Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PELUANG DAN TANTANGAN ADVOKAT SYARI’AH


Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keadvokatan
Dosen Pengampu:
Eman Sulaeman

Disusun oleh :
Sani Muhammad Asnawi (1702046103)
Umi Latifah (1702046104)
Siti Nur Hidayah (1702046105)
Novi Arisa Fitri (1702046106)

PROGRAM STUDI ILMU FALAK


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan jasa advokat semakin meningkat. Kasus-kasus hukum
yang dahulunya tidak pernah ada penindakan kini terungkap satu-persatu secara
transparan di hadapan publik. Indonesia sebagai Negara hukum, menempatkan
hukum sebagai garda terdepan dalam menciptakan keadilan dalam masyarakat,
tanpa kesadaran bersama cita-cita Negara hukum tidak akan tercapai, tentunya
untuk mendukung terwujudnya nilai-nilai keadilan dalam masyarakat dibutuhkan
lembaga-lembaga yang bertugas melaksanakan dan menjaga terlaksananya tertib
sosial, dan di antaranya adalah empat komponen penjaga dan penegak hukum di
Republik Indonesia, antara lain adalah; hakim, polisi, jaksa dan advokat. Seiring
dengan diundangkannya UU Nomor 18 Tahun 2003 semakin membuka peluang
sarjana syari’ah untuk berkiprah dalam dunia advokasi baik non litigasi maupun
litigasi. Maka dibutuhkan desain pendidikan di Fakultas Syariah di lingkungan
PTAI yang menyelenggarakan pendidikan kesyariahan atau hukum secara umum,
ditantang agar memperkuat basik kurikulum dalam rangka merespon dinamika
sistem hukum dan sistem ketatanegaraan yang berkembang secara secepat.
Sehingga pendidikan hukum yang diselengarakan oleh PTAI mampu menjawab
kebutuhan penyediaan SDM bidang hukum yang berkualitas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tantangan bagi lulusan syariah dalam keadvokatan?
2. Bagaimana peluang lulusan syariah dalam keadvokatan?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tantangan Bagi Sarjana Syari’ah
Advokat yang berlatar belakang pendidikan syariah merupakan sesuatu
hal yang baru dalam perjalanan profesi advokat di Indonesia. Sarjana syariah
mendapatkan legalitas formal pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa “Yang
dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan
tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang
dilaksanakan oleh organisasi advokat.” Dalam penjelasan pasal tersebut diperjelas
maksud latar belakang pendidikan tinggi hukum yaitu lulusan fakultas hukum,
fakultas syari’ah, perguruan tinggi hukum militer dan perguruan tinggi ilmu
kepolisian.1
Berdasarkan UU baru tersebut sarjana syari’ah mempunyai peluang besar
untuk melebarkan sayapnya dikancah hukum, bukan hanya di pengadilan agama
saja tapi bisa juga di pengadilan negeri. Dengan adanya peluang yang lebar
tersebut banyak juga tantangan yang harus dihadapi, tantangan tersebut bukan
hanya dari faktor internal tapi dari eksternal juga.
1. Faktor Internal2
a. Kewajiban melaksanakan sumpah
Faktor Internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
advokat itu sendiri yang tidak mempunyai keinginan untuk memasuki
profesi advokat. kewajiban melaksanakan sumpah sebagaimana yang
diamatkan dalam undang-undang advokat. Lulusan sarjana syariah merasa
“takut” melaksanakan sumpah dikarenakan lafal dari sumpah tersebut.
Tidak menjalankan segala apa yang telah disumpahkan berarti telah
melakukan pengingkaran terahap isi sumpah yang telah diucapkan.
b. Anggapan dan cemooh masyarakat

1
Muslim Zainuddin, Peluang Dan Tantangan Sarjana Syariah Dalam Menggeluti Profesi Advokat
Pasca Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003: Studi Kasus Di Banda Aceh Dan Aceh Besar,
Petita, Volume 1 Nomor 1, (Banda Aceh : Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry, 2016), hlm. 118.
2
Ibid. hlm. 120-123.

2
Adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa dunia advokat
penuh dengan retorika palsu, membela yang salah dan membenarkan yang
seharusnya dianggap bertentangan dengan hati nurani. Seorang advokat
yang memiliki background pendidikannya syariah mendampingi dan
membela kasus-kasus tercela seperti pencabulan, pemerkosaan, pencurian,
akan menjadi cemoohan masyarakat. Tidak layak perbuatan yang
demikian itu diberikan pendampingan dan pembelaan di persidangan,
karena yang melakukan perbuatan tersebut harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan berbagai anggapan-
anggapan sinis lainnya yang menjurus kepada melemahkan sarjana
syariah.
Padahal tujuan advokat untuk menjadi penasehat hukumnya adalah
supaya mendapatkan perlindungan yang baik dan tidak diperlakukan
secara unprosedural. Tidak semua orang dapat mengetahui aturan hukum
yang berlaku bila seseorang tersangkut dengan hukum. Profesi advokat
adalah profesi yang mulia (officium nobile), karena mewajibkan
pembelaan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang ras,
warna kulit, agama, budaya, sosiologi ekonomi kaya atau pun miskin,
gender dan ideology.3
c. Komunikasi terhadap klien
Tidak mampu berkomunikasi dengan baik termasuk salah satu
hambatan yang dihadapi oleh alumni fakultas syariah. Hambatan ini
merupakan suatu kewajaran, karena dalam profesi advokat dituntut untuk
mahir berkomunikasi secara baik dan sistematis dalam memberikan
advokasi hukum kepada para klien yang membutuhkan jasa advokat.
2. Faktor Eksternal4
a. Kurikulum Fakultas

3
Ismantoro, Memahami Berbagai Etika Profesi dan Pekerjaan , (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2011), hlm. 44.
4
Muslim Zainuddin, Peluang Dan Tantangan Sarjana Syariah Dalam Menggeluti Profesi Advokat
Pasca Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003: Studi Kasus Di Banda Aceh Dan Aceh Besar,
Petita, Volume 1 Nomor 1, (Banda Aceh : Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry, 2016), hlm. 123-129.

3
Kurikulum yang diajarkan di fakultas syariah masih sangat jauh dari
kurikulum yang diajarkan di fakultas hukum. Hampir semua ilmu yang
seharusnya dimiliki oleh seorang advokat diajarkan oleh fakultas hukum.
Kurikulum yang berkenaaan dengan kepengacaraan di fakultas syariah
belum diajarkan secara merata di setiap jurusan.
b. Koordinasi Fakultas dengan kantor Advokat
Kurangnya koordinasi antara fakultas syariah dengan kantor-kantor
advokat yang menyediakan tempat pemagangan untuk mahasiswa-
mahasiswa fakultas syariah. Akibatnya, banyak alumni fakultas syariah
setelah lulus tidak mengetahui pengalaman praktis profesi advokat dan
akan kesulitan mencari tempat pemagangan.
c. Mindset masyarakat terhadap Financial Advokat
Dalam hal pemasukan sangat ditentukan oleh penanganan kasus-
kasus yang diselesaikannya. Advokat suatu pekerjaan swasta yang
pendapatannya tergantung pada jasa hukum (law advice) yang diberikan
kepada masyarakat yang membutuhkannya. Income tiap bulannya
ditentukan oleh banyaknya klien yang datang. Semakin banyak perkara
yang ditanganinya, pendapatan setiap bulannya semakin meningkat, begitu
juga sebaliknya, pendapatannya akan berkurang bila masyarakat tidak
memintanya sebagai pemberi jasa/advice hukum. Begitulah Mindset
masyarakat dan menggap secara financial, PNS telah memiliki kepastian
income disbanding advokat.
d. Kurangnya Sosialisasi di ranah Fakultas Syariah
Sosialisasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat masih sangat kurang di tingkat fakultas syariah. Akibatnya,
tidaklah mustahil setelah menamatkan pendidikannya tidak terbesit dalam
fikirannya untuk masuk ke dalam profesi advokat. Oleh karena itu,
sosialisasi sebuah produk perundang-undangan kepada setiap kalangan
masyarakat mutlak diperlukan agar masyarakat mengetahui ketentuan-
ketentuan yang baru disahkan. Pengetahuan hukum di setiap lapisan
masyarakat belum tentu sama. Apalagi di daerah-daerah yang sangat sulit
untuk mengakses informasi,

4
B. Peluang Advokat Syariah5
1. Peluang terbesar bagi para sarjana syar'iah adalah pengakuan umum di
masyarakat tentang tingginya integritas moral para sarjana syari'ah. Ini
merupakan modal utama bagi sarjana syari'ah untuk terjun ke dunia hukum
yang tengah babak-belur oleh praktek-praktek tak terpuji yang dilakukan
oleh para penegak hukum sendiri. Praktek korupsi dan mafia peradilan
menjadi panorama rirnba hukum kita.
2. Dengan telah terbentuknya Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia (APSI)
pada tahun 2002 lalu. Organisasi ini memiliki arti penting bagi
pengembangan kualitas para sarjana syari'ah. Di tempat inilah para sarjana
syari'ah dengan tanpa rasa canggung dan malu untuk menempa diri guna
mempersiapkan diri menjadi advokat. Adanya asosiasi ini juga berperan
besar bagi lancarnya komunikasi antar sarjana syari'ah di seluruh Indonesia
serta terjalinnya ukhuwah diantara mereka.
3. Peluang terakhir bagi sarjana syariah untuk menjadi advokat adalah jaminan
hukum dari Undang-Undang Advokat, bahwa para sarjana syari'ah berhak
menjadi advokat yang dapat beracara disemua lembaga peradilan. Satu hal
yang tak kalah penting adalah disyaratkannya magang selama 2 tahun
berturut-turur di kantor advokat bagi semua calon advokat. Hal ini
merupakan peluang emas yang dapat kita manfaatkan semaksimal mungkin
untuk menempa kualitas terutama memperdalam penguasaan hukum positif
para sarjana syari'ah.

BAB III

5
Abdul Rohman Lubis, Tantangan Sarjana Hukum Islam (Shi) Menjadi Advokat Menurut Undang-
Undang N0.18 Tahun 2003 (Studi Kurikulum Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN SyarifHidayatullah
Jakarta), Skripsi, 2006, hlm. 56-58.

5
PENUTUP

A. Simpulan
Faktor yang menyebabkan kurangnya lulusan sarjana syariah memasuki
profesi syariah disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
disebabkan oleh pribadinya, sementara faktor eksternal disebabkan oleh karena
adanya faktor lain di luar pribadi. Adapun yang menjadi faktor internal adalah
tidak berani melaksanakan sumpah profesi advokat yang diwajibkan oleh undang-
undang advokat dan tidak menerima celaan terhadap dirinya karena membela
/orang-orang yang salah, seperti melakukan pencabulan, dll. Sedangkan faktor
eksternal sarjana syariah tersebut dikarenakan kurikulum yang tersedia di fakultas
syariah kurang mendukung profesi syariah, kurangnya koordinasi fakultas syariah
dengan lembaga-lembaga lain, kurangnya financial bagi dirinya sendiri karena
pendapatannnya yang tidak menentu, mindset masyarakat yang menyatakan
bahwa profesi satu-satunya adalah Pegawai Negeri Sipil dan kurangnya sosialisasi
UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat kepada semua kalangan.
Muara terbesar dari tantangan yang harus segera di hadapi oleh para
advokat syari'ah adalah masih kuatnya setigma negatif tentang kualitas
penguasaan hukum positif baik materil maupun formil para advokat syari'ah
dikalangan praktisi hukum. Masih kentalnya suasana dan sikap diskriminasi
terhadap sarjana fakultas syari'ah. Tidak adanya pengakuan kesetaraan diduga
karena adanya unsur politis yang telah ada seiring tcrjadinya proses
perkembangan pelembagaan hukum Islam menjadi hukum positif.

6
DAFTAR PUSTAKA

Ismantoro. 2011. Memahami Berbagai Etika Profesi dan Pekerjaan. Yogyakarta:


Pustaka Yustisia.
Lubis, Abdul Rohman. 2006. Tantangan Sarjana Hukum Islam (Shi) Menjadi
Advokat Menurut Undang-Undang N0.18 Tahun 2003 (Studi Kurikulum
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Skripsi.
Zainuddin, Muslim. 2016. Peluang Dan Tantangan Sarjana Syariah Dalam
Menggeluti Profesi Advokat Pasca Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003: Studi Kasus Di Banda Aceh Dan Aceh Besar. Petita, Volume 1
Nomor 1. Banda Aceh : Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry.

Anda mungkin juga menyukai