Anda di halaman 1dari 21

KEJAHATAN TERHADAP ANAK MENURUT UU NO.

23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN UU PERUBAHANNYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :

Aspek Pidana Dalam Hukum Keluarga

Disusun Oleh :

Kelompok 12

Zikri Abidi (1920101041)

Muhammad Edi (2020202060)

Tasya Sapitri (2020202067)

Ratri Aisyah (2020202078)

Dosen Pengampu :Dr.SITI ROCHMIYATUN,S.H.,M.Hum

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang Kejahatan Terhadap
Anak Menurut UU No.23 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Anak Dan UU
Perubahanya. ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Hukum Kewarisan Islam Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Apa saja isi dari konsep hukum Islam,
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami Mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen mata kuliah
Hukum Kewarisan Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum wr.wb

Palembang, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
BAB ll PEMBAHASAN.........................................................................................................4
A. Akar permasalahan terjadinya kejahatan terhadap anaka.............................................4
B. Bentuk-bentuk kejahatan terhadap anak.......................................................................6
C. Macam-acam kejahatan terhadap anak menurut UU Perlindungan Anak Pasal 76-90. 8
D. Sanksi pidana terhadap anak menurut UU perlindungan anak....................................13
BAB III PENUTUP...............................................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab orang tua,
keluarga, maupun masyarakat sekitarnya. Perlindungan yang diberikan pada
anak untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak untuk dapat
hidup, tumbuh,berkembang dan juga dapat bersosialisasi di lingkungan
sekitarnya. Anak merupakan anugerah sekaligus amanah dari Tuhan Yang
Maha Esa yang seharusnya kita jaga dan lindungi.
Kejahatan atau tindak pidana pada dasarnya dapat terjadi pada
siapapun dan dapat juga dilakukan oleh siapapun baik itu pria, wanita maupun
anak-anak. Anak sangat rentan atau rawan menjadi korban tindak pidana
kekerasan fisik yang mana anak merupakan manusia yang sangat lemah dan
masih membutuhkan perlindungan dari orang dewasa yang ada di
sekitarnya.Anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan suatu
bangsa.Perlindungan terhadap anak merupakan suatu usaha untuk
mengadakan kondisi untuk melindungi anak dapat melaksanakan hak dan
kewajiban. Melindungi anak adalah melindungi manusia seutuhnya.
Perlindungan anak merupakan potensi melindungi generasi penerus bangsa.
Kekerasan fisik terhadap anak yang terjadi memang sangat
memperihatinkan.

Anak yang mengalami kekerasan fisik perlu perhatian secara serius,


mengingat akibat dari kekerasan fisik terhadap anak akan menyebabkan anak
mengalami trauma yang berkepanjangan. Trauma yang dialami oleh anak
akan membahayakan perkembangan jiwa sehingga anak tidak dapat tumbuh
dan berkembang secara wajar. Anak bukanlah obyek (sasaran) untuk tindakan

1
kesewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari siapapun
atau pihak manapun itu.

Anak adalah buah hati yang perlu dijaga, selayaknya mendapatkan


perlindungan yang semestinya diperoleh oleh anak. Keluarga merupakan
tempat anak berlindung dan merasa aman. Upaya perlindungan terhadap anak
harus dilakukan sedini mungkin, agar kelak anak dapat berpartisipasi secara
optimal dan dapat bersosialisasi di lingkungan sekitar dan juga sebagai
pewaris dan pelanjut masa depan suatu bangsa dan negara.Upaya
perlindungan anak perlu dilaksanakan secara tegas.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang


Perlindungan Anak berisi ketentuan bahwa:perlindungan anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.

Anak-anak seharusnya mempunyai kesempatan yang leluasa untuk


bermain dan berekspresi yang harus diarahkan untuk tujuan pendidikan,
bermasyarakat dan penguasa yang berwenang harus berusaha meningkatkan
pelaksanaan hak. Perlakuan dan perlindungan hukum pada anak sudah
selayaknya mendapatkan perhatian secara khusus dan serius karena anak-anak
mempunyai masa depan yang cerah juga merupakan penerus bangsa dan
negara. Selayaknya anak Indonesia mendapatkan perlindungan dari bahaya
maupun ancaman dari luar seperti kekerasan fisik.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka Penulis


merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

B. Rumusan Masalah
1. Apa akar permasalahan terjadinya kejahatan terhadap anak?

2
2. Kejahatan macam apa saja yang umumnya menimpa anak?
3. Jelaskan macam-macam kejahatan terhadap anak menurut UU
Perlindungan Anak Pasal 76-90?
4. Apakah sanksi pidana kejahatan terhadap anak menurut UU
perlindungan anak?
C. Tujuan
1. Untuk memecahkan persoalan tentang kejahatann terhadap anak
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindak pidana terhadap anak
3. Untuk mengetahui macam-macam kejahatan terhadap anak
4. Untuk mengetahui pertimbangan hukum dalam memutus perkara
tindak pidan kejahatan terhadap anak

3
BAB ll
PEMBAHASAN
A. Akar permasalahan terjadinya kejahatan terhadap anaka
Kasus kejahatan khususnya terhadap anak tidak pernah sepi dari
pemberitaan di media massa, baik cetak maupun elektronik Masalah kejahatan
terhadap anak telah banyak menjadi topik pembicaraan dalam forum-forum
informal maupun menjadi topik dalam pembicaraan formal dan ilmiah.
Berbicara masalah kejahatan terhadap anak, cakupannya cukup luas
karena tindakan tersebut dapat terjadi pada masyarakat umum, dalam dunia
Pendidikan (di sekolah-sekolah), dan tidak kalah pentingnya adalah kejahatan
terhadap anak yang terjadi di lingkungan rumah tangga.Kejahatan yang terjadi
di lingkup rumah tangga mempunyai keunikan sendiri, karena pelakuknya
adalah orang-orang yang mempunyai hubungan dekat bahkan mempunyai
hubungan darah yang sangat dekat dan dikenal dengan baik, seperti ayah/ibu
terhadap anak, kakak terhadap adik, ataupun majikan terhadap pembantu
rumah tangganya.
Kejahatan terhadap anak dapat terjadi terhadap anak laki-laki maupun
terhadap anak perempuan. Kejahatan yang terjadi terhadap anak perempuan
ada
yang spesifikseperti kejahatan seksual dalam bentuk perkosaan. Keunikan
lainnya berkaitan dengan kejahatan yang terjadi terhadap anak perempuan
adalah karena kejahatan ini berbasis gender. Pada masyarakat dimana anak
laki-laki mendapat kedudukan sangat tinggi, seringkali terjadi kejahatan
seperti pengguguran kandungan, karena diketahui bayi dalam kandungannya

4
itu adalah bayi perempuan. Atau, bayi dibuang atau dibunuh karena ia
lahirperempuan. 1
Anak dan Remaja, disebutkan bahwa ketimpangan kuasa ikut berperan
dalam menciptakan terjadinya pelaku kejahatan. Atas dasar hal tersebut, maka
terjadinya kejahatan terhadap anak di dalam rumahtangga dapat dijelaskan
dengan melihat struktur kekuasaan di dalam rumahtangga. yang berjenjang
sebagai beriku:2

Dalam gambar tersebut tampak bahwa kekuasaan ayah lebih besar dari
ibu, kekuasaan ibu lebih besar dari anak, kekuasaan anak yang lebih tua lebih
besar dari anak yang lebih kecil. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
kejahatan dalam rumah tangga yang sering terjadi adalah kejahatan oleh suami
(ayah) terhadap ibu (istri), dan kejahatan orang tua terhadap anak, ataupun
kejahatan oleh anak yang lebih tua terhadap anak yang lebih kecil.

Penyalah gunaan kekuasaan dapat juga menjadi pemicu terjadinya


kejahatan, seperti dalam kejahatan anak dalam rumahtangga, dimana
kekuasaan ayah untuk menghukum si anak, seharusnya ditujukan untuk
mendidik akan tetapi seringkali dilaksanakan secara berlebihan, sehingga
terjadilah kekerasan pisik seperti penganiayaan sampai pada pembunuhan.
1
Ida Bhagawan Istri Suwitra Pradnya, “Kekerasan Terhadap Anak”, Universitas Udayana,
(Desember 2017)
2
Ibid,hal. 25

5
B. Bentuk-bentuk kejahatan terhadap anak
Ada beberapa bentuk kejahatan terhadap anak diantaranya meliputi
kejahatn pisik,kejahatan seksual,kejahan ekonomi maupun kejahatan
psikologis.
1. Kejahatan pisik
Kejahatan pisik yang menimpa anak-anak terjadi dalam berbagai
bentuk
seperti pembunuhan, penganiayaan, perengutan kemerdekaan,
pembuangan bayi, maupun pengguran kandungan. Dari apa yang
sering diberitakan di media massa, ada kalanya anak dibunuh oleh
orang tuanya sendiri karena beberapa alasan antara lain karena
orangtua tidak sanggup menanggung beban hidup, bayi dibuang
karena kelahirannya tidak diharapkan. Bayi dalam kandungan
digugurkan dengan
alasan yang sama, bahkan di beberapa negara yang penhargaannya
amat tinggi terhadap anak laki-laki, bayi dalam kandungan digugurkan
kalau ketahuan bayi tersebut bayi perempuan, atau kalau lahir bayi
perempuan.3
2. Kejahatan seksual
Dari pemberitaan di media massa, baik media cetak maupun media
elektronik, ataupun informasi yang diperoleh dari berbagai dokumen,
seperti laporan penelitian, makalah dalam seminar, jurnal/majalah,
kasus-kasus yang telah ditangani oleh Pengadilan, dapat diketahui
berbagai bentuk kejahatan seksual baik diderita oleh anak laki-laki
maupun yang khusus dialami anak perempuan. Bentuk-bentuk
kejahatan seksual tersebut meliputi : pelacuran anak, khususnya

3
Ibid,hal. 28

6
anak perempuan, trafficking (perdagangan anak) yang motifnya adalah
eksploitasi seksual, sudomi, phaedophilia, dan secara khusus menimpa
anak-anak perempuan adalah perkosaan.
3. Kejahatan Ekonomi
Selain kejahatan pisik dan kejahatan seksual sebagaimana telah
dijelaskan di atas, kejahatan ekonomi juga banyak dialami oleh anak-
anak. Yang dimaksusd dengan kejahatan ekonomi terhadap anak di
sini adalah tindakan yang dialamioleh anak-anak untuk memenuhi
kepentingan ekonomi pihak lain (termasuk keluarga, majikan) ataupun
kepentingan dirinya sendiri, yang menyebabkan anak-
anak yang bersangkutan tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya
untuk tumbuh berkembang sebagai layaknya anak-anak pada
umumnya. Mereka (anak-anak yang mengalami kekerasan ekonomi),
pada umumnya berasal dari keluarga miskin yang “terpaksa bekerja”
untuk membantu orang tuanya menyambung hidup keluarga. ataupun
hidupnya sendiri.
Anak-anak yang terpaksa bekerja (seharusnya tidak boleh
dipekerjakan/bekerja) jaminan hidupnya harus ditanggung oleh negara
sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar RI 1945
yang menyatakan sebagai berikut: “ Fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara”. Mereka tergolong anak-anak
terlantar secara ekonomi.
4. Kejahatan Psikologi
Dalam perjalanan hidup anak, selain mendapat kejahatan pisik,
seksual, ekonomi, tidak jarang juga anak-anak mengalami kejahatan
psikologis dalam berbagai bentuk, antara lain mendapat kata-kata
kotor yang menyakitkan hati, baik dilakukan oleh orang tua ataupun
oleh majikan ditempat ia bekerja, diusir, diejek, dicemoh, dilecehkan

7
karena cacat pisik, karena kemiskinannya, ataupun karena
kebodohannya.

C. Macam-acam kejahatan terhadap anak menurut UU Perlindungan Anak


Pasal 76-90
Pasal 76

Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :

1. melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-


undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan
data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan
penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak;
2. memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada
Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan :

1. diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami


kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi
sosialnya; atau
2. penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit
atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial,
3. dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 78

8
Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam
situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan
dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan,
anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban
perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 79

Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 80

1. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman


kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
2. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat,
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
3. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

9
dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan
penganiayaan tersebut orang tuanya.

Pasal 81

1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman


kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 82

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman


kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Pasal 83

10
Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri
sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).

Pasal 84

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ


dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 85

1. Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan
tubuh anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan
organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan
kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak
sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua atau tidak
mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 86

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian


kebohongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas

11
kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut
belum berakal dan belum bertanggung jawab sesuai dengan agama yang
dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 87

Setiap orang yang secara melawan hukum merekrut atau memperalat anak
untuk kepentingan militer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 atau
penyalahgunaan dalam kegiatan politik atau pelibatan dalam sengketa
bersenjata atau pelibatan dalam kerusuhan sosial atau pelibatan dalam peristiwa
yang mengandung unsur kekerasan atau pelibatan dalam peperangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).

Pasal 88

Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 89

1. Setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, membiarkan,


melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan,
produksi atau distribusi narkotika dan/atau psikotropika dipidana
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00

12
(lima ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, membiarkan,
melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan,
produksi, atau distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan paling
singkat 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah).

Pasal 90

1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, Pasal
78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82, Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85,
Pasal 86, Pasal, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 dilakukan oleh
korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus dan/atau
korporasinya.
2. Pidana yang dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda dengan
ketentuan pidana denda yang dijatuhkan ditambah 1/3 (sepertiga)
pidana denda masing-masing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).4

D. Sanksi pidana terhadap anak menurut UU perlindungan anak


Setiap Negara dimanapun di dunia ini, wajib memberikan perhatian
serta perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak, yang antara lain berupa
hak-hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya serta hukum.

4
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-35-2014-uu-23-2002-perlindungan-anak diakses
pada 15 November 2022 pukul 16.42

13
Dengan undang-undang perlindungan anak maka diharapkan tujuan
perlindungan anak dapat diwujudkan, tujuan perlindungan anak adalah untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan. serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan
sejahtera.
A.KonsepAnak
Tidak ada batasan yang seragam tentang berapa usia seorang jndividu
disebut sebagai anak. Batasan anak menurut kacamata psikologi, usia anak
berkisar antara 2 tahun hingga 12 tahun. Dari usia 12 tahun sampai 18 tahun,
disebut remaja. Secara psikologi, usia anak dapat didentifikasi sebagai
berikut:
1) Usia kelompok, dimana anak mulai mempelajari dasar perilaku social
2) Usia menjelajah/bertanya, anak mulai ingin tahu tentang keadaan di
lingkungan sekitarnya
3) meniru/kreatif, anak menirukan perilaku orang lainb dan
memasukkannya dalampermainannya.

Menurut kaca mata hukum, antara lain Undang-Undang Perlindungan


Anak (Undang-Undang No 23 /2002), batasan usia anak adalah maksimum 18
tahun atau belum pernah kawin. Artinya, seseorang yang berusia di
bawah/sama dengan 18 tahun akan tetapi sudah kawin/sudah pernah kawin
tidak lagi digolongkan sebagai anak. Hukum tidak mengenal katagori usia
remaja. Hukum hanya mengenal katagori anak dan dewasa.Jadi pengertian
remaja dalam psikologi termasuk katagori anak dalam kacamata hukum.
Undang-Undang No.1tahun 1974 (Undang-Undang Perkawinan) juga tidak
memberikan pembatasan yang jelas tentang usia anak.Undang-Undang
Perkawinan hanya menyebutkan batas usia kawin, yaitu 16 tahun untuk

14
perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Jika batas usia kawin itu yang
dijadikan patokan sebagai batas usia anak, maka berarti ukuran usia anak
berbeda antara laki-laki dan perempuan.Undang-Undang Pokok Perburuhan
No.12 Tahun 1948 dalam pasal 1 (1) mendefinisikan anak adalah orang laki-
laki atau perempuan berumur 14 tahun ke bawah. Demikian juga Undang-
Undang Ketenagakerjaan (Undang-Undang No. 25/1997) menggunakan
batasan usia anak adalah di bawah 14 tahun. Artinya, usia 14 tahun sudah
terhitung dewasa). Menurut Pasal 1 (2) Undang-Undang No. 4/1997 tentang
Kesejahteraan Anak,menyebutkan pengertian anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Undang –Undang
No.3/1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan anak adalah orang yang
dalam perkara anak nakal adalah yang telah mencapai umur 8 tahuntetapi
belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Artinya undang-
undang ini membatasi usia anak antara 8tahun sampai 18 tahun. Dalam pasal
45 KUHP disebutkan bahwa yang termasuk katagori anak adalah apabila
belum berusia 16 tahun. Artinya, orang yang berumur 16 tahun termasuk
dewasa, sedangkan dalam beberapa pasal lainnya seperti antara lain pasal
285,287, yang mengatur anak sebagai korban pidana disebutkan apabila
berusia belum genap 15 tahun, artinya kalau usianya sudah mencapai 15 tahun
sudah tergolong dewasa. Menurut pasal 330 KUH Perdata,orang belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak
terlebih dahulu telah kawin. Artinya, orang berusia 20 tahun masih tergolong
anak/belum dewasa.

Mengenai kekerasan pada anak telah lahir Undang-Undang Nomor 23


Tahun 2002 Junto Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Junto Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan
ketentuan- ketentuan Undang-undang No.35 tahun 2014 pasal 80 Junto

15
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak
menyatakan:5

1. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman


kekerasan, atau penganiyaan terhadap anak, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan/atau denda paling
banyak Rp.72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
2. Dalam hal anak sebagaimana semaksud ayat (1) luka berat, maka
pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau
denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka
pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (lima belas) tahun dan
atau denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan
tersebut Orangtuanya.

5
Undang-undang No.35 tahun 2014

16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan diatas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa
Akar permasalahan terjadinya kekerasan terhadap anak meliputi permasalahan
ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.

Bentuk-bentuk kekerasan yang menimpa anak, baik laki-laki maupun


perempuan meliputi kekerasan pisik (pembunuhan, penganiayaan,pengguran
kandungan, pembuangan bayi, dll), kekerasan ekonomi antaralain berupa hidup
sebagai anak jalanan dengan melakukan kegiatnmengemis, menjajakan barang
dagangan, menjual jasa tukang semirsepatu, , tukang lap mobil, dan sebagainya
yang mereka lakukan denganterpaksa oleh keadaan. Yang lainnya kekerasan
seksual (seperti pencabulan, pemerkosaan, perdagangan anak untuk tujuan sex
komersial) yang terjadi dilingkungan rumahtangga, lingkungan kerja, di
lingkungan sekolah, ataupun di tempat umum. Tidak sedikit pula anak-anak
mendapat kekerasan psikologis (mendapat kata-kata kotor yangmenyakitkan
hati, ejekan, cemohan, dan lain sebagainya).

17
DAFTAR PUSTAKA

Pradnya, S.I.B.I “Kekerasan Terhadap Anak”, Universitas Udayana, (Desember 2017)

https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-35-2014-uu-23-2002-perlindungan-anak diakses
pada 15 November 2022 pukul 16.42

Undang-undang No.35 tahun 2014

18

Anda mungkin juga menyukai