Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“Tinjauan Kriminologis Tentang Pelecehan Seksual Terhadap Anak”

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. .. , S.H., M.H.

DISUSUN OLEH:

Hani Ayu Fauziah (2016200035)


Muhammad Imam Dawami (20200210100182)
Muhammad Syakir Ramdhani (20200210100062)
Novita Anggi (20200210100075)
Putri Roro Pangesti (20200210100076)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
2021-2022

1
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................. 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 3
BAB I ...................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 6
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 6
BAB II ..................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 7
2.1 Pengertian Pelecehan Seksual pada Anak. .................................................................... 7
2.2 Contoh kasus pelecehan seksual pada anak .................................................................. 9
2.3 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak di
Indonesia ....................................................................................................................... 9
2.4 Dasar-Dasar Hukum beserta upaya penanganan pelecehan seksual terhadap anak .... 11
2.5 Contoh Kasus pelecehan seksual terhadap anak............................................................ 14
BAB III ................................................................................................................................... 15
PENUTUP .............................................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 15
3.2 Saran ............................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 16

KATA PENGANTAR
2
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tinjauan Kriminologis Tentang Pelecehan
Seksual Terhadap Anak” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada Bahasa
Hukum Indonesia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
pelecehan seksual terhadap anak ditinjau dari segi kriminologi bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Mas ahmad yani, SH. M.Si, selaku dosen
Kriminologi dan Victimologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari makalah yang kami tulis ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 25 Maret 2022

Penyusun

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak Indonesia adalah aset bangsa yang harus dijaga dan diberi perlindungan ekstra.
Mereka adalah generasi yang menjadi garda terdepan bagi pembagunan Indonesia. Oleh
karena itu, pemerintah sudah seharusnya fokus terhadap upaya untuk mengembangkan
potensinya dengan memberikan akses pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan
publik lainnya secara merata khususnya untuk anak-anak di berbagai pelosok Indonesia
dan pemerintah wajib menjamin terpenuhinya hak asasi anak salah satunya yaitu hak
untuk mendapat perlindungan. Apalagi akhir-akhir ini marak pemberitaan tentang
pelecehan seksual pada anak.

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap pelecehan seksual karena
anak selalu diposisikan sebagai pihak yang lemah dan memiliki ketergantungan yang
tinggi kepada orang dewasa di sekitarnya. Di Indonesia kasus pelecehan seksual setiap
tahunnya mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja
sekarang sudah merambah ke remaja, anak-anak, bahkan pada balita.

Ironisnya, Pelaku pelecehan seksual pada anak kebanyakan berasaldari lingkungan


keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada, antara lain di dalam rumahnya sendiri,
sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan sosial anak. Siapapun dapat menjadi pelaku
pelecehan seksual atau lebih sering disebut pelaku. Kemampuan pelaku menguasai
korban, baik tipu daya maupun ancaman dan pelecehan menyebabkan pelecehan ini sulit
dihindari. Dari seluruh kasus pelecehan seksual pada anak baru terungkap setelah
peristiwa itu terjadi, dan tak sedikit yang berdampak fatal.

Dampak yang diakibatkan dari pelecehan seksual yang dialami anak dapat berupa

4
fisik, psikis, dan sosial. Namun dampak psikis mengambil peran lebih besar dari yang
lainnya. Jika luka fisik dapat terobati dengan bantuan medis, berbeda hal dengan psikis
yang memerlukan pendampingan psikologis dan rehabilitasi psikis secara
berkesinambungan dan hal itu belum menjamin si korban akan kembali seperti sedia kala
karena setiap kejadian yang menyakitkan pada dasarnya menyisakan luka batin yang
mendalam.

Korban pelecehan seksual pada umumnya mengalami trauma atas kejadian yang
mereka alami dan hal tersebut akan selalu diingat dalam benak pikiran mereka sehingga
mengakibatkan ketidakstabilan mental korban, apalagi jika tidak didukung oleh kondisi
lingkungan keluarga yang harmonis. Mereka dapat mengalami depresi sehingga menutup
diri daripergaulan dan apatis. Risiko paling buruk adalah mereka merasa tidak punya
semangat hidup dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tentu ini adalah hal yang
tidak diinginkan.

Maka dari itu, kami ingin mengajak pembaca untuk bersama-sama menyadari
bahwa dunia anak-anak kini sudah tidak aman lagi, di luar sana berkeliaran para
penjahat yang siap melancarkan aksinya apabila kita lalai mengawasi anak-anak apalagi
pelecehan ini bisa terjadi dimana saja bahkan dilingkungan tempat tinggal kita sendiri.
Selain itu, kami juga ingin meninjau pelecehan seksual terhadap anak dari segi
kriminologis

5
1.2 Rumusan Masalah
A.Pengertian pelecehan seksual terhadap anak;
B. Dampak terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual;
C. Sebab terjadinya tindakan pelecehan seksual terhadap anak;
D. Dasar-Dasar Hukum serta upaya penanganan pelecehan seksual terhadap anak;
E. Contoh Kasus pelecehan seksual terhadap anak.

1.3 Tujuan
A. Agar kita dapat mengetahui pengertian pelecehan seksual pada anak;
B. Agar kita dapat mengetahui dampak terhadap anak yang menjadi korban
pelecehan seksual;
C. Agar kita mengetahui sebab terjadinya tindakan pelecehan seksual terhadap anak;
D. Agar kita dapat mengetahui dasar-dasar hukum serta upaya penanganan
pelecehan seksual terhadap anak;
E. Agar kita dapat mengetahui contoh kasus pelecehan seksual terhadap anak.

BAB II

6
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian pelecehan seksual terhadap anak dalam perspektif kriminologi


Kriminologi terdiri dari dua kata yakni kata crime yang berarti kejahatan dan logos yang
berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi adalah ilmu tentang kejahatan (A.S.Alam
dan Amir Ilyas 2010:1). Secara umum, objek studi dalam kriminologi mencakup 3 (tiga)
hal yaitu (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2004:13-18) :
a. Kejahatan Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai
perbuatan yang ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum
pidananya serta diancam dengan sanksi tertentu. Pengertian ini sesuai
dengan pendapat Sutherland yang menekankan bahwa ciri pokok dari
kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara dan terhadap
perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya terakhir.
Menurut aliran pandangan kriminologi baru yang menganggap bahwa
perilaku menyimpang disebut sebagai kejahatan, ukuran menyimpang atau
tidaknya perbuatan bukan ditentukan oleh nilai-nilai dan norma-norma
yang dianggap sah oleh penguasa, melainkan oleh besar kecilnya kerugian
atau keparahan sosial (social injuries) yang ditimbulkan oleh perbuatan
tersebut.
b. Penjahat Dalam pengertian yuridis penjahat merupakan para pelaku
pelanggar hukum pidana dan telah diputus oleh pengadilan atas perbuatan
tersebut. Artinya, mereka yang dikualifikasikan termasuk dalam kategori
pelaku adalah mereka yang telah mendapat putusan pengadilan sebagai
pelaku pelanggar hukum pidana.
c. Reaksi Masyarakat terhadap Kejahatan dan Penjahat Dalam pengertian
yuridis penetapan aturan dalam hukum pidana itu merupakan gambaran
dari reaksi negatif masyarakat atas suatu kejahatan yang diwakili oleh
pembentuk undang-undang. Reaksi masyarakat ini tidak terlepas dari
besar kecilnya kerugian yang dialami, besar kecilnya sanksi yang akan
atau telah diterima pelaku juga nilai-nilai dan norma-norma yang
dijunjung tinggi masyarakat.

Berdasarkan penjelasan obyek kriminologi tersebut, maka pelecehan seksual


terhadap anak termasuk perbuatan yang dapat dikaji berdasarkan krimonologi. Indonesia
telah memiliki peraturan yang berkaitan dengan pelecehan dan kekerasan seksual
terhadap anak, dengan demikian, secara yuridis, pelecehan seksual terhadap anak
merupakan sebuah kejahatan yang termasuk objek kajian kriminologi.

Kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan dan penjahat dari sisi individu
pelakunya, tetapi juga dari lingkungan sosial. Lingkungan bukan hanya hubungan

7
manusia dengan manusia (sosial) tetapi juga apa saja yang sering dilihat yang terserap
hingga akhirnya terpelajari, misalnya, film, sinetron, buku, majalah, video, komik dan
lainnya. Dalam hal ini, pelecehan seksual memang dapat dipengaruhi adanya film,
sinetron, buku, majalah, video, komik dan lainnya yang menampilkan pornografi dan
pornoaksi yang langsung mempengaruhi dengan kuat kepada para konsumennya.
Sutherland tidak mengakui pengaruh film, komik dan lainnya terhadap timbulnya
kejahatan, sebab yang lebih penting adalah hubungan manusia dengan manusia,
meskipun pengaruh film, sinetron, buku, majalah, video, komik dan lainnya tersebut juga
penting (B. Simandjuntak dan Chidir Ali, 1980:84-85).

Kriminologi juga mempelajari penjahat berdasarkan tipe-tipe fisik pelaku, namun


tidak cocok digunakan untuk mempelajari pelaku pelecehan seksual terhadap anak, sebab
kondisi fisik para pelaku tidak semuanya sama, bahkan hampir seperti orang baik (bukan
pelaku kejahatan) terutama pelaku pelecehan seksual yang berasal dari orang dekat
korban yang sebenarnya dikenal baik oleh korban. Penderita pedofilia juga tidak
memiliki ciri-ciri tubuh secara khusus, para pedofilis tidak ada bedanya dengan anggota
masyarakat lain. Pedofilis bisa berbaur, bergaul, tanpa ada yang tahu pelaku adalah
seorang pedofilis, sampai akhirnya masyarakat tersentak ketika pedofilis memakan
korban (Reimon Supusepa, 2011:41).

Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana
orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual.
Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk
melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak
senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan
hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali
dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin
anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis),
atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak. Kekerasan seksual pada
anak tidak hanya berupa hubungan seks saja, namun tindakan-tindakan dibawah ini juga
termasuk kekerasan seksual pada anak;
 Menyentuh tubuh anak secara seksual, baik si anak memakai pakaian atau tidak.
 Segala bentuk penetrasi seks, termasuk penetrasi ke mulut anak menggunakan benda
atau anggota tubuh.
 Membuat / memaksa anak terlibat dalam aktivitas seksual
 Secara sengaja melakukan aktivitas seksual di hadapan anak, atau tidak melindungi
dan mencegah anak menyaksikan aktivitas seksual yang dilakukan orang lain.
 Membuat, mendistribusikan dan menampilkan gambar atau film yang mengandung
Adegan anak-anak dalam pose atau tindakan tidak senonoh.
 Memperlihatkan kepada anak, gambar, foto atau film yang menampilkan aktivitas

8
seksual.

2.2 Dampak terhadap anak yang menjadi korban pelecehan seksual


Patricia A Moran dalam buku Slayer of the Soul, 1991, mengatakan, menurut
riset, korban pelecehan seksual adalah anak laki-laki dan perempuan berusia bayi sampai
usia 18 tahun. Kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya.
Gejala seorang anak yang mengalami pelecehan seksual tidak selalu jelas. Ada anak-anak
yang menyimpan rahasia pelecehan seksual yang dialaminya dengan bersikap manis dan
patuh, berusaha agar tidak menjadi pusat perhatian.

Meskipun pelecehan seksual terhadap anak tidak memperlihatkan bukti mutlak,


tetapi jika tanda-tanda di bawah ini tampak pada anak dan terlihat terus-menerus dalam
jangka waktu panjang, kiranya perlu segera mempertimbangkan kemungkinan anak telah
mengalami pelecehan seksual. Tanda dan indikasi ini diambil Jeanne Wess dari buku
yang sama: balita tanda-tanda fisik, antara lain memar pada alat kelamin atau mulut,
iritasi kencing, penyakit kelamin, dan sakit kerongkongan tanpa penyebab jelas bisa
merupakan indikasi seks oral. Tanda perilaku emosional dan sosial, antara lain sangat
takut kepada siapa saja atau pada tempat tertentu atau orang tertentu, perubahan tingkah
laku yang tiba-tiba, gangguan tidur (susah tidur, mimpi buruk, dsb), menarik diri atau
depresi, serta perkembangan terhambat.
Anak usia prasekolah gejalanya sama ditambah tanda-tanda berikut:
 Tanda fisik: antara lain perilaku regresif, seperti mengisap jempol, hiperaktif,
keluhan
somatik seperti sakit kepala yang terus-menerus, sakit perut, sembelit.
 Tanda pada perilaku emosional dan sosial: kelakuan yang tiba-tiba berubah, anak
mengeluh
sakit karena perlakuan seksual.

Dampak yang akan ditimbulkan dari adanya pelecehan seksual pada anak diantaranya,
 Dampak fisik: Memar dan luka atau infeksi pada bagian tertentu.
 Dampak emosi: Merasa terancam, tertekan, gelisah dan cemas.

2.3 Sebab terjadinya tindakan pelecehan seksual terhadap anak


Dari segi pelaku sebagai objek kajian kriminologi, yang dimaksud pelaku dalam
hal ini adalah para pelaku pelecehan seksual terhadap anak, yang biasanya justru
dilakukan oleh orang-orang terdekat atau berada disekitar lingkungan anak. Beberapa
kasus menunjukkan fakta bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak biasanya dari
orang terdekat dilingkungan anak seperti, guru, tetangga dekat, orangtua tiri, saudara
kandung maupun saudara tiri, teman sekolah, pegawai/karyawan sekolah, dan lainnya.

9
Terungkapnya fakta bahwa orang-orang terdekat anak menjadi pelaku pelecehan seksual
tidak menutup kemungkinan orang lain yang tidak dikenal atau dikenal namun tidak
dekat menjadi pelaku pelecehan. Misalnya, pelecehan dalam angkutan umum, ruang-
ruang publik (halte, toilet umum, taman bermain, taman rekreasi, media sosial, lift dan
lainnya). Sedangkan dari segi reaksi masyarakat, pelecehan seksual terhadap anak pada
umumnya menimbulkan kecaman dan kemarahan masyarakat.

Disisi lain, masyarakat yang anak-anaknya pernah mengalami pelecehan seksual tidak
berani mengungkap ataupun melaporkan kejadian tersebut karena malu dan takut akan
pandangan negatif dari masyarakat akibat pelecehan seksual dianggap sebagai sebuah aib yang
kotor dan hina. Reaksi masyarakat memang bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan, yakni mengecam dan marah namun takut dan malu pada saat bersamaan.
Menurut Lombroso ada 3 (tiga) golongan atau tipe penjahat yang penting artinya (Purnianti dan
Moh. Kemal Darmawan, 1994:54-55), antara lain:
1. Tipe “born criminal”, lahir sebagai penjahat, yang mencakup sepertiga jumlah penjahat
seluruhnya.
2. Tipe “insane criminal”, penjahat gila, yang dihasilkan oleh penyakit jiwa, seperti idiot,
kedunguan, paranoia, alkoholisme, epilepsi, histeria, dementia, dan kelumpuhan.
3. Tipe “criminaloid”, merupakan golongan terbesar dari penjahat yang terdiri atas orang-
orang yang tidak menderita penyakit jiwa yang nampak, akan tetapi yang mempunyai
susunan mental dan emosional yang sedemikian rupa sehingga dalam keadaan tertentu
mereka melakukan perbuatan yang kejam dan jahat.

Berdasarkan penggolongan yang dilakukan Lombrosso tersebut pelaku pelecehan


seksual terhadap anak dapat digolongkan dalam criminaloid. Criminaloid karena fenomena yang
marak dikalangan masyarakat pelaku pelecehan seksual adalah mereka yang menderita penyakit
jiwa yang tidak nampak dan memiliki susunan mental dan emosional yang tidak normal
sedemikian rupa sehingga dalam keadaan tertentu dapat menjadi penjahat pelaku pelecehan
seksual.

Pelaku pelecehan seksual juga dapat digolongkan sebagai born criminal dalam keadaan
tertentu. Mereka yang termasuk golongan ini adalah pelaku pelecehan seksual yang bukan
orang terdekat atau disekitar lingkungan anak. Pelaku pelecehan seksual golongan born criminal
adalah mereka yang melakukan pelecehan kepada anak yang tidak dikenalnya, biasanya
ditempat umum seperti halte, angkutan umum, dan lainnya, pelaku pelecehan seksual golongan
born criminal ini tiba-tiba saja dalam keadaan tertentu sifat hewani dirinya muncul yang
membuatnya melakukan hal jahat pada orang lain, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya
kesempatan yang mendorong munculnya sikap jahat. Disamping teori biologi Lombrosso, ada
beberapa teori lain yang menitikberatkan pada kondisi individu penjahat, antara lain (Topo
Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2004:25-26) :

10
1. Teori Psikis, dimana sebab-sebab kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan
seseorang. Metode yang digunakan adalah tes-tes mental seperti tes IQ. Namun teori ini
tidak cukup kuat sebab orang dengan IQ rendah (dibawah 100) belum tentu penjahat.
2. Teori Psikopati, teori ini berbeda dengan teori yang menekankan pada intelejensia
ataupun mental pelaku, teori ini mencari sebab-sebab kejahatan dari kondisi kejiwaan yang
abnormal.

Akibat adanya gangguan kejiwaan yang dialami pelaku, terkadang menyebabkan pelaku
melakukan kejahatan dengan tidak sadar (kesadaran orang normal). Dalam hal ini, pelaku
pelecehan seksual biasanya tidak hanya melakukan satu kali, artinya melecehkan anak-anak
adalah akibat dari ada sesuatu yang salah dalam diri pelaku, entah itu mental maupun
kejiwaannya. Teori psikis mungkin memang tidak cukup kuat namun dapat menjadi indikator
sebab kejahatan dalam diri pelaku. Sedangkan teori psikopati, dapat menjadi acuan, apakah
memang pelaku melakukan kejahatan akibat gangguan kejiwaan yang dialami atau tidak.

2.4 Dasar-Dasar Hukum beserta upaya penanganan pelecehan seksual terhadap


anak
Di dalam KUHP tidak dikenal istilah pelecehan seksual, menurutnya hanya mengenal
istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Dalam
KUHP istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau
perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Contohnya
cium-ciuman, meraba-raba anggota tubuh dan sebagainya.

Lantas ada berapa poin Pasal Pelecehan Seksual?


Adapun pasal pelecehan seksual dapat dijerat dengan menggunakan pasal percabulan
sebagaimana diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Dalam hal terdapat bukti-
bukti yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan dakwaannya terhadap
pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan.

Dengan demikian, di Indonesia, pelecehan seksual dapat dijerat menggunakan pasal


percabulan yakni Pasal 289 hingga Pasal 296 KUHP, dengan tetap memperhatikan ketentuan
unsur-unsur perbuatan tindak pidana masing-masing. Sebagai contoh, bunyi pasal pelecehan
seksual pada Pasal 289 KUHP selengkapnya sebagai berikut:
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan

11
yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Hukuman Pidana Bagi Pelaku Pelecehan Seksual


Pelaku pelecehan seksual dapat diberikan ancaman hukuman pidana dengan jerat hukum
maksimal asalkan memenuhi unsur dan terdapat bukti bukti yang kuat. Sebagai contoh, pasal
pelecehan seksual pada Pasal 290 KUHP mengancam pelakunya dengan hukuman penjara
maksimal selama 7 tahun, apabila:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang
bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

Pembuktian Pelecehan Seksual dalam Hukum Pidana


Pembuktian dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 KUHAP, menggunakan lima
macam alat bukti, yaitu:
a. keterangan saksi
b. keterangan ahli
c. surat
d. petunjuk
e. keterangan terdakwa

Sehingga, dalam hal terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti tersebut di atas dapat digunakan
sebagai alat bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah
satu alat buktinya berupa Visum et Repertum. Menurut J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan
J.T. Prasetyo, visum et Repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai
hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini

12
dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan. Meninjau pada definisi di atas, maka Visum et
Repertum dapat digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c
KUHAP:

Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya Penggunaan
Visum et Repertum sebagai alat bukti, diatur juga dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.

Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan, maka sebaiknya
dicari alat bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut. Pada akhirnya, hakim yang
akan memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.

2.5 Contoh Kasus pelecehan seksual terhadap anak


A. Contoh kasus pertama yakni seorang bocah berusia 6 tahun berinisial CR dilaporkan
mengalami trauma berat usai jadi korban tindakan asusila yang dilakukan seorang
karyawan atau tukang jaga toko sembako. Korban yang saat itu mendatangi toko dipaksa
pelaku untuk memegang alat kelamin miliknya di toko yang berada di Kecamatan Setu,
Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

Disampaikan oleh Kapolsek Cisauk, AKP Fajar Hafidulhaq, peristiwa miris itu terjadi
pada Kamis (4/3/2021) lalu sekira pukul 08.30 WIB.

“Saat itu korban ke warung sembako tersebut dengan maksud untuk membeli air
mineral. Namun selanjutnya korban disuruh oleh tersangka untuk masuk ke dalam
warung,” ujar Fajar, Jumat (5/3/2021).

Fajar melanjutkan, tersangka yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga warung itu lantas
membuka resleting celananya dan mengeluarkan alat kelamin sembari memaksa korban
memegangi alat vitalnya. Korban yang ketakutan lantas melakukan hal tersebut. Namun
setelah melakukan hal itu, korban segera berlari ketakutan sambil menangis menuju ke
rumah.

13
“Setelah kemaluan korban dipegang, selanjutnya korban lari ketakutan pulang
kerumahnya dan memberitahukan kejadian tersebut kepada ibu korban,” terang
Fajar, melansir Bantennews (jaringan Suara.com).

Tidak butuh waktu lama, sekira pukul 12.00 WIB pelaku ditangkap Unit Reskrim Cisauk.
Saat ini, tersangka sudah diamankan dan kasus tersebut tengah diselidiki oleh Unit
Reskrim Polsek Cisauk.

B. Contoh kasus kedua yakni Anta Suparta (46) alias Abah melakukan tindak pelecehan
seksual terhadap anak di bawah umur, Modus Abah lecehkan anak itu dengan merayu
bocah menggunakan uang Rp10 ribu. Peristiwa Abah lecehkan anak itu terhadap bocah
dibawah umur di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa
Barat.

Wakapolres Bogor Kota AKBP Arsal Sahban mengatakan, pelaku pelecehan seksual
terhadap anak di bawah umur tersebut melancarkan aksi bejatnya kepada seorang anak
perempuan berinisial APH berusia 10 tahun yang merupakan tetangganya sendiri. Modus
yang digunakan pelaku dalam melancarkan aksi bejatnya tersebut yakni dengan
mengiming-imingi korban sejumlah uang sebesar Rp10 ribu, untuk jajan sehari-hari.

"Pada Minggu (7/3/2021) sekitar pukul 19.30 WIB, pelaku sedang duduk di
pelataran rumah. Saat itu iya melihat korban sedang berjalan, dan memanggilnya
sambil mengiming-imingi uang," katanya, dikutip dari Ayobogor.com -jaringan
Suara.com, Selasa (23/3/2021).

Saat korban terpengaruh oleh rayuan Abah, ia langsung membawa korban ke pinggir
Sungai Cisadane, di Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah. Saat tiba dipinggir
sungai, pelaku langsung lucuti pakaian korban. Pelaku juga membuka celananya dan
memangku korban yang sudah tidak menggunakan celana.

BAB 3

14
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kriminologi terdiri dari dua kata yakni kata crime yang berarti kejahatan dan logos yang
berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi adalah ilmu tentang kejahatan (A.S.Alam dan Amir
Ilyas 2010:1). Berdasarkan penjelasan obyek kriminologi tersebut, maka pelecehan seksual
terhadap anak termasuk perbuatan yang dapat dikaji berdasarkan krimonologi. Indonesia telah
memiliki peraturan yang berkaitan dengan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak,
dengan demikian, secara yuridis, pelecehan seksual terhadap anak merupakan sebuah kejahatan
yang termasuk objek kajian kriminologi. Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk
penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk
rangsangan seksual.
Dampak yang akan ditimbulkan dari adanya pelecehan seksual pada anak diantaranya,
 Dampak fisik: Memar dan luka atau infeksi pada bagian tertentu
 Dampak emosi: Merasa terancam, tertekan, gelisah dan cemas.
Menurut Lombroso ada 3 (tiga) golongan atau tipe penjahat yang penting artinya
(Purnianti dan Moh. Kemal Darmawan, 1994:54-55), antara lain:
1. Tipe “born criminal”, lahir sebagai penjahat, yang mencakup sepertiga jumlah penjahat
seluruhnya.
2. Tipe “insane criminal”, penjahat gila, yang dihasilkan oleh penyakit jiwa, seperti idiot,
kedunguan, paranoia, alkoholisme, epilepsi, histeria, dementia, dan kelumpuhan.
3. Tipe “criminaloid”, merupakan golongan terbesar dari penjahat yang terdiri atas orang-orang
yang tidak menderita penyakit jiwa yang nampak, akan tetapi yang mempunyai susunan mental
dan emosional yang sedemikian rupa sehingga dalam keadaan tertentu mereka melakukan
perbuatan yang kejam dan jahat.
Adapun pasal pelecehan seksual dapat dijerat dengan menggunakan pasal
percabulan sebagaimana diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Dalam
hal terdapat bukti-bukti yang dirasa cukup, Jaksa Penuntut Umum yang akan mengajukan
dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan.

3.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA
(file:///C:/Users/FOLDER/Downloads/13230-28693-1-SM%20(1).pdf, diunduh 24 maret 2022.)

(https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-pidana-pasal-pelecehan-seksual-dan-pembuktiannya-
cl3746 , diakses 24 maret 2022.)

(https://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13233-file:///C:/Users/FOLDER/Downloads/13233-
28699-1-SM.pdf, di unduh 25 maret 2022.)

(http://www.parenting.co.id/article/balita/kenali.kekerasan.seksual.pada.anak/001/003/687 , di unduh
25 Maret 2022.)

(https://bogor.suara.com/read/2021/03/23/132031/iming-imingi-rp-10-ribu-abah-di-bogor-lucuti-
pakaian-bocah-di-bawah-umur
diakses 25 maret 2022.)

https://banten.suara.com/amp/read/2021/03/06/120925/bocah-6-tahun-di-tangsel-trauma-dipaksa-
pegang-kemaluan-tukang-sembako , diakses 25 maret 2022.)

16

Anda mungkin juga menyukai