Disusun oleh :
Nama : Isnaini Saputri
Kelas : XI KI 2 / 04
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya
saya bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Adapun topik yang dibahas di
dalam makalah ini adalah mengenai Psikologi Anak. Makalah ini akan memperdalam
pengetahuan kita tentang “Dampak Psikologis Korban Pelecehan Seksual dan Peran Keluarga
sebagai Psikolog Pribadi Anak”
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai
pihak. Untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam
menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Sehingga saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Kiranya makalah ini
memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita semua sehingga pelecehan fisik maupun
seksual yang terjadi kepada anak-anak dapat diminimalisasi. Atas perhatiannya, saya ucapkan
terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pelecehan Seksual pada Anak .................................................................. 3
2.2 Kasus Pelecehan Seksual pada Anak ..................................................................... 4
2.3 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Seksual Terhadap Anak di Indonesia ......... 4
2.4 Dampak Psikologis Anak yang Menjadi Korban Pelecehan Seksual .................... 6
2.5 Peran Keluarga Dalam Mengatasi Masalah Psikologis Anak yang Menjadi Korban
Pelecehan Seksual ........................................................................................................ 6
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
5. Bagaimana peran keluarga dalam mengatasi masalah psikologis anak yang menjadi
korban pelecehan seksual?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Kasus Pelecehan Seksual pada Anak
Pada Juni 2016 terjadi sebuah kasus pelecehan seksual di Kota Tangerang yang dilakukan
oleh Kepala sekolah kepada beberapa muridnya. Kasus tersebut terungkap karena sejumlah
orang tua murid SDN 3 Pabuaran Tumpeng, Kota Tangerang, mendatangi Polres Metro
Tangerang yang hendak melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan kepala sekolah
setempat terhadap anak mereka beberapa bulan lalu. Sejauh ini ada 12 orangtua siswa yang
mengaku anaknya menjadi korban tindakan seronok oknum kepala sekolah tersebut. Diantaranya
5 siswa dan 7 siswi yang terdiri dari kleas 3,4,5,dan 6. Mereka mengaku, perbuatan tersebut
dilakukan oleh Kepsek SDN 3 Pabuaran Tumpeng bernama Triyono. (Inisial T). Para orang tua
siswa sempat mendatangi sekolah untuk meminta pertanggungjawaban.
Sebanyak 12 siswa/siswi SDN 3 Pabuaran Tumpeng, Kota Tangerang yang menjadi korban
pelecehan kepala sekolah takut untuk masuk sekolah. Hal itu merupakan dampak dari apa yang
mereka terima atas perilaku Kepala Sekolah yang tidak beradab itu. Salah satu korban berinisial
D mengaku takut untuk bersekolah kembali karena akan ditertawakan oleh teman-temannya
pasca peristiwa yang menimpa 12 murid pada 12 Juni 2015 lalu.
Sikap tegas diperlihatkan Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah terhadap kasus
pelecehan seksual yang menimpa 12 siswa/siswi SDN 3 Pabuaran Tumpeng, Karawaci, Kota
Tangerang.Beliau memerintahkan untuk mencopot jabatan Triyono sebagai Kepsek SDN 3
Paburan Tumpeng. Dan ditugaskan hanya menjadi staf di UPTD wilayah Karawaci sampai kasus
pelecehan seksual tersebut terbukti.
Adanya kasus tersebut tentu mencoreng pendidikan di Tangerang karena pelakunya
merupakan kaum terdidik yang seharsunya menjadi pendidik yang bisa dijadikan teladan bagi
muridnya justru malah menjadi ancaman besar bagi murid. Kasus tersebut menyadarkan kita
bahwa siapapun dapat berpotensi menjadi seorang yang jahat, bukan hanya orang asing yang
selama ini selalu kita waspadai, orang dekatpun juga harus lebih diwaspadai karena berdasarkan
survey 73 % pelaku pelecehan adalah orang terdekat korban atau berada di lingkungan yang
sama dengan korban.
2.3 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak di Indonesia
Setelah mendengar pengaduan dari anak (korban) bahwa mereka mengalami tindakan
pelecehan seksual oleh kepala sekolah mereka sendiri, para orangtua murid segera melaporkan
kejadian tersebut kepada pihak kepolisian, Berdasarkan kasus tersebut, pelaku pelecehan seksual
dapat dijerat dengan menggunakan Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 atas
perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi
bahwa “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
4
Pelaku dikenai pasal tersebut karena melakukan upaya merayu untuk melakukan pelecehan
seksual kepada korban yang disertai dengan ancaman. Sebagaimana dimkasud dalam Pasal 76 E
UU 35 Tahun 2014 yang berbunyi ”Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu daya, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk,
anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.”
Jadi intinya pelecehan seksual dapat dijerat dengan KUHP pasal 289 sampai dengan pasal
296 tentang perbuatan cabul. Dalam hal terdapat bukti yang cukup, Jaksa penuntut umum akan
mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan. Pembuktian
Hukum Pidana adalah berdasarkan Pasal 184 UU No. 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana menggunakan lima alat bukti yaitu:
• Keterangan Saksi
• Keterangan ahli
• Surat
• Petunjuk
• Keterangan Terdakwa
Melihat dari sisi pasal diatas, maka kesulitan utama dalam kasus pelecehan seksual adalah
dengan meghadirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut.
Karena pada umumnya pelaku melakukan pelecehan seksual di lingkungan yang terbatas dan
tertutup. Dalam hal terkait pelecehan seksual, yang pada umumnya dapat dijadikan sebagai alat
bukti adalah Visum et repertum sebagaimana dimaksud dalam pasal 187 huruf c KUHAP yaitu:
“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya”.
Dalam kasus tersebut yang patut diapresiasi adalah respon yang ditunjukkan oleh orangtua
ketika mendengar anaknya menjadi korban pelecehan seksual sangat tanggap dengan langsung
melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Karena kebanyakan orangtua yang
anaknya menjadi korban kekerasan seksual merasa malu untuk melorkannya kepada pihak
kepolisian padahal dengan kita tidak menindaklanjuti kasus tersebut sama saja seperti kita
membebaskan pelaku berkeliaran untuk melakukan kejahatan yang sama.
Penegakan hukum terhadap pelecehan seksual harus selalu diupayakan oleh pemerintah.
Hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat
penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan
memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari keadilan. Dalam hal ini
pemerintah dan KPAI harus bersinergi untuk terus melakukan pencegahan terhadap pelecehan
yang terjadi pada anak di Indonesia. Pemerintah tidak boleh hanya sibuk mengurusi birokrasi dan
politik saja, justru pelecehan pada anak merupakan masalah yang sangat krusial karena
menyangkut generasi masa depan Indonesia. Pemerintah sudah seharusnya mengambil sikap
tegas dan tindakan nyata untuk meminimalisir kasus pelecehan seksual terhadap anak.
5
2.4 Dampak Psikologis Anak yang Menjadi Korban Pelecehan Seksual
Psikologi anak merupakan area penelitian yang sangat luas dan kompleks, mencakup
bagaimanakah seseorang berubah pada saaat ia beranjak dewasa, mulai dari saat kelahiran
hingga masa remaja dan mencoba untuk menjelaskan mengenai beragam perubahan penting
yang terjadi. Psikologi anak juga mempelajari sisi emosional anak yang cepat berubah karena
masalah yang mereka hadapi seperti mengapa mereka sedih, tidak mau berbicara, tiba-tiba
menangis ataupun ketakutan yang berlebihan. Salah satu penyebab terganggunya psikis anak
adalah adanya tindakan pelecehan.
Secara Psikologi, anak yang menjadi korban pelecehan, jiwanya akan diliputi rasa dendam,
marah, dan penuh kebencian yang tadinya hanya ditujukan kepada orang yang melakukannya
dan kemudian menyebar kepada objek-objek atau orang-orang lain. Selain itu juga dapat
menyebabkan trauma yang mendalam bagi korbannya. Kondisi ini menyebabkan tubuh
mencurahkan banyak energi untuk mengeluarkan reaksi perlawanan. Sirkuit pendek ini
memantul dalam tubuh dan pikiran seseorang yang dapat menyebabkan Depresi, Rape Trauma
Syndrom (RTS), disosiasi, gangguan makan dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Untuk meminimalisasi dampak psikis dan fisik yang lebih buruk, orang tua harus cepat,
tanggap, serta peka terhadap kondisi yang dialami anak. Tidak semua anak terbuka atas apa yang
mereka alami, pada umumnya mereka takut untuk mengatakannya pada orang tua mereka karena
adanya ancaman dari pelaku. Maka dari itu kenalilah tanda-tanda anak yang mengalami
pelecehan seksual agar segera mendapat penanganan secara medis dan psikis.
2.5 Peran Keluarga Dalam Mengatasi Masalah Psikologis Anak yang Menjadi Korban
Pelecehan Seksual
Anak-anak yang menjadi korban pelecehan perlu mendapat perlakuan yang baik yang
dapat membangun kembali semangat hidupnya, kepercayaan diri, dan berani menghadapi
dunia. Mereka butuh pendampingan psikologis dan dukungan dari keluarga serta orang-orang
di lingkungan sekitarnya agar ia tidak mengalami trauma berlarut-larut.
Keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anak. Adanya dukungan dari
keluarga diharapkan dapat membantu mengurangi luka psikis yang dialaminya. Keluarga
harus menjadi penyemangat bagi mereka dan mengedukasi anak bahwa apa yang dilakukan
Pelaku kepada nya merupakan sesuatu yang jahat dan melarang untuk dilakukan agar
kedepannya ia tidak menjadi pelaku pelecehan seksual.
Permasalahan yang terjadi dalam keluarga adalah orang tua menganggap hal tersebut
merupakan aib keluarga yang harus dikubur dalam-dalam sehingga menimbulkan rasa malu
orang tua karena memilki anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Pada umumnya
orangtua korban pelecehan seksual bingung apa yang harus mereka lakukan dalam
6
menghadapi anak mereka. Bukan hanya korban saja yang terguncang psikisnya orang tua pun
juga mengalaminya, mereka shock atas apa yang dialami oleh anaknya.
Pendekatan psikologis yang dilakukan keluarga mampu mengurangi dampak traumatik
anak. Kasih sayang dan semangat yang diberikan orang tua adalah yang paling dibutuhkan
anak disaat kondisi psikis nya terpuruk. Tempat ternyaman anak dalam berkeluh kesah ada
pada orang tua. Maka dari itu jadilah orang tua yang menjadi sahabat bagi anak bukan musuh
bagi anak. Karena dengan menjadi sahabat, anak akan merasa lebih nyaman ketika
berinteraksi dengan orang tua dan anak menjadi lebih terbuka atas kejadian yang mereka
alami.
Tindakan preventif tersebut tidak akan berarti tanpa adanya partisipasi dan kesadaran
banyak pihak. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak
disebutkan siapa saja yang memiliki kewajiban untuk melakukan pemenuhan terhadap hak
anak yaitu Negara, Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan Orang tua. Maka sudah seharusnya
komponen-komponen tersebut bersatu dan membangun kesadaran akan pentingnya
perlindungan dan pemenuhan hak anak. Dengan demikian segala bentuk pelecehan yang
mengancam anak-anak kita dapat diminimalisasi bahkan dihilangkan dari muka bumi ini.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pelecehan seksual merupakan tindak pelecehan luar biasa yang membutuhkan penyelesaian
masalah yang luar biasa pula agar pelecehan tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi anak-
anak kita di masa depan. Pelecehan seksual bukan hanya menimbulkan luka fisik bagi korban
tapi ada luka yang lebih berbahaya dan lebih sakit dibandingkan luka fisik yaitu luka psikis.
Korban pelecehan seksual yang merupakan anak-anak akan mengalami trauma yang
menyebabkan timbulnya gejala gejala psikis lainnya seperti depresi, rasa takut yang
berlebihan, sulit bersosialisasi, sering murung dan melamun, dan menjadi pribadi yang
tertutup atau bahkan risiko paling buruk adalah dia merasa tidak lagi berguna hidup di dunia
sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidup. Dalam hal ini peran keluarga sangat
dibutuhkan bagi anak yang menjadi korban pelecehan seksual. Kasih sayang dan semangat
yang diberikan oleh orang tua mampu menjadi obat bagi trauma yang dialami anak. Namun
dalam kenyataannya masih ada orang tua yang menjadikan anak tersebut sebagai aib
keluarga yang memalukan sehingga membuat anak menjadi lebih depresi yang tidak
menutup kemungkinan di kemudian hari anak tersebut dapat menjadi seorang pelaku juga
karena berdasarkan hasil survey pelaku pelecehan seksual di masa lalu juga merupakan
korban pelecehan seksual pula.
3.2 Saran
Maraknya kasus pelecehan seksual di Indonesia membuat orang tua khawatir akan
keselamatan anak-anak mereka terutama ketika anak sedang melakukan aktivitas di luar
rumah. Apalagi pelecehan seksual kini sudah tidak memandang gender. Anak laki-laki yang
dianggap lebih dapat diandalkan untuk menjaga diri dibandingkan dengan anak perempuan
kenyataannya berdasarkan survey KPAI menunjukan bahwa korban pelecehan seksual Anak
laki-laki mempunyai porsi lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Berbagai dampak
psikologis yang dialami korban membuat terpuruknya kondisi emosional yang berpegaruh
terhadap hubungannya dengan orang lain maka dari itu para korban harus segera mendapat
pendampingan psikologis agar ia tidak berlarut-larut dalam trauma dan kesedihan. Selain itu
peran keluarga menjadi penting sebagai orang yang dekat dengan anak sebagai “psikolog
pribadi” yang harus mendukung anak agar tetap terus semangat menjalani kehidupannya,
menumbuhkan rasa kepercayaan diri anak, dan menumbuhkan cita-cita anak yang ia inginkan
di masa depan sehingga si anak kembali mempunyai ambisi untuk mencapainya. Kita perlu
merubah mindset kita yang menganggap pelecehan seksual sebagai aib yang harus ditutup-
tutupi dari masyarakat sehingga menyebabkan kita segan dan malu untuk melaporkan kasus
yang anak alami. Dengan tidak melaporkan kasus tersebut sama saja seperti kita
membebaskan pelaku berkeliaran mencari korban lain untuk melakukan pelecehan yang
sama. Pemerintah juga perlu lebih mengedukasi masyarakat dengan memberikan informasi
apa dan bagaimana bentuk pelecehan seksual pada anak dan yang lebih penting adalah
dengan melakukan penyadaran kepada masyarakat terkait upaya pencegahan agar tidak
terjadi pelecehan seksual pada anak.
8
DAFTAR PUSTAKA
• Brigitta Erlita. 2007. “Studi kasus tentang dampak psikologis anak korban
pelecehan
dalam keluarga”. Tersedia: https://repository.usd.ac.id/2211/2/029114088_Full.pdf
• Davit Setyawan. 2017. Tahun 2017, KPAI temukan 116 Kasus Pelecehan Seksual
terhadap Anak. Tersedia: http://www.kpai.go.id/berita/tahun-2017-kpai-t
emukan-116-kasus-pelecehan-seksual-terhadap-anak/
• “Langkah Inovatif mengurangi pelecehan pada anak”, Tersedia:
http://lusiningtyas.wordpress.com/tag/peran-orang-tua-dalam-mencegah-pa
pelecehan-terhadap-anak
• https://www.academia.edu/38141897/