Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

DISUSUN OLEH:

HARDIANSYAH
M RIVALNA
T SURYA ALAMSYAH
AULIA ARIEF
M RIDHA ZAINI
IMAM AKMAL

DOSEN PEMBIMBING : AHMAD SYUKRAN, Lc, M.A

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR- RANIRY


FAKULTAS EKONOMI ISLAM DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN ILMU EKONOMI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadhirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah dengan judul “MENCURI“ dan
Selawat beriring salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya, dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Ucapan terima kasih penyusun ucapkan kepada dosen pembimbing, yang
membimbing penulis, kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyusunan makalah ini.
Akhir kata tiada sesuatu yang sempurna, penulis menyadari bahwa tugas ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis
harapkan demi perbaikan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat.

Banda Aceh, April 2020

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Dalam kehidupan manusia pada dasarnya tidak lepas dengan namanya
kebahagiaan dan kecemasan dalam hidupnya. Sebuah kebahagiaan akan dirasakan
dalam hidup jika di dasari dengan sebuah ketenangan hati, namun terkadang
ketenangan tersebut dapat terusik dengan berbagai masalah keamanan.
Mencuri atau merampok dalam Islam dapat diartikan sebagai tindakan
mengambil hak harta orang lain tanpa sepengetahuan atau tidak dari pemiliknya.
Dalam Islam mencuri, merampok dan menyamun adalah perbuatan yang dilarang.
Kebanyakan orang hanya mengerti dasar hukum mencuri, merampok dan
menyamun secara mendasar. Dan tanpa ada pemikiran untuk dapat memahami
lebih mendalam mengenai hukum tindakan tersebut dalam kajian Islam yang
sesungguhnya.
Keamanan seseorang bisa terusik karena adanya sebuah kejahatan yang
sering kali menghantui dalam lingkungan kita. Kejahatan tersebut dapat berupa
pembunuhan, perampokan maupun pencurian. Dalam kejahatan pencurian
memang tidak membahayakan bagi jiwa korban, namun membahayakan bagi
harta korban tersebut, sehingga pencurian juga dapat mengusik ketenangan
seseorang.
Dari uraian di atas kami selaku penulis makalah ingin sedikit memaparkan
tentang pencurian yang bab pencurian guna sebagai tambahan bagi kita tentang
hukum dalam pencurian. Dengan demikian  kami ingin sedikit memaparkan
tentang pandangan islam terhadap dunia kriminal pencurian, di antaranya adalah
tentang pengertian dan hukum dari pencurian tersebut.
Untuk dapat memahami pengertian mencuri dan menyamun yang dalam
artian sesungguhnya. Maka dalam makalah ini akan dijelaskan tentang tindakan
mencuri, merampok dan menyamun dalam kajian Islam. Hal tersebut berupa
pengertian, dasar hukum, hukuman, syarat dan hikmahnya.

1
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Penjelasan tentang Mencuri dan Hukumnya dalam Islam.

C.    Tujuan Penulisan


1.      Memahami Penjelasan tentang Mencuri dan Hukumnya dalam Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Mencuri
1.      Pengertian mencuri
Menurut bahasa, mencuri (sariqah) adalah mengambil sesuatu yang
bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi.
Adapun menurut istilah, mencuri adalah mengambil harta yang terjaga
dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan (syubhat) di
dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Sedangkan dalam bukunya Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq berpendapat
bahwa yang dimaksud mencuri adalah mengambil barang orang lain secara
sembunyi-sembunyi.
Mencuri adalah mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk
dimilikinya tanpa sepengetahuan pemilikinya.
Kemudian ada juga pengertian umum mencuri berarti mengambil sesuatu
barang secara sembunyi-sembunyi, baik yang melakukan itu anak kecil atau orang
dewasa, baik yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu
disimpan ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.
Dari beberapa pendapat di atas, maka yang di maksud mencuri adalah
mengambil harta orang lain yang terjaga atau tidak dari tempat penyimpanannya,
dengan cara sembunyi-sembunyi dan harta tersebut tidak syubhat.
2.      Alasan manusia melakukan pencurian
            Dalam melakukan pencurian, seorang melakukan pencurian bukan karena
tidak ada faktor atau alasan untuk melakukan kelakuan tercela tu. Seorang pencuri
dalam melakukan aksinya pun memiliki alas an kenapa dia harus mencuri.
Alasan-alasan itu di antaranya adalah:
a.       Adanya niat
     Jika niat sudah kuat, apa pun bisa dilakukan, kesempatan bisa diciptakan
karena memang sudah ada niat kuat untuk melakukan pencurian tersebut. Karena
niat memiliki peran peting dalah melakukan tindakan tidak terkecuali dalam

3
pencurian, jika miat sudah bulat maka rintangan apapun akan tetap dihadapi jika
sudah datang waktu yang telah direncanakan
b.      Adanya kesempatan
     Hal ini sesungguhnya kurang mendasar dalam hal alasan orang melakukan
pencurian, namun hal ini bisa menjadi alsan kenapa oaring melakukan pencurian.
Seseorang terkadang tiada niatan pada awalnya untuk mencuri, namun seiring
adanya peluang atau kesempata maka niatan untuk mencuri dapat timbul seketika
tanpa ada niatan yang terencana sebelumnya.
c.       Faktor ekonomi 
     Hal ini merupakan alasan yang cukup mendasar kenapa orang melakukan
pencurian, para pencuri melakukan pencurian biasanya dengan dalih untuk
mencari penghasilan untuk menyambung hidup mereka.
d.      Kurangnya iman
Pada dasarnya ini adalah alasan yang paling mendasar dari pencurian. Seorang
pencuri tidak mungkin memiliki aqidah dan keimanan yang kuat kepada Allah
sebagai zat yang mengatur kehidupan di dunia ini. Orang yang aqidah dan
keimanan yang kuat sudah pasti ia tidak akan melakukan pencurian walaupun ada
kesempatan dan ekonomi yang tidak stabil, bahkan niatan untuk mencuri pun
tidak ada dalam benaknya.

B.     Dampak Negatif Mencuri


Dalam sebuah perkara atau perbuatan pasti ada dai dalamny hokum sebab
akibat yang itu tidak bisa lepas dan selalu mengikuti. Dalam hal pencurian yang
notabene adalah perbuatan jahat, maka di balik perbuatan tersebut adanya dampak
negatif yang merugikan terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri.
Dampak mencuri dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Bagi Pelakunya
a.       Mengalami kegelisahan batin, pelaku pencurian akan selalu dikejar-kejar rasa
bersalah dan takut jika perbuatannya terbongkar
b.      Mendapat hukuman, apabila tertangkap, seorang pencuri akan mendapatkan
hukuman sesuai undang-undang yang berlaku

4
c.       Mencemarkan nama baik, seseorang yang telah terbukti mencuri nama baiknya
akan tercemar di mata masyarakat
d.      Merusak keimanan, seseorang yang mencuri berarti telah rusak imanya. Jika ia
mati sebelum bertobat maka ia akan mendapat azab yang pedih.

2.      Bagi Korban & Masyarakat


a.       Menimbulkan kerugian dan kekecewaan, peristiwa pencurian akan sangat
merugikan dan menimbulkan kekecewaan bagi korbannya
b.      Menimbulkan ketakutan, peristiwa pencurian menimbulkan rasa takut bagi
korban dan masyarakat karena mereka merasa harta bendanya terancam
c.       Munculnya hukum rimba, perbuatan pencurian merupakan perbuatan yang
mengabaikan nilai-nilai hukum. Apabila terus berlanjut akan memunculkan
hukum rimba dimana yang kuat akan memangsa yang lemah.

C.    Penetapan Adanya Perbuatan Mencuri


Seseorang dianggap telah melakukan pencurian jika memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
1.      Mukallaf, yaitu baligh dan berakal
2.      Adanya pengakuan dari pelaku pencurian
3.      Dilakukan secara sembunyi-sembunyi
4.      Pelaku pencurian tidak memiliki saham terhadap barang yang dicurinya
5.      Barang yang dicuri adalah benar milik orang lain
6.      Barang yang dicuri mencapai jumlah nishab
7.      Barang yang dicuri berada ditempat penyimpanan yang layak

D.    Dasar Hukum larangan Mencuri


Mencuri hukumnya haram secara qhot’iy, karena mengambil harta orang
lain secara bathil. Firman Allah :
ِ ‫اط ِل َو تُ ْدلُْوا هِبَا إِىَل احْلُ َّك ِام لِتَأْ ُكلُ ْوا فَ ِر ْي ًقا ِّم ْن أ َْم َو ِال الن‬
‫َّاس‬ ِ ‫والَ تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم بينَ ُكم بِالْب‬
َ َْ َْ ْ َ
‫بِاإْلِ مْثِ َو أَْنتُ ْم َت ْعلَ ُم ْو َن‬

5
Dan janganlah kamu memakan harta orang lain di antara kamu dengan jalan yang
batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim (sebagai
uang suap) supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Qs Al Baqarah;188)

E.     Had (Hukuman) Mencuri


Secara umum, orang yang melakukan pencurian dikenakan had berupa
potong tangan. Dasar hukumnya adalah QS. Al-Maidah : 38.
Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan secara rinci perihal tingkatan
potong tangan kepada pelaku pencurian yang lebih dari satu kali, sebagaimana
sabdanya yang diriwayatkan oleh Syafi’i, sebagai berikut urutannya :
1.      Jika mencuri untuk pertama kali, dipotong tangan kanannya
2.      Jika mencuri untuk kedua kalinya, dipotong kaki kirinya
3.      Jika mencuri untuk ketiga kalinya, dipotong tangan kirinya
4.      Jika mencuri untuk keempat kalinya, dipotong kaki kanannya
5.      Jika mencuri untuk kelima kalinya dan seterusnya, dihukum ta’zir dan dipenjara
sampai bertaubat, menurut ijma ulama dibunuh
Bagian tubuh yang dipotong adalah pergelangan tangan atau kaki. Hukuman
had bagi pencuri laki-laki sama dengan pencuri perempuan. Had pencuri hamba
sahaya dan budak wanita sama seperti had orang merdeka. Had tersebut
diterapkan ketika mencuri harta kaum muslim atau non muslim.
Disamping dihukum, pencuri tersebut berkewajiban mengembalikan barang
yang dicurinya. Jika barang telah tiada maka harus diganti dengan barang serupa
atau seharga dengan barang tersebut.
Hukum potong tangan batasnya yaitu sampai pergelangan tangan.

ِ ِ ‫مِب‬ ِ
ٌ ‫السا ِرقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْد َي ُهما َجزاءً ا َك َسبا نَكاالً م َن اهلل َو اهللُ َع‬
‫زيز‬ َّ ‫السا ِر ُق َو‬
َّ ‫َو‬
‫كيم‬
ٌ ‫َح‬
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-
Maidah : 38)

6
Hukum potong tangan akan dijatuhkan apabila memenuhi 7 syarat utama :
1.      Menepati definisi mencuri : makna mencuri disini adalah mengambil harta
secara sembunyi-sembunyi dan sorok-sorok. Tidak dikatakan mencuri jika
merompak, menggelap uang (pecah amanat), merampas dan meragut.
2.      Barang yang dicuri mencukupi nisab : cukup nisab adalah syarat minimal nilai
harta yang dicuri. Nisab pencurian itu adalah seperempat dinar atau 3 dirham.
Satu dinar adalah setara dengan 4,25 gram emas. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah SAW, dari Aisyah ra “Tangan pencuri dipotong untuk seperempat
dinar atau lebih” (HR Bukhari & Muslim).
3.      Harta yang dicuri adalah harta yang layak dimiliki : Layak (ihtiram) adalah di
sisi hukum syarak.
4.      Harat dicuri dari tempat penjagaan: maksudnya barang yang dicuri itu mesti
berada di dalam penjagaan, penyimpanan atau pengawasan pemiliknya.
5.      Bukan harta syubahat : dalam harta yang dicuri tidak ada bahagian hak pencuri
atau yang membolehkan pencuri itu memakannya. Ini bermakna tidak
dikenakan hukuman potong tangan sekiranya si ayah mencuri harta anaknya
atau sebaliknya karena Rasulullah SAW bersabda “kamu dan harta kamu adalah
milik bapak kamu”.
6.      Pencuri itu akil baligh dan terikat hukuman dalam islam. Taklif ini terkena
kepada semua orang termasuk kafir zimmi. Ini karena hadits Nabi SAW
menyebut dengan jelas bahwa “diangkat pena dari 3 pihak, orang yang tidur
sehingga dia bangun, kanak-kanak sehingga dia baligh, dan orang yang gila
sehingga dia berakal’. (HR Muslim). Ini bermakna taklif hukum terkena kepada
orang yang berakal dan baligh. Pencuri anak-anak atau orang gila tidak akan
dipotong tangan.
7.      Sabit kesalahan mencuri dengan pengakuan atau disaksikan oleh saksi yang adil
: pengakuan mencuri dalam sidang penghakiman akan menyebabkan seseorang
itu boleh disabit dengan pencurian.

7
F.     Batasan Kadar (Nishab) Barang Yang Dicuri
Terdapat beberapa pendapat ulama, yaitu :
1.      Mazhab Hanafi berpendapat bahwa nisab barang curian adalah sepuluh dirham
2.      Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa nisab barang curian adalah  ¼ dinar atau
sekitar 3,34 gram emas.
3.      Mazhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa nisab barang curian adalah ¼
dinar atau 3 dirham atau sekitar 3,34 – 3,36 gram emas.
Catatan :
Nisab adalah batas minimal niali suatu harta.
Nilai 1 dinar sekitar 10 -12 dirham atau sekitar 13,36 gram emas.

G.    Macam-macam dan bentuk Pencurian


Pencurian dalam syariat islam ada dua macam, yaitu sebagai berikut.
   1).Pencurian yang hukumannya had
     2).Pencurian yang hukumannya ta’zir
Pencurian yang hukumannya had terbagi kepada dua bagian, yaitu
     a).Pencurian ringan
     b).Pencurian berat
     Pencurian ringan menurut rumusan yang dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah adalah sebagai berikut:
“Pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara diam-
diam,yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi.
Sedangkan pengertian pencurian berat adalah sebagai berikut:
“Adapun pengertian pencurian berat adalah mengambil harta milik orang lain
dengan cara kekerasan”.
     Perbedaan antara pencurian ringan dengan pencurian berat adlah bahwa dalam
pencurian ringan, pengambilan harta itu dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik
dan tanpa sepersetujuannya. Sedangkan dalam pencurian berat, pengambilan
tersebut dilakukan dengan sepengetahuan pemilik harta tetapi tanpa kerelaannya,
disamping terdapat unsur kekerasan. Dimasukkannya perampokan kedalam
kelompok pencurian ini sebabnya adalah karena dalam perampokan terdapat segi

8
persamaan dengan pencurian, yaitu sekalipun jika dikaitkan dengan pemilik
barang, perampokan itu dengan terang-terangan, namun jika dikaitkan dengan
pihak penguasa atau petugas keamanan, perampokan tersebut  dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi.
     Pencurian yang hukumnya ta’zir juga dibagi kepada dua bagian sebagai
berikut:
a. Semua jenis pencurian yang dikenai hukuman had, tetapi syarat-syaratnya
tidak terpenuhi atau ada syubhat. Contohnya seperti pengambilan harta milik
anak oleh ayahnya.
b. Pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa
kerelaannya dan tanpa kekerasan. contohnya seperti menjambret kalung dari
leher seorang wanita, lalu penjambret itu melarikan diri dan pemilik barang
tersebut melihatnya sambil berteriak meminta bantuan.

Bentuk dan Contoh Mencuri.


Adapun bentuk-bentuk dan contoh mencuri ;
1. Mencopet, mengutil, membajak adalah perbuatan orang mukallaf, baligh, dan
berakal sehat secara sembunyi-sembunyi mengambil harta orang lain dengan
ukuran satu nisab.
2. Mengambil benda, ide/gagasan (plagiat) orang lain tanpa seizin pemiliknya.
3. Merampok, adalah perbuatan orang mukallaf, baligh, dan berakal sehat
mengambil harta orang lain dengan jalan dipaksa, diancam dengan senjata,
atau penganiayaan.
4. Menyamun, adalah perbuatan orang mukallaf, baligh, dan berakal sehat
mengambil harta orang lain dengan jalan dipaksa, dianiaya dilakukan
ditempat sunyi dan tidak banyak orang.
5. Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri
sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara langsung
maupun tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara, yang
dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang

9
bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Korupsi sama dengan
Pencurian Penggelapan.

H.    Unsur-Unsur Pencurian


     Dari berbagai definisi yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa unsur-
unsur pencurian itu ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
     1. Pengambilan secara diam-diam
     Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak
mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakannya.
Untuk terjadinya pengambilan yang sempurna diperlukan tiga syarat, yaitu
sebagai berikut:
a. Pencuri mengeluarkan barang yang dicuri dari tempat simpanannya
b. Barang yang dicuri dikeluarkan dari kekuasaan pemilik
c. Barang yang dicuri dimasukkan ke dalam kekuasaan pencuri
     2. Barang yang diambil berupa harta
Salah satu unsur penting untuk dikenakannya hukuman potong tangan adalah
bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang yang bernilai mal (harta).
Apabila barang yang dicuri itu bukan harta, seperti hamba sahaya, atau anak kecil
yang belum tamyiz maka pencuri tidak dikenai hukuman had. Akan tetapi Imam
Malik dan Zhahiriah berpendapat bahwa anak kecil yang belim tamyiz bisa
menjadi objek pencurian, walaupun bukan hamba sahaya, dan pelakunya bisa
dikenai hukuman had.
     3. Harta tersebut milik orang lain
     Dalam kaitannya dengan unsur yang ketiga ini, yang paling penting adalah 
bukan si pencuri melainkan orang lain. Dengan demikian, apabila barang tersebut
tidak ada pemiliknya seperti benda-benda yang mubah maka pengambilannya
tidak dianggap sebagai pencurian, walaupun dilakukan secara diam-diam.
     Demikian pula halnya orang yang mencuri tidak dikenai hukuman had apabila
terdapat syubhat (ketidakjelasan) dalam barang yang dicuri. Dalam hal ini pelaku
hanya dikenai hukuman ta’zir. Contohnya seperti pencurian yang dilakukan oleh

10
orang tua terhadap anaknya. Dalam kasus semacam ini, orang tua dianggap
memiliki bagian dalam harta anaknya, sehingga terdapat syubhat dalam hak milik.
     Demikian pula halnya orang yang yang mencuri tidak dikenai hukuman had
apabila ia mencuri harta yang dimiliki bersama-sama dengan orang yang menjadi
korban, karena hal itu juga dipandang sebagai syubhat. Pendapat ini dikemukakan
oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Golongan Syi’ah.
Akan tetapi, menurut Imam Malik, dalam kasus pencurian harta milik bersama,
pencuri tetap dikenai hukuman had apabila pengambilannya itu mencapai nishab
pencurian yang jumlahnya lebih besar daripada hak miliknya.
     Pencurian hak milik umum menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam
Ahmad, dan golongan Syi’ah Zaidiyah, sama hukumannya dengan pencurian hak
milik bersama, karena dalam hal ini pencuri dianggap mempunyai hak sehingga
hal ini juga dianggap sebagai syubhat. Akan tetapi menurut Imam Malik, pencuri
tetap dikenai hukuman had.
     4. Adanya Niat yang Melawan Hukum 
     Unsur yang keempat dari pencurian yang dikenai hukum had adalah adanya
niat yang melawan hukum. Unsur ini terpenuhi apabila pelaku pencurian
mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan miliknya,
dan karenanya haram untuk diambil. Dengan demikian apabila ia mengambil
barang tersebut dengan keyakinan bahwa barang tersebut adalah barang yang
mubah maka ia tidak dikenai hukuman, karena dalam hal ini tidak ada maksud
melawan hukum.
     Disamping itu, untuk terpenuhinya unsur ini disyaratkan pengambilan tersebut
dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang yang dicuri. Apabila tidak ada
maksud untuk memiliki maka dengan sendirinya tidak ada maksud melawan
hukum, oleh karena itu ia tidak dianggap sebagai pencuri.
     Demikian pula halnya pelaku pencurian tidak dikenai hukuman apabila
pencurian tersebut dilakukan karena terpaksa (darurat) atau dipaksa oleh orang
lain

11
I.       Hukuman Untuk Tindak Pidana Pencurian
     Apabila tindak pidana pencurian telah dapat dibuktikan maka pencuri dapat
dikenai dua macam hukuman, yaitu sebagai berikut:
1.      Penggantian Kerugian (Dhaman)
     Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya penggantian kerugian dapat
dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenai hukuman potong tangan.
Akan tetapi apabila hukuman potong tangan dilakukan maka pencuri tidak
dikenai penggantian kerugian. Dengan demikian menurut mereka, hukuman
potong tangan dan penggantian kerugian  tidak dapat dilaksanakan sekaligus
bersama-sama. Alasannya adalah bahwa Al-Quran hanya menyebutkan hukuman
potong tangan untuk tindak pidana pencurian, sebagaimana yang tercantuam
dalam Surah Al-Maidah ayat 38, dan tidak menyebut-nyebut penggantian
kerugian.
     Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, hukuman potong tangan dan
penggantian kerugian dapat dilaksanakan bersama-sama. Alasan mereka adalah
bahwa dalam pencurian terdapat dua hak yang disinggung, pertama hak Allah dan
kedua hak manusia. Hukuman potong tangan dijatuhkan sebagai imbangan dari
hak Allah, sedangkan penggantian kerugian dikenakan sebagai imbangan dari hak
manusia.
     Menurut Imam Malik dan murid-muridnya, apabila barang yang dicuri sudah
tidak ada dan pencuri adalah orang yang mampu maka ia diwajibkan untuk
mengganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dicuri, di sampimg ia dikenai
hukuman potong tangan. Akan tetapi, apabila ia tidak mampu maka ia hanya
dijatuhi hukuman potong tangan dan tidak dikenai penggantian kerugian.
2.      Hukuman Potong Tangan
     Hukuman potong tangan merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana
pencurian. Ketentuan ini didasarkan kepad firman Allah dalam Surah Al-Maidah
ayat 38:
     Hukuman potong tangan merupakan hak Allah yang tidak bisa digugurkan,
baik oleh korban maupun oleh ulil amri, kecuali menurut Syi’ah Zaidiyah.

12
Menurut mereka, hukuman potong tangan bisa gugur apabila dimaafkan oleh
korban (pemilik barang).
     Hukuman potong tangan dikenakan terhadap pencurian yang pertama, dengan
cara memotong tangan kanan pencuri dari pergelangan tangannya. Apabila ia
mencuri untuk kedua kalinya maka ia dikenai hukuman potong kaki kirinya.
Apabila ia mencuri untuk ketiga kalinya, maka para ulama berbeda pendapat.
Menurut Imam Abu Hanifah, pencuri tersebut dikenai hukuman ta’zir dan
dipenjarakan. Sedamgkan menurut Imam yang lainnya, yaitu Imam Malik, Imam
Syafi’i, dan Imam Ahmad, pencuri tersebut dikenai hukuman potong tangan
kirinya. Apabila ia masih mencuri untuk keempat kalinya maka dipotong kaki
kanannya. Apabila ia masih mencuri untuk kelima kalinya maka ia dikenai
hukuman ta’zir dan dipenjara seumur hidup (sampai ia mati) atau sampai ia
bertobat.
     Adapun batas pemotongan menurut ulama yang empat, yaitu Imam Malik,
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad adalah dari pergelangan
tangan. Sedangkan menurut Khawarij pemotongan dari pundak. Alasan jumhur
ulama adalah karena pengertian minimal dari tangan itu adalah telapak tangan dan
jari. Alasan Khawarij adalah karena pengertian tangan itu mencakup keseluruhan
dari sejak ujumg jari sampai batas pundak.

J.      Hikmah Hukuman (Uqubah) Bagi Pencuri


1.      Membuat orang yang mau berbuat pencurian mempertimbangkan seribu kali
pertimbangan, sebab hukumannya sangat menyakitkan memalukan dan
memberatkan kehidupannya dimasa depan.
2.      Orang jera untuk melakukan pencurian kembali.
3.      Terpeliharanya harta masyarakat dari gangguan orang lain.
4.      Terciptanya kehidupan kondusif, aman, tentram, bahagia.
5.      Mengurangi atau bahkan menghapus beban siksaan di akhirat bagi pelaku
pencurian.
6.      Menimbulkan kesadaran kepada setiap orang agar  menghargai dan menghormati
hasil jerih payah orang lain.

13
K.    Cara Menghindari Perilaku Mencuri
Agar terhindar dari kebiasaan atau perilaku mencuri hendaknya kita melakukan
antara lain:
1.      Selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
2.      Selalu menjaga dan memelihara harga diri, keluarga, masyarakat bangsa dan
negara.
3.      Selalu memiliki rasa syukur nikmat.
4.      Senantiasa istiqomah dan qana'ah.

14
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Mencuri adalah suatu tindakan mengambil harta yang terjaga dan
mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan (syubhat) di
dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi
Dalam perbuatan pencurian juga pasti juga memiliki dampak negative, baik
itu bagi pelaku pencuri maupun korban pencurian tersebut. Dampak bagi pelaku
pencuri misalnya adalah, mengalami kegelisahan dalam batin, akan mendapat
hukuman yang tegas dan yang sesuai dengan perbuatannya, mencemarkan nama
baik sendiri maupun keluarganya, dan sudah pasti akan makin merusak ke Imanan
orang tersebut. Sedangkan dampak terhadap korban pencurian adalah mengalami
kerugian dan kekecewaan, mengalami ketakutan setelah mengalami peristiwa
tersebut, dan menimbulkan ketidak tenangan terhadap harta yang ia miliki.

B.  Saran
1. Hindarilah tindakan mencuri.
2. Hendaknya Memahami hukum Mencuri dalam islam melalui pendalaman
ilmu para alim ulama sehingga mampu menafsirkan secara baik.
3. Dapat melaksanakan hukum islam yang sebenarnya pada tindakan mencuri.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul malik kamal bin as-sayyidah. 2008. Shahih fiqih sunnnah jilid 5. Jakarta: At-
tazkia

M. Quraish Shihab,2001. Tafsir Al Misbah-Volume 3 ,Ciputat : Lentera Hati

Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri.2000. Ensiklopedi Muslim. Jakarta: Darul Fallah

Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri. 2009. Minhajul Muslim.Surakarta: Insan kamil

Ibrahim Dasuqi asy-Syahawi. 1961. As-Sariqah. Kairo: Maktabah Dar al-Urubah

http://simplyasep.blogspot.com/2011/05/mengapa-orang-mencuri.html

http://islam-cinta-damai.blogspot.com/2009/03/potong-tangan-dalam-islam.html

http://kumala-ayu.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-mencuri.html

http://hariyono1407.blogspot.co.id/2012/04/hukum-pencurian-dalam-islam.html

http://www.bacaanmadani.com/2017/08/pengertian-mencuri-dalil-larangan.html

16

Anda mungkin juga menyukai