Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan sumber dari segala hukum. Telah kita ketahui
bahwa Al-Quran di samping berisi tentang masalah keimanan, nilai-nilai
moral, juga berisi tentang beberapa hal yang terkait dengan masalah
hukum. Kurang lebih sepertiga ayat Al-Quran membicarakan masalah
hukum, baik yang terkait dengan hubungan antara manusia dengan Allah,
maupun hal-hal yang terkait dengan hubungan antar sesama manusia.
Di antara

hukuman yang disebutkan di dalam Al-Quran yang

pertama adalah hukuman atas pencuri sebagaimana firman Allah di dalam


Al-Quran

surat

al-Maidah

38-39.

Pencurian

dalam

hukum

islam

merupakan perbuatan tindak pidana yang berat hukumannya, jika


pencurian tersebut telah memenuhi syarat-syarat sesuatu yang dicuri.
Yang kedua adalah hukuman atas perampokan. Para perampokan
adalah orang-orang yang melakukan penyerangan tanpa memiliki suatu
landasan alasan (at-Tawiil). Oleh sebab itu, perampok juga disebut
pencurian dikarenakan perampokan adalah mengambil harta secara
sembunyi-sembunyi dari petugas keamanan pemerintah. Sedangkan
menanamkan perampokan dengan pencurian besar karena dampak
mudharatnya tidak hanya menimpa para pemilik harta yang dirampas
saja, akan tetapi juga menimpa semua masyarakat secara umum.
Dalam makalah ini kami akan mengupas lebih dalam tentang
pandangan islam mengenai hukum pencurian dan perampokan sesuai
dengan ayat Al-Quran, yaitu hukuman apa yang dikenakan bagi pelaku
pencurian dan perampokan menurut hukum islam, syarat-syarat apa saja
yang dapat dicuri dan dirampok, dan bagaimana penerapan hukuman
pencurian dan perampokan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pencurian dan perampokan?
2. Bagaimana hukuman bagi pencuri dan perampok?
1

3. Bagaimana syarat-syarat pencuri dan perampokan?


4. Bagaimana sudut pandang terhadap kasus pencurian?

C.
1.
2.
3.
4.

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengertian pencurian dan perampokan
Untuk mengetahui hukuman bagi pencuri dan perampok
Untuk mengetahui syarat-syarat pencuri dan perampokan
Untuk mengetahui sudut pandang terhadap kasus pencurian

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENCURIAN
1. Definisi Pencurian

Pencurian berasal dari kata curi artinya mengambil dengan diam-diam,


sembunyi-sembunyi

tanpa

diketahui

orang

lain.

Mencuri

berarti

mengambil milik orang lain secara tidak sah. Sementara itu, ada beberapa
definisi pencurian diantaranya sebagai berikut :
1) Wahbah Al-Zuhaili: Pencurian adalah mengambil hara milik orang
lain dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk
menyimpan secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi. Termasuk
dalam katagori mencuri adalah mencuri informasi dan pandangan
jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.1
2) Pencurian di dalam ketentuan KUHP Indonesia adalah perbuatan
mengambil suatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum.
3) Pencurian dalam Islam merupakan perbuatan tindak pidana yang
berat dan dikenakan hukuman potong tangan apabila harta yang
dicuri tersebut bernilai satu nisab pencurian.
Jadi pencurian adalah mengambil harta orang dari penyimpanannya
yang semestinya secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi dan tidak
dibenarkan dalam Islam. Di antara bentuk penggunaan kata ini adalah
istiraaqus

sami

(mencuri

dengar,

menyadap

pembicaraan)

dan

musaaraqatun nazhar (mencuri pandang).


Unsur atau syarat sembunyi-sembunyi yang diperhitungkan dan harus
terpenuhi disini adalah pada saat permulaan dan akhir aksi pengambilan
barang yang dicuri jika pencurian itu dilakukan pada saat siang hari
hingga waktu isya. Jadi, aksi pencurian yang dilakukan antara siang hari
hingga waktu isya maka hukumannya hadd potong tangan yaitu
pencurian yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi sejak awal sampai
akhir aksi. Tapi jika pencurian tersebut dialkukan di malam hari (setelah
isya) maka dihukum potongan tangan karena si pencuri tersebut
mengambil barang curiannya dengan cara sembunyi-sembunyi dan
terang-terangan.
1Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, (Bairut: Dar Al-Fikr, 1997), cet, ke-4,
jilid VII, hal. 5422.

2. Hukuman Pencurian
Sumber pokok yang menjadi landasan persyaratan hukuman hadd
tangan adalah
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(al-Maaidah:38.)
Apabila suatu kasus kejahatan pencurian terbukti kebenarannya, maka
yang sebenarnya harus dilakukan adalah menjatuhkan hukuman potong
tangan terhadap pelakunya, karena pencurian adalah sebuah kejahatan.
Apabila tidak sampai ada keharusan menjatuhinya hukum potong tangan,
maka hukuman yang dijatuhkan kepadanya dalah denda ganti rugi.
Ulama Hanfiyah berpendapat apabila barang yang dicuri telah hilang,
si pencuri tidak bisa dijatuhi hukuman denda dan hukuman potong tangan
sekaligus. Oleh karena itu, apabila si korban pencurian memilih untuk
mendenda si pencuri, maka si pencuri tidak dipotong tangannya, yakni
jika memang perkaranya belum diajukan kepada hakim. Apabila si korban
pencurian memilih supaya pencuri dipotong tangannya dan hukuman itu
pun dilaksanakan, maka si korban pencurian tidak boleh lagi mendenda si
pencuri tersebut. Karean Syaari (Allah SWT atau Rasulullah saw.) tidak
menyinggung-nyinggung masalah hukuman denda. Oleh karena itu, jika
sudah dijatuhi hukum potong tangan, maka tidak ada lagi suatu hukuman
yang lain.
Sementara ulama Malikiyah berpendapat apabila si pencuri adalah orang
yang mampu ketika menjalani hukum potong tangan, maka ia dijatuhi
hukum potong tangan sekaligus denda dikenai denda sebagai bentuk
pemberatan atas dirinya. Namun jika ia adalah orang yang tidak mampu,
maka ia tidak dikenai tuntutan untuk mengganti nilai barang yang dicuri
sehingga ia tidak dikenai denda akan tetapi ia hanya dijatuhi hukuman
potong tangan saja sebagai bentuk peringanan bagi dirinya karena ia

memiliki dalih untuk dimaklumi dikarenakan kondisinya yang miskin dan


butuh.2
Di pihak lain, ulama Syafiiyah dan ulama Hanabilah berpendapat seorang
pencuri dijatuhi hukum potong tangan sekaligus denda sehingga apabila
barangnya masih ada, maka dikembalikan kepada pemiliknya. Apabila
barangnya binasa di tangan si pencuri, ia harus menggatinya. Jika barang
itu termasuk kategori barang mitsli, ia harus mengganti dengan barang
yang sempurna. Apabila barang itu termasuk kategori barang qiimiy, maka
ia menggati nilainya, baik apakah si pencuri itu orang mampu maupun
orang miskin. Sebab dan motif masing-masing hukuman itu (potong
tangan dan denda) adalah berbeda. Keharusan hukuman denda ganti rugi
adalah hak adami dan keharusan hukum potong tangan adalah demi hak
Allah

SWT

sehingga

masing-masing

dari

keduanya

tidak

saling

menghalangi sama seperti diyat dan kafarat atau hukuman dan denda
ganti rugi nilai dalam kasus membunuh binatang buruan tanah haram
milik seseorang.3
Sementara itu, Imam Syafii dan yang lainnya mengatakan barang-barang
yang diberlakukan denda ganti rugi terhadapnya, maka barang itu
statusnya tidak bisa berubah menjadi hak milik orang yang didenda
sehingga hukum potong tangan dan denda bisa bisa dijatuhkan keduaduanya

karena

motif

masing-masing

hukuman

itu

berbeda

dan

penanggungan denda itu tidak disandarkan ke waktu pengambilan dan


pencuri.4
Pendapat yang raajiih dan jelas adalah pendapat ulama Syafiiyah dan
ulama Hanabilah dikarenakan sebab motif masing-masing dari hukuman
potong tangan dan hukuman denda itu adalah berbeda juga karena hadits
2Bidayatul Mujtahid, juz 2, hlm.442; Haasyiyah Ad-Dasuqi, hlm.346 dan berikutnya; Al-Qawaaniin
al-Fiqhiyyah, hlm.360.
3Al-Muhadzdzab, juz 2, hlm. 284; Al-Mughnii, juz 8, hlm. 270; Ghaayatul
Muntahaa, juz 3, hal. 334.
4Tkhriij Al-Furuu ala Al-Ushuul karya Az-Zanjani, hal. 107.
5

yang dijadikan sebagai sandaran ulama Hanafiyyah adalah hadits dhaif.


Berulang-ulangnya tindakan pencurian yang dilakukan.
Ulama sepakat dalam kasus pencurian pertama si pelaku potong
tangan kanannya. Apabila ia mencuri lagi, maka yang dipotong adalah
kaki

kirinya.

Selanjutnya,

para

ulama

berbeda

pendapat

seputar

pemotongan tangan kirinya jika ia melakukan pencurian untuk

ketiga

kalinya dan pemotongan kaki kanannya ketika ia melakukan pencurian


untuk yang keempat kalinya.
Hikmah di balik pemotongan tangan dan kaki adalah pelaku
pencurian dalam melakukan aksinya sangat mengandalkan kaki dan
tangannya, ia mengambil barang curian dengan menggunakan tangannya
dan ia berjalan dengan menggunakan kakinya karena itu anggota tubuh
yang dipotong adalah tangan dan kaki. Lalu mengapa pemotongan yang
dilakukan adlah dengan cara silang (tangan kanan, kemudian kaki kirinya)
yakni agar ia masih bisa mendapatkan fungsi organ tangan dan kaki,
hanya saja sudah tidak sempurna seperti semula.5

3. Syarat-Syarat yang harus Pencurian


Ada sejumlah syarat yang harus terpenuhi dalam sesuatu yang dicuri.
Syarat-syarat tersebut adalah:
1) Sesuatu

yang

dicuri

berupa

harta

yang

memiliki

nilai

(mutaqawwim)6
Yang dimaksud dengan nilai adalah sesuatu yang memiliki nilai yang
harus ditanggung untuk diganti oleh orang yang merusakkannya ketika ia
melakukan pelanggaran terhadapnya.
5Mughnil Muhtaaj, juz 4, hlm. 178.
6Al-Badaai, juz 7, hlm. 67; Al-Muhadzdzab, juz 2, hlm. 280 dan halaman
berikutnya; Al-Qawaaniin Al-Fiqhiyyah, hlm. 359; Ghaayatul Muntahaa, juz 3, hlm.
336.
6

2) Harta yang dicuri harus mencapai batas nishab pencurian


Tindak pidana pencurian baru dikenakan hukuman bagi pelakunya
apabila barang yang dicuri mencapai nishab pencurian. Seseorang yang
mencuri sesuatu yang remeh tidak dikenai hukuman potong tangan.
Selanjutnya, fuqaha berbeda pendapat seputar berapa kadar nishab
pencurian itu.
3) Sesuatu yang dicuri harus berupa sesuatu yang memang disimpan
dan di jaga
Jumhur

fuqaha

berpendapat

bahwa

salah

satu

syarat

untuk

dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahwa barang yang


dicuri harus tersimpan ditempat simpanannya dan di jaga.
4. Perbedaan Sudut Pandang dalam Menilai dan Menghargai
Tangan dalam Kasus Pencurian dan dalam Kasus Diyat
Tangan pencuri dipotong jika harta yang ia curi mencapai nilai
seperempat

dinar.

Sedangkan

dalam

kasus

penganiayaan

yang

mengakibatkan tangan korban lumpuh atau putus, pelaku penganiayaan


dikenakan denda ganti rugi separuh diyat yaitu lima ratus dinar. Di balik
perbedaan ini terkandung kemaslahatan dan hikmah yang sangat agung.
Dalam kedua kasus sangat berhati-hati menyangkut masalah harta dan
anggota tubuh. Di satu sisi, agama menetapkan pemotongan tangan
dalam kasus penmcurian seperempat dinar atau lebih, demi menjaga dan
melindungi harta sekaligus memandang hina, remeh dan rendah terhadap
tangan ketika tangan itu berlaku jahat dan hina (dengan digunakan untuk
mencuri). Di sisi lain, agama menetapkan diyat tangan pada saat tangan
itu dianiaya sebanyak lima ratus dinar, demi menjaga dan melidungi
tangan. Di waktu yang sama sebagai bentuk pengakuan terhadap
urgensitas tangan serta betapa berharganya anggota tubuh yang bernama
tangan itu ketika tangan itu adalah tangan yang mulia.7
B. PERAMPOKAN (HIRABAH)
7Alaamul Muwaqqiiin, juz 2, hlm. 63.
7

1. Definisi Perampokan
Perampokan
perampokan

adalah

suatu

(disebut

tindak

kriminal

perampokan)

dimana

mengambil

sang

pelaku

kepemilikan

seseorang/sesuatu melalui tindak kasar dan intimidasi. Karena sering


melibatkan kekasaran, perampokan dapat menyebabkan jatuhnya korban.
Sementara itu, ada beberapa definisi pencurian diantaranya sebagai
berikut :
1) Al-Hirabah atau penodongan dijalan raya, menurut Al-Quranulkarim,
merupakan suatu kejahatan yang gawat. Ia dilakukan oleh suatu
kelompok atau seorang bersenjata yang mungkin akan menyerang
musafir atau orang yang berjalan di jalan raya atau di tempat
manapun

kekerasan

bila

korbannya

berusaha

lari

mencari

pertolongan. Al-Quranulkarim menyebutkan suatu peperangan


melawan rasul-Nya dan merupakan suatu usaha menyebar luaskan
kerusahan didunia.
2) Perampokan dalam tinjauan Hukum Pidana /KUHP
Dalam Pasal 362 KUHP dikatakan pengambilan suatu barang, yang
seluruh atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian. Dengan
demikian perampokan dapat dikatakan sebagai pencurian atas suatu
barang.
Ketentuan pidana terhadap delik perampokan menurut Hukum positif
(KUHP) adalah berupa hukuman penjara yang lamanya disesuaikan
dengan bentuk delik yang dilakukan, maksimal 20 tahun penjara, atau
seumur hidup atau pidana mati, tetapi hukuman mati jarang diterapkan
karena

masih

mempunyai

banyak

peran

kontroversi

penting

dalam

para

ahli

hukum.

menentukan

Disini

hukumannya,

hakim
baik

mengenai berat ringannya maupun lamanya.


Berdasar pada Hukum positif (KUHP) perampokan dikategorikan dalam
delik pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam pasal 365 KUHP
yaitu pencurian yang didahului, disertai, diikuti dengan kekerasan yang
8

ditujukan pada

orang

dengan

tujuan

untuk

mempermudah

dalam

melakukan aksinya.8
2. Hukuman Perampokan
Al-Quranulkarim

menjelaskan

bahwa

perampokan

itu

merupakan

kejahatan besar, dan hukumnya adalah:


sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan Rosul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah
dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bersilang (tangan kanan dan tangan kiri), atau dibuang dari negeri
(tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan
untuk mereka di dunia, sedangkan di Akhirat (kelak) mereka boleh siksaan
yang besar.9
Sewaktu menjelaskan sebab-sebab turunnya (Asbab Al-Nuzul) ayat ini,
imam bukhari meriwayatkan bahwa beberapa orang dari suku ukul datang
menghadap Nabi SAW di Madinah berpura-pura bahwa mereka ingin
memeluk Islam. Meraaka mengeluh kepada Nabi SAW bahwa cuaca di
Madinah tak cocok bagi mereka sehingga mereka mengalami gangguan
kesehatan. Kerana itu Nabi memerhatikan agar mereka dibawa keluar
Madinah untuk tinggal ditempat lebih baik bagi mereka dan minum susu
dari sapi milik Negara.
Mereka membunuh pemeliharannya dan melarikan diri dengan
membawa serta sapi tersebut. Ketika masalah itu dilaporkan kepada Nabi
SAW, Beliau SAW memerintahkan agar mereka dikejar dan dibawa
kembali. Dan wahyu ini (surat Al-Maidah (5), ayat 33) diturunkan pada
saat ini.
Oleh karena itu perampokan adalah orang yang menggunakan
kekerasan (bersenjata) terhadap orang-orang yang tak berdosa dan tak
8http://fendygoo.blogspot.co.id/2015/01/makalah-perampokan.htmldiakses pada tanggal
14 Maret 2016 jam 14:00

9QS 5/Al-Maidah:33
9

mempunyai rasa permusuhan terhadap mereka sebelumnya. Beratnya


tindak perampok ini tetap sama apakah ia dilakukan di sebuah kota, desa
atupun dipadang pasir, dan koraban tiada berdaya, tidak memperoleh
pertolongan atau dilarang berteriak tolong.
Inilah bentuk perampokan yang sempurna menurut imam Malik, tetapi
Iman Abu Hanafi berbeda pendapat darinya dalam hal ini bahwa jika
tindakan

semacam

itu

dilakukan

dikota,

maka

ia

tak

termasuk

perampokan. Para perampok itu mungkin lelaki ataupun perempuan


sepanjang mereka sadar, sehat ingatan, dan dewasa. Begitu mereka
mengaku melakukan kejahatan itu, atau kalau kedua orang saksi muslim
dewasa memberikan bukti atas perbuatan mereka, sekalipun andaikan
saksi itu adalah mereka yang menjadi korban, maka hukuman (bagi si
pelaku) harus dijatuhkan.
Al-Quranulkarim menyatakan bahwa kecuali orang-orang yang bertaubat
(diantara mereka) sebelumkamu dapat menguasai (menangkap)mereka;
maka

ketahuilah

bahwasanya

Allah

Maha

Pengampun

lagi

Maha

penyayang.10
unsur

apa saja yang sebenarnya merupakan perampokan atau

Hirabah berbeda bagi satu ulama terhadap yang lainnya. Menurut Imam
Malikk, perampokan dapat dilakukan baik di kota maupun di luar kota.
Tetapi Imam Abu Hanifah berkata bahwa bukan peampokan kalau ia
dilakukan dalam kota, karena ada pihak berwenang yang akan melindungi
warganya. Ulama yang lain mengatakan sama saja halnya apakah ia
diakukan di dalam atau di luar kota, asalkan ia menggunakan kekerasan.
Sedangkan Imam Syafii menjelaskan bahwa bila pihak yang berwenang
lemah, tak dapat menolong atau melindungi warganya, maka perampokan
bersenjata mungkin saja terjadi di dalam kota. Para ulama telah pula
menjelaskan tindakan Hirabah dengan beberapa kategori berikut:
1. Perampokan yang hanya dapat membunuh tetapi tak dapat
bmembawa rampasannya. Tetap dianggap merampok.
10Ibid., ayat 34
10

2. Kalau mereka membunuh dan membawa serta harta korbannya,


inilah perampokan yang lengkap.
3. Jika mereka merampas harta dengan menggunakan kekerasan tetapi
tidak membunuh.
4. Bahkan sekalipun mereka hanya menakut-nakuti tanpa memeksa
merampok, namun ia tetap dianngap merampok.
semua ulama sepakat bahwa bilaman seorang perampok membunuh
dengan maksud merampok dan merampas harta, maka dia harus di bunuh
karena kejahatan itu, lalu disalib. Tetapi bila dia membunuh dan tak dapat
membawa rampasannya, maka dia harus di bunuh tanpa salib. Sedangkan
kalau dia membawa hsrts rampasan itu dengan menggunakan kekerasan
tetapi tidak membunuh, maka tangan dan kakinya harus dipenggal
bersilang. Namun seandainya dia hanya menakuti-nakuti dengan tujuan
merampok tetapi tidak (berhasil) membawa harta tersebut, maka dia tidak
dibunuh karena perbuatannya itu melainkan harus dibuang. Selama ulama
sependapat bahwa sipelaku tidak boleh dikenal jika tidak membunuh
korbannya.
Hukuman-hukuman tersebut diatas juga dapat diterapkan terhadap
wanita yang merampok, dengan pengecualian bahwa dia tak boleh di
asingkan karena hal ini dapat mengakibatkan mereka mlakukan perzinaan
yang merupakan pelanggaran yang lebih menarikan.
Para Hakim memiliki kebebasan untuk menetapkan setiap hukuman
tersebut di atas dalam kasus perampokan dengan merampas harta tanpa
membunuh maupun unuk menakut-nakuti korban.
Al-Dasuqi, seorang ulama Mazhab Maliki yang besar, mengatakan
bahwa seandainya seseorang memaksa wanita dengan menggunakan
kekerasan,

maka tindakan itu dapat

dianggap sebagai melakukan

Hirabah.
3. Syarat -Syarat Perampokan yang Bisa Dijatuhi Hukuman
Untuk menjatuhkan hukuman kepda pelaku Hirabah terdapat beberapa
syarat, yaitu:
11

1.

pelaku Hirabah Orang Mukallaf


Mukallaf adalah syarat untuk dapat ditegakkan suatu had padanya.

Kemudian

mukallaf adalah orang yang telah dewasa

(baligh) dan berakal. Ini merupakan persyaratan umum yang yang berlaku
untuk semua jarimah, sesuai dengan hadits Nabi yang telah diriwayatkan
oleh imam Ahmad dan Abu dawud.
Dari Aisyah ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW, Dihapuskan
ketentuan dasri tiga hal yaitu orang tidur sampai ia terbangun, dari orang
gila sampai ia sembuh dari anak kecil sampai ia tumbuh dewasa (HR.
Ahmad, Abu Dawu, Nasai, ibn Majah dan Hakim)
Ini artinya anak kecil dan orang gila tidak bisa dianggap sebagai
pelaku hirabah yang mendapat had, walaupun ia terlibat sekalipun dalam
sindikat hirabah. Karena anak kecil dan ornag gila tidak bis dijatuhi
hukuman (had) menurut hukum syara.
Di samping itu, Imam Abu Hanifah juga mensyaratkan pelaku
hirabah harus laki laki dan tidak boleh perempuan. Dengan demikian,
apabila di antara mereka pelaku hirabah terdapat perempuan maka ia
tidak

dikenakan

hukuman

had.

Akan

tetapi,

Imam

Ath

Thahawi

menyatakan bahwa perempuan dan laki laki dalam tindakan pidana ini
sama statusnya. Dengan demikian, perempuan yang ikut serta dalam
melakukan perampokan tetap harus dikenakan had. Menurut Imam Malik,
Imam Syafii, Imam Ahmad, Zhahiriyah dan Syiah Zaidiyah, perempuan
yang turut serta melakukan perampokan tetap harus dikenakan hukuman.
Sedangkan menurut kami dengan mengambil pendapat terkuat dan
terbanyak, maka hukum hirabah juga berlaku bagi seorang perempuan.
Terkadang seorang perempuan ada yang kuat seperti halnya kaum lakilaki dalam mengatur siasat kejahatan, dan melancarkan tindakan jahat.
Dengan demikian hukuman hirabah tidak membedakan antara pelaku lakilaki dan perempuan seperti hanya dalam jarimah yang lainnya.
2.

Lokasi Hirabah Jauh Dari Keramaian.


12

Ini bisa di mana saja, seperti di pedesaan, pegunungan, dataran


luas, atau di tengah laut. Bisa pula terjadi di dalam kendaraan yang
sedang melaju di luar kota, seperti pembajakan di dalam kereta api,
pesawat terbang, kapal laut, atau bus. Bila yang demikian terjadi di dalam
kota, di salah satu tempat saja, maka tidak dikategorikan sebagai
perampokan yang dapat dikenai had. Akan tetapi, jika sekelompok orang
sengaja

menyerang

seluruh

wilayah

di

sebuah

kota,

membunuh,

merampas harta benda, atau mengadakan teror-teror di jalanan, maka


dapat dikategorikan sebagaimuharibin.
3.

Pelaku Hirabah Membawa Sejata


Untuk dapat menjatuhkan hadd hirabah disyaratkan pula bahwa

dalam melancarkan hirabah pelakunya terbukti membawa senjata.Karena


senjata itulah yang merupakan kekuatan yang diandalkan olehnya dalam
melancarkan hirabah. Bila ia tidak membawa senjata maka tindakannya
tak bisa dikatakan hirabah. Mengenai jenis senjata yang digunakan para
ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Syafii, Malik, Hambali, Abu
Yusuf, Abu Tsaur dan Ibn Hazm mengatakan bahwa tindakannya dihukumi
hirabah meskipun hanya bersenjatakan batu, tongkat ataupun cemeti.
Karena dalam tindakan hirabah tidak ada ketentuan mengenai jenis
senjata.Sedangkan menurut Abu Hanifah mengatakan bahwa tindakan
yang hanya bersenjatakan tongkat, batu dan cemeti tidak dihukumi
sebagai tindakan Hirabah.
4.

Tindakan Hirabah Secara Terang-Terangan


Termasuk syarat hirabah yang harus dihadd. Mereka datang secara

terang-terangan dan mengambil harta benda dengan cara paksa. Apabila


mereka mengambil harta benda dengan sembunyi-sembunyi, maka bukan
termasuk muharibin, melainkan pencuri.

13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pencurian berasal dari kata curi artinya mengambil dengan diam-diam,
sembunyi-sembunyi

tanpa

diketahui

orang

lain.

Mencuri

berarti

mengambil milik orang lain secara tidak sah. Jadi pencurian adalah
mengambil harta orang dari penyimpanannya yang semestinya secara
diam-diam dan sembunyi-sembunyi dan tidak dibenarkan dalam Islam.
Hukum pencurian laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (al-Maaidah:38.). salah satu syarat pencurian adalah sesuatu
yang dicuri berupa harta yang memiliki nilai (mutaqawwim), dan
perbedaan sudut pandang dalam kasus pencurian adalah terkandung
kemaslahatan dan hikmah yang sangat agung. Dalam kedua kasus sangat
berhati-hati menyangkut masalah harta dan anggota tubuh.
Perampokan

adalah

suatu

tindak

kriminal

dimana

sang

pelaku

perampokan mengambil kepemilikan seseorang/sesuatu melalui tindak


kasar dan intimidasi. Sementara itu menurut Al-Quranulkarim merupakan
suatu kejahatan yang gawat. Hukuman perampokan adalah sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rosul-Nya
dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah dibunuh atau disalib atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang (tangan kanan dan
tangan kiri), atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia,
sedangkan di Akhirat (kelak) mereka boleh siksaan yang besar dan
adapun salah satu syarat perampokan yang bisa diajtuhi hukuman adalah
pelaku hirabah orang mukallaf (orang yang telah dewasa).
B. Saran

14

Dengan penulisan makalah ini dapat dijadikan acuan bahwa pencurian


dan perampokan dalam Islam perbuatan yang jahat dan tidak dibenarkan
dalam ajaran Islam. Demikian makalah yang saya susun, pastilah dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka
dari itu saya mengharap kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan

makalah

ini.

Akhirnya

bermanfaat bagi kita. Amin.

15

semoga

makalah

ini

dapat

Anda mungkin juga menyukai