Anda di halaman 1dari 8

JARIMAH PENCURIAN (AL-SARIQAH)

Adit Aly Zainal - 1203030004


Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Sunan Gunung Djati bandung
Email : alyzainaladit@gmail.com

Abstract: Theft in the language, comes from the word "steal" which gets the prefix pe-and
the suffix -an which means the process, the way of doing steal. Sariqah (theft) is an act of
violation of property rights (hifdu al-mal) which Allah has given a fairly severe punishment;
cut hands. In Syari'ah punishment, sariqah is a type of hudud whose punishment has been
confirmed in the Qur'an and exemplified by the Prophet in the hadith. Therefore, there is no
reason for Muslims except to do it when there has been a theft that has fulfilled the conditions
for the imposition of had

Keywords:. Theft, Punishment, Al Quran Hadith

Abstrak: Pencurian dalam bahasa, berasal dari kata “curi” yang mendapat awalan pe-dan
akhiran -an yang mempunyai arti proses, cara perbuatan mencuri.
Sariqah (pencurian) merupakan perbuatan pelanggaran terhadap hak kepemilikan harta
(hifdu al-mal) yang oleh Allah diberi hukuman cukup berat; potong tangan. Dalam pidana
Syari’ah, sariqah termasuk jenis hudud yang telah dipastikan hukumannya dalam al-Qur’an
dan dicontohkan oleh Nabi dalam hadits. Karena itu, tidak ada alasan bagi umat Islam kecuali
melaksanakannya ketika telah terjadi pencurian yang terpenuhi syarat-syarat dikenakannya
had

Kata Kunci: Pencurian, Hukuman, Al Quran, Hadis

1
Pendahuluan
Pengertian Al-Sariqah
A. Pengertian Al – Sariqah Secara Etimologi :
Pencurian asal kata dari saraqa yasriqu – saraqan, wa sariqan wa saraqatan, wa
sariqatan wa sirqatan, yang artinya mengambil sesuatu secara sembunyi – sembunyi atau
secara terang terangan.1
Menurut Muhammad Syaltut Pencurian adalah mengambil harta orang lain dengan
sembunyi – sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang
tersebut.
Sedangkan Menurut Sayyid Sabiq Pencurian adalah mengambil barang orang lain
secara sembunyi – sembunyi misalnya mencuri suara, karena mencuri suara dengan
sembunyi – sembunyi dan dikatakan pula mencuri pandang karena memandang dengan
sembunyi – sembunyi ketika yang dipandang lengah2.
Pembahasan
1. Macam-macam Al-Sariqah dalam Fiqh Jinayah
Dari berbagai macam definisi tentang pencurian yaitu mengambil harta dari orang lain
secara sembunyi sembunyi dari tempat penyimpanannya pencurian ditinjau dari segi
hukumnya dibagi menjadi dua macam yakni :
a. Pencurian yang hukumannya ta’zir
Pencurian ini dibagi menjadi dua bagian. Yang pertama yaitu, semua jenis pencurian
yang dikenai hukuman had, tetapi syarat–syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat.
Contohnya seperti pengambilan harta milik ayah oleh anaknya. Yang kedua adalah
pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa kerelaannya
dan tanpa kekerasan. Contohnya seperti menjambret kalung dari leher wanita, lalu
penjambret itu melarikan diri dan pemilikan barang tersebut melihatnya sambil
berteriak meminta bantuan. 3
Contoh hukuman ta’zir misalnya seorang yang mencuri barang berharga bukan

1 Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: CV INDHILL CO, cet – 1, 2008, hlm.
91.
2 Sayyid Sabiq, Fiqh Al – Sunnah, Kuwait : Dar Al Bayan, 1968, Juz 9 hlm. 202
3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta Cet-2, 20005 hlm. 82

2
ditempat penyimpanannya atau tidak mencapai nishab419(batas minimal), maka
pencuri tersebut dapat dikenakan hukuman ta’zir, seperti: hukuman penjara atau
hukuman dera. Pemberian hukuman tersebut diserahkan kepada hakim atau
penguasa.
b. Pencurian yang Hukumannya Had
Menurut Abdul Qodir Audah pencurian dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu
pencurian ringan (sirqatus sughra) dan pencurian berat (sirqatus kubra). Pencurian
ringan (siratus sughra) Adalah ”Pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang
lain cara diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi.5
Sedangkan Pencurian berat (siratus sughra) adalah ”Pencurian berat adalah
mengambil harta milik orang lain dengan cara kekerasan” 6.
Contoh hukuman had misalnya seseorang yang mencuri barang berharga di tempat
penyimpanannya yang lebih dari batas minimal (nishab) pencurian, maka pencuri
tersebut dikenakan hukuman had berupa potong tangan.

4 Nishab yaitu batas minimal nilai barang curian. Imam Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa
nishab barang curian adalah adalah 1/4 dinar emas dan 3 dirham perak.. Sedangkan imam Abu Hanifah
berpendapat nishab barang curian itu adalah 10 dirham yang setara dengan satu dinar. Ibid, hlm. 86.
5 Abdul Qadir Audah, Al Tasry Al Jina’y Al Islami, Beirut Muassaha al Risallah,Juz 1 hlm 214
6 Ibid

3
2. Unsur-Unsur Al-Sariqah dalam Fiqh Jinayah
Dalam pelaksanaan hukuman pencurian harus di perhatikan hal-hal berikut, yaitu
unsur-unsur pencurian, situasi, dan kondisi sosial masyarakat. Adapun unsur-unsur
pencurian mengacu pada definisi pencurian itu sendiri. Dari definisi tersebut, dapat kita
rinci sebagai berikut :
Pertama, pengambilan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti telah
disinggung, tidak termasuk jarimah pencurian jika hal tersebut dilakukan dengan
sepengetahuan pemiliknya.
Kedua, yang dicuri harus berupa harta kongkret sehingga barang yang dicuri adalah
barang yang dapat bergerak, dipindah-pindahkan, disimpan oleh pemiliknya pada
penyimpanan yang layak dan dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Tentu ada batasan
tertentu atau kadar yang menyebabkan jatuhnya had.
Ketiga, harta yang dicuri adalah sesuatu yang berharga, setidaknya menurut versi
pemiliknya. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan, bukan atas dasar pandangan si
pencuri. Karena menganggap berharga, pemilik barang menyimpannya ditempat
tertentu, yang aman menurut anggapnnya. Oleh karena itu, mengambil atau
memindahkan barang atau harta yang tidak mempunyai tempat penyimpanan tertentu
mrnjadi alasan kesyubhatan bagi jarimah ini.
Keempat, harta diambil (dicuri) pada waktu terjadinya pemindahan adalah harta
orang lain secara murni dan orang yang mengambilnya tidak mempunyai hak pemilikan
sedikitpun terhadap harta tersebut. Umpamanya, harta kelompok atau harta bersama
orang yang mencurinya mempunyai hak atau bagian dari harta tersebut. Oleh karena itu,
kalau dia mengambil sebagian- walaupun dinilai melewati nishab- tidak dianggap
sebagai jarimah pencuriansebab hak dia yang melekat pada barang yang diambil
menjadikan kesyubhatan.
Kelima, seperti pada jarimah-jarimah lain, terdapatnya unsur kesengajaan untuk
memiliki barang tersebut atau ada itikad jahat pelakunya. Oleh karena itu, seandainya
barang tau harta itu terbawa tanpa sengaja, sekalipun dalam jumlah besar dan mencapai
nisab, tidaklah dianggap sebagai jarimah pencurian, paling-paling dianggap sebagai
kelalaian dan hukumannya pun hanya sekedar peringatan untuk berhati-hati.
Pencurian sebagaimana di sebutkan dalam pengertian maupun dalam syarat-syarat yang
telah di bahas sebelumnya terdiri dari tiga unsur, yaitu pencuri, barang yang di curi, dan

4
mengambil secara sembunyi-sembunyi.
1. Pencurian
Pencurian hendaklah seorang mukallaf (dewasa dan waras), fuqaha sepakat
menetapkan bahwa tangan pencuri tidak di potong, kecuali bila ia seorang yang
dewasa dan waras.
Pendapat fuqaha tersebut di dasarkan kepada hadis Rasulullah SAW, dari Ibnu
Abbas;
Bahwa Rasulullah SAW, bersabda :
‫ ٌٍﻓﻚ ٔعٍ اﻧُﺒﺌﻰ‬. ‫ﺞٌ◌ اﻧًﻐٕﮭﺔ ﻋﮭﻰ ﻋﻤﮫّ ﺣﺘﻰ‬ ٌ
ٕ ُ ً‫أ ﺳٕﺴﻞ ھﻠﻼ ﺻﮭﻰ ھﻠﻼ ﻋٍﮫّ ٔ ﺳﮭﻰ ﻟﺒﻞ " ﺳﻔﻊ اﻧﻤﮭﻰ عٍ ﺛﺎﻟﺜﺦ عٍ اﻧ‬
‫ﺣﺘﻰ ٌﺳٍﺘﻤﻆ ٔعٍ اﻧﺼًﺞ ﺣﺘﻰ ٌﺣﺘﮭﻰ‬
“ di maafkan kesalahan dari tiga orang dan orang gila yang hilang kesadarannya,
dari anak di bawah umur (anak kecil) hingga ia dewasa dan dari orang yang tidur
hingga ia bangun.” (HR Abu Daud)
Dalam hadis tersebut jelas di sebutkan bahwa semua kewajiban agama, baik berupa
perintah yang harus di kerjakan maupun perintah yang harus di tinggalkan, di
maafkan dari setiap orang gila, anak kecil sampai ia dewasa, dan orang tidur sampai
ia bangun. Tidak di hisab mereka karena melakukan perbuatan yang menimbulkan
dosa dan tidak di hukum mereka karena melakukan tindak pidana, baik di dunia
maupun di akhirat.
2. Barang Curian
Di antara syarat-syarat yang paling penting dari barang curian harus mencapai nishab
menurut jumhur ulama, kecuali Al Hasan Al Bashori, Daud Azh Zhahiry, Khawarij
dan sebagian fuqaha Muttakalimin mengatakan tidak harus mencapai nishab, pencuri
harus di potong tangan nya bila mencuri, baik yang di curi itu banyak maupun sedikit
jumlahnya a tau nilainya.
Kemudian jumhur ulama yang sepakat mengatakan bahwa barang curian yang
mengharuskan potong tangan itu harus mencapai nishab, mereka berbeda pendapat
pula dalam menetapkan berapa kadar nishab yang mengharuskan potong tangan itu.
Khulafa’ur Ar Rasyidin dan sebagian fuqaha’Tabi’in berpendapat bahwa nishab
barang curian yang mengharuskan potong tangan adalah tiga dirham dari uang perak
atau ½ dinar dari uang emas
3. Dasar Hukum

5
Telah disepakati oleh kaum muslimin bahwa tiap-tiap peristiwa pasti ada ketentuan-
ketentuan hukumnya, dan sumber hukum Islam merupakan segala sesuatu yang
dijadikan pedoman. Yang menjadi sumber syari’at Islam yaitu: al-Qur’an, Hadist, dan
Ijma’. Disamping itu ada yang menyebutkanbahwa sumber hukum Islam itu ada empat
yaitu: Al-Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.7
4. Hukuman Jarimah Al –Sariqah dalam Fiqh Jinayah
Apabila tindak pidana pencurian dapat dibuktikan dan melengkapi
segala unsur dan syarat-syaratnya maka pencurian itu akan dijatuhi dua hukuman, yaitu:
a. Pengganti kerugian (Dhaman ).
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, hukuman potong tangan sama-sama.
Alasan mereka adalah bahwa dalam perbuatan mencuri potong tangan dan
penggantian kerugian dapat dilaksanakan bersama – sama terdapat dua hak, yaitu hak
Allah sedangkan penggantian kerugian dikenakan sebagai imbangan dari hak
manusia.37
Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya penggantian kerugian dapat
dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenakan hukuman potong tangan.
Akan tetapi apabila hukuman potong tangan dilaksanakan maka pencuri tidak dikenai
hukuman untuk pengganti kerugian. Dengan demikian menurut mereka, hukum
potong tangan dan penggantian kerugian tidak dapat dilaksanakan sekaligus bersama
- sama.
b. Potongan Tangan
Hukuman tangan merupakan hukuman pokok, sebagaimana tercantum dalam Surat
Al-Maidah Ayat 38 :

Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah kedua
tangannya sebagai pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakandan sebagai
siksaan dari Allah dsn Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al-Maidah
38)
Aisyah menerangkan hadits Nabi, beliau bersabda : “Bahwa Nabi memotong tangan
pencuri yang mencuri seharga seperempat dinar atau lebih dari padanya. “Demikian

7Teungku Muhammad Hasbi Ash Shddiqy, Falsafah Hukum Islam, Ed-2, Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, Cet-1, 2001, hlm. 33.
6
menurut Jama’ah kecuali Ibnu Majah. Menurut Ahmad, Muslim, Nisai, dan Ibnu
Majah, Nabi bersabda :
“Tidak dipotong tangan pencuri kecuali apabila barang curiannya seharga
seperempat dinar, atau lebih dari padanya.”
Sedangkan menurut Jama’ah kecuali Ibnu Majah Nabi bersabda:“Tidak dipotong
tangan pencuri kecuali apabila barang curian itu seharga seperempat dinar lebih.”
Hukuman potong tangan dikenakan terhadap pencurian dengan tehnis menurut ulama
madzhab empat berbeda-beda. Cara yang pertama, memotong tangan kanan pencuri
pada pergelangan tangannya. Apabila ia mencuri untuk yang kedua kalinya maka ia
dikenai hukuman potong kaki kirinya. Apabila ia mencuri untuk yang ketiga kalinya
maka para ulama berbeda pendapat.

Kesimpulan
Secara etimologis sariqah adalah bentuk masdar dari kata “‫ﺳﺮق‬-‫ﯾﺴﺮق‬- ‫ ”ﺳﺮﻗﺎ‬yang berarti
“‫ ”ﺧﻔﯿﺔوﺟﯿﻠﺔ ﻣﺎﻟﮫ أﺧﺬ‬yaitu mengambil harta seseorang secara sembunyi-sembunyi dan dengan
tipu daya, sedangkan secara terminologis sariqah adalah pengambilan harta yang dilakukan
oleh seorang mukalaf – yang baligh dan berakal – terhadap barang milik orang lain secara
diam-diam, apabila barang tersebut mencapai nishab (batas minimal), dari tempat
simpanannya, tanpa ada unsur subhat terhadap barang yang diambil tersebut.

Adapun unsur-unsur pencurian mengacu pada definisi pencurian itu sendiri. Dari
definisi tersebut, dapat kita rinci sebagai berikut :
1. Pengambilan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
2. Yang dicuri harus berupa harta kongkret sehingga barang yang dicuri adalah
barang yang dapat bergerak.
3. Harta yang dicuri adalah sesuatu yang berharga, setidaknya menurut versi
pemiliknya.
4. Harta diambil (dicuri) pada waktu terjadinya pemindahan adalah harta orang lain
secara murni.
5. Terdapatnya unsur kesengajaan untuk memiliki barang tersebut atau ada itikad
jahat pelakunya.

7
DAFTAR PUSTAKA
Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: CV INDHILL CO, cet
– 1, 2008
Sayyid Sabiq, Fiqh Al – Sunnah, Kuwait : Dar Al Bayan, 1968, Juz 9
Abdul Qadir Audah, Al Tasry Al Jina’y Al Islami, Beirut Muassaha al Risallah,Juz 1
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta Cet-2, 20005 hlm. 82
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shddiqy, Falsafah Hukum Islam, Ed-2, Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra, Cet-1, 2001

Anda mungkin juga menyukai