Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SOSIOLOGI

“PERILAKU MENYIMPANG KORUPSI”

Disusun Oleh :
NAMA : SITI AULIA RASYA
KELAS : XI IPS2
MATA PELAJARAN : SOSIOLOGI
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolongan-Nya saya dapat menyelesaiakan makalah. Dalam makalah ini saya memaparkan
tentang Perilaku Menyimpang Korupsi. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang saya
alami dalam proses pengerjaannya, tapi saya berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tentunya ada hal-hal yang ingin saya berikan kepada pembaca dari makalah ini.
Karena itu saya berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
semua .
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat saya harapkan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Pembatasan Makalah............................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................5
1.4 Manfaat.......................................................................................................................................6
1.5 Permasalahan........................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................7
2.1 Pengertian Korupsi......................................................................................................................7
2.2 Korupsi dan Desentralisasi...........................................................................................................8
2.3 Sebab-sebab Korupsi...................................................................................................................8
2.4 Tuduhan Korupsi Sebagai Alat Politik..........................................................................................9
2.5 Bentuk-bentuk Penyalahgunaan..................................................................................................9
2.6 Dampak Negatif Korupsi............................................................................................................10
2.7 Upaya Penangulangan Korupsi..................................................................................................11
2.8 Mengukur Korupsi.....................................................................................................................11
2.9 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.....................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan public,


terutama dalam media massa baik local maupun nasional. Banyak para ahli mengemukakan
pendapat tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro ada pula yang kontra.
Akan tetapi walau bagaimana pun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak sendi-
sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak
struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan
pembangunan pada umumnya.

Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hamper tidak mungkin dapat
diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak.
Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun
akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.

Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai
uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum
koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk kedalam
golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status
sosial yang tinggi dimata masyarakat. Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir
Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi
diberbagai negara, tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat
sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada
masyarakat yang premitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial
yang efektif, korupsi relative jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sector
ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-
pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin dorongan individu terutama dikalangan
pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang
diinginkan, sedangkan proses birokrasi relative lambat, sehingga setiap orang atau badan
menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan dengan cara
memberikan uang pelican (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus
sepanjang tidak adanya control dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan
pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi
material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasionalm maka mau tidak mau korupsi harus
diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif
maupun yang represif.

1.2 Pembatasan Makalah

Korupsi adalah Tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.


Bentuknya bermacam-macam sesuai jenis kekuasaan yang didapat. Bagi yang mendapat kuasa untuk
mengelola keuangan negara, korupsi yang dilakukan adalah memanfaatkan Sebagian atau seluruh
anggaran dana yang tersedia unuk dijadikan asset pribadi. Ini adalah jenis korupsi yang banyak
terjadi termasuk di Negara Indonesia ini.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sosiologi


2. Mengkaji mengenai perilaku menyimpang “Korupsi” dengan lebih mendalam.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan

Selain tuhuan diatas, tujuan lain disusun makalah ini adalah untuk menarik para
pembaca umumnya dan para orang-orang khususnya agar lebih mengenal perilaku
menyimpang “Korupsi”. Karena banyaknya dampak negative yang disebabkan oleh Tindakan
korupsi. Harapan kami mempelajari ini supaya tidak ada lagi korupsi di Negara ini dan bersih
seutuhnya, agar kehidupan kita sejahtera.
1.4 Manfaat

Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perilaku menyimpang “Korupsi”. Selain


itu, mampu mendapatkan penjelasan mengenai dampat yang disebabkan Tindakan korupsi,
hukuman, undang-undang mengenai tindak pidana korupsi dan macam-macam korupsi.

1.5 Permasalahan

Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah korupsi itu ?


2. Apa penyebab terjadinya korupsi ?
3. Apa akibat terjadinya korupsi ?
4. Bagaimana vara penanggulannya ?
5. Undang-undang tindak pidana korupsi ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi (Bahasa Latin: Corrupptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat public,
baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan public
yang dipercaya kepada mereka.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai
berikut:

 Perbuatan melawan hukum


 Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana
 Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi
 Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya :

 Memberi atau menerima hadiah ayau janji (penyuapan)


 Penggelapan dalam jabatan
 Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)
 Menerima gratifikasi (bagi pegawai/penyelenggara negara)

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi p[olitisi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah-pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titi untujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul dibidang politik dan birokrasi bisa berbentuk spele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan criminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangan penting untuk membedakan
antara korupsi dan kriminalitas kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagi contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun
ada juga yang tidak legal di tempat lain.

2.2 Korupsi dan Desentralisasi


Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah
reformasi digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan
kasus pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di
Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia.
Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya
sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini
merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-
ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan
ekonomi. Namun, juga sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia,
karena munculnya pungutan-pungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang
dibuat dalam rangka meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang
korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri
untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan
sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan
menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat.

2.3 Sebab-sebab Korupsi

Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi :

 Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab


langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim- rezim yang bukan
demokratik.
 Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
 Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal.
 Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
 Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
 Lemahnya ketertiban hukum.
 Lemahnya profesi hukum.
 Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
 Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
 Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.

2.4 Tuduhan Korupsi Sebagai Alat Politik

Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan
tuduhan korupsi. Sebagai contoh di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu
Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintaountuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

2.5 Bentuk-bentuk Penyalahgunaan 

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan


nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan
seperti penyogokan,pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima
sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari,
meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.

Sumbangan kampanye dan "uang haram"

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk
membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi
keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.

2.6 Dampak Negatif Korupsi

a. Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,


korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan
cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi
mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.

b. Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunanekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi
dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang
menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi,
konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan
pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang
memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

c. Kesejahteraan umum negara


Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi
sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan
yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).

2.7 Upaya Penangulangan Korupsi

Ada beberapa kesimpulan tentang penanggulangan korupsi sebagai berikut:

a. Preventif.
1) Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah
maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik
perusahaan atau milik negara.
2) Mmengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai
dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan
wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang
diberikan oleh wewenangnya.
3) Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan
pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan
tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4) Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan.
5) Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi
dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6) Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan
tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang
terbaik.

b. Represif.

1). Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.

2). Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.


2.8 Mengukur Korupsi 

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara,


secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin
bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi,
menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi
(berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer
Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman
mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-
perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan
Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia
mengumpulkansejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.

2.9 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi

1. KUHP
 BUKU II BAB XXVIII
 TENTANG KEJAHATAN JABATAN
 PASAL 413 – 437
 KORUPSI SEBAGAI DELIK JABATAN
 PASAL 415 – 425 2.

2. Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat 16 April 1958
no.Prt/Peperpu/013/1958 (BN No. 40 Tahun 1958)(staf AL No. Prt/Z.1/I/7)

Pertama kali dikenal istilah korupsi Dibedakan antara:


Korupsi pidana (Pasal 2):
 Pertama, perbuatan seseorang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau
pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara
langsung atau tidak langsung merugikan keuangan suatu badan yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau badan hukum lain yang mempergunakan
modal dan kelonggaran- kelonggaran dari masyarakat.
 Kedua, menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
 Ketiga, yang tercantum dalam Pasal 41 – Pasal 50 Peraturan Penguasa Perang
Pusat Kepala Staf Angkatan Darat 16 April 1958 no. Prt/Peperpu/013/1958 (BN
No. 40 Tahun 1958) dan dalam Pasal 209; 210; 418;419 dan 420 KUHP

Korupsi bukan pidana – perdata (Pasal 3)

 Pertama, perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan


melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan suatu badan yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau badan hukum lain yang mempergunakan modal
dan kelonggaran- kelonggaran dari masyarakat.
 Kedua, perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan perbuatan melawan
hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dan yang dilakukan
dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.

PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI


1. Tidak terbatas pada orang-orang yang berkualitas sebagai pegawai negeri, akan tetapi
ditujukan pada setiap orang termasuk korporasi Pasal 2;3;5 ayat (1) ;6;7;13;15;16;21;22;24;
dan Pasal 220 (pengaduan palsu) serta Pasal 231 (menarik barang yang disita) KUHP jo Pasal
23.
2. Tindak pidana korupsi pegawai negeri dan atau penyelenggara negara – kejahatan jabatan
Tindak pidana korupsi yang dirumuskan pelakunya adalah semata-mata pegawai negeri atau
penyelenggara negara Pasal 5 ayat (2), 8;9;10;11;12;12b dan Pasal 23 Selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu (Psl. 8; 9; 10) Penyelenggara negara (Psl 11; 12).

Pegawai Negeri
Pegawai Negeri adalah meliputi :
a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian;
b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau daerah; atau
e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau
fasilitas dari negara atau masyarakat.

MERUGIKAN KEUANGAN ATAU PEREKONOMIAN NEGARA


Pasal 2
1. Melawan hukum:
a. MHF (berlaku secara nasional)
1. terdapat sanksi pidana (Psl. 63 KUHP) – Pasal 14
2. tidak terdapat sanksi pidana

Contoh: 

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman


Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Keputusan Mendagri dan Otonomi Daerah
No. 11 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah diganti dengan Keputusan
Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor 152 Tahun 2004

b. MHM yang positif (MK Nomor 003/PUU-IV/2006)

“Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam Pasal ini mencakup perbuatan
melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan
tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut
dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan
sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat”.

2. Memperkaya diri sendiri; orang lain atau korporasi

3. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara

Perbuatan “memperkaya”

 Penjelasan Pasal 1 ayat (1) sub a UU 3/1971


“Perkara memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan dalam ayat ini dapat
dihubungkan dengan pasal 18 ayat (2) yang memberi kewajiban kepada terdakwa untuk
memberikan keterangan tentang sumber kekayaannya sedemikian rupa sehingga kekayaan
tidak seimbang dengan penghasilannya atau penambah kekayaan tersebut dapat dipergunakan
untuk memperkuat keterangan saksi lain bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana
korupsi”

Pasal 3

1. Menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi


2. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan.
3. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara

DAFTAR NEGARA-NEGARA PALING KORUP DI DUNIA TAHUN 2010

Sesuai hasil Survey tahunan yang dilakukan oleh organisasi : Berlin-based organization
Transparency International, negara paling korup di dunia adalah : Somalia, Myanmar,
Afghanistan, dan Irak. Indonesia Tidak ada dalam Daftar ? Skor Indeks bernilai dari 0 sampai
10. Semakin kecil indeksnya semakin korup negaranya. Indeks 5.0 adalah pertengahan,
artinya tidak memiliki masalah korupsi yang serius.

No Negara Indeks Skor 2010

1. Somalia 1.1

2. Myanmar 1.4

3 Afghanistan 1.4

4. Iraq 1.5

5. Turkmenistan 1.6

6 Uzbekistan 1.6

7 Sudan 1.6

8. Chad 1.7

9. Burundi 1.8
10. Equatorial Guinea 1.9

11 Angola 1.9

12. Kyrgyzstan 2.0

13 Venezuela 2.0

14 Congo, Democratic Republic of 2.0

15. Guinea 2.0

16. Cambodia 2.1

17. Central African Republic 2.1

18. Comoros 2.1

19. Congo, Republic 2.1

20. Guinea-Bissau 2.1

21. Kenya 2.1

22. Laos 2.1

23. Russia 2.1

24. Papua New Guinea 2.1

25. Tajikistan 2.1


BAB III 
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan seputar korupsi, dapat diberi kesimpulan yaitu;

1. Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi
keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.

2. Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi


kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.

3. Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif)
yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat
maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan
milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-
kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku
pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan
kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa
“sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang
bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan
wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan
pegawai.
DAFTAR PUSTAKA

Bellone, Carl.1980.Organization Theory and The New Public Administration.

United States Of America.Allyn and Bacon, Inc. Boston/ London Sydney/ Toronto.

Frederickson, George, H. 2000. Administrasi Negara Baru. Terjemahan. Jakarta.

LP3ES. Cetakan Pertama. Kartono, Kartini. 2001. Pathologi Sosial. Jakarta. Edisi Baru. CV.
Rajawali Press.

Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia.

Bandung. Penerbit Sinar Baru.

Lubis, Mochtar. 2006. Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri. Jakarta. Bhratara. Karya
Aksara.

Saleh, Wantjik. 2008. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta. Penerbit Ghalia
Indonesia.

Simon, Herbert. 2009. Administrative Behavior. Terjemahan St. Dianjung. Jakarta.

PT. Bina Aksara. Harian Kompas, 13 Juni 2006 Kompas. Surat Kabar Harian. Jakarta. Bulan
Oktober sampai Desember 2010.

Suara Pembaharuan. Surat Kabar Harian. Jakarta. Bulan Oktober sampai Desember 2010.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Anda mungkin juga menyukai