya termasuk ke dalam lingkup
pencurian. Meski demikian, jarimah tidak dikenakan hukum had tetapi hukuman ta’zir.
Seseorang yang mengambil harta dari sebuah rumah dengan direlakan pemiliknya dan tanpa
disaksikan olehnya, tidak dapat dianggap pencuri.
5
M. Nurul Irfan. Fiqih Jinayah. (Jakarta: Amzah. 2013). Hlm. 113-114
Saksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana pencurian minimal dua orang
laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila saksi kurang dari dua
orang maka pencuri tidak dikenai hukuman.
b. Dengan dengan pengakuan
Pengakuan merupakan salah satu alat bukti untuk tindak pidana pencurian. Menurut
Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Zhahiriyah pengakuan cukup dinyatakan
satu kali dan tidak perlu diulang-ulang. Akan tetapi menurut pendapat Imam Abu Yusuf,
Imam Ahmad, dan Syiah Zaidiyah bahwa pengakuan harus dinyatakan sebanyak dua kali.
c. Dengan sumpah
Dikalangan Syafi’iyah berkembang suatu pendapat bahwa pencurian bisa juga dibuktikan
dengan sumpah yangdikembalikan. Apabila dalam suatu peristiwa pencurian tidak ada saksi
atau tersangka tersebut tidak mau bersumpah mengakui perbuatannya, maka sumpah bisa
dikembalikan kepada si penuntut (pemilik barang). Dan jika si penuntut mau disumpah maka
si pencuri yang tidak mau disumpah tadi akan dikenai hukuman had.Namun alat bukti yang
satu ini tidak begitu kuat untuk dijadikanalat bukti. Sebab sumpah yang dikembalikan untuk
tindak pidana pencurian merupakan tindakan yang riskan dan kurangtepat, karena hukuman
sariqah ini sangat berat sehingga diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam pembuktiannya
6
H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 80-84
saja baik dilakukan satu orang atau berkelompok tanpa mempertimmbangkan dan
memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.
3. Syarat Perampokan
Adapun syarat harta yang diambil dalam perampokan adalah sama dengan syarat harta
yang diambil dalam pencurian. Imam Abu Hanifah mensyaratkan tempat perampokan itu
harus di Negara Isam. Hal ini berkaitan dengan teorinya yang menyatakan bahwa penerapan
hukum islam itu hanya mungkin terjadi di Negara muslim. Perampokan itu harus di luar kota
dan jauh dari keramaian, karena di tempat yang ramai biasanya tidak terjadi perampokan.
Imam Malik dan Imam Syafi’I tidak membedakan antara perampokan di tempat yang
ramai dengan perampokan di tempat yang sunyi, hanya Imam Syafi’I mensyaratkan bahwa
perampokan itu terjadi di tempat yang sulit bagi korban untuk minta tolong.
7
Enceng Arif Faizal, Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas – asas Hukum Pidana Islam), (Bandung :
Pustaka Bani Quraisy, 2004), 151-152.
4. Sanksi Perampokan
a. Menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad berbeda-beda
sanksi perampokan berdasarkan perbuatannya. Bila ia hanya mengintimidasi,
tanpa mengambul harta dengan kekerasan, namun tidak membunuh, maka
sanksinya adalah potong tangan dan kakinya secara silang. Bila hanya membunuh
tanpa mengambil harta maka sanksinya adalah hukum mati. Menurut Imam Malik
sanksi perampokan diserahkan kepada imam untuk memilih salah satu hukuman
yang akan dijatuhkan pada pelaku perampokan.
b. Sanksi kedua bagi perampok adalah dipotong tangan dan kakinya antara
bersilang, yaitu tangan kanan dan kaki kiri. Sanksi tersebut diancamkan pada
perampok yang mengambil harta dengan paksa namun tidak membunuh.
c. Sanksi ketiga dihukum mati, yaitu bila seorang perampok membunuh tapi tidak
mengambil harta.
d. Sanksi ke empat yaitu di hukum mati lalu disalip, sanksi ini diancamkan terhadap
perampom yang membunuh dan mengambil harta.
Adapun dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan ganti rugi dan teori al –tadakhul,
pendapat para ulama dalam hal ini sama dengan dalam kasus pencurian.8
C. Minuman Keras
1. Pengertian Syirbul Khamr
Ada beberapa nama yang diberikan para ulama berkenaan dengan jarimah ini. Al-Bukhari
memberikan nama syaribul khamr, Abu Dawud menamakannya al-haddu fil khamr. Ibnu
Majah menyebutnya dengan haddus sakran, Imam Syafi’I haddul khamr, dan Imam Hanafi
menamainya dengan hadus syurb.
Asyirbah adalah bentuk jama’ dari kata syurbun. Yang dimaksud asyirbah atau minum
minuman keras adalah minuman yang bisa membuat mabuk, apapun asalnya. Imam Malik,
Imam Syafi’I dan Imam Ahmad seperti dikutip H.A. Djazuli, berpendapat bahwa yang
dimaksud khamr adalah minuman yang memabukkan, baik disebut khamr atau dengan nama
lain. Adapun Abu Hanifah membedakan antara khamr dan mabuk. Khamr diharamkan
meminumnya, baik sedikit maupun banyak, dan keharamannya terletak pada dzatnya.
Minuman lain yang bukan khamr tetapi memabukkan, keharamannya tidak terletak pada
minuman itu sendiri (dzatnya), tetapi pada minuman terakhir yang menyebabkan mabuk.
Jadi, menurut Abu Hanifah, minum minuman memabukkan selain khamr, sebelum minum
terakhir tidak diharamkan.[2]
1. Ayat-ayat Al-quran
a. Surah Al-Baqarah ayat 219
اس َوإِ ْث ُمهُ َما
ِ َّك َع ِن ْال َخ ْم ِر َو ْال َمي ِْس ِر قُلْ فِي ِه َما إِ ْث ٌم َكبِي ٌر َو َمنَافِ ُع لِلن
َ َيَسْأَلُون...
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya..”
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sariqah adalah bentuk masdhar dari kata َس َر َق – ْيس ِْر ُق – َس َر قَاdan secara etimologis berarti اَخَ َذ َما
ً لَهُ ُخ ْفيَةَ و ِح ْيلَةmengambil harta milik seseorang secara sembunyi – sembunyi dan dengan tipu
daya.
hirabah adalah suatu tindak kejahatan yang dilakukan secara terang – terangan dan disertai
dengan kekerasan.
khamr adalah minuman yang memabukkan, baik disebut khamr atau dengan nama lain
Saran
Melalui makalah yang singkat ini penulis menyarankan kepada segenap
pembaca agar merujuk kepada sumber-sumber lain yang relevan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
A.W.Munawwi. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. (Surabaya: Pustaka
Progressif. 1997). hlm.628
Abdul Qadir Audah. Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami.(Beirut: Mu’assasah Al-Risalah. 1992).
hlm.514
M.Nurul Irfan. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam.(Jakarta: Amzah. 2012). hlm.117.
H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 73-80
M. Nurul Irfan. Fiqih Jinayah. (Jakarta: Amzah. 2013). Hlm. 113-114
H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 80-84
Enceng Arif Faizal, Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas – asas Hukum Pidana Islam),
(Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004), 151-152.
H.A.Dzajuli. Fiqih Jinayah. (Jakarta: PT Raja Grafindo. 1997). Hlm. 87