Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN KARAKTER

LECEHKAN ANAK DI BAWAH UMUR


PRIA 55 TAHUN DITANGKAP
DOSEN : I Putu Adi Saputra, S.Pd. M.Pd

Nama Kelompok :
1. I Dewa Gede Dipta Utama Yana (2202622010287)
2. I Wayan Windhu Nugraha (2202622010292)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARSWATI DENPASAR
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
DAFTAR ISI
............................................................................................................
......... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah
.................................................................................................. 2

C. Tujuan
............................................................................................................
........ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Pelecehan Seksual Pada Anak


.................................................................. 3

B. Kasus Pelecehan Seksual Pada Anak


......................................................................... 4

C. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan


SeksualTerhadap Anak di Indonesia
............................................................ 5

D. Dampak Psikologis Anak Yang Menjadi Korban Pelecehan


Seksual ......... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
..........................................................................................................
10

B. Saran
............................................................................................................
........ 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus kekerasan yang terjadi pada anak beberapa tahun


terakhir banyak terjadi di dunia termasuk salah satunya adalah
di Indonesia. Anak-anak hingga usia remaja selalu dijadikan
target empuk para “predator” seks. Angka kejadian terus
meningkat seiring dengan kian padatnya populasi, serta media
yang beragam. Terdapat banyak faktor yang jauh lebih berperan
dibandingkan media, misalnya pola asuh orang tua, lingkungan
sekitar, penanaman moral dan etika pada anak itu sendiri, dan
banyak lagi.

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap


pelecehan seksual karena anak selalu diposisikan sebagai
pihak yang lemah dan memiliki ketergantungan yang tinggi
kepada orang dewasa di sekitarnya. Di Indonesia kasus
pelecehan seksual setiap tahunnya mengalami peningkatan,
korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang
sudah merambah ke remaja, anak-anak, bahkan pada balita.

Ironisnya, Pelaku pelecehan seksual pada anak kebanyakan


berasal dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak
itu berada, antara lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah,
lembaga pendidikan dan lingkungan sosial anak. Siapapun
dapat menjadi pelaku pelecehan seksual atau lebih sering
disebut pelaku. Kemampuan pelaku menguasai korban, baik
tipu dayamaupun ancaman dan pelecehan menyebabkan
pelecehan ini sulit dihindari. Dari seluruh kasus pelecehan
seksual pada anak baru terungkap setelahperistiwa itu terjadi,
dan tak sedikit yang berdampak fatal.

Maka dari itu, penulis ingin mengajak pembaca untuk bersama-


sama menyadari bahwa dunia anak-anak kini sudah tidak aman
lagi, di luar sana berkeliaran para penjahat pelakuia yang siap
melancarkan aksinya apabila kita lalai mengawasi anak-anak
apalagi pelecehan ini sudah merambah ke dunia pendidikan,
tempat yang kita percayai utnuk menitipkan buah hati kitauntuk
menuntuk ilmu. Selain itu, penulis juga ingin memberitahukan
bahwa kita perlu untuk mengetahui psikologi anak agar menjadi
orang tua yang cerdas dan tanggap ketika anak mengalami
masalah yang mempengaruhi keadaan emosional/jiwa nya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi pelecehan seksual?

2. Bagaimana kronologi kasus pelecehan seksual yang


terjadi pada anak tersebut?

3. Bagaimana penegakan hukum kasus tersebut?

4. Bagaimana dampak psikologis anak yang menjadi korban


pelecehanseksual?

1.3 Tujuan

1. Agar kita dapat mengetahui pengertian pelecehan seksual pada


anak

2. Agar kita dapat mengetahui bentuk-bentuk pelecehan seksual


pada anak
3. Agar kita mengetahui tanda-tanda pelecehan seksual pada anak

4. Agar kita dapat mengetahui kondisi pelecehan seksual pada anak


di Indonesia

5. Agar kita dapat mengetahui dampak psikologi anak korban


kekerasa seksual

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pelecehan Seksual pada Anak.

Kekerasan seksual merupakan permasalahan yang serius di hadapi


peradaban modern saat ini, karena adanya tindakan kekerasan seksual
menunjukan tidak berfungsinya suatu norma pada diri seseorang
(pelaku) yang mengakibatkan dilanggarnya suatu hak asasi dan
kepentingan orang lain yang menjadi korbannya.

Semakin marak dan berkembangnya kekerasan seksual Komnas


Perlindungan Anak dan Perempuan menyebutkan beberapa bentuk
kekerasan seksual diantaranya Perkosaan, Pelecehan seksual,
Eksploitasi seksual, Penyiksaan seksual, Perbudakan seksual serta
Intimidasi/serangan bernuansa seksual termasuk ancaman atau
percobaan perksoaan.

Bentuk kekerasan seksual diatas disebutkan adanya pelecehan seksual,


di dalam masyarakat secara umum biasanya menyamakan kekerasan
seksual dengan pelecehan seksual dengan suatu tindakan yang sama.
Pelecehan seksual dengan kekerasan seksual bisa dikatakan hampir
sama, akan tetapi sesungguhnya pelecehan seksual sebenarnya
merupakan bagian dari bentuk kekerasan seksual seperti yang
disebutkan oleh Komnas Perlindungan Anak dan Perempuan tersebut
diatas, namun tetapi di dalam hukum pidana tidak di perkenalkan istilah
pelecehan seksual melainkan kekerasan seksual saja yang di bagi
menjadi persetubuhan dan pencabulan, sebab pelecehan seksual
merupakan bahasa yang akrab di masyarakat.

Pelecehan seksual adalah perilaku yang bersifat seksual yang tidak


diinginkan dan tidak dikehendaki oleh penerima atau korbanya dan
berakibat mengganggu diri penerima pelecehan, perilakunya yang dapat
digolongkan sebagai tindakan pelecehan seksual seperti pemaksaan
melakukan kegiatan seksual, pernyataan merendahkan yang berorientasi
seksual atau seksualitas, lelucon yang berorientasi seksual, permintaan
melakukan tindakan seksual yang disukai pelaku dan juga ucapan atau
perilaku yang berkonotasi seksual, tindakan-tindakan tersebut dapat
disampaikan secara langsung maupun tidak langsung (implicit).

Bentuk pelecehan seksual sesuai dengan pernyataan di atas dapat


dikatagorikan menjadi :

a. Pelecehan seksual Verbal wujud pelecehan seksual secara verbal


lebih dilakukan dengan wujud ucapan/perkataan yang ditujukan pada
orang lain namun mengarah pada sesuatu yang berkaitan dengan
seksual, pelecehan ini dapat berwujud seperti :

1) Bercandaan, menggoda lawan jenis atau sejenis, ataupun


mengajukan pertanyaan seputar seksual didalam diskusi atau obrolan
yang tidak dikhususkan membahas seputar seksual.

2) Bersiul-siul yang berorientasi seksual.


3) Menyampaikan atau menanyakan pada orang lain tentang
keinginan secara seksual ataupun kegiatan seksual yang pernah
dilakukan oleh orang tersebut, yang membuat orang itu tidak nyaman.

4) Mengkritik atau mengomentari bentuk fisik yang mengarah pada


bagian-bagian seksualitas, misalnya bentuk pantat ataupun ukuran
kelamin seseorang.

b. Pelecehan seksual non verbal

Bentuk pelecehan non verbal merupakan kebalikan dari verbal apabila


dalam pelecehan verbal adalah menggunakan kata-kata ataupun ajakan
berbentuk tulisan dalam katagori non verbal ini lebih menggunakan
tindakan akan tetapi tidak bersentuhan secara langsung antara pelaku
dengan korbanya, misalnya :

1) Memperlihatkan alat kelamin sendiri dihadapan orang lain baik


personal ataupun dihadapan umum,

2) Menatap bagian seksual orang lain dengan pandangan yang


menggoda,

3) Menggesek-gesekan alat kelamin ke orang lain.

c. Pelecehan seksual secara fisik

Dalam katagori ini pelecehan seksual antara pelaku dan korban sudah
terjadi kontak secara fisik, dapat digolongkan perbuatan yang ringan dan
berat misalnya :

1) Meraba tubuh seseorang dengan muatan seksual dan tidak di


inginkan oleh korban.

2) Perkosaan atau pemaksaan melakukan perbuatan seksual.

3) Memeluk, mencium atau menepuk seseorang yang

berorientasi seksual.

B. Kasus Pelecehan Seksual Pada Anak

Satreskrim Polres Bener Meriah menangkap pria beristri berusia 55


tahun. Ia ditangkap atas dugaan kasus pelecehan seksual terhadap anak
di bawah umur.
Tersangka ZK merupakan warga Kabupaten Bener Meriah. Ia ditangkap
polisi atas laporan dugaan melakukan pelecehan seksual terhadap
seorang anak berusia 12 tahun di rumahnya pada Kamis, 22 September
2022.

Kapolres Bener Meriah, AKBP Indra Novianto mengatakan,


pengungkapan tersebut bermula dari laporan seorang warga ke SPKT
Polres Bener Meriah tentang pelecehan seksual yang menimpa anak di
bawah umur.
Awalnya, korban mengadu kepada saksi W sambil menangis dan
ketakutan saat menceritakan peristiwa yang dialaminya di rumah ZK.

"Korban mengadu kepada salah satu saksi tentang peristiwa yang ia


alami. Saksi kemudian menceritakan kepada pelapor, yang berujung
pada laporan Polisi," ujar Indra, Sabtu (24/9/2022).

Setelah menerima laporan, penyidik langsung membawa korban untuk


divisum. Berdasarkan hasil visum serta dan keterangan saksi, petugas
langsung bergerak menangkap pelaku.
"Saat ini tersangka ZK sudah diamankan di Polres Bener Meriah untuk
proses lebih lanjut. Atas perbuatannya pelaku dijerat dengan Pasal 47
Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014, tentang Hukum Jinayat," tutur Indra

C. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan SeksualTerhadap


Anak di Indonesia

Pengaduan dari korban membuka celah hukum untuk menegakkan


keadilan. Pihak yang bersalah harus dihukum dan pihak korban harus
mendapatkan keadilan. Hukum ada karena masyarakat memerlukan
ketertiban, keamanan,serta jauh dari kejahatan yang mengancam. Maka
dari itu, laporkan kejadian kepada pihak kepolisian, demi tegaknya
keadilan korban dan terhindar dari kejahatan

Setelah mendengar pengaduan dari anak (korban) bahwa mereka


mengalami tindakan pelecehan seksual oleh kepala sekolah mereka
sendiri, para orangtua murid segera melaporkan kejadian tersebut
kepada pihak kepolisian, namun karena ada beberapa berkas yang tidak
lengkap, berkas tersebut ditolak oleh kepolisian dan orangtua murid
diminta untuk segera melengkapi berkas agar dapat segera
ditindaklanjuti. Tidak lama setelah proses pelengkapan berkas dan
pemeriksaan dilakukan, langsungditetapkan sebagai tersangka dan
menjadi tahanan di Lapas Pemuda Tangerang.

Berdasarkan kasus tersebut, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat


dengan menggunakan Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun
2014 atas perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yang berbunyi bahwa “Setiap orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).”
Pelaku dikenai pasal tersebut karena melakukan upaya merayu untuk
melakukan pelecehan seksual kepada korban yang disertai dengan
ancaman. Sebagaimana dimkasud dalam Pasal 76 E UU 35 Tahun 2014
yang berbunyi

”Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,


memaksa, melakukan tipu daya srangkaian kebohongan atau membujuk
anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

“Apakah ada instrumen hukum lain yang mengatur tetang pelecehan

seksual?”Ada, tetapi dalam KUHP tidak dikenal istilah “Pelecehan


seksual”. KUHP hanya mengenal istilah “Perbuatan Cabul” yang diatur
dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296. Yang dimaksud dengan
perbuatan cabul adalah perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan atau
perbuatan lain yang keji yang semuanya dalam lingkungan nafsu birahi.
Misalnya cium-ciuman, meraba- raba anggota kemaluan, meraba raba
dansebagainya. Kasus tersebut dalam

KUHP dapat dijerat dengan pasal 292 KUHP yang berbunyi “Orang
dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama
kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum
dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”

Dari kedua peraturan tersebut terjalin sebuah asas penafsiran hukum


yaitu Lex specialis derogat specialit (hukum yang bersifat khusus
mengesampingkan hukum yang bersifat umum), dalam hal ini UU No. 35
Tahun 2014 merupakan lex specialist sedangkan KUHP merupakan lex
generalis.

Jadi intinya pelecehan seksual dapat dijerat dengan KUHP pasal 289
sampai dengan pasal 296 tentang perbuatan cabul. Dalam hal terdapat
bukti yang cukup, Jaksa penuntut umum akan mengajukan dakwaannya
terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan. Pembuktian
Hukum Pidana adalah berdasarkan Pasal184 UU No. 8 tahun 1981
Tentang Hukum Acara Pidana menggunakan lima alat bukti yaitu:

• Keterangan saksi

• Keterangan ahli

• Surat

• Petunjuk

• Keterangan terdakwa

Melihat dari sisi pasal diatas, maka kesulitan utama dalam kasus
pelecehan seksual adalah dengan meghadirkan sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut. Karena pada
umumnya pelaku melakukan pelecehan seksual di lingkungan yang
terbatas dan tertutup. Dalam hal terkait pelecehan seksual, yang pada
umumnya dapat dijadikan sebagai alat bukti adalah Visum et repertum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 187 huruf c KUHAP yaitu: “Surat
keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta
secara resmi daripadanya”.

Dalam kasus tersebut yang patut diapresiasi adalah respon yang


ditunjukkan oleh orangtua ketika mendengar anaknya menjadi korban
pelecehan seksual sangat tanggap dengan langsung melaporkan
kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Karena kebanyakan orangtua
yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual merasamalu untuk
melorkannya kepada pihak kepolisian padahal dengan kita tidak
menindaklanjuti kasus tersebut sama saja seperti kita membebaskan
pelaku berkeliaran untuk melakukan kejahatan yang sama.

Menurut penulis pelaku harus mendapat hukuman yang setimpal tahun.


Meskipun kejahatan seksual yang dilakukan oleh pelaku tidak sampai
berlanjut pada persetubuhan, namun akibat yang ditimbulkan kasus
tersebut berpengaruh besar terhadap psikis korban. Korban merasa
takut utnuk masuk sekolah, karena ditertawakan oleh teman-temannya
dan berbagai tindakan lain yang dapat memperburuk psikis korban
akibat lingkungan yang tidak mendukung keberadaan
mereka.Pemerintah dan rakyat Indonesia harus bekerja lebih keras lagi
dapat upaya pencegahan segala bentuk kejahatan yang mengancam
anak. Penegakan hukum terhadap pelecehan seksual harus selalu
diupayakan oleh pemerintah. Hukum harus ditegakan, sistem peradilan
harus berjalan dengan baik dan adil, para pejabat penegak hukum harus
memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan kepadanya dengan
memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat pencari
keadilan. Dalam hal ini pemerintah dan KPAI harus bersinergi untuk terus
melakukan pencegahan terhadap pelecehan yang terjadi pada anak di
Indonesia. Masalah pelecehan pada anak merupakan masalah yang
sangat penting karena menyangkut generasi masa depan Indonesia.
Pemerintah sudah seharusnya mengambil sikap tegasdan tindakan
nyata untuk meminimalisir kasus pelecehan seksual terhadap anak.

D. Dampak Psikologis Anak Yang Menjadi Korban Pelecehan


Seksual

Secara Psikologi, anak yang menjadi korban pelecehan, jiwanya


akan diliputi rasa dendam, marah, dan penuh kebencian yang
tadinya hanya ditujukan kepada orang yang melakukannya dan
kemudian menyebar kepada objek-objek atau orang-orang lain.
Selain itu juga dapat menyebabkan trauma yang mendalam
bagi korbannya. 6Ketika bahaya fisik mengancam otoritas
tubuh, kemampuan melarikan diri adalah naluri yang tidak
dapat dikendalikan sebagai bentuk pertahanan diri. Kondisi ini
menyebabkan tubuh mencurahkan banyak energi untuk
mengeluarkan reaksi perlawanan. Sirkuit pendek ini memantul
dalam tubuh dan pikiran seseorang yang dapat menyebabkan
Depresi, Rape Trauma Syndrom (RTS), disosiasi, gangguan
makan dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berikut
adalah penjelasan dari beberapa dampak psikologis anak yang
menjadi korban pelecehan seksual:

a. Depresi adalah gangguan mood yang terjadi ketika


perasaan yang diasosiasikan dengan kesedihan dan
keputusasaan yang berkelanjutan untuk jangka waktu yang
lama.

b. Rape Trauma Syndrom (RTS) adalah suatu kondisi yang


menyebabkan korban pelecehan seksual mengalami ketakutan
yang berlebihan, syok beberapa dari mereka cenderung merasa
kedinginan, pingsan, disorientasi, gemetar, mual dan muntah.

c. 7Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan suatu


sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan
emosional dan kilasbalik dari pengalaman yang amat pedih itu
setelah stress fisik maupun emosi melampaui batas ketahanan
orang biasa. 8Hikmat (2005) mengatakan PTSD sebagai
sebuah kondisi yang muncul setelah pengalaman luar biasa
yang mencekam, mengerikan dan mengancam jiwaseseorang,
misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, sexual
abuse (Pelecehan Seksual), atau perang.

d. Disosiasi adalah reaksi yang terjadi akibat trauma kronis


yang diderita oleh korban di masa lalu yang menyebabkan ia
menjadi sering melamun

e. Gangguan makan, seseorang yang menjadi korban


pelecehan seksual membuat kondisi psikis nya terganggu
sehingga mempengaruhi pola makannya.

Selain itu banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari


pelecehan seksual. Pada anak kecil dari yang biasanya tidak
mengompol jadi mengompol, mudah merasa takut, kecemasan
tidak beralasan, perubahan pola tidur anak mungkin disertai
dengan mimpi buruk, atau bahkan simtom fisik seperti sakit
perut atau adanya masalah kulit, dan lain-lain.

Untuk meminimalisasi dampak psikis dan fisik yang lebih buruk,


orang tua harus cepat, tanggap, serta peka terhadap kondisi
yang dialami anak. Tidak semua anak terbuka atas apa yang
mereka alami, pada umumnya mereka takut untuk
mengatakannya pada orang tua mereka karena adanya
ancaman dari pelaku. Makadari itu kenalilah tanda-tanda anak
yang mengalami pelecehan

seksual agar segera mendapat penanganan secara medis dan


psikis
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Dalam skenario di atas, tentu secara kasat mata terlihat jelas,


pihak mana yang akan menjadi pemenang. Tentusaja,
kelompok pertama yang mempunyai misi memperjuangkan
harkat dan martabat khalayak ramai, bukan kelompok kedua,
yang hanya memperjuangkan hak segelintir orang.

Pola inilah yang dijalankan dalam berbagai penanganan kasus


kekerasan seksual di Indonesia, termasuk penanganan kasus
kekerasan di pesantren Shiddiqiyyah Jombang. Mirisnya, dalam

banyak kasus ditemukan fakta yang menunjukkan bila upaya


menjaga marwah tersebut, secara nyata telah memasung
upaya perlindungan dan pemenuhan hak korban

Dalam hal ini peran keluarga sangat dibutuhkan bagi anak yang
menjadi korban pelecehan seksual. Kasih sayang dan
semangat yang diberikan oleh orang tua mampu menjadi obat
bagi trauma yang dialami anak. Namun dalam kenyataannya
masih ada orang tua yang menjadikan anak tersebut sebagai
aib keluarga yang memalukan sehingga membuat anak
B. Saran

Maraknya kasus pelecehan seksual di Indonesia membuat


orang tua khawatir akan keselamatan anak-anak mereka
terutama ketika anak sedang melakukan aktivitas di luar rumah.
Apalagi pelecehan seksual kini sudah tidak memandang gender.
Anak laki-laki yang dianggap lebih dapat diandalkan untuk
menjaga diri dibandingkan dengan anak perempuan
kenyataannya berdasarkan survey KPAI menunjukan bahwa
korban pelecehan seksual Anak laki-laki mempunyai porsi lebih
tinggi dibandingkan anak perempuan. Berbagai dampak
psikologis yang dialami korban membuat terpuruknya kondisi
emosional yang berpegaruh terhadap hubungannya dengan
orang lain maka dari itu para korban harus segera mendapat
pendampingan psikologis agar ia tidak berlarut-larut dalam
trauma dan kesedihan. Selain itu peran keluarga menjadi
penting sebagai orang yang dekat dengan anak sebagai
“psikolog pribadi” yang harus mendukung anak agar tetap terus
semangat menjalani kehidupannya, menumbuhkan rasa
kepercayaan diri anak, dan menumbuhkan cita-cita anak yang
ia inginkan di masa depan sehingga si anak kembali
mempunyai ambisi untuk mencapainya.Kita perlu merubah
mindset kita yang menganggap pelecehan seksual sebagaiaib
yang harus ditutup-tutupi dari masyarakat sehingga
menyebabkan kita segan dan malu untuk melaporkan kasus
yang anak alami. Dengan tidak melaporkan kasus tersebut
sama saja seperti kita membebaskan pelaku berkeliaran
mencari korban lain untuk melakukan pelecehan yang sama.
Pemerintah juga perlu lebih mengedukasi masyarakat dengan
memberikan informasi apa
DAFTAR PUSTAKA

newsSabtu 24 September 2022 18:03 WIB


Lecehkan Anak di Bawah Umur, Pria 55 Tahun Ditangkap
Jurnalis - Yusradi
https://news.okezone.com/amp/2022/09/24/340/2674187/lec
ehkan-anak-di-bawah-umur-pria-55-tahun-ditangkap?page=2

Anda mungkin juga menyukai