Anda di halaman 1dari 13

Tugas Makalah

HUKUM PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

DESKRIPSI KEKERASAN SEKSUAL DI INDONESIA

OLEH:

NADIA KIRANA KASWAN

H1A119076

KELAS B

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah Deskripsi
Kekerasan Seksual Di Indonesia dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


Dosen mata kuliah Hukum Perlindungan Perempuan Dan Anak yang sudah
memberikan kepercayaan begitu besar kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dalam waktu yang seharusnya.

Meskipun saya berharap isi dari makalah ini jauh dan bebas dari kesalahan
serta kekurangan, namun setiap manusia tentunya punya kesalahan maupun
kekhilafan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga tugas makalah selanjutnya saya bisa membuatnya dengan
lebih baik lagi.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kedepannya dan
menjadi referensi generasi berikutnya.

Kendari, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................................

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................2

C. Tujuan......................................................................................................2

BAB II Tinjauan Pustaka ........................................................................................3

A. Konsep Tentang Kekerasan Seksual......................................................3

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Deskripsi Kekerasan Seksual Di Indonesia.............................................6

B. Upaya Menanggulangi Kekerasan Seksual.............................................8

BAB IV PENUTUP.................................................................................................9

A. Kesimpulan..............................................................................................9

B. Rekomendasi/ Saran................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kasus kekerasan seksual di Indonesia setiap tahun mengalami
peningkatan, bahkan korbannya bukan hanya orang dewasa saja, remaja, anak-
anak bahkan balita kini menjadi sasaranya. Meningkatnya jumlah kasus
kekerasan seksual pada anak tidak hanya dilihat dari segi kuantitas atau jumlah
kasus yang terjadi, bahkan juga dari segi kualitasnya. Hal yang semakin tragis
adalah pelaku dari kekerasan seksual itu sendiri yang ternyata pelakunya
berasal dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak, seperti didalam
rumah, disekolah, lembaga pendidikan hingga lingkungan sosial anak.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain yang menimbulkan kepuasan seksual bagi
dirinya dan mengganggu kehormatan orang lain. Kekerasan seksual adalah
sebuah bentuk pelanggaran atas kesusilaan yang bukan saja menjadi masalah
hukum nasional suatu negara melainkan sudah menjadi masalah hukum semua
negara di dunia atau masalah global.
UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa
kekerasan adalah suatu tindakan terhadap anak yang mengakibatkan timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Bantuan dokter dalam kasus
kejahatan seksual berupa pemeriksaan pada korban baik itu pemeriksaan fisik
maupun pengumpulan sampel dari tubuh korban dapat memberikan hasil yang
nyata dalam bukti pemeriksaan yang dibutuhkan. Hasil dari penelitian dokter
dapat membantu korban mendapatkan keadilan demi mengurangi rasa sakit
yang diderita.
Berdasarkan gambaran permasalahan diatas, dengan demikian penulis
tertarik untuk mengangkat sebuah pokok permasalahan yang berjudul
“Deskripsi Kekerasan Seksual Di Indonesia”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi atau gambaran kekerasan seksual di
Indonesia?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya
kekerasan seksual?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui deskripsi atau gambaran kekerasan seksual di
Indonesia.
2. Untuk mempelajari upaya yang dilakukan untuk menanggulangi
terjadinya kekerasan seksual.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Kekerasan Seksual


Istilah kekerasan seksual berasal dari bahasa Inggris sexual hardness,
dalam bahasa Inggris kata hardness mempunyai arti kekerasan, tidak
menyenangkan, dan tidak bebas. Sementara kata sexual mempunyai arti
sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas. Sehingga istilah sexual hardness
berarti perbuatan seksual yang tidak diinginkan oleh si penerima, dimana di
dalam terdapat ancaman, tekanan, tidak menyenangkan dan tidak bebas.
Ternyata dalam KUHP telah mengatur tentang kekerasan yaitu Pasal 89 yang
mendefinisikan kekerasan berarti menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani
tidak kecil secara sah, misalnya menendang, memukul dengan tangan atau
dengan segala macam senjata.1
Menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 kekerasan adalah
setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum.
Kekerasan seksual didefenisikan sebagai setiap tindakan seksual, usaha
melakukan tindakan seksual, komentar atau menyarankan untuk berperilaku
seksual yang tidak disengaja ataupun sebaliknya, tindakan pelanggaran untuk
melakukan hubungan seksual dengan paksaan kepada seseorang.
Pengertian kekerasan terhadap anak dalam istilah sangat terkait dengan
kata abuse yaitu kata yang biasa diterjemahkan menjadi kekerasan,
penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Kata ini didefinisikan sebagai
“improper behavior intended to cause phisycal, psychological, or financial

1
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentar Lengkap
Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996, h. 98

3
harm to an individual or group’ (kekerasan adalah perilaku tidak layak dan
mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial,
baik yang dialami individu maupun kelompok).2 Sedangkan kekerasan
terhadap anak (child abuse) adalah istilah yang biasa digunakan untuk
menyebut kekerasan terhadap anak.
Berdasarkan bentuk-bentuk pelecehan seksual dapat dikategorikan
menjadi tiga, yaitu:3
a. Pelecehan seksual berdasarkan perlakuan yang diterima korban
1. Pelecehan seksual secara non-fisik
Pelecehan seksual secara non-fisik meliputi kata-kata menghina,
pandangan tidak senonoh, dilihat dari atas ke bawah, pandangan cabul
pada bagian-bagian tubuh tertentu, dan ucapanucapan tentang seks .
Pelecehan seksual juga dapat berupa korban diajak melihat film porno,
diperlihatkan aktifitas seksual secara langsung . Selain itu, pelaku
memperlihatkan gambar-gambar porno atau alat kelaminnya pada anak.
2. Pelecehan seksual secara fisik
Pelecehan seksual secara fisik dapat berupa pencabulan, sodomi,
dan pemerkosaan. Korban pelecehan seksual pada anak yang paling
dominan adalah usia di bawah 15 tahun . Lebih luas pelecehan seksual
dapat berupa kegiatan, seperti diminta memerankan adegan berbau seks
untuk difilmkan , menyentuh dan mencium zona erogen (alat kelamin,
bokong, payudara, mulut, paha bagian dalam) anak, meminta atau
menyuruh anak untuk menyentuh zona erogen pelaku, pelaku memeluk
dan meraba-raba tubuh anak secara tidak wajar, bahkan memaksa anak
melakukan hubungan seksual.
b. Pelecehan seksual berdasarkan batasannya
1. Pelecehan seksual ringan sampai sedang

2
Barker dalam Abu Hurairah, Kekerasan terhadap Anak: Fenomena Masalah Sosial Krisis di
Indonesia, Nuansa (Anggota IKAPI), Bandung, cet. 1, Juli 2006
3
Sawitri Supardi Sadarjoen, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, PT. Refika Aditama,
Bandung, cet. I Mei 2005, h. 70

4
Pelecehan seksual kategori ringan sampai sedang antara lain,
korban diperlihatkan gambar-gambar porno, diperlihatkan alat kelamin,
korban disentuh atau diciumi pada zona erogen atau diminta menyentuh
zona erogen pelaku, dipeluk dan diraba-raba secara tidak wajar .
2. Pelecehan seksual berat
Bentuk pelecehan seksual berat seperti pencabulan, perkosaa, per
vagina, perdagangan anak19, sodomi (perkosaan per anus)
c. Pelecehan seksual berdasarkan pelakunya
1. Incest
Incest merupakan bentuk pelecehan seksual dimana pelaku masih
memiliki hubungan darah atau menjadi bagian dalam keluarga inti
dengan korban anak, misalnya kakak, adik, paman ayah kandung maupun
ayah tiri4 . Incest paling rawan terjadi pada anak perempuan.4
2. Extrafamilial sexual abuse
Extrafamilial sexual abuse merupakan pelecehan seksual dimana
pelaku bukan anggota keluarga korban atau terjadi di luar lingkungan
keluarga korban, misalnya anak sekolah dasar mengalami pelecehan
seksual dengan cara disodomi oleh petugas kebersihan di sekolah .
3. Bisnis seks komersial pornografi
Bisnis seks komersial pornografi dilakukan oleh suatu jaringan atau
mafia pedofilia, dimana anak-anak diburu dan dimanfaatkan untuk
kepentingan nafsu menyimpang mereka. Dalam bisnis seks komersial
pornografi yang diperdagangkan adalah foto-foto dan video anak-anak
telanjang, bahkan beradegan sensual .

4
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, Kencana Media Group, Jakarta, 2007

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kekerasan Seksual Di Indonesia


Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) mencatat dalam kurun waktu 13 tahun (1998-2011) kasus
kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus
kekerasan, atau 93.960 kasus dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan
yang dilaporkan (400.939). Hal ini berarti, setiap hari ada 20 perempuan yang
menjadi korban kekerasan seksual. Data ini diperoleh dari dokumentasi
CATAHU (Catatan tahunan Komnas Perempuan bersama lembagalembaga
layanan bagi perempuan korban, pemantauan Komnas Perempuan tentang
pengalaman kekerasan terhadap perempuan di dalam konteks Aceh, Poso,
Tragedi 1965, Ahmadiyah, migrasi, Papua, Ruteng, pelaksanaan Otonomi
Daerah, dan rujukan Komnas Perempuan pada data dari Tim Gabungan Pencari
Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 serta Komisi Penerimaan,
Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste (CAVR)).
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan
pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis,
termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan
kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ruang publik maupun
di dalam kehidupan pribadi.
Pandangan masyarakat yang umumnya memandang kekerasan seksual
hanya sebatas pelanggaran terhadap kesusilaan memicu munculnya pandangan
bahwa hal ini adalah persoalan moralitas semata. Pandangan ini juga
menempatkan perempuan sebagai penanda kesucian dan moralitas dari
masyarakatnya. Hal ini yang menyebabkan pembahasan moralitas seringkali
berunjung pada pertanyaan yang memberatkan perempuan seputar aktivitas

6
seksualnya (misal: apakah ia masih perawan). Lebih lanjut, hal tersebut
berdampak pada perempuan yang bersangkutan, sehingga ia merasa malu
untuk menceritakan pengalaman kekerasan seksual yang dialaminya. Ia malu
atau kuatir apabila dianggap ‘tidak suci’ atau ‘tidak bermoral’. Sikap korban
kekerasan seksual yang menutupi apa yang dialaminya, tidak jarang justru
mendapat dukungan dari keluarga ataupun lingkungannya.
Konteks moralitas ini seolah-olah mengesampingkan aspek lain yang
sebenarnya tidak kalah penting. Pengalaman korban kekerasan seksual dapat
menghancurkan integritas hidupnya sehingga ia merasa tidak mampu untuk
melanjutkan hidupnya lagi. Aspek moral juga menghambat korban untuk
mendapatkan hak atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan. Selain itu,
kekerasan seksual yang dialami korban dapat menempatkan dirinya sebagai
pihak yang bersalah karena dianggap memiliki ‘aib’ baik bagi dirinya maupun
keluarganya.
Data Komnas Perempuan menunjukkan kekerasan seksual terjadi pada
semua ranah, yaitu: personal, publik, dan negara. Ranah personal berarti
kekerasan seksual dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan darah (ayah,
kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami), maupun relasi
intin (pacaran) dengan korban. ¾ (70,11%) kekerasan seksual berada pada
ranah personal, atau dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan dekat.
Ranah berikutnya adalah ranah publik (22.284 kasus) yang berarti kasus ini
melibatkan korban dan pelaku yang tidak memiliki hubungan kekerabatan,
darah, ataupun perkawinan. Pelaku yang adalah majikan, tetangga, guru, teman
sekerja, tokoh masyarakat, ataupun orang yang tidak dikenal tergolong dalam
ranah publik. Ranah negara adalah jika pada peristiwa kekerasan, aparat negara
berada di lokasi kejadian namun tidak berupaya untuk menghentikan atau
membiarkan tindak kekerasan tersebut berlanjut.
Pada dasarnya, siapa saja dapat menjadi korban dari kekerasan dan/atau
kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat berdampak buruk dan
mempengaruhi kesehatan (fisik maupun psikis) untuk jangka waktu yang lama.

7
Oleh karena itu penting bagi orang yang lebih dewasa, terutama keluarga,
untuk membantu mencegah terjadinya kekerasan seksual.

B. Upaya Menanggulangi Kekerasaan Seksual


Untuk dapat meminimalisir terjadinya kasus kekerasan seksual maka
aparat penegak hukum beserta lembaga sosial dan masyarakat saling bersinergi
dan lebih intensif dalam melakukan tindakan terhadap kasus-kasus seperti ini.
Tindakan yang dimaksud disini adalah melakukan upaya preventif atau upaya
pencegahan dan upaya represif. Upaya preventif yakni dengan melakukan
sosialisasi berkaitan dengan pendidikan, pembinaan, dan penyadaran kepada
masyarakat umum tentang berbagai macam bentuk tindak kejahatan termasuk
diantaranya kekerasan seksual dalam lingkup keluarga. Sedangkan upaya
represif yaitu suatu bentuk upaya yang dilakukan dalam rangka menunjukkan
bagaimana pemberantasan terhadap tindak kejahatan yang terjadi dengan
diwujudkan melalui hukum pidana atau upaya penal.
Upaya penal atau hukum pidana merupakan upaya terakhir atau
ultimum remedium, hal ini berarti apabila sanksi lain dianggap belum mampu
untuk dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana, maka hukum pidana
digunakan sebagai upaya terakhirnya dengan menggunakan sanksi-sanksi
berupa hukuman penjara dan denda.16 Perbuatan kekerasan seksual terhadap
anak yang dilakukan dalam lingkup keluarga diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yakni dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana pasal 294 jo Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 76
D jo pasal 81 dan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT) pasal 8
huruf a jo pasal 46.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Deskripsi kekerasan seksual di Indonesia yaitu masih maraknya terjadi
dibuktikan dengan adanya data dari Komnas Perempuan dimana kasus
kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus
kekerasan, atau 93.960 kasus dari seluruh kasus kekerasan terhadap
perempuan yang dilaporkan (400.939). Hal ini berarti, setiap hari ada 20
perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual.
2. Upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual dilakukan melalui
upaya preventif, upaya represif, dan upaya terakhir melalui upaya penal.

B. Saran
Kepada para pihak utamanya pihak kepolisian, lembaga sosial yang
menyangkut perlindungan anak serta komponen masyarakat harus berkorelasi
bersama-sama untuk dapat meminimalisir faktor-faktor penyebab terjadinya
kekerasan seksual sehingga angka kekerasan seksual terhadap anak dapat
berkurang.

9
DAFTAR PUSTAKA

R. Soesilo. 1996. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta


Komentar-komentar Lengkap Pasal demi Pasal. Politeia: Bogor.

Barker. 2006. Kekerasan terhadap Anak: Fenomena Masalah Sosial Krisis di


Indonesia. Bandung: Nuansa (Anggota IKAPI).

Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Bunga Rampai Kasus Gangguan


Psikoseksual. Bandung: PT. Refika Aditama

Arief, Barda Nawawi. 2007. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan


Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana
Media Group

10

Anda mungkin juga menyukai