Anda di halaman 1dari 30

UJIAN TENGAH SEMESTER

HUKUM PERLINDUNGAN HAK ANAK DAN REPRODUKSI WANITA

Perlindungan Hukum Pada Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Anak Dalam Kasus Penganiayaan dan Penyalahgunaan

Narkoba Terhadap Anak Jalanan

Dosen Pembimbing :

Melani, SH. MH

Disusun Oleh :

208040041 Rini Bintaria

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM KESEHATAN

PASCASARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG - 2020
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, karena atas karunia dan ridha-

Nyalah sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah

ini disampaikan sebagai tugas mata kuliah Hukum Perlindungan Hak Anak dan

Reproduksi Wanita. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu

Melani, SH.MH selaku dosen pembimbing, atas kontribusi dan bimbingan beliau

selama perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat

Bandung, 11 Desember 2020

Penulis

dr. Rini bintaria


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2


DAFTAR ISI ............................................................................................................3
BAB I .......................................................................................................................4
PENDAHULUAN ...................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ...............................................................................4
B. IDENTIFIKASI MASALAH ....................................................................6
BAB II ......................................................................................................................7
PEMBAHASAN ......................................................................................................7
A. PERLINDUNGAN HUKUM PADA ANAK ...........................................7
B. PENGANIAYAAN/ KEKERASAN PADA ANAK ..............................11
C. PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA ANAK JALANAN .........16
BAB III ..................................................................................................................25
PENUTUP ..............................................................................................................25
3.1 KESIMPULAN .......................................................................................25
3.2 SARAN ...................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27
LAMPIRAN
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak asasi

sebagaimana manusia lainnya, sehingga tidak ada manusia ataupun pihak lain yang

boleh merampas hak tersebut. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak

adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap

anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta

berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan

kebebasan. Lebih lanjut, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang- Undang

dalam pasal 1 ayat (1) Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang dalam kandungan. Kemudian pada ayat (2).

Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak

dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat dan martabat kemanusian, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Akhir-akhir ini banyak terjadi kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM)

terhadap anak-anak dimana pelakunya adalah orang dewasa, peristiwa ini dapat

terjadi pada anak jalanan ataupun anak lain. Contoh dari maraknya pelanggaran
5

tersebut adalah penganiayaan dan penyalahgunaan narkoba pada anak jalanan.

Kasus pelanggaran ini seperti fenomena gunung es, dimana terlihat hanya bagian

permukaan saja padahal banyak yang tidak terungkap, sebagaimana kondisi yang

terjadi Jakarta Barat, yang menimpa Rido Rhoma (10 tahun), Riki Maulana (9

tahun), dan Nabila (5 tahun). Saat ditemukan, ketiganya tampak menangis tersedu

di pinggiran kolong salah satu jembatan kota besar itu. Mereka mengalami

kekerasan fisik oleh oknum preman sekitar yang notabenenya masih remaja, serta

dipaksa untuk memakai narkotika atau jenis shabu jika tidak mau menuruti

kehendak preman-preman itu.1 Ini hanya contoh kecil dari banyaknya kasus

kejahatan atau pelanggaran pada hak anak. Faktanya, angka kejahatan ini

menunjukkan tren peningkatan. Hanya sebagian kecil saja kasus pelanggaran yang

sudah dilaporkan dan ditangani secara hukum, masih banyak kasus dengan jenis

pelanggaran hak anak lainnya diluar sana, bahkan yang tidak disadari adalah

pelanggaran hak anak dalam lingkungan keluarga dekat.

Pada kesempatan ini, penulis akan membahas kasus pelanggaran hak anak

khususnya penganiayaan dan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh orang

dewasa tak dikenal pada anak jalanan, sebagaimana kasus diatas. Berita ini masuk

dalam salah satu berita harian website sindonews.com setelah korbannya ditemukan

dan diselamatkan oleh Petugas Pelayanan Pengawasan dan Pengendalian Sosial

(P3RS) Suku Dinas Sosial Jakarta Barat, di Penampungan Gelandangan,

Cengkareng Barat pada November 2020 lalu.

1
Yan Yusuf. Sungguh Kejam, Sudah Dipaksa Nyabu, Bocah Ini disiksa Jika Tidak Mencuri.
https://metro.sindonews.com/read/228458/170/sungguh-kejam-sudah-dipaksa-nyabu-bocah-ini-
disiksa-jika-tidak-mencuri-1605093073/ . [diakses pada 7 Desember 2020].
6

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis akan mengajukan beberapa

rumusan masalah sebgai berikut :

1. Bagaimanakah perlindungan dan penerapan hukum terhadap tindakan

penganiayaan terhadap anak ?

2. Bagaimanakah perlindungan dan penerapan hukum terhadap penyalahgunaan

narkoba pada anak ?

3. Apa saja usaha yang pemerintah dalam menjamin dan melindungi hak anak

khususnya pada anak jalanan ?


7

BAB II
PEMBAHASAN

A. PERLINDUNGAN HUKUM PADA ANAK

Pengertian anak adalah seorang yang masih ada di bawah usia tertentu dan

belum dewasa serta belum kawin. Anak juga adalah keadaan manusia normal yang

masih berusia muda dan sedang menentukan identitasnya serta sangat labil jiwanya

sehingga sangat mudah terkena pengaruh lingkungan.2 Menurut pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan.

Hak anak secara universal telah ditetapkan melalui Sidang Umum PBB

(Perserikatan Bangsa-Bangsa) tanggal 30 November 1989, dengan

memproklamasikan Konvensi Hak-Hak Anak. Dengan Konvensi tersebut,

dimaksudkan agar anak-anak dapat menjalani masa kecil yang membahagiakan,

berhak menikmati hak-hak dan kebebasan baik untuk kepentingan mereka sendiri

maupun masyarakat. Semua pihak baik individu orang tua, organisasi social,

pemerintah dan masyarakat diharapkan mengakui hak-hak tersebut dan mendorong

semua upaya untuk memenuhinya. Ada 10 (sepuluh) hak anak menurut deklarasi

tersebut, yaitu:

1. Anak berhak menikmati semua haknya tanpa pengecualian. Dengan kata lain,

anak berhak menikmati haknya tanpa memandang perbedaan yang ada.

2
Romli Atmasasmita. Kapita Selekta Kriminilogi. Bandung : Armico. 1983; 25.
8

2. Anak berhak mendapatkan perlindungan khusus dan harus memperoleh

kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lainnya.

3. Anak sejak dilahirkan berhak atas nama dan kebangsaan.

4. Anak berhak dan harus dijamin secara kemasyarakatan untuk tumbuh

kembang secara sehat.

5. Anak yang cacat fisik, mental dan lemah kedudukan sosialnya akibat suatu

keadaan tertentu harus memperoleh pendidikan, perawatan dan perlakuan

khusus.

6. Agar supaya kepribadian anak tumbuh secara maksimal dan harmonis, ia

memerlukan kasih sayang dan pengertian.

7. Anak berhak mendapat pendidikan wajib secara cuma-cuma sekurang-

kurangnya di tingkat Sekolah Dasar.

8. Dalam keadaan apapun, anak harus didahulukan dalam menerima

perlindungan dan pertolongan.

9. Anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, pengisapan.

10. Anak harus dilindungi dari perbuatan yang mengarah ke bentuk diskriminasi

sosial, agama maupun bentuk-bentuk diskriminasi lainnya.3

Tindak kekerasan pada anak Indonesia masih sangat tinggi, karena cara

pandang yang salah terhadap hak anak. Banyak orang tua yang menganggap anak

adalah milik mereka yang bisa diperlakukan seperti apapun, diperlakukan dengan

baik atau dengan kekerasan. Kekerasan yang dialami anak sangat banyak jenisnya,

3
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konvensi Hak-hak Anak. Disetujui oleh Majelis Umum PBB
pada 20 November 1989. Terdiri dari 54 pasal, yang didalamnya membahas 10 hak anak.
9

salah satunya kekerasan seksual. Kekerasan seksual yang dialami anak akan

menimbulkan kerugian bukan saja materil tetapi juga immaterial. Kekerasan

seksual merupakan segala macam perbuatan yang berorientasi seksual yang

dilakukan seseorang kepada orang lain tanpa persetujuan orang tersebut, sehingga

menimbulkan rasa malu, marah, trauma dan sebagainya. Anak yang menjadi korban

kekerasan seksual tersebut dapat menyebabkan trauma yang berkepanjangan,

sehingga membahayakan bagi perkembangna anak baik jiwa dan tubuh anak

tersebut sehingga pertumbuhan anak tersebut tidak wajar. Menurut ahli

perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna, yaitu:

1. Dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban

tindak pidana”, (berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum

seseorang).

2. Dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh

jaminan/santunan hukum atas penderitaan/ kerugian orang yang telah

menjadi korban tindak pidana”, (jadi identik dengan “penyantunan

korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik

(rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan

pemaafan), pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi, jaminan/santunan

kesejahteraan sosial), dan sebagainya.4

Perlindungan anak menurut Arief Gosita adalah suatu usaha melindungi anak

untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Hukum perlindungan anak

4
Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kesehatan.
Kencana: Jakarta. 2007; 61.
10

dalam hukum (tertulis maupun tidak tertulis) yang menjamin anak benar-benar

dapat melaksanakan hak dan kewajibanya.5 Sedangkan Bismar Siregar

menyebutkan bahwa aspek hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada

hak-hak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingatkan secara hukum

(yuridis) anak belum dibebani kewajiban.6

Secara yuridis, Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan

anak ialah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak dalam situasi dan

kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang

membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.

Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(HAM). Perlindungan yang diberikan kepada anak terdapat pada Pasal 58 sebagai

berikut :

a. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala

bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk dan

pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, atau

pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan tersebut.

b. Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh melakukan segala bentuk

penganiayaan fisik ,atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan

pelecehan seksual termasuk pemerkosaan dan/atau pembunuhan terhadap

anak yang seharusnya dilindungi maka harus dikenakan pemberatan

hukuman.

5
Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademi: Presindo, Jakarta, 1989, hal.52.
6
Bismar Siregar Dalam Irma Setyowati. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi Aksara: Jakarta.
1990; 15.
11

B. PENGANIAYAAN/ KEKERASAN PADA ANAK

Selain hak anak yang terkadung dalam Konvensi Hak Anak, Undang-Undang

No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum pada bab

X (sepuluh) yang berisikan hak-hak anak. Beberapa pasal yang dibuat untuk

melindungi hak asasi anak dari kekerasan maupun penganiayaan orang tua,

masyarakat maupun negara, antara lain :

a. Pasal 52 ayat (1) Setiap anak berhak atas perlindungan orang tua, keluarga,

masyarakat dan negara. (2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk

kepentingan hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak

dalam kandungan.

b. Pasal 58 ayat (1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan

hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran,

perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua

atau walinya, atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas

pengasuhan anak tersebut. (2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh

anak melakukan segala bentuk penganiayaan fisik atau mental,

penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual termasuk perkosaan

dan atau pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka

harus dikenakan pemberatan hukuman.

c. Pasal 64 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya,

sehingga dapat mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan

social dan mental spiritualnya.


12

d. Pasal 65 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari

berbagai bentuk penylahgunaan narkotika, psikotropika, dan adiktif lainnya.

e. Pasal 66 ayat (1) Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran

penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

(2) Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan

untuk pelaku tindak pidana yang masih anak. (3) Setiap anak berhak untuk

tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum. (4) Penangkapan,

penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuai dengan

hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksankan sebagai upaya terakhir.

(5) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan

kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus

dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya. (6) Setiap

anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau

bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang

berlaku. (7) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk

membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan anak yang

obyektif dan tidak memihak dalam siding yang tertutup untuk umum.7

Realitas sosial menunjukkan bahwa Anak dalam kondisi pisik masih lemah

rawan untuk menjadi korban kekerasan pisik atau penganiayaan, seharusnya anak-

anak aman berada dibawah lindungan orang tua dan keluarga besarnya, tapi gejala

7
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum pada bab
X.
13

sosial menunjukkan masih adanya berbagai bentuk penganiayaan terhadap anak.

Belum ada data yang akurat mengenai anak korban kekerasan atau penganiayaan,

kejadiannya sering terselubung karena masalah ini dianggap masalah interen

keluarga yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Laporan Komnas Anak

mencatat, bahwa sekitar 871 anak mengalami tindakan kekerasan dan 80 persen

menimpa anak dibawah umum 15 tahun. Terhadap perbuatan penganiayaan anak

oleh orang tuanya sendiri umumnya semua pihak mengutuk dan

mengkhawatirkannya, karena anak yang dalam posisi lemah dan perlu

perlindungan, justru orang tuanya sendiri memperlakuan sebaliknya. Seharusnya

anak tersebut dilindungi, dibiayai dan dipasilitasi kebutuhan hidupnya oleh orang

tua kandungnya, tapi justru ditekan dan disengsarakan orang tuanya. Untuk

kejadian seperti ini pihak pemerintah sulit untuk mengetahui sedini mungkin,

karenanya pihak anak sering terlanjur menjadi korban penganiayaan.8

Realitas sosial menunjukkan bahwa akibat keteledoran orang tua dalam

menjaga dan mengawasi keselamatan anak, serta akibat orang tua mempercayakan

perlindungan anak pada orang yang nyata-nyata tidak layak dipercaya untuk dapat

melindungi sianak mengakibatkan anak kandungnya terlanjur mengalami

kecelakaan. Kondisi seperti ini banyak terjadi ditengah masyarakat perkotaan yang

padat penduduknya.9

Ini hanya salah satu contoh kasus dari banyak kasus tentang penganiayaan

terhadap anak yang terjadi akibat kelalaian dan atau kelemahan pihak orang tua si

8
Suherman Toha, et. al. Aspek Hukum Perlindungan Terhadap Anak. Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia. 2009.
9
Ibid.
14

anak. Hal tersebut tidak hanya terjadi pada anak dalam pengawasan orang tua atau

keluarga terdekat, kekerasan yang lebih berat dapt terjadi pada anak jalanan. Anak

jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah.

Ada 3 macam anak jalanan, pertama yang hidupnya tinggal di jalanan lebih dari 9

jam, kedua yang sewaktu-waktu di jalan antara 4 sampai 9 jam perhari, dan ketiga

yang rentan menjadi anak jalanan atau berada di jalanan kurang dari 4 jam.

Kementrian sosial menyatakan ada beberapa ciri secara umum anak jalanan, antara

lain:

1. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan)

selama 24 jam penuh.

2. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, serta sedikit sekali yang

lulus SD).

3. Berasal dari keluarga yang tidak mampu (kebanyakan kaum urban dan

beberapa diantaranya tidak jelas saudaranya atau tempat tinggalnya).

4. Melakukan aktivitas ekonomi (melakukan pekerjaan pada sector

informal).10

Dikutip dalam pasal 1 ayat (15a) Undang-Undang nomor 35 tahun 2014

tentang perlindungan anak, kekerasan ialah setiap perbuatan terhadap anak yang

berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual

dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,

10
Muliadi Nur. Perlindungan Hak Asasi Anak di Era Globalisasi (Antara Ide dan Realita). Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Manado. 2016.
15

atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Kekerasan yang dialami

oleh anak yang diberikan orangtua dapat dibagikan menjadi dua bentuk:

a. Kekerasan langsung (direct violent) adalah suatu bentuk kekerasan yang

dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang ingin dicederai atau

dilukai.

b. Kekerasan tidak langsung (indirect violent) adalah suatu bentuk kekerasan

yang dilakukan seseorang terhadap orang lain melalui sarana. Bentuk

kekerasan ini cenderung ada pada tindakan-tindakan, seperti mengekang,

meniadakan atau mengurangi hak-hak seseorang, mengintimidasi,

memfitnah, dan perbuatan-perbuatan lainnya.11

Hak-hak anak sangat dekat kaitannya dengan perlindungan yang diberikan

oleh pemerintah. Bentuk perlindungan yang diberikan dapat berupa peraturan

perundang- undangan yang memiliki kekuatan hukum pasti. Hak-hak yang banyak

dilanggar dan tidak terlindungi dengan maksimal dari banyak kasus, anak selalu

menjadi korban terbanyak. Budaya patrialki yang masih sangat kental dan melekat

dalam adat istiadat dan sistem budaya yang selama ini diperkenalkan dalam

kehidupan sehari-hari, membuat status anak menjadi semakin lemah dan mudah

menjadi korban.

Anggapan dalam masyarakat bahwa orang tua itu adalah benar dan selalu

akan menjadi benar membuatnya menjadi sasaran kejahatan yang kebanyakan

dilakukan oleh kaum pria. Oleh karena itu, perlindungan terhadap anak sangat

dibutuhkan, baik itu perlindungan yang dilakukan oleh dirinya sendiri, oleh Negara

11
Ibid.
16

maupun oleh lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang anak.

Banyaknya penderitaan anak yang menjadi korban dalam hal ini korban tindak

pidana kekerasan dalam rumah tangga dan kesusilaan, mereka akan mengalami

penderitaan yang berlipat ganda, mulai dari kerugian fisik, psikis dan harga diri,

akibat tidak tuntasnya perhatian hukum dalam memberikan perlindungan hukum

bagi anak yang menjadi korban tersebut. Kejahatan dan penjahat senantiasa menjadi

permasalahan yang seakanakan tidak pernah habis dalam persoalan masyarakat dan

penegakan hukumnya, bahkan dalam kajian teori dan dalam bentuk penelitaian

sekalipun, persoalan ini tetap menjadi perdebatan yang menarik. Namun sedikit

sekali perhatian yang diberikan orang atau badan/lembaga atau bahkan negara

(peraturan perundang-undangan) kapada korban kejahatan dan dalam hal

perlindungan baik dari segi aspek hukum maupun aspek lainnya, sehingga kondisi

ini menyebabkan kurangnya jaminan sosial bagi korban kejahatan ketika kembali

ke lingkungan sosialnya. Perlindungan tersebut tidak hanya menjadi tugas salah

satu pihak saja yaitu negara, baik melalui lembaga-lembaga negara, undang-

undang, ataupun kebijakan kebijakannya, tetapi perlindungan tersebut juga

merupakan tugas bagi semua pihak yang terkait.12

C. PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA ANAK JALANAN

Penyalahgunaan narkotika terhadap masyarakat berawal dari penawaran dari

pengedar narkotika. Mula-mula mereka diberi beberapa kali dan setelah mereka

merasa ketergantungan terhadap narkotika itu, maka pengedar mulai menjualnya.

12
Loc. cit
17

Setelah mereka saling membeli narkotika, mereka disuruh pengedar untuk

mengajak orang lain untuk mencoba obat-obatan terlarang tersebut. Sebenarnya

narkotika itu obat legal yang diragukan dalam dunia kedokteran, namun saat ini

narkotika banyak disalahgunakan. Bahkan kalangan muda tidak sedikit yang

menggunakan narkotika. Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di

kalangan generasi muda dewasa ini kian meningkat. Maraknya penyimpangan

perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan keberlangsungan hidup

bangsa ini di kemudian hari. Karena pemuda sebagai generasi yang diharapkan

menjadi penerus bangsa.13

Sasaran dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau

dirata-ratakan, usia sasaran narkoba ini adalah usia pelajar, yaitu berkisar umur 11

sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahaya narkoba sewaktu-

waktu dapat mengincar anak didik kita kapan saja. Bukan tanpa alasan mengapa

penyalahgunaan narkoba itu dilarang. Hal ini dilakukan mengingat betapa

banyaknya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan narkoba yang tidak

sesuai aturan, baik bagi kesehatan fisik maupun psikis.14

Berikut dampak bahaya narkoba bagi anak :

1) Dampak Fisik/ Kesehatan Fisik

Salah satu dampak terbesar dari penyalahgunaan narkoba ialah dapat

memengaruhi kesehatan seseorang diantaranya : (1) dilihat dari fisik luarnya

13
Sumarlin Adam. Dampak Narkotika Pada Psikologi dan Kesehatan Masyarakat. IAIN Sultan
Amai Gorontalo. 2012.
14
Dewi Siti Hamzah Marpaung. Bahaya Narkoba serta Perlindungan Hukum terhadap Anak
sebagai Pelaku Narkoba di Kabupaten Purwakarta. Jurnal Hukum POSITUM Vol.4. No.1. (2019):
98-115.
18

saja, pengguna narkoba sama sekali tidak menarik dengan badannya yang

sangat kurus karena pengguna narkoba sering kehilangan nafsu makan, (2)

gangguan kulit (dermatologis) seperti infeksi, (3) gangguan syaraf

(neorologis)seperti kejang, berhalusinasi tinggi, sampai kehilangan

kesadaran, (4) gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)

seperti infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah, (6) gangguan

pada paru-paru (pulmoner) seperti penekanan fungsi pernapasan, kesukaran

bernafas, penggesaran jaringan paru-paru, pengumpulan benda asing yang

terhirup.Jangan terkejut jika pengguna narkoba akan lebih kesulitan untuk

mendapat keturunan karena narkoba juga memengaruhi hormon reproduksi

manusia. Tidak hanya itu, pengguna narkoba juga rentan terkena penyakit

berbahaya seperti HIV/AIDS yang sampai sekarang belum ditemukan cara

untuk menyembuhkannya. Dalam pemakaian pada dosis yang sudah terlalu

banyak dapat menyebabkan overdosis bahkan sampai kematian.

2) Dampak Psikologis

Diantara bahaya penyalahgunaan narkoba yang paling vital bagi anak

sebagi generasi muda ialah terjadinya perubahan sikap dan kepribadian

mereka. Tidak heran ketika seorang anak tiba-tiba berubah menjadi pendiam

dan sering menggurung diri karena mereka justru asik dengan efek halusinasi

yang disebabkan oleh obat-obatan narkotika atau apapapun yang mereka

konsumsi itu. Sering gelisah, kurang percaya diri, kesulitan bergaul, sering

diselimuti perasaan tertekan, stres, dan depresi adalah dampak buruk bagi

psikis anak yang menyalahgunakan penggunaan narkoba. Tidak hanya itu,


19

anak yang mengkonsumsi narkoba juga biasanya kesulitan untuk

menggunakan akan pikirannya secara benar.Berfikir tidak normal,

berperasaan cemas, tubuh membutuhkan jumlah tertentu untuk menimbulkan

efek yang di inginkan, ketergantungan / selalu membutuhkan obat. Anak yang

mengalami konflik akan mengalami frustasi.

3) Dampak Sosial

Pengguna narkoba bagaimanapun caranya sering kali pasti diabaikan

oleh masyarakat. Tidak ada yang mau berteman dengan mereka. Sebaliknya,

pengguna narkoba justru mendapat celaan dan akan dijauhi. Akibatnya,

hubungan sosial dengan masyarakat pun jadi terputus. Tidak tanggung-

tanggung memberikan dampaknya, anak jadi sering melanggar peraturan.

Tidak hanya itu, psikis pun juga berubah menjadi pribadi yang mudah

tersinggung dan mudah marah sehingga tidak jarang akan memicu pertikaian

dan perkelahian terutama di antara sesama pelajar yang juga sering menjadi

penyebab tawuran.

Pengguna narkoba biasanya menjadi tidak peduli lagi dengan keadaan

atau kondisi sosial. Bagi mereka, selama ada narkoba maka hidup mereka

akan baik-baik saja dan mereka pun merasa selalu sehat. Padahal, sudah

diketahui bahwa yang namanya narkoba itu sendiri harganya tidak ada yang

murah sehingga tidak mungkin seorang remaja terutama yang masih berada

di bawah tanggung jawab orang tua, mendapat uang saku juga dari orang tua,

bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Sehingga tidak jarang demi memenuhi

kebutuhan akan obat jahanam itu mereka melakukan tindak kejahatan seperti
20

mencuri hanya untuk mendapatkan uang guna membeli narkoba. Jika sudah

demikian, rusaklah kehidupan anak.

4) Dampak Terhadap Pendidikan

Dampak terhadap kulaitas pendidikan anak, khususnya dalam prestasi

di sekolah, bahkan tidak jarang bagi anak penyalaguna narkoba jadi putus

sekolah, prestasi menurun akan menyebabkan kualitas Sumber daya manusia

yang rendah, yang akhirnya sebagai faktor pengahambat pembangunan

ekonomi nasional. Anak yang terkenal cerdas dengan prestasi akademik yang

fantastis pun bisa saja tiba-tiba mendapat nilai yang jatuh merosot secara tiba-

tiba. Yang paling jelas, penyalahgunaan narkoba akan berakibat pada

hilangnya kemauan dan semangat belajar. Di dalam kelas pun, mereka jadi

benar-benar tidak semangat dan lebih mudah mengantuk sehingga banyak

pelajaran yang terlewatkan.

Dampak negatif penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja

terhadap pendidikan lainya adalah sebagai berikut:, sering membolos,

menurunnya kedisiplinan dan nilai-nilai pelajaran, menjadi mudah

tersinggung dan cepat marah akhirnya memicu pertengkaran dan tawuran,

sering menguap, mengantuk, dan malas, tidak mempedulikan kesehatan

diri,suka mencuri untuk membeli narkoba.15

Berkaitan dengan kasus khusus tindak pidana penyalahgunaan narkoba yang

dilakukan anak, ada yang dinamakan diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara

anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, ini untuk

15
Ibid.
21

menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat

menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan

diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Proses

diversi ini dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang

tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan

pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restorative Undang-

Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka lebih

mengedepankan unsur diversi atau pengalihan hukuman pemidanaan pada tingkat

pemeriksaan, penuntutan hingga peradilan bagi si tersangka. Artinya bila tersangka

kasus narkoba merupakan anak di bawah umur, maka dimungkinkan ia akan

mendapat sanksi yang berbeda.16

Berikut bentuk-bentuk perlindungan hukum pada terdakwa anak pada perkara

narkotika dalam proses persidangan sebagaimana tercantum dalam Undang-

Undang Nomor 3 tahun 1997. Pengadilan Anak sebagai pelaku penyalahgunaan

narkoba yang ketentuan pokoknya meliputi:

a) Pembatasan umur anak.

Hal ini diukur pada saat anak melakukan tindak pidana narkotika jika

anak melakukan tindak pidana pada usia 14 tahun dan tertangkapnya ketika

ia berumur 17 tahun tetap menjalankan proses sidang anak. Karena usia anak

tersebut dilihat dari si anak melakukan tindak kejahatan. Hal ini sesuai dalam

16
Nandang Sambas. Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen Internasional
Perlindungan Anak serta Penerapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2013; 32.
22

ketentuan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997. Pengadilan Anak dikenal

adanya pembatasan umur untuk dapat diadili pada sidang anak.

b) Ditangani pejabat khusus

c) Pengadilan anak memeriksa anak dalam suasana kekeluargaan

d) Sidang tertutup

e) Bersidang dengan hakim tunggal

f) Laporan pembimbing kemasyarakatan

g) Penahanan anak lebih singkat dari penahanan pada orang dewasa

h) Terdakwa didampingi orangtua, wali, atau orangtua asuh, penasihat hukum

dan pembimbing kemasyarakatan

i) Sanksi dapat didengar tanpa dihadiri terdakwa

j) Penjatuhan pidana yang lebih ringan dari orang dewasa.17

Krisis ekonomi telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin semakin

meningkat, menyebabkan jumlah kelompok rentan termasuk anak terlantar dan

anak jalanan. Fenomena sosial anak jalanan terutama terlihat nyata di kota-kota

besar setelah terjadinya krisis ekonomi. Umumnya anak jalanan hampir tidak

mempunyai akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan dan perlindungan,

keberadaan.18

Penyebab utama timbulnya anak jalanan adalah faktor kemiskinan dan

banyaknya keluarga bermasalah terutama di kota-kota yang padat penduduknya

yang membuat anak tidak nyaman dan banyak dihadapkan dengan berbagai

17
Ibid.
18
Loc. cit.
23

masalah, seperti: kurang perhatian orang tua, kurang pendidikan, kurang kasih

saying dan kehangatan jiwa, kurang gizi, kehilangan hak untuk bermain; kehilangan

hak untuk bergembira, bermasyarakat, hidup merdeka; dan bahkan mengakibatkan

anak-anak dianiaya batinnya, fisiknya, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain

yang lebih kuat dan dewasa.

Penyebab utama timbulnya anak jalanan adalah faktor kemiskinan dan

banyaknya keluarga bermasalah terutama di kota-kota yang padat penduduknya

yang membuat anak tidak nyaman dan banyak dihadapkan dengan berbagai

masalah, seperti: kurang perhatian orang tua, kurang pendidikan, kurang kasih

saying dan kehangatan jiwa, kurang gizi, kehilangan hak untuk bermain; kehilangan

hak untuk bergembira, bermasyarakat, hidup merdeka; dan bahkan mengakibatkan

anak-anak dianiaya batinnya, fisiknya, dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain

yang lebih kuat dan dewasa. Mereka tumbuh berkembang dengan latar belakang

kehidupan jalanan yang keras dan bergelimang kemiskinan sehingga bila tidak ada

uluran tangan yang menyelamatkannya maka cederung akan tumbuh menjadi orang

yang berperilaku negatif Anak jalanan adalah anak yang terkategorikan tak berdaya.

Mereka merupakan korban berbagai penyimpangan dari oknum-oknum yang tidak

bertanggung jawa. Untuk itu mereka perlu diberdayakan melalui demokratisasi,

pembangkitan ekonomi kerakyatan, keadilan dan penegakan hukum, partisipasi

politik yang sehat, serta pendidikan luar sekolah.

Anak jalanan pada hakekatnya adalah “anak-anak”, sama dengan anak-anak

lainnya yang bukan anak jalanan. Mereka membutuhkan pendidikan, dan kasih

saying orang tua. Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek


24

perkembangan fisik dan mental mereka. Sebab anak bukanlah orang dewasa yang

berukuran kecil. Kita tak cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya

melindunginya di sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih saying. Kasih

saying adalah fundamen pendidikan. Tanpa kasih saying, pendidikan ideal tak

mungkin dijalankan. Pendidikan tanpa cinta menjadi kering tak menarik. Dalam

mendidik anak diperlukan sosok ibu dan ayah yang sepaham seirama dengan anak.

Perlu kehadiran sosok orang tua yang dapat dijadikan teladan, rajin bercerita,

memilihkan mainan, melatuh disiplin, mengajari bekerja, dan meluruskan sifat

buruk anaknya (misalnya: perkataan kotor, berkelahi, suka melawan, pelanggaran

sengaja, mengamuk, keras kepala, selalu menolak, penakut, manja, nakal). Anak

jalanan sangat membutuhkan adanya keluarga ideal dan kondusif bagi tumbuh

kembangnya dalam proses menjadi orang dewasa.19

Bila saja pemerintah memberikan fasilitas yang cukup memadai bagi anak-

anak jalanan, anak-anak yang memiliki keterbatasan ekonomi dan keterbelakangan

mental tentunya akan meminimalisir angka diskriminasi anak dan kriminalitas yang

dilakukan oleh anak-anak tersebut. Pembangunan sekolah bebas biaya bagi anak-

anak tidak mampu, pembangunan rumah penampungan dan perlidungan bagi anak-

anak terlantar serta anak jalanan, dan juga pemberian fasilitas kesehatan yang

memadai seolah hanya menjadi utophia semata, karena realisasi selama ini jauh dari

angan-angan tersebut diatas. Untuk sarana dan prasarana terkait kehidupan sosial,

sayangnya pemerintah kita cenderung mengabaikannya.20

19
Loc. cit.
20
Op. cit.
25

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hukum dalam hal perlindungan hak-hak anak keadaannya adalah dilihat dari

materi hukum sudah memadai, hal ini dbuktikan dengan telah diratifikasinya

konvensi hak-hak anak, telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang secara rinci mengatur perlindungan hukum terhadap anak.

Faktanya dilapangan masih ada kasus dan peristiwa nyata berupa: kekerasan

terhadap anak, anak dipekerjakan di sektor pekerjaan terburuk, anak

diperdagangkan, maupun anak yang jadi korban eksploitasi seksual, menunjukkan

bahwa hukum belum efektif melindungi hak-hak anak. Sehingga dapat ditarik

konklusi bahwa hak-hak anak dari segi pemenuhan kepentingan fisik dan dari

pemenuhan kepentingan psikis untuk dapat tumbuh kembang menjadi sosok

manusia dewasa yang tangguh disaat mencapai usia dewasanya masih banyak anak-

anak yang belum terjamin secara sempurna.

Masih banyak kendala-kendala yang timbul untuk efektivitas hukum dalam

perlindungan hak-hak anak. Pelaksanaan aturan-aturan hukum perlindungan anak

masih sering dihadapkan pada masalah bermunculannya perilaku menyimpang dari

warga masyarakat berupa pelanggaran hak-hak anak. Kualitas kesejahteraan anak

dan lepasnya interpretasi dan penderitaan hidup adalah terkait dengan masalah

tingkat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, yang kesemuanya itu untuk


26

antisipasinya sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah untuk memenuhi

kebutuhan lapangan kerja, untuk menekan pengangguran, dan peningkatan

pendapatan warga masyarakat. Belum efektifnya hukum untuk memajukan sektor-

sektor ekonomi terutama ekonomi kerakyatan, masih banyaknya warga masyarakat

yang nganggur, dan masih rendahnya pendapatan warga masyarakat yang berakibat

masih merajalelanya kemiskinan dikalangan warga masyarakat adalah penyebab

utama timbulnya pelanggaran dan kejahatan terhadap anak. belum punya aturan

hukum tentang standar pelayanan minimum untuk masing-masing jenis pelayanan

publik, sehingga tidak ada patokan baku untuk mempermasalahkan birokrat dalam

rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya untuk pelayanan publik secara baik.

B. SARAN

Memperkuat peran dan tanggung jawab Negara terhadap kualitas hidup anak,

perlu ada instansi pemerintah yang betul-betul bertanggung jawab dan punya

kemampuan untuk perlindungan anak. Jangan hanya diserahkan kepada lembaga

sosial, orang tua dan komunitasnya saja. Karena negara selain berkewajiban

melindungi seluruh warga negaranya dari segala bentuk kekerasan dan penindasan,

juga berkepentingan memiliki generasi penerus yang berkualitas. Perlu

perlindungan terhadap tindakan kekerasan terhadap anak, termasuk terhadap anak

jalanan yang sangat rawan untuk mendapat kekerasan dari orang yamng ada di

sekelilingnya. Perlu pembinaan instansi dan sumber daya manusia secara

menyeluruh, termasuk pendidikan untuk menjangkau anak jalanan.


27

DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-Undangan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konvensi Hak-hak Anak.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undnag Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (Perubahan

atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002).

2. Sumber Lain

Arief Gosita. Masalah Perlindungan Anak. Akademi Presindo:Jakarta.1989:52.

Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum Pidana Dalam

Penanggulangan Kesehatan. Kencana: Jakarta. 2007; 61.

Bismar Siregar Dalam Irma Setyowati. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Bumi

Aksara: Jakarta. 1990; 15.

Dewi Siti Hamzah Marpaung. Bahaya Narkoba serta Perlindungan Hukum

terhadap Anak sebagai Pelaku Narkoba di Kabupaten Purwakarta. Jurnal

Hukum POSITUM Vol.4. No.1. (2019): 98-115.

Muliadi Nur. Perlindungan Hak Asasi Anak di Era Globalisasi (Antara Ide dan

Realita). Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Manado. 2016.

Nandang Sambas. Peradilan Pidana Anak di Indonesia dan Instrumen

Internasional Perlindungan Anak serta Penerapannya. Yogyakarta:

Graha Ilmu. 2013; 32.

Romli Atmasasmita. Kapita Selekta Kriminilogi. Bandung: Armico. 1983; 25.


28

Suherman Toha, et. al. Aspek Hukum Perlindungan Terhadap Anak. Badan

Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM Republik

Indonesia. 2009.

Sumarlin Adam. Dampak Narkotika Pada Psikologi dan Kesehatan

Masyarakat. IAIN Sultan Amai Gorontalo. 2012.

Yan Yusuf. Sungguh Kejam, Sudah Dipaksa Nyabu, Bocah Ini disiksa Jika

Tidak Mencuri. https://metro.sindonews.com/read/228458/170/sungguh-

kejam-sudah-dipaksa-nyabu-bocah-ini-disiksa-jika-tidak-mencuri-

1605093073/ [diakses pada 7 Desember 2020].


29

LAMPIRAN
30

Sumber : https://metro.sindonews.com/read/228458/170/sungguh-kejam-sudah-
dipaksa-nyabu-bocah-ini-disiksa-jika-tidak-mencuri-1605093073/

Anda mungkin juga menyukai