Anda di halaman 1dari 14

SABAR DAN QANAAH DALAM MAQAMAT TASSAWUF

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tassawuf

Dosen Pengampu: Dr. Widiastuti, M.Ag

Disusun Oleh :

Rizkia Dwi Yuliastuti (1607026061)

Shelly Riziyatul Mubarokah (1607026066)

Fafa

Fika

PRODI GIZI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan makalah Sabar dan Qanaah dalam Maqamat Tassawuf untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akhlak Tassawuf pada semester 4 tahun 2018.

Makalah ini berisi tentang pengertian-pengertian maqamat, macam-macam maqamat


terutama mengenai materi sabar dan qanaah secara mendalam. Kami telah berusaha semaksimal
mungkin untuk menyelesaikan tugas ini dengan segenap kemampuan kami. Namun, Penulis
menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan masih jauh dari kata sempurna baik
bentuk, isi maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca demi perbaikan makalah kami di masa yang akan datang.

Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua untuk menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan kita, serta agar dapat dijadikan sebagai media pembelajaran
terutama pada mata kuliah akhlak tassawuf. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Amin

Semarang, 26 Mei 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang......................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................5
1.3 Tujuan...................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian maqamat dalam tassawuf....................................................................6

2.2 Maqamat Sabar dalam tassawuf...........................................................................6

2.3 Maqamat Qanaah dalam tassawuf.......................................................................12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................

3.2 Saran......................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

4
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian maqamat dalam tassawuf ?


1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Maqamat Sabar dalam tassawuf ?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan Maqamat Qanaah dalam tassawuf ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian maqamat dalam tassawuf


1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Maqamat Sabar dalam tassawuf
1.3.3 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Maqamat Qanaah dalam tassawuf

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Maqamat dalam Tassawuf

Kata maqam, dengan fathah pada huruf mim, makna asalnya adalah tempat
berdiri. Sedangkan muqoam, dengan dhamah huruf mim, adalah tempat mendirikan
(maudi’ al-iqamah). Tetapi terkadang kedua kata tersebut memiliki makna yang sama,
yaitu mendirikan dan berdiri. Yang dimaksud berdiri (qiyam) disini adalah suatu keadaan
bertambah lebih baiknya seorang hamba karena sifat-sifat yang dihasilkannya melalui
riyadhah dan ibadah.1

Maqamat merupakan bentuk jamak dari maqam. Secara etimologi, maqam


mengandung arti kedudukan,dan tempat berpijak telapak kaki. Sementara itu dalam
pengertian terminologi, istilah maqam mengandung pengertian kedudukan, posisi,
tingkatan, atau kedudukan tahapan hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah. Jadi,
maqam sering dipahami oleh para sufi sebagai tingkatan seorang hamba di hadapan-Nya,
dalam hal ibadah dan latihan-latihan (riyadhlah) jika yang dilakukannya.2

2.2 Maqamat Sabar dalam Tassawuf


Menurut Khawajah Anshari, sabar adalah menahan diri keluhan-keluhan yang
disertai kecemasan (jaza’) dalam batin. Jadi, berdasarkan definisi ini, shabr adalah tidak
menampakkan kecemasan dalam batin dan tidak mengeluh atas perkara-perkara yang tak
disenangi.3 Dengan kata lain, sabar berarti tabah menjalani penderitaan dan nestapa
ketika menghadapi berbagai kejadian yang sulit untuk dihadapi dan sulit untuk dihindari.4

Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah mengemukakan, sabar adalah menahan


jiwa untuk tidak berkeluh kesah, menahan lisan untuk tidak meratap dan menahan
untuk tidak menampar pipi, merobek baju dan sebagainya. Sedangkan Achmad

1
Zaprulkhan, Ilmu Tassawuf Sebuah Kajian Tematik, ( Jakarta : Raja Grafindo Pers, 2016) hlm 42
2
Samsul Munir, Ilmu Tassawuf, (Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2015) hlm 47
3
Imam Khomeini, Ihsan Ilahi, terj. M. Ilyas (Jakarta : Pustaka Zahra, 2004), hlm. 295.
4
Muhammad Fethullah Gulen, Key Concepts in The Practice of Sufism (New Jersey : Light, 2006), hlm. 42.

6
Mubarok mendefinisikan sabar sebagai tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi
godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan.5

2.2.1 Macam-macam Sabar

Adapun Kesabaran, jika dilihat dari objeknya, dapat dibagi menjadi beberapa
macam sebagai berikut:
a. Sabar dalam melaksanakan ketaatan. Maksudnya, sabar dalam memikul kewajiban
ibadah kepada Allah SWT.
b. Sabar dalam menghindari kemaksiatan. Maksudnya, sabar ketika menghadapi berbagai
jalan menuju dosa yang sangat menarik bagi hawa nafsu.
c. Sabar dalam menghadapi berbagai ujian baik dari bumi maupun dari langit. Kesabaran
jenis ini menurut sikap ridha terhadap qadha’ dan takdir Allah SWT.
d. Sabar dalam menempuh jalan istiqamah dan menjaganya tanpa mengubah atau
mencari alternatif lain, ketika menghadapi berbagai bentuk fitnah dunia.
e. Sabar melewati hidup yang membutuhkan waktu.
f. Sabar menghadapi kerinduan pada perjumpaan dengan Allah ketika perintah-Nya,
“Kembalilah” terjadi. (QS Al-Fajr [89] : 28 ). 6

Sedangkan sabar juga terbagi menjadi enam jika ditilik dari bentuk dan
perwujudan, sebagai berikut :

a. Sabar lillah. Maksudnya, mengetahui bahwa Allah ta’ala. Ini adalah sabar tingkat
pertama.
b. Sabar ‘alallah. Maksudnya, tidak terburu-buru ketika menghadapi berbagai bentuk
tajalliyat (manifestasi) keindahan dan keagungan Allah SWT dengan berkata: “Demi
Allah dalam segala sesuatu terdapat rahasia dan hikmah”.
c. Sabar Fillah. Maksudnya, keselarasan antara “keperkasaan” dan “kelembutan” di
jalan menuju Allah (Maksudnya, tidak membeda- bedakan antara nikmat dan
musibah). Kesabaran jenis ini memiliki keistimewaan tertentu sehingga mengungguli
jenis-jenis kesabaran yang lain.

5
Ahmad Mubarok, Psikologi Qur’ani, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 73.
6
Ibid, hlm. 191-192.

7
d. Sabar ma’allah. Maksudnya, tetap bersama Allah SWT sembari menjaga semua
rahasia maam yang ia diami, yaitu maam al-ma’iyyah (kebersamaan dengan Allah)
dan al-qurb (kedekatan dengan Allah).
e. Sabar ‘anillah. Maksudnya, kesabaran para perindu hakikat, yaitu mereka yang selalu
tabah menanggung nikmatnya berhubungan dengan Allah, karena harus tetap berada
di tengah makhluk.7

2.2.2 Membiasakan Sikap Sabar

Al-Quran menggambarkan beberapa cara untuk membiasakan sikap sabar,


antara lain adalah dengan:
 Menanamkan keyakinan adanya balasan yang baik bagi orang-orang yang
sabar. Keyakinan semacam ini merupakan sesuatu hal yang sangat penting
membantu seseorang agar dapat bersifat sabar. Dalam hal ini Abu Thalib
al-Makky, mengatakan bahwa penyebab utama kurangnya kesabaran
seseorang itu adalah akibat lemahnya keyakinan akan adanya balasan yang
baik bagi orang-orang yang sabar.
 Mengingatkan bahwa orang yang paling dekat dengan Allah pun, seperti
nabi dan rasul senantiasa memperoleh cobaan, bahkan bentuk cobaannya
lebih berat lagi dibandingkan dengan kebanyakan manusia,
 Menanamkan keyakinan adanya kemudahan setelah kesusahan, dan janji-
janji Allah tersebut sebagai suatu kepastian. Misalnya firman Allah: QS.
al-Insyirah [94]: 5-6.
 Menanamkan kesadaran, bahwa manusia itu milik Allah. Dialah yang
memberi kehidupan, gerak, perasaan, pendengaran, penglihatan, hati, dan
sebagainya, serta menganugerahkan kepadanya segala nikmat yang ada
pada dirinya berupa harta, anak, keluarga, dan sebagainya. (QS. [16]: 53).
 Mengingatkan adanya sunnatullah atau hukum alam yang berlaku di dunia
ini seperti dalam firman-Nya (QS. [3]: 140). Dalam al-Quran, antara lain
dikemukakan: “Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan (tiada
pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh

7
Muhammad Fethullah, op.cit., hlm. 191-192.

8
Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu…”
 Menanamkan keyakinan tentang Qada dan Qadar Allah yang tidak
mungkin dapat dihindari. (QS. [57]: 22-23).8

2.2.3 Perintah untuk Bersabar


Perintah untu bersabar misalnya terdapat pada firman Allah QS. Al-
Ahqaf (46): 35

Artinya :
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati
dari Rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan
(azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada
mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada
siang hari. (inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan
melainkan kaum yang fasik”.

Perintah untuk bersabar, sangat banyak di dalam al-Qur‟an, misalnya

pada QS. (2): 153


“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.9

8
Zaprulkhan, Ilmu Tassawuf Sebuah Kajian Tematik, ( Jakarta : Raja Grafindo Pers, 2016) hlm 45

9
2.2.4 Hikmah bagi Orang yang Bersabar
Diantaranya hikmah bagi orang-orang yang bersabar antara lain sebagai
berikut:
 Pujian Allah terhadap orang-orang yang sabar Allah memuji orang-orang
yang benar dalam keimanannya, QS. Al-Baqarah: 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-
orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati
janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”

 Allah mencintai orang yang sabar, QS. Al-Imran: 146:


“Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi
lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu
dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang
yang sabar.”
 Mendapat ampunan dari Allah, QS. Hud: 11: 11
“kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan
amal-amal saleh; mereka itu memperoleh ampunan dan pahala yang
besar.”
 Mendapat martabat yang tinggi di surga QS. 10: 9

9
Ayat-ayat lain yang serupa mengenai perintah untuk bersabar, diantaranya terdapat pada QS.3 : 200 , 16 : 127 , 8
: 46 , 10 :109 , 11 : 115

10
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal
saleh, mereka diberi petunjuk Tuhan mereka karena keimanannya, di
bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh
kenikmatan.10

2.3 Qanaah dalam maqamat tassawuf

10
Zaprulkhan, Ilmu Tassawuf Sebuah Kajian Tematik, ( Jakarta : Raja Grafindo Pers, 2016) hlm 47

11
12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Kami menyadari makalah yang kami buat sangatlah jauh dari kata sempurna,
kritik dan saran dari pembaca sangatlah bermanfaat bagi kami sebagai pemakalah,
agar pembuatan makalah kami yang selanjutnya menjadi lebih baik serta menjadikan
kami lebih memahami dan menguasai terhadap materi makalah yang kami
sampaikan.
DAFTAR PUSTAKA

Fethullah Gulen, Muhammad. 2006. Key Concepts in The Practice of Sufism. New Jersey :
Light. hlm. 42.
Khomeini, Imam. 2004. Ihsan Ilahi, terj. M. Ilyas. Jakarta : Pustaka Zahra. hlm. 295.
Mubarok,Ahmad. 2001. Psikologi Qur’ani.Jakarta: Pustaka Firdaus. hlm. 73.
Munir,Samsul. 2015. Ilmu Tassawuf. Jakarta : Remaja Rosdakarya. hlm 47
Zaprulkhan. 2016. Ilmu Tassawuf Sebuah Kajian Tematik. Jakarta : Raja Grafindo Pers. hlm
42

Anda mungkin juga menyukai